SYAIR HIKAYAT
DISUSUN OLEH
Nama: Ismi nur sobah
Kelas: XII IPS 2
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang
limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembautan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.Terlepas dari semua itu, kami
meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.Akhir kata kami berharap
semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat ini dapat
Penyusun
2
DAFTAR ISI
1. Judul.......................................................................
2. Kata pengantar ....................................................................
3. Daftar isi...............................................................................
4. Isi materi
a.Pendahuluan .............................................................
b.Tradisi membaca syair hikayat ....................................
c. Perkembangan syair hikayat........................................
5. Lampiran .......................................................................................
6. Daftar pustaka...............................................................................
3
A. PENDAHULUAN
Bekayat adalah tradisi sastra masyarakat Sasak di Lombok yang berupa pembacaan
hikayat/syair dengan cara menembangkan kemudian diikuti terjemahan dan penafsiran
secara bergantian oleh penembang dan pengarti (bujangge).Bekayat merupakan bentuk
apresiasi masyarakat Sasak terhadap teks-teks sastra, disitulah teks-teks tulis diterjemahkan,
ditafsirkan, dan dikaji secara lisan oleh pelaku bekayat secara lebih dalam, filosofis atau
sufistik sehingga teks itu menjadi bermakna bagi kehidupan manusia yang menghasilkan
dan yang menggunakannya. Kehadiran bekayat bukan hanya sebagai media dakwah, namun
mampu menyatu dengan kehidupan ritual adat keagamaan masyarakat suku Sasak dan
membangun silaturrahmi dalam bentuk berkesenian. Kelisanan dan keberaksaraan masih
tetap berkembang dalam masyarakat Indonesia karena keduanya saling mendukung, hal ini
menjadikan kebudayaan khirografik mendapat tempat yang baik sebagai panggung apresiasi
teks-teks tradisional. Bekayat sebagai panggung apresiasi berlangsung sepanjang
pertunjukan, mereka berusaha mengangkat isu-isu aktual yang terkait dengan teks baik itu
isu sosial, politik, ekonomi, budaya, dan juga praktik-praktik kehidupan yang melnyimpang
dari ajaran Islam. Pendekatan dalam praktik apresiasi seperti dalam bekayat menekankan
pada bagaimana teks digunakan dalam kehidupan keagamaan, sosial, dan budaya.
4
B . TRADISI MEMBACA HIKAYAT
Tradisi membaca hikayat dengan istilah bekayat yang secara bahasa berarti
membaca dan berkisah. Selain itu juga sebagian warga menyebutnya dengan memaca.
Acara bekayat merupakan tradisi membaca kitab-kitab kuno berbahasa melayu di atas
daun lontar atau kertas biasa pada acara-acara tertentu. Misalnya pada perayaan Maulid
Demikian yang disampaikan salah seorang pemaca (penembang), Amaq Dah seusai
Ia menuturkan bahwa, tradisi bekayat ini sejak lama dilakukan oleh masyarakat kita,
seperti pada perayaan maulid, isra mi'raj, sunatan, perkawinan dan pada acara selamatan
kematian.
Hal itu disampaikan saat menghadiri undangan salah seorang warga di Dusun Karang
Kesuma Desa Kebon Ayu, Kecamatan Gerung, kepada wartawan Kominfo Lobar.
Di Lombok Barat sendiri, naskah sastra yang ditulis di atas daun lontar ini biasa disebut
Takepan. Naskah yang kebanyakan menggunakan Bahasa Jawa Kuno, Bahasa Sasak,
dan Bahasa Sansekerta tersebut merupakan simbol keberagaman budaya yang berpadu
Ia menjelaskan, dalam pembacaan pustaka kuno yang diperkirakan berumur ribuan tahun
ini dimainkan oleh empat orang dengan mengenakan pakaian adat Suku Sasak atau
5
mengenakan pakaian muslim adat Sasak, masing-masing disebut pemaca (penembang),
Pelaksanaan bekayat dilakukan sejak malam hingga menjelang subuh dan tradisi ini
sudah ada sejak kerajaan Hindu, bahkan dahulunya tradisi ini dilakukan sebagai media
Dikatakan Amaq Dah, beberapa kitab yang biasanya dibaca adalah Hikayat Nur, Yatim
Mustafa dan Badaruzzaman untuk acara ngurisan, Maulidan sunatan atau perkawinan.
Sedangkan Kitab Kifayatul Muhtaj dibaca saat Perayaan Isra’ Mi’raj (kisah naiknya Nabi
Muhammad SAW dari Masjidil Aqsho ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah Salat.
Kitab Qurtubi Kasyful Gaibiyyah yang isinya seputar hakikat kematian serta bagaimana
Sebagai ciri khas tradisi ini, pembaca hikayat dituntut menguasai teknik lantunan dan
Bekayat sebagian dari tradisi dan adat budaya, bekayat juga mengharuskan adanya
kemalik beras kuning, air bunga, benang warna hitam dan putih yang ditaruh di atas
wadah.
“Maknanya, sebersih dan sesuci apapun manusia, pasti terdapat noda dan kesalahan
dalam diri yang harus dibersihkan dengan mendekatkan diri kepada Tuhan,” jelas Amaq
Dah.
6
Ia juga menyebut, tradisi bekayat (membaca hikayat) saat ini perlu diperkenalkan kepada
generasi masa kini. Jika tidak, tradisi ini dikhawatirkan akan punah dimakan zaman.
generasi muda tentang warisan budaya Suku Sasak," tutur dia. (MC Lombok
Barat/Angge)
Bekayat adalah tradisi sastra masyarakat Sasak di Lombok yang berupa pembacaan hikayat/syair
dengan cara menembangkan kemudian diikuti terjemahan dan penafsiran secara bergantian oleh
terhadap teks-teks sastra, disitulah teks-teks tulis diterjemahkan, ditafsirkan, dan dikaji secara
lisan oleh pelaku bekayat secara lebih dalam, filosofis atau sufistik sehingga teks itu menjadi
bermakna bagi kehidupan manusia yang menghasilkan dan yang menggunakannya. Kehadiran
bekayat bukan hanya sebagai media dakwah, namun mampu menyatu dengan kehidupan ritual
adat keagamaan masyarakat suku Sasak dan membangun silaturrahmi dalam bentuk
berkesenian. Kelisanan dan keberaksaraan masih tetap berkembang dalam masyarakat Indonesia
karena keduanya saling mendukung, hal ini menjadikan kebudayaan khirografik mendapat tempat
yang baik sebagai panggung apresiasi teks-teks tradisional. Bekayat sebagai panggung apresiasi
berlangsung sepanjang pertunjukan, mereka berusaha mengangkat isu-isu aktual yang terkait
dengan teks baik itu isu sosial, politik, ekonomi, budaya, dan juga praktik-praktik kehidupan yang
melnyimpang dari ajaran Islam. Pendekatan dalam praktik apresiasi seperti dalam bekayat
menekankan pada bagaimana teks digunakan dalam kehidupan keagamaan, sosial, dan budaya.
7
D. LAMPIRAN
8
DAFTAR PUSTAKA