Anda di halaman 1dari 9

TUGAS MENGULAS ARTIKEL

FOLKLOR
diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Folklor

Dosen Pengampu:
Dr. Heru Setya Puji Saputra, M. Hum.

Disusun oleh:
Syahrul Anwar 220110201092 (48)

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS JEMBER

JEMBER

2022
Dimensi Sakralitas dalam Kosmologi Budaya Using
Banyuwangi

Karakteristik budaya yang menonjol dalam masyarakat Using adalah sinkretis, yakni
dapat menerima dan menyerap budaya masyarakat lain untuk diproduksi kembali
menjadi budaya Using (Singodimayan, 1999; Saputra, 2001).

1. Substansi
Banyuwangi wilayah yang berada di ujung timur provinsi Jawa Timur.
Sebagian pendudu Banyuwangi disebut dengan orang Using. Using merupakan
nama kelompok etnik yang mendiami pinggiran bagian utara wilayah bekas
Kerajaan Blambangan. Penamaan Using dilakukan olehy orang barat terhadap
penduduk asli yang tidak mau meninggalkan tanah kelahirannya ketika terjadi
pernag Puputan Bayu pada tahun 1771 hingga tahun 1772. Identitas suku Using
masih diperdebatkan dalam kajian yang telah ada. Sebagian menyebut suku Using
sebagai bagian tidak terpisahkan dari budaya Jawa, sebagian yang lain menyebut
suku Using diidentfikas sebagai budaya tersendiri yang berbeda dari budaya Jawa.
Perbedaan pendapat itu menyiratkan adanya dua perspektif yang berbeda dalam
mempelajari budaya Using. Perspektif pertama lebih menonjolkan dimensi etik,
sedangkan perspektif kedua lebih menonjolakan dimensi emik. Menurut Saputra;
2001 karakteristik budaya yang menonjol dalam masyarakat Using adalah
sinketris, yakni dapat menerima dan menyerap budaya masyarakat lain untuk
diproduksi kembali menjadi budaya Using. Selain sinkretis, budaya Using juga
akomodatif terhadap kekuatan supranatural, gaib, dan magis. Sikap akomodatif
tersebut merupakan dimensi dari sifat sinkretis budaya Using. Sebagaimana
diketahui, Banyuwangi merupakan wilayah yang penduduk aslinya berbasis
kekuatan supranatural dengan ditopang tradisi bermantra. Sebagai pewaris
Kerajaan Blambangan, orang Using memiliki khazanah kultural yang beragam,
baik upacara ritual maupun hiburan, baik bersifat lisan, setengah lisan, maupun
bukan lisan.
Sebagai sebuah kelompok etnik, orang Using memiliki wilayah religius yang
dikenal sebagai ruang batin. Secara diakronik ruang batin mengendap dalam
penghayatan kemudian diartikulasikan dalam ekspresi simbolik baik secara verbal
maupun nonverbal. Ekspresi yang berimplikasi pada dimensi kosmokogis
berorientasi pada pola numerologis. Kosmologi dalam konteks ini adalah
kontruuksi konseptual dari pengetahuan tersembunyi karena dianggap sakral
dipelajari, dipahami, dan diaplikasikan. Oleh karena itu, sesuatu yang tersembunyi
dalam totalitas kehidupan terus berprores menuju harmoni.
Kosmologi secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori,
yakni makrokosmos dan mikrokosmos. Makrokosmos merupakan gambaran
kondisi lingkungan sekitar, sedangkan mikrokosmos berorientasi pada diri dan
batin seseorang. Nilai utama dalam masyarakat petani Using Banyuwangi adalah
harmoni. Berdasarkan cara kerjanya, harmoni dapat digunakan sebagai model of
ius constitutum ataupun model for ius constituendum dalam menjaga alam dan
ekosistemnya. Ketika masyarakat menghadapi perubahan, suatu sistem cara
pandang dunia yang berperan dalam situasi tersebut adalah kosmologi. Peran
kosmologi adalah membantu masyarakat dalam berupaya yang berhubungan
dengan perubahan yang dihadapi.
Geertz (1989) mengklasifikasikan masyarakat menjadi tiga, yakni abangan,
santri, dan priyayi. Beatty (2001) mengembangkan dengan klasifikasi yang
berbeda, yakni muslim normatis, muslim mistikis, dan muslim nominal. Muslim
normatif merupakan kelompok yang berkiblat pada kitab kering (Al-quran) dalam
berpikir, berbicara, dan berbuat. Bagi Geertz, klasifikasi tersebut termasuk
klasifikasi santri. Muslim mistikus merupakan individu yang berkiblat pada kitab
basah. Bagi mereka, manusia adalah pusat kosmis. Bagi Geertz, klasifikasi ini
termasuk klasifikasi abangan. Muslim nominal merupakan masyarakat yang
berkiblat pada kitab basah tapi bukan mistikus, taat beribadah tapi bukan normatif,
bukan juga priyayi menurut klasifikasi Geertz. Kelompok tersebut tidak berpihak
pada muslim normatif ataupun muslim mistikus. Mereka mewakili kaum awam
yang tidak mendalami kitab kering maupun kitab basah. Menurut kelompok
mistikus, mikrokosmos maupun makrokosmos terbentuk dari empat unsur, yakni
air, tanah, api, dan udara. Istilah ini biasa dikenal sedulur papat lima badan.

2. Kelebihan
Artikel yang ditulis Heru Setya Puji Saputra dan Sunarti Mustamar sangat
memberi informasi yang baru bagi pembaca, baik mahasiswa, dosen, penggiat
budaya, maupun peneliti, utamanya masyarakat Indonesia. Menurut saya sebagai
pembaca, artikel ini dapat dijadikan acuan dalam menulis artikel maupun karya
tulis lain. Selain itu, artikel ini dapat menjadi pengantar bagi peneliti dan pengkaji
dalam meneliti dan mengkaji lebih dalam lagi mengenai suku Using Banyuwangi,
terutama penelitian dan pengkajian mengenai kosmologi atau evolusi budaya
Using Banyuwangi.
Dalam artikel tersebut penulis menjelaskan sebagian topik secara rinci.
Kelebihan lainnya ialah penulis tidak hanya menuliskan artikelnya sesuai yang ia
pelajari langsung ke lapangan, tapi penulis mengutip kalimat dari beberapa tokoh
folklor. Kutipan tersebut sangat berguna, karena melampirkan kutipan kata dari
seorang tokoh berguna untuk memperkuat opini yang telah dipaparkan penulis
dalam sebuah karya tulis, melampirkan kutipan menambah nilai nilai yang
terkandung dalam sebuah karya tulis. Selain itu, terdapat catatan kaki yang dapat
mempermudah pembaca memahami artikel.

3. Kekurangan Artikel
Selain menemukan kelebihan, pembaca juga menemukan beberapa
kekurangan yang terdapat dalam artikel yang ditulis membahas tentang dimensi
sakralitas dalam kosmologi budaya using Banyuwangi. Dalam artikel ini penulis
menjelaskan topik artikel dengan baik dan terperinci, tetapi penjelasan yang ditulis
oleh penulis banyak menggunakan kosakata ilmiah yang kurang dimengerti oleh
pembaca. Dikarenakan penggunaan kosakata ilmiah dalam artikel tersebut,
pembaca kesulitan memahami penjelasan yang dipaparkan penulis.
Ritual Using:
Kearifan, Kelisanan, dan Fungsi Sosial

1. Substansi
Banyuwangi merupakan wilyah bekas Kerajaan Blambangan, karena itu
Banyuwangi memiliki khazanah tradisi Using, baik yang profan layaknya kesenian
tari Gandrung, Janger, Kuntulan, Kendang Kempul, Jaranan maupun sakral
layaknya Barong, Ider Bumi, Kebo-keboan Alasmalang, dan Seblang Bakungan.
Keberadaan khazanah tradisi Using tersebut masih tetap terjaga kelestariannya di
tengah arus global di masa dewasa ini. Terjaganya kelestarian keberadaan
khazanah tradisi Using karena wujud positif dari kerja sama dari berbagai pihak,
baik dari dalam seperti pewaris, pemangku adat, pelaku dan komunitas mapun
pihak dari luar seperti apresiator, pemerintah daerah, dinas pariwisata dan budaya,
budayawan, dan akademisi.
Dari pelbagai khazanah tradisi Using, tradisi sakral berupa tradisi Sablang
menarik untuk dikaji, baik dari aspek lokalitas, kelisanan, maupun fungsinya bagi
masyarakat Banyuwangi. Tradisi Sablang muncul dan berkembang dalam kearifan
lokal Using, sehingga dikatakan menjadi cerminan kearifan lokal Using. Tradisi
Sablang terdiri atas tindakan berupa tarian, verbal atau kelisanan berupa gendhing
dan mantra. Tradisi Sablang tetap ada hingga saat ini karena berfungsi bagi
pelakunya, di antaranya adalah fungsi sosial yang berkaitan dengan struktur sosial.
Hasil dari pembahasan mengenai aspek kearifan lokal, kelisanan, dan fungsi sosial
ritual Using dapat dipahami bahwa sebagai mekanisme budaya, ritual adalah salah
satu formulasi dari nilai lokalitas yang diyakini mampu menjadi jalan keluar
budaya dalam mencapai keseimbangan hidup.mekanisme tersebut memerlukan
lengkapnya niat dan doa dengan tujuan mencapai fungsi sosial yang bersifat
integatif. Hal tersebut dipaparkan dalam tiga bagian. Pertama ritual sebagai
kearifan lokal, kedua ritual Using mengandung dimensi kelisanan, dan ketiga
tradisi Sablang selalu dimeriahkan dalam rangka mencapai fungsi sosial.
2. Kelebihan
Artikel yang ditulis Heru Setya Puji Saputra, Titik Maslikatin dan Edy
Hariyadi. sangat memberi wawasan yang baru bagi mahasiswa, dosen, penggiat
budaya, maupun peneliti, utamanya masyarakat Indonesia. Menurut saya sebagai
pembaca, artikel ini dapat dijadikan acuan dalam menulis artikel maupun karya
tulis lain. Selain itu, artikel ini dapat menjadi pengantar bagi peneliti dan pengkaji
dalam meneliti dan mengkaji lebih dalam lagi mengenai suku Using Banyuwangi,
terutama penelitian dan pengkajian mengenai ritual budaya Using Banyuwangi.
Dalam artikel tersebut penulis menjelaskan sebagian topik secara rinci.
Kelebihan lainnya ialah penulis tidak hanya menuliskan artikelnya sesuai yang ia
pelajari langsung ke lapangan, tapi penulis mengutip kalimat dari beberapa tokoh
folklor. Kutipan tersebut sangat berguna, karena melampirkan kutipan kata dari
seorang tokoh berguna untuk memperkuat opini yang telah dipaparkan penulis
dalam sebuah karya tulis, melampirkan kutipan menambah nilai nilai yang
terkandung dalam sebuah karya tulis. Selain itu, terdapat catatan kaki yang dapat
mempermudah pembaca memahami artikel.
3. Kekurangan
Selain adanya kelebihan dalam artikel yang ditemukan oleh pembaca, juga
ada kekurangan yang terdapat dalam artikel yang ditemukan pembaca, yaitu
penulis memaparkan beberapa budaya Using lainnya yang tidak kalah menarik
untuk dibahas selain tradisi Sablang, seperti tari Gandrung, Janger, Kuntulan,
Kendang Kempul, Jaranan, Barong, Ider Bumi, dan Kebo-keboan Alasmalang.
Jenggirat Tangi:
Tradisi Lisan, Muatan Kultural, dan
Profibilitas Industri Kreatif pada
Masyarakat Using Banyuwangi
Memperbincangkan tradisi lisan adalah memperbincangkan tiga hal yang saling
berkelindan, yakni mengingat masa lalu, memahami masa kini, dan mempersiapkan
masa depan (Sibarani, 2012).

1. Substansi
Sejak wilayah Banyuwangi masih bernama Blambangan, wilayah tersebut
merupakan wilayah geo-kultural. Zaman dahulu, Blambangan menjadi wilayah
yang diperebutkan oleh kerajaan di Jawa dan kerajaan di Bali, dua kekuatan
hegemonic itu berpengaruh besar terhadap karakteristik budaya di wilayah
Blambangan hingga saat ini.
Tradisi lisan merupakan salah satu produk budaya yang melewati berbagai
zaman karena tidak hanya terbatas pada lisan primer, tapi juga lisan sekunder
dalam berbagai tulisan. Masyarakat Using memiliki tradisi lisan, baik lisan secara
utuh maupun yang tercampur dengan budya lain. Produk lisan seutuhnya terwakilii
oleh adanya puisi, mantra, legenda, dan dongeng. Sedangkan produk lisan yang
tercampur dengan budaya lain terwakili oleh budaya yang berbasis seni musik dan
seni pertunjukan.
Dalam budaya lokal, teradisi lisan memiliki dua peran, pertama ialah peran
yang bermuatan ekonomis, kedua ialah peran yang bermuatan politis. Peran yang
bermuatan ekonomis berorientasi pada upaya agar tradisi lisan dapat
memandirikan dan mensejahterakan pemangku budaya. Peran yang bermuatan
poltis berorientasi pada tuntunan dalam hubungan sosial. Berbicara tentang tradisi
lisan sama dengan memperbincangkan tiga hal yang saling berkaitan, yakni
mengingat masa lalu, memahami masa kini, dan memikirkan masa depan.
2. Kelebihan
qwertyuioihg
3. Kekurangan
qwertyuioihg

Anda mungkin juga menyukai