Anda di halaman 1dari 9

MULOK SASAK

SYAIR HIKAYAT

DISUSUN OLEH
Nama: Ismi nur sobah
Kelas: XII IPS 2

SMA NEGERI 2 LABUAPI


LOMBOK BARAT
TAHUN 2023

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami

panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,

dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang

limbah dan manfaatnya untuk masyarakat.Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan

maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar

pembautan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.Terlepas dari semua itu, kami

meyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun

tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan

kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.Akhir kata kami berharap

semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakat ini dapat

memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Lombok barat 27 Januari 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI
1. Judul.......................................................................
2. Kata pengantar ....................................................................
3. Daftar isi...............................................................................
4. Isi materi
a.Pendahuluan .............................................................
b.Tradisi membaca syair hikayat ....................................
c. Perkembangan syair hikayat........................................
5. Lampiran .......................................................................................
6. Daftar pustaka...............................................................................

3
A. PENDAHULUAN

Bekayat adalah tradisi sastra masyarakat Sasak di Lombok yang berupa pembacaan
hikayat/syair dengan cara menembangkan kemudian diikuti terjemahan dan penafsiran
secara bergantian oleh penembang dan pengarti (bujangge).Bekayat merupakan bentuk
apresiasi masyarakat Sasak terhadap teks-teks sastra, disitulah teks-teks tulis diterjemahkan,
ditafsirkan, dan dikaji secara lisan oleh pelaku bekayat secara lebih dalam, filosofis atau
sufistik sehingga teks itu menjadi bermakna bagi kehidupan manusia yang menghasilkan
dan yang menggunakannya. Kehadiran bekayat bukan hanya sebagai media dakwah, namun
mampu menyatu dengan kehidupan ritual adat keagamaan masyarakat suku Sasak dan
membangun silaturrahmi dalam bentuk berkesenian. Kelisanan dan keberaksaraan masih
tetap berkembang dalam masyarakat Indonesia karena keduanya saling mendukung, hal ini
menjadikan kebudayaan khirografik mendapat tempat yang baik sebagai panggung apresiasi
teks-teks tradisional. Bekayat sebagai panggung apresiasi berlangsung sepanjang
pertunjukan, mereka berusaha mengangkat isu-isu aktual yang terkait dengan teks baik itu
isu sosial, politik, ekonomi, budaya, dan juga praktik-praktik kehidupan yang melnyimpang
dari ajaran Islam. Pendekatan dalam praktik apresiasi seperti dalam bekayat menekankan
pada bagaimana teks digunakan dalam kehidupan keagamaan, sosial, dan budaya.

4
B . TRADISI MEMBACA HIKAYAT
Tradisi membaca hikayat dengan istilah bekayat yang secara bahasa berarti

membaca dan berkisah. Selain itu juga sebagian warga menyebutnya dengan memaca.

Acara bekayat merupakan tradisi membaca kitab-kitab kuno berbahasa melayu di atas

daun lontar atau kertas biasa pada acara-acara tertentu. Misalnya pada perayaan Maulid

Nabi, tradisi sunatan, ngurisan, perkawinan hingga kematian.

Demikian yang disampaikan salah seorang pemaca (penembang), Amaq Dah seusai

melantunkan hikayatnya di halaman Balai Desa Kebon Ayu, Kecamatan Gerung,

Lombok Barat, Sabtu (27/3/2023).

Ia menuturkan bahwa, tradisi bekayat ini sejak lama dilakukan oleh masyarakat kita,

seperti pada perayaan maulid, isra mi'raj, sunatan, perkawinan dan pada acara selamatan

kematian.

Hal itu disampaikan saat menghadiri undangan salah seorang warga di Dusun Karang

Kesuma Desa Kebon Ayu, Kecamatan Gerung, kepada wartawan Kominfo Lobar.

Di Lombok Barat sendiri, naskah sastra yang ditulis di atas daun lontar ini biasa disebut

Takepan. Naskah yang kebanyakan menggunakan Bahasa Jawa Kuno, Bahasa Sasak,

dan Bahasa Sansekerta tersebut merupakan simbol keberagaman budaya yang berpadu

menjadi satu dan kaya akan makna.

Ia menjelaskan, dalam pembacaan pustaka kuno yang diperkirakan berumur ribuan tahun

ini dimainkan oleh empat orang dengan mengenakan pakaian adat Suku Sasak atau

5
mengenakan pakaian muslim adat Sasak, masing-masing disebut pemaca (penembang),

piteges (penerjemah), penyarub (penyambung), dan pemboa (pendengar) yang bercerita

tentang perjalanan spiritual nabi, termasuk pula pesan-pesan kehidupan tentang

bagaimana seharusnya manusia hidup bersama manusia lainnya.

Pelaksanaan bekayat dilakukan sejak malam hingga menjelang subuh dan tradisi ini

sudah ada sejak kerajaan Hindu, bahkan dahulunya tradisi ini dilakukan sebagai media

dakwah penyebaran Islam.

Dikatakan Amaq Dah, beberapa kitab yang biasanya dibaca adalah Hikayat Nur, Yatim

Mustafa dan Badaruzzaman untuk acara ngurisan, Maulidan sunatan atau perkawinan.

Sedangkan Kitab Kifayatul Muhtaj dibaca saat Perayaan Isra’ Mi’raj (kisah naiknya Nabi

Muhammad SAW dari Masjidil Aqsho ke Sidratul Muntaha untuk menerima perintah Salat.

Kitab Qurtubi Kasyful Gaibiyyah yang isinya seputar hakikat kematian serta bagaimana

manusia seharusnya mati.

Sebagai ciri khas tradisi ini, pembaca hikayat dituntut menguasai teknik lantunan dan

intonasi yang mendayu-dayu.

Bekayat sebagian dari tradisi dan adat budaya, bekayat juga mengharuskan adanya

kemalik beras kuning, air bunga, benang warna hitam dan putih yang ditaruh di atas

wadah.

“Maknanya, sebersih dan sesuci apapun manusia, pasti terdapat noda dan kesalahan

dalam diri yang harus dibersihkan dengan mendekatkan diri kepada Tuhan,” jelas Amaq

Dah.

6
Ia juga menyebut, tradisi bekayat (membaca hikayat) saat ini perlu diperkenalkan kepada

generasi masa kini. Jika tidak, tradisi ini dikhawatirkan akan punah dimakan zaman.

“Membaca hikayat ini dimaksudkan untuk memperkenalkan dan menggugah pengetahuan

generasi muda tentang warisan budaya Suku Sasak," tutur dia. (MC Lombok

Barat/Angge)

C PERKEMBANGAN SYAIR HIKAYAT / BEKAYAT

Bekayat adalah tradisi sastra masyarakat Sasak di Lombok yang berupa pembacaan hikayat/syair

dengan cara menembangkan kemudian diikuti terjemahan dan penafsiran secara bergantian oleh

penembang dan pengarti (bujangge).Bekayat merupakan bentuk apresiasi masyarakat Sasak

terhadap teks-teks sastra, disitulah teks-teks tulis diterjemahkan, ditafsirkan, dan dikaji secara

lisan oleh pelaku bekayat secara lebih dalam, filosofis atau sufistik sehingga teks itu menjadi

bermakna bagi kehidupan manusia yang menghasilkan dan yang menggunakannya. Kehadiran

bekayat bukan hanya sebagai media dakwah, namun mampu menyatu dengan kehidupan ritual

adat keagamaan masyarakat suku Sasak dan membangun silaturrahmi dalam bentuk

berkesenian. Kelisanan dan keberaksaraan masih tetap berkembang dalam masyarakat Indonesia

karena keduanya saling mendukung, hal ini menjadikan kebudayaan khirografik mendapat tempat

yang baik sebagai panggung apresiasi teks-teks tradisional. Bekayat sebagai panggung apresiasi

berlangsung sepanjang pertunjukan, mereka berusaha mengangkat isu-isu aktual yang terkait

dengan teks baik itu isu sosial, politik, ekonomi, budaya, dan juga praktik-praktik kehidupan yang

melnyimpang dari ajaran Islam. Pendekatan dalam praktik apresiasi seperti dalam bekayat

menekankan pada bagaimana teks digunakan dalam kehidupan keagamaan, sosial, dan budaya.

7
D. LAMPIRAN

8
DAFTAR PUSTAKA

BEKAYAT SASAK DI LOMBOK


ANTARA KELISANAN DAN KEBERAKSARAAN
BEKAYAT IN LOMBOK
ORAL AND LITERACY TRADITION
Made Suyasa
Tenaga Pengajar Universitas Muhammadiyah Mataram
Tanggal naskah masuk: 17 Juli 2012 ss
Tanggal revisi terakhir: 22 November 2012

Anda mungkin juga menyukai