Anda di halaman 1dari 74

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia Adalah bangsa yang majemuk. Bangsa yang mempunyai

keanekaragaman budaya yang tersebar di setiap daerah. Bahasa, hukum, adat-

istiadat, kesenian serta berbagai bentuk budaya tumbuh dan berkembang menjadi

corak identitas sebagai khazanah kekayaan bangsa. Kebudayaan yang tumbuh di

Indonesia merupakan hasil kegiatan dan penciptaan akal budi manusia yang

meliputi kepercayaan, kesenian, dan adat-istiadat. Kebudayaan tersebut digunakan

untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif. Karena dalam kebudayaan

terdapat gagasan dan keinginan yang mengandung nila- nilai kemanusiaan. Nilai

tersebut diwujudkan dalam hasil karya manusia untuk digunakan sebagai

pedoman bagi tingkah laku manusia sehingga manusia dengan sadar menanggapi

lingkungannya. Kebudayaan masyarakat tidak terlepas dari nilai-nilai yang

tertumpu pada sastra, kesenian, agama serta sejarah. Kebudayaan ada karena

masyarakat menciptakannya, dan kebudayaan itu diciptakan juga untuk

kepentingan kehidupan mereka dalam masyarakat. Nilai moral adalah nilai-nilai

yang berkaitan dengan perbuatan baik serta buruk yang menjadi pedoman

kehidupan manusia secara umum, sebagai contoh tindakan menolong orang lain

yang membutuhkan adalah sebuah bentuk moral yang baik sebab bermanfaat
2

untuk orang lain serta lingkungan masyarakat. Kebudayaan juga meliputi segala

realisasi manusia, termasuk di dalamnya adalah karya sastra.

Alasan penulis memilih model ekologi cerita rakyat dikarenakan penulis

ingin mengetahui nilai-nilai yang ada dalam cerita tersebut dan membandingkan

dengan nilai-nilai budaya yang ada pada kehidupan masyarakat saat ini. Hal ini,

didasarkan karena nilai budaya yang terdapat pada cerita rakyat diyakini dan

dipercayai sebagai cerita yang dianggap benar-benar pernah terjadi dalam

masyarakat, pada masa lampau. Nilai tersebut tidak hanya dipercaya dan diyakini,

tetapi sudah menjadi aturan yang digunakan dalam menata kehidupan masyarakat.

Di samping itu, dalam cerita rakyat terdapat ajaran pendidikan, sebagai usaha

pewarisan, dan pengabdian terhadap nilai-nilai budaya. Kemudian yang

memengaruhi penulis memilih model ekologi cerita rakyat di desa Ambesia,

Kecamatan Tomini, Kabupaten Parigi Moutong. karena penulis sendiri adalah

orang asli suku Tialo, atau putra daerah asli Tomini yang tinggal di desa Ambesia,

Kecamatan Tomini Kabupaten Parigi Moutong. yang membuat penelitian ini lebih

relevan.

Ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang organisme dan

lingkunganya. Dalam hal ini, ekologi menjadi disiplin ilmu yang mengkaji

hubungan timbal balik antara organisme-organisme atau kelompok organisme

dengan lingkunganya. Hubungan antara organisme dengan lingkungan tersebut

tidak dapat dipisahkan, karena semua organisme pasti memiliki lingkungan


3

tertentu untuk hidup. organisme tersebut merupakan manusia, hewan, dan

tumbuhan (Kuswadi dalam Endraswara, 2016: 82).

Seiring berkembangya ilmu pengetahuan, ekologi turut berkembang dengan

munculnya berbagai studi interdisipliner. menyangkut hal ini, ekologi tidak hanya

lagi sebatas kajian ekosistem atau alam, tapi juga digunakan untuk mengkaji

bidang lainyatermasuk bidang sastra. Ilmu ekologi dan sastra dapat sejalan, karena

sastra dapat mengungkap suatu peristiwa yang melibatkan suatu lingkungan

sekitar sebagai objek kajianya (Sugiarti, 2017: 111).

Ekologi sastra merupakan ilmu ekstrinsik sastra yang mendalami masalah

hubungan sastra dengan lingkunganya (Endraswara, 2016: 5). Ilmu ekstrinsik

sastra berarti ilmu pengetahuan yang berada diluar ilmu sastra, atau tidak

berkaitan dengan ilmu sastra. Dalam hal ini, ilmu diluar sastra merupakan ilmu

ekologi yang bersangkutan dengan hubungan organisme dengan lingkunganya.

Namun demikian, secara tidak langsung ilmu ekstrinsik yaitu ekologi tersebut

turut mempengaruhi karya sastra, karena karya sastra juga mengkaji suatu

peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitar sebagai objek kajian di dalamnya.

Ekologi sastra adalah studi mengenai pedoman yang berkaitan dengan menulis

dan membaca yang menggambarkan serta mempengaruhi interaksi mahluk hidup

dengan alam sekitar pada sebuah karya sastra. Hal ini sejalan dengan Endraswara

(2016:90) yang berpendapat bahwa ekologi sastra merupakan studi yang berkaitan

dengan cara-cara mengenai membaca dan menulis baik mencerminkan serta

mempengaruhi interaksi manusia dengan alam.


4

Ekologi sastra merupakan kajian interdisipliner yang membahas masalah dari

sudut pandang ekologi sastra. Kedua disiplin ilmu tersdalam karya sebut

digunakan untuk mengkaji hubungan antara mahluk hidup atau manusia dengan

lingkunganya. Hal tersebut saling berkaitan, karena setiap karya sastra pasti

memiliki suatu peristiwa yang melibatkan lingkungan sekitarnya. Banyak ragam

kajian yang dapat dimanfaatkan guna untuk membedah sebuah karya sastra.

Dalam kaitanya dengan karya sastra, ekologi dipakai dalam pengertian beragam.

Pertama, ekologi digunakan dalam pengertian yang dibatasi oleh konteks alam.

kedua, ekologi digunakan secara luas, termasuk budaya (Endraswara, 2016: 33).

Dalam hal ini ekologi dalam karya sastra seringkali digambarkan melalui budaya

tertentu suatu daerah. Budaya yang ada ikut mempengaruhi keadaan lingkungan

dan sastra, sehingga muncul ekologi budaya.


5

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang diangkat dalam penelitian ini

sebagai berikut :

1. Bagaimanakah bentuk ekologi sastra dalam cerita rakyat suku Tialo?

2. Bagaimana fungsi bentuk ekologi cerita rakyat suku Tialo?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujian penelitian ini sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bentuk ekologi cerita rakyat suku Tialo

2. Mendeskripsikan fungsi bentuk ekologi cerita rakyat suku Tialo

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai upaya pelestarian sastra daerah dalam rangka pengembangan

budaya daerah dan budaya nasional.

2. Sebagai bahan informasi bagi masyarakata luar tentang kultur masyarakat

dan budaya masyarakat lama.

3. Sebagai bahan bacaan melalui pembelajaran sastra dan muatan lokal bagi

generasi sekarang maupun yang akan datang, untuk memahami nilai-nilai

yang terkandung dalam cerita rakyat dan adat istiadat masyarakat Ambesia,

kecamatan Tomini.

4. Sebagai bahan dokumentasi bagi peneliti dan pembaca yang akan

mendalami ilmu sastra daerah. Khususnya, dalam mengkaji nilai-nilai

budaya dalam Masyarakat Kecamatan Tomini desa Ambesia.


6

5. Penelitian ini dapat dijadikan bahan ajar bagi guru bahasa Indonesia dalam

pengajaran nilai-nilai dalam karya sastra.


7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Penelitian Relevan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai “Model Ekologi

Cerita Rakyat Etnik Tialo, Desa Ambesia Kecamatan Tomini.” sudah pernah

dilakukan. penelitian yang dilakukan oleh Ammar Akbar Fauzi (2014) dengan

judul “Kritik Ekologi Kumpulan Cerpen Kayu Naga” dan Diaul Khaera (2018)

dengan judul “Ekoritik Sastra Pada Novel Rahasia Pelangi” Karya Riawani Elyta

dan Sabrina WS.

Penelitian ini dikatakan relevan karena sama-sama mengkaji sebuah cerita.

dan perbedaanya, cerita rakyat yang di teliti oleh “Ammar Akbar Fauzi” yang

menganalisis nilai sosial. yang ada pada cerpen “Kayu Naga” sedangkan Novel

“Rahasia Pelangi” yang diteliti oleh “Diaul Khaera” menganalisis tentang

Lingkungan.

Sedangkan peneliti selanjutnya akan mengkaji tentang “Model Ekologi Cerita

Rakyat Etnik Tialo Desa Ambesia Kecamatan Tomini”.


8

2.2 Ekolinguistik

Ekolinguistik adalah cabang linguistik yang mempelajari peran linguistik

dalam permasalahan ekologi dan lingkungan.

Kajian ekolinguistik yang pada awal kemunculanya dinamakan sebagai kajian

ekologi bahasa merupakan paradigma baru yang berkaitan dengan hubungan

ekologi linguistik yang di prakarsai oleh Einar Haugen. pada tahun 1970

bagaimanakah kaitan dan titik temu dari ekologi dengan bahasa?

Ekolinguistik mengkaji interaksi bahasa dengan ekologi. pada dasarnya

ekologi merupakan kajian saling ketergantungan dalam suatu sistim.

Ekolinguistik merupakan ilmu bahasa interdispliner,menyanding ekologi dan

linguistik Mackey dalam bahasa fill dan Muhlhauer (2001) menjelaskan bahwa

pada dasarnya ekologi merupakan kajian saling ketergantuungan dalam suatu

sistim.dalam ekologi bahasa,kosep ekologi memadukan

lingkungan,konservasi,interaksi, dan sistim dalam bahsa (Fill,2001).

Mufwene (2004:146) berpendapat ini semua dapat terjadi disebabkan

evolusi oleh evolusi bahasa. Pakar ekolinguistik ini membedakan dua jenis

evolusi bahasa. Pertama, evolusi progresif yaitu perubahan yang menuju kea rah

perubahan yang berkembang pesat seperti bahasa inggris Amerika yang

digunakan masyarakat tutur di benua amerika bahkan di berbagai belahan dunia

dewasa ini. kedua, evolusi yang beranalogikan kepada evolusi teori Darwin yang

mengangap evolusi terjadi melalui proses seleksi alam. Subtipe dari teori Darwin

dimana species suatu populasi berasal dari atau muncul berbeda dari lainya.
9

Dari pernyataan parah ahli diatas, dapat saya simpulkan bahwa Ekolinguistik

adalah bahwa ekologi ilmu yang mempelajari tentang hubungan manusia dengan

lingkungan sekitarnya yang memiliki ketergantungan karna di sebakan oleh

evolusi.

2.3 Model Model Ekologi

Ekologi dikenal sebagai ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik

antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Makhluk hidup dalam kasus

pertanian adalah tanaman, sedangkan lingkungannya dapat berupa air, tanah,

unsur hara, dan lain-lain. Kata ekologi sendiri berasal dari dua kata dalam bahasa

Yunani, yaitu (oikos dan logos.) Oikos artinya rumah atau tempat tinggal,

sedangkan logos artinya ilmu atau pengetahuan. Jadi semula ekologi artinya “ilmu

yang mempelajari organisme di tempat tinggalnya”. Umumnya yang dimaksud

dengan ekologi adalah “ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara

organisme atau kelompok organisme dengan lingkungannya”. Saat ini ekologi

lebih dikenal sebagai ”ilmu yang mempelajari struktur dan fungsi dari alam”.

Bahkan ekologi dikenal sebagai ilmu yang mempelajari rumah tangga makhluk

hidup. Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernst Haeckel seorang ahli

biologi Jerman pada tahun 1866. Beberapa para pakar biologi pada abad ke 18 dan

19 juga telah mempelajari bidang-bidang yang kemudian termasuk dalam ruang

lingkup ekologi. Misalnya Anthony van Leeuwenhoek, yang terkenal sebagai

pioner penggunaan mikroskop, juga pioner dalam studi mengenai rantai makanan

dan regulasi populasi. Bahkan jauh sebelumnya, Hippocrates, Aristoteles, dan


10

para filosuf Yunani telah menulis beberapa materi yang sekarang termasuk dalam

bidang ekologi.

Merupakan suatu perumusan yang menirukan kejadian alam sebenarnya,dan

dengan model tersebut dapat dibuat peramalan-peramalan. Model dibagi menjadi

dua sifat, yaitu model tidak resmi (paling sederhana) berupa lisan atau grafik serta

model resmi berupa data statistik dan matematika. Model ekologi yang bersifat

resmi bisa digunakan untuk peramalan kuantitatif. Misalnya perubahan angka

pada populasi serangga. Dengan menggunakan cara tersebut jumlah populasi

serangga dapat dapat diramalkan pada waktu tertentu. Hal ini dapat digunakan

sebagai model biologi. Selain itu juga dapat bernilai ekonomi apabila diperoleh

species hama pada populasi tersebut.

Model yang dikerjakan komputer memungkinkan peramalan hasil sementara

mengenai ukuran seluruh populasi alam penelitian yang harus diperkirakan

dengan cara mengubah model yang ada. Memasukan parameter baru atau

menghilangkan parameter lama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

perumusan matematika dan computer dapat diperoleh dapa katakan bhawa

perumusan matematika dengan komputer dapat diperoleh dapat memberikan

petunjuk-petunjuk terhadap perubahan yang dilakukan. Sehingga ada kesempatan

luas untuk melakukan berbagai percobaan karena seseorang dapat memasukan

atau memperkenalkan faktor-faktor baru atau gangguan-gangguan dan melihat

bagaimana hal itu akan mempengaruhi sistem.


11

Ekologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang organisme

dan lingkunganya. dalam hal ini, ekologi menjadi disiplin ilmu yang mengkaji

hubungan timbal balik antara organisme-organisme atau kelompok organisme

dengan lingkunganya. hubungan antara organisme dengan lingkungan tersebut

tidak dapat dipisahkan, karena organisme pasti memiliki lingkungan tertentu

untuk hidup. organisme tersebut merupakan manusia , hewan, dan tumbuhan

(kuswadi dalam Endraswara, 2016: 82).

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, ekologi itu berkembang dengan

munculnya berbagai studi interdisipliner. menyangkut hal ini, ekologi tidak lagi

hanya sebatas kajian ekosistem atau alam, tapi juga digunakan untuk mengkaji

bidang lainya termasuk bidang sastra. ilmu ekologi dan sastra dapat sejalan,

karena sastra dapat mengungkap suatu peristiwa yang melibatkan lingkungan

sekitar sebagai objek kajianya (Sugiarti,2017: 111).

Ekologi sastra merupakan ilmu ekstinsik sastra yang mendalami masalah

hubungan sastra dengan lingkunganya (Endraswara, 2016, 5). ilmu ekstrinsik

sastra berarti ilmu pengetahuan yang berada diluar ilmu sastra, atau tidak

berkaitan dengan ilmu sastra. Dalam hal ini, ilmu diluar sastra tersebut merupakan

ilmu ekologi yang bersangkutan dengan hubungan orgnisme dengan

lingkunganya. Namun demikian, secara tidak langsung ilmu ekstrinsik yaitu

ekologi tersebut turut mempengaruhi karya sastra, karena karya sastra juga

mengkaji suatu peristiwa yang terjadi dilingkungan sekitar sebagai objek kajian

didalamnya.
12

Ekologi sastra adalah studi mengenai pedoman yang berkaitan dengan

menulis dan membaca yang menggambarkan serta mempengaruhi interaksi

mahluk hidup dengan alam sekitar pada sebuah karya sastra. Hal ini sejalan

dengan Endraswara (2016: 90) yang berpendapat bahwa ekologi sastra merupakan

studi yang berkaitan dengan cara-cara mengenai membaca dan menulis baik

mencerminkan serta mempengaruhi interaksi manusia dengan alam.

Ekologi sastra merupakan kajian interdisipliner yang membahas masalah

dari sudut pandang ekologi dan sastra. kedua disiplin ilmu tersebut digunakan

untuk mengkaji hubungan antara mahluk hidup dan manusia dengan

lingkunganya. Hal tersebut saling berkaitan, karena setiap karya sastra pasti

memiliki suatu peristiwa yang melibatkan lingkungan sekitarnya. Banyak ragam

kajian yang dapat dimanfaatkan guna membedah sebuah karya sastra. Dalam

kaitanya dengan karya sastra, ekologi dipakai dalam pengertian yang dibatasi oleh

konteks alam. Pertama, ekologi digunakan secara luas, termasuk budaya

(Endraswara, 2016: 33). Dalam hal ini ekologi dalam karya sastra seringkali

digambarkan melalui budaya tertentu suatu daerah. Budaya yang ada ikut

mempengaruhi keadaan lingkungan dan sastra, sehingga muncul ekologi budaya.

Menurut Watt (1963), “kita tidak memerlukan keterangan dalam jumlah

besar mengenai banyak sekali variabel untuk membangun model matematika yang

menarik untuk dinamika populasi”. Penggunaan variabel yang relatif sedikit

seringkali merupakan dasar yang cukup untuk model-model yang efektif karena

“faktor-faktor kunci” atau “faktor-faktor integratif”


13

seringkali mendominasi atau mengendalikan sebagian besar perlakuan dalam

model. Dengan kata lain, model-model bukan merupakan turunan-turunan yang

pasti dari dunia sebenarnya, melainkan penyederahaaan yang menunjukan

peristiwa-peristiwa kunci yang diperlukan untuk peramalan.

2.4 Ekologi Bahasa

Ekologi bahasa merupakan sebuah paradigma yang dirumuskan oleh Einar

Haugen pada 1970 untuk mengacu pada kajian ekologis yang baru tentang

interelasi antara bahasa dalam pikiran manusia dan bahasa dalam masyarakat

multilingual (Fill dan Miihlhaiisler, 2001: 1). Sebagai sebuah paradigma baru,

ranah dan ruang lingkup penerapan konsep ekologi dalam linguistik berkembang

secara dramatis pada dekade berikutnya. Pragmatik dan analisis wacana, linguistik

anhopologi, linguistik teoretis, penelitian pengajaran bahasa, dan beberapa cabang

linguistik yang lain memperoleh manfaat dari penggunaan parameter ekologis

seperti interelasi lingkungan dan kepadatan. Topik penting tentang penurunan

lingkungan pun telah diadopsi ke dalam seluruh bidang linguistik. ' Pada arval

1990-an, semua ancangan lang berbeda yang menghubungkan kajiaa' bahasa

dengan ekologi menghasilkan cabang linguistik yang dinamai ekoiinguistik.

Menurut Fill (1993 126, dalam Linds dan Bundsgaard, ed. 2000), ekolinguistik

merupakan sebi.iah istilah payung untuk "[...] semua ancangan studi bahasa (dan

bahasa-bahasa) yang dikombinasikan dengan ekologi." Yang disoroti dalam

aacangan ekolinguistik ialah nilai kepadatan linguistik di dunia, pentingnya hak


14

bahasa perseorangan dan masyarakat, dan peran sikap bahasa, kesadaran 'bahasa,

variasi bahasa, dan perubahan bahasa dalam pengembangan budaya damai yang

komunikatif. Faktanya, bahasa apa pun memiliki lingkungan, atau ekologinya,

sendiri. Istilah linglc.mgan di sini tidak merujuk pada dunia acuiul dalam bahasa,

1aitu leksikon dan tata bahasa. Juga tidak dimaknai secara sempit sebagai

lingkungan ragawi'dan lingkungan sosial. Ketika menulis refleksi 'bahasa dan

lingkungan' (1912).'Sapii (dalam Fill dan Mtihlhatisler, 2001: 14) membagi

lingkungan atas tiga jenis. Pertama, lingkungan ragawi, yang mencakup karakter

geografis seperti topografi suafu lsgara (mis. pantai, lembah, dataran tinggi,

pegunungan, iklim, darr intensitas curah hujan). Kedua, lingkungan ekonomis,

yang terdiri atas fauna, flora, dan sumber-sumber mineral yang terdapat di daerah

tersebut. Ketiga, lingkungan sosial, yang berupa pelbagai kekuatan yang ada

dalam masyarakat dalam membentuk kehidupan dan pikiran setiap individu, di

antaranya agama, etika, organisasi politik, dan seni.

Bahasa yang digunakan dipengaruhi dan tentukan oleh lingkungan dimana

bahasa digunakan. Ada beberapa aspek yang mempengaruhi dan menentukan

penggunaan bahasa yaitu faktor budaya, situasi yang meliputi waktu, tempat,

partisipan dan informasi yang disampaikan,polla masyarakat, aturan bahasa, dan

makna pragmatik suatu kata, ujaran atau kalimat.

Dengan mengetahui adanya faktor yang mempengaruhi perbedaan bahasa

yang digunakan, maka seseorang dapat memilih bahasa yang tepat ketika

berbicara dengan mempertimbangkan siapa yang berbicara. Bahasa yang

digunakan adalah bahasa yang disesuaikan dengan kelima aspek teori bahasa.
15

2.5 Cerita Rakyat

Cerita rakyat adalah suatu cerita atau legenda yang melekat pada suatu

daerah tertentu dan cerita tersebut tersebar secara lisanWirjosudarmo (Isnan,

2003:11) mengatakan bahwa cerita pelipur lara adalah cerita yang memberi

hiburan kepada orang yang mendengarkan dan diungkapkan oleh ahli cerita yang

disebut pelipur lara. Danandjaja mengemukakan bahwa cerita rakyat lisan terdiri

dari mite, legenda, dan dongeng. (Sriyono dan Ummu Fatimah Ria Lestari

2015:1). Pendapat Nurgiantoro (2009:64) yang menyatakan bahwa cerita rakyat

adalah cerita yang diambil dari peristiwa-peristiwa lampau yang diungkapkan

kembali pada masa sekarang. Dari peristiwa-peristiwa tersebut, akan tampak suatu

kehidupan orang-orang yang dimasa silam (lampau) yang sifatnya atau kebijak

sananan hidup mereka bias diambil manfaatnya pada sekarang ini. Sehubungan

dengan itu , “cerita rakyat dapat pula diartikan sebagai ekspresi budaya suatu

masyarakat melalui bahasa tutur yang berhubungan dengan berbagai aspek budaya

seperti agama dan kepercayaan, undang-undang, pekerjaan (kegiatan ekonomi),

system kekeluargaan, dan susunan nilai social masyarakat tersebut”.

Ciri-ciri cerita rakyat antara lain :

1. Disampaikan secara lisan. Salah satu sifat cerita rakyat yang utama terletak

pada cara penyampaianya. Pada lazimnya cerita rakyat disampaikan melalui

tuturan. Ia dituturkan secara individu kepada seorang individu atau

sekelompok individu.
16

2. Sering kali mengalami perubahan. Cerita rakyat merupakan suatu yang

dinamik, dimana ia akan mengalami perubahan seperti penambahan atau

pengurangan, menurut peredaraan waktu. Oleh karena itu, kita menjumpai

berbagai variasi untuk cerita rakyat di tempat yang berlainan.

3. Merupakan kepunyaan bersama. Soal hak cipta tidak ada pada  cerita rakyat.

Tak seorang pun yang mengaku sebagai pengarang cerita rakyat tertentu

sehingga cerita rakyat bersifat anomim.

4. Sering memiliki unsur irama. Cerita pelipur lara senantiasa disampaiakan

pencerita senantiasa mengandung unsur irama yang menarik. Pengaturan ini

agar cerita lebih menghibur juga untuk memudahkan penceritaanya.

Menurut Bascom (Sikki, dkk. 1985:13) mengemukakan fungsi cerita rakyat

pada umumnya sebagai berikut :

1. Cerita rakyat mencerminkan angan-angan kolompok. Peristiwa yang

diungkap oleh cerita rakyat tidak benar-benar terjadi dalam kenyataan

sehari-hari, tetapi merupakan proyeksi dari angan-angan atau impian rakyat

jelata.

2. Cerita rakyat digunakan untuk mengesahkan dan menguatkan suatu adat

kebiasaan pranata-pranata yang merupakan lembaga kebudayaan

masyarakat yang bersangkutan.

3. Cerita rakyat dapat berfungsi sebagai lembaga pendidikan budi pekerti

kepada anak-anak atau tuntutan dalam hidup.

4. Cerita rakyat berfungsi sebagai pengendalian sosial atau alat pengawasan,

agar norma-norma masyarakat dapat dipenuhi.


17

5. Jadi, cerita rakyat selain berfungsi sebagai bagian dari sejarah, juga

berfungsi menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan religius terhadap

masyarakat, generasi-generasi penerusnya dimana tempat cerita itu tumbuh

dan berkembang.

2.6 Ciri-ciri Sastra Lisan

kata sastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu “castra” yang berarti tulisan atau

bahasa “su” dalam bahasa sansekerta berarti indah atau bagus. Bila menjadi

suastra maka berarti tulisan yang indah, maksudnya ialah segala hasil ciptaan

bahasa indah.

Sastra adalah bagian dari kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di

tengah tengah masyarakat. Apa yang telah diungkapkan dalam sebuah karya sastra

itu adalah suatu proses karya budaya yang panjang yang berisi pengalaman hidup

yang telah dialami oleh seseorang. Oleh karena itu, sastra banyak memberikan

manfaat bagi manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan “sasta

dapat dilihat dari dua sisi pandang” (dalce et uteli) yaiu bermakna dan

menyenangkan, Sudjiman (dalam Astuti,2009: 7).

Sastra lisan merupakan bentuk kesusateraan yang lahir sebelum sastra

tulisan atau sastra yang hidup dan tersebar secara tidak tertulis dan merupakan

kebudayaan tertua. Sastra lisan disebut juga sasta rakyat yaitu bentuk sastra yang

bercorak lisan yang dituturkan dan berkembang di tengah kehidupan rakyat biasa.

Menurut Hutomo menjelaskan bahwa “sastra lisan adalah sastra yang mencakup
18

ekspresi sastra suatu kebudayaan yang disebarkan dan diturunkan secara lisan”

(Sudarmono, 2009: 20).


19

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif. Dikatakan deskriptif karena dalam penelitian ini akan mengambarkan

atau mendeskripsikan data-data yang diperoleh. Artinya data yang diperoleh akan

dipaparkan dengan menggunakan kata-kata, ataupun kalimat dan bukan dalam

bentuk angka-angka atau hitungan Moleong (2006). Hal itu, sesuai dengan

pendapat Sudarmono (2009: 67) yang mengatakan bahwa pada metode deskriptif

data dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka.

Penggunaan metode deskriptif dilakukan untuk memecahkan atau menjawab

permasalahan yang sedang dihadapi pada suatu situasi. Mendeskripsikan data

yang dianalisis, yaitu nilai moral dalam cerita Ambesia Kecamatan Tomini.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tomini, Kabupaten Parigi Moutong,

sebagai pemilik sastra lisan yang berupa cerita rakyat “Raja Nu Tomini”.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2020.

3.3 Sumber Data

Sudaryanto berpendapat bahwa objek adalah unsur-unsur yang bersama- sama

dengan sasaran penelitian membentuk kata dan konteks data (Wijayanto, 2007:
20

20). Adapun sumber data penelitian ini ialah masyarakat yang mengetahui cerita

rakyat tersebut. Objek penelitiannya adalah sastra lisan “Raja Nu Tomini” yang

merupakan bagian dari cerita rakyat Tomini yang berkembang sebagai satra lisan

yang memiliki nilai moral.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini merujuk pada pendapat

(Sugiyono, 2014:63). Teknik pengumpulan data tersebut dapat dijelaskan sebagai

berikut:

3.4.1 Observasi

Observasi dilakukan dengan mengunjungi lokasi penelitian yang memiliki cerita

rakyat tertentu dan kantor atau lembaga yang menyimpan arsip-arsip yang

mendukung penelitian. Peneliti sebagai partisipan langsung.

Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk mengetahui apakah cerita

“Raja Nu Tomini” benar-benar ada atau tidak.

3.4.2 Wawancara

Wawancara merupkan alat yang ampuh untuk mengungkapkan kenyataan hidup

dan apa yang dipikirkan atau dirasakan orang tentang berbagai aspek kehidupan.

Melalui tanya jawab, kita dapat memasuki alam pikiran orang lain sehingga
21

diperoleh gambaran dunia mereka. Wawancara dapat berfungsi deskriptif, yaitu

melukiskan bunyi kenyataan seperti yang dialami orang lain (Sudarmono, 2009 :

71).

Jenis wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini ialah wawancara tak

berstruktur yaitu wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunkan

pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk

pengumpulan datanya, pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-

garis besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugjyono,2010: 233).

3.4.3 Dokumentasi

Dalam penelitian kualitatif studi dokumentasi merupakan pelengkap dari

penggunaan metode observasi dan wawancara Sugiyono (2010: 240)

mengungkapkan bahwa dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah

berlalu. Dokumentasi berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental

dari seseorang. Dalam observasi ini, peneliti turun langsung ke lapangan untuk

melakukan pengamatan. Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara untuk

menemukan data yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang diangkat.

Data yang berupa cerita rakyat yang akan menjadi dokumen dalam penelitian ini.

Adapun yang menjadi dokumen dalam penelitian ini yaitu, berupa sastra lisan

“Raja Nu Tomini” serta foto-foto yang dapat mendukung kebenaran cerita

tersebut serta data-data pendukung lainnya.


22

3.5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrument atau alat penelitian adalah

peneliti itu sendiri. Manusia sebagai instrument utama dalam penelitian kualitatif

dipandang lebih serasi. Namun untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan

pedoman wawancara dengan instrument sebagai berikut :

1. Buku dan laptop berfungsi untuk mencatat semua percakapan dengan sumber

data.

2. Kamera berfungsi untuk memotret jika peneliti sedang melakukan

pembicaraan dengan sumber data.

Dengan demikian, sebagai instrument utama dalam peneliti ini, peneliti

menggunakan metode wawancara yang dilengkapi dengan alat penelitian seperti

buku catatan, dan kamera.

3.6 Teknik Analisis Data

Menurut Harsono, analisis data mempunyai posisi strategis dalam suatu

penelitian. Namun perlu di mengerti bahwa dengan melakukan analisis tidak

dengan sendiri dapat langsung menginterpretasikan hasil analisis tersebut.

Menginterpretasikan berarti kita menggunakan hasil analisis guna memperoleh

arti/ makna. Sedangkan Interprestasi mempunyai dua arti yaitu: sempit dan

luas.arti sempit yaitu interpretasi data yang dilakukan hanya sebatas pada masalah
23

penelitian yang di teliti berdasarkan data yang 45 dikumpulkan dab diolah untuk

keperluan penelitian tersebut. Sedangkan interprestasi dalam arti luas yaitu guna

mencari makna dan hasil penelitian dengan jalan tidak hanya menjelaskan atau

menganalisis data hasil penelitian tersebut, tetapi juga melakukan intervensi dari

data yang diperoleh dengan teori yang relevan dengan penelitian tersebut.

Menurut Milles and Huberman, analisis data tertata dalam situs ditegaskan bahwa

kolom pada sebuah matriks tata waktu disusun dengan jangka waktu, dalam

susunan tahapan, sehingga dapat dilihat kapan gejala tertentu terjadi. Prinsip

dasarnya adalah kronologi. Berikut tahapan dalam analisis data tertata, Pertama,

Membangun sajian, pada tahap ini cara yang mudah bergerak maju adalah

memecah-mecah inovasi ke dalam komponenkomponen atau aspek-aspek khusus,

dengan menggunakan ini sebagai baris matriks. Kolom matriks adalah jangka-

jangka waktu, dari penggunaan awal sampai penggunaan nanti. Jika terjadi

perubahan dalam komponen selama jangka waktu itu, kita dapat memasukkan

deskripsi singkat dari perubahan itu (Miles dan Huberman, 2007: 173-174).

Kedua, Memasukkan data. Pada tahap ini, penganalisis sedang mencari

perubahan-perubahan dalam inovasi itu, komponen demi komponen. Perubahan-

perubahan itu dapat ditempatkan dalam catatan-catatan lapangan wawancara

dengan para pengguna inovasi yang sudah terkode, yang ditanyai secara khusus

apakah mereka telah membuat suatu yang sudah terkode dalam format buku

inovasi. Kelanjutan penyelidikan menurut adanya bagian-bagian yang telah

ditambah, didrop, diperbaiki, digabungkan, atau diseleksi untuk 46 digunakan.

Dalam beberpa hal dapat mengacu pada bukti-bukti dokumenter (Miles dan
24

Huberman, 2007: 174). Ketiga, Menganalisis data. Pada tahap ini, penganalisis

dapat memahami lebih dalam mengenai apa yang terjadi dengan mengacu kembali

pada aspek-aspek lain dari catatan lapangan, khususnya apa lagi yang dikatakan

orang mengenai perubahan itu atau alasan-alasannya (Miles dan Huberman, 2007:

177). Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan, selama memasuki lapangan, dan setelah selesai dari lapangan. Analisis

data dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai

pengumpulan data dalam periode tertentu. Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan teknik analisis data dalam situs yang dikembangkan oleh Miles

Huberman. Data yang sudah terkumpul dibuat dalam matriks. Dalam matriks akan

disajikan penggalanpenggalan data deskriptif sekitar peristiwa atau pengalaman

tertentu yang menyekat data sebelum dan sesudahnya. Setelah data dimasukkan

kedalam matriks selanjutnya di buat daftar cek (Miles Huberman, 2007: 139-140).

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki

lapangan, selama memasuki lapangan, dan setelah selesai dari lapangan. Nasution

dalam Sugiyono (2008: 236), menyatakan bahwa analisis data telah dimulai sejak

merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan

berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian. Miles and Huberman dalam

Sugiyono (2008: 237), megemukakan aktivitas dalam analisis data kualitatif harus

dilakukan secara terus menerus 47 sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

Analisis data dalam penelitian ini dilaksanakan pada saat pengumpulan data

dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis

terhadap jawaban yang diwawancarai. Apabila jawaban yang disampaikan oleh


25

orang yang diwawancarai atau informan setelah dianalisis dirasa kurang

memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap

tertentu sehingga diperoleh data atau informasi yang lebih kredibel. Untuk

menyajikan data agar mudah dipahami, maka langkah-langkah anlisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah Analysis Interactive Model dari Miles dan

Huberman, yang membagi langkah-langkah dalam kegiatan analisis data dengan

beberapa bagian yaitu pengumpulan data (data collection), reduksi data (data

reduction), penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan atau verifikasi

(conclutions).

3.6.1 Reduksi Data

Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan, menggolongan,

mengarahkan, membuang data yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan

cara sedemikian rupa sehingga simpulan final dapat ditarik dan diverifikasi (Miles

dan Huberman, 2007: 16). 48 Menurut Mantja (dalam Harsono, 2008: 169),

reduksi data berlangsung secara terus menrus sepanjang penelitian belum diakhiri.

Produk dari reduksi data adalah berupa ringkasan dari catatan lapangan, baik dari

catatan awal, perluasan, maupun penambahan.

3.6.2 Penyajian Data

Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang memungkinkan

kesimpulan riset dapat dilakukan. Penyajian data dimaksudkan intuk menemukan

pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan adanya penarikan

simpulan serta memberikan tindakan (Miles dan Huberman, 2007: 84). Menurut
26

Sutopo (dalam Harsono, 2008: 169) menyatakan bahwa sajian data berupa narasi

kalimat, gambar/skema, jaringan kerja dan tabel sebagai narasinya.

3.6.3 Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan bagian dari sutu kegiatan konfigurasi yang utuh

(Miles dan Huberman, 2007: 18). Kesimpulankesimpulan juga diverifikasi selama

penelitian berlangsung. Kesimpulan ditarik semenjak peneliti menyususn

pencatatan, polapola, pernyataan-pernyataan, konfigurasi, arahan sebab akibat,

dan berbagai proposisi (Harsono, 2008: 169). Adapun panduan yang dijadikan

dalam proses analisis data, dapat dikemukakan sebagai berikut: 49 1. Dari hasil

wawancara, observasi, pencatatan dokumen, dibuat catatan lapangan secara

lengkap. Catatan lapangan ini terdiri atas deskripsi dan refleksi. 2. Berdasarkan

catatan lapangan, selanjutnya dibuat reduksi data. Reduksi data ini berupa pokok-

pokok temuan yang penting. 3. Dari reduksi data kemudian diikuti penyusunan

sajian data yang berupa cerita sistematis dengan suntingan peneliti supaya

maknanya lebih jelas dipahami. Sajian data ini, dilengkapi dengan faktor

pendukung, antara lain metode, skema, bagan, tabel, dan sebagainya. 4.

Berdasarkan sajian data tersebut, kemudian dirumuskan kesimpulan sementara. 5.

Kesimpulan sementara tersebut senantiasa akan terus berkembang sejalan dengan

penemuan data baru dan pemahaman baru, sehingga akan didapat suatu

kesimpulan yang mantap dan benar-benar sesuai dengan keadaan yang

sebenarnya. Demikian seterusnya aktivitas penelitian ini berlangsung, yaitu

terjadi, interaksi yang terus menerus antara ketiga komponen analisisnya


27

bersamaan dengan pengumpulan data baru yang dirasakan bisa menghasilkan data

yang lengkap sehingga dapat dirumuskan kesimpulan akhir. 6. Dalam

merumuskan kesimpulan akhir, agar dapat terhindar dari unsur subjektif,

dilakukan upaya: a. Melengkapi data-data kualitatif.50 b. Mengembangkan

“intersubjektivitas”, melalui diskusi dengan orang lain.


28

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Proses penelitian ini dilakukan di desa Ambesia Kecamatan Tomini,

Kabupaten Parigi Moutong. Pada pelaksanaan proses penelitian, peneliti mencari

narasumber yang dapat memberikan informasi mengenai cerita rakyat suku Tialo.

Narasumber penelitian ini akhirnya mengarah kepada beberapa orang yang

memiliki pengetahuan budaya etnis Tialo khususnya mengenai cerita rakyat.

Narasumber tersebut diantaranya, ketua adat, pengurus adat, pemerhati budaya

(sastrawan Tialo), guru Bahasa Indonesia dan tokoh masyarakat.

Setelah melalui proses analisis data, ditemukan beberapa cerita rakyat

suku Tialo, ada beberapa yang memiliki pesan kearifan lingkugan d idalamnya,

yaitu ; (1) Raja Tombolotutu, (2) Nandu (3) Kasiasih (4) Pohon Sagu dan Aren (5)

Pohon Tak Berbuah.

4.2 Pembahasan

Ekologi diperkenalkan oleh seorang ahli biologi dari jerman yang bernama

Ernst Heinrich Philipp August Haeckel atau biasa dikenal sebagai Ernst Haeckel.

Secara etimologis, ekologi berasaldari bahasa yunani yaitu oikos dan logos. Oikos

berarti habitat sedangkan logos berarti ilmu. Jika ditelusuri lebih lanjut, ekologi
29

memiliki arti ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara sesama organisme

serta hubungan antara organisme dengan lingkunganya.

Pendapat parah ahli mengenai ekologi

 Ernast Haeckel

Menurut Ernast Haeckel (1866), ekologi adalah ilmu pengetahuan

komprhensif tentang hubungan organisme terhadap lingkungan

hidupnya.

 E. P. Odum

Menurut E. P. Odum (1963) ekologi merupakan ilmu yang mempelajari

tentang struktur dan fungsi alam “the study of the structure and function of

nature”.

 C. J. Krebs

Pada 1972 C. J. Krebs menyatakan bahwa pengertian ekologi adalah

cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang interaksi yang

menentukan distribusi dan kelimpahan organisme.

 G. Tyler Miller

Menurut G. Tyler Miller (1975), arti ekologi adalah ilmu yang

mempelajari hubungan timbal balik antara organisme dengan organisme

lain serta lingkunganya.


30

 Charles Elton

Menurut Charles Elton (1927), definisi ekologi adalah sejarah alam yang

sifatnya ilmiah “Scientific natural history”.

 Otto Soemarwoto

Otto Soemarwoto menjelaskan definisi ekologi sebagai suatu ilmu tentang

interaksi timbal balik antara mahluk hidup dengan lingkungan sekitarnya.

 Pianka

Menurut Pianka, 1998 dalam Smith, 1990 menyatakan jika ekologi merupakan

ilmu yang mempelajari hubungan antara organisme dan seluruh faktor fisik dan

biologis yang saling berpengaruh dan mempengaruhi.

 Frederich Ratzel

Frederich Ratzel (1844-1904) merupakan ilmuan berkebangsaan jerman

yang sangat dikenal dengan teori “Antopogeographie”-nya. Menurut manusia dan

kehidupanya sangat tergantung pada alam. Perkembangan kebudayaan ditentukan

oleh kondisi alam. Perkembangan kebudayaan ditentukan oleh kondisi alam,

demikian halnya dengan mobiloitasnya yang tetap dibatasi dan ditentukan oleh

kondisi alam dipermukaan bumi.


31

4.2.1 Bentuk Ekologi Alam

Aspek pertama dalam ekologi sastra yaitu ekologi alam. Dalam kaitannya

dengan kajian sastra, istilah ekologi dipakai dalam pengertian beragam. Pertama,

ekologi yang dipakai dalam pengertian yang dibatasi dalam konteks ekologi alam.

Berdasarkan penelitian analisis dan pendataan yang dilakukan oleh peneliti

terdapat beberapa aspek yang termasuk ke dalam ekologi alam yaitu hubungan

sastra dengan upaya pelestarian alam dan hubungan sastra dengan alam sebagai

sumber kehidupan manusia.

1. Hubungan Sastra dengan Upaya Pelestarian Alam

Banyaknya cerita rakyat yang memuat tentang alam dan lingkungan

menunjukkan bahwa sastra dan lingkungan sangat erat kaitannya dan tidak

terpisahkan. Para sastrawan dan orang yang hidup di zaman dahulu menunjukkan

bahwa sudah dari dahulu kala mereka peduli terhadap alam.

(Data 1)

Pada saat acara keramaian di adakan di lapangan tomini maka hujan lebat

serta petir akan beguncang dengan kencang, karena menyebabkan tempat

pelantikan raja tombolotutu tidak mengiginkan tempat pelantikanya di kotori oleh

orang-orang.(CR Batu Raja Tomini)


32

Kutipan diatas mengungkapan bahwa raja tombolotutu sangat peduli

tetntang kebersihan lingkugan. Lapangan yang tadinya bersih saat di adakan

keramaian maka akan menjadi kotor akibat ulah manusia.

(Data 2)

para warga tidak lagi mengadakan keramaian di tempat pelantikanya.

Akibat keramaian tersebut raja Tombolotutu menjadi murka karena tempat

pelantikanya menjadi kotor akibat banyak sampah berserahkan, raja Tombolotutu

memberi isyarat dengan menurunkan hujan lebat,angin kencang serta petir yang

begitu keras. . (CR Batu Raja Tomini)

Berdasarkan kutipan diatas bahwa Raja Tombolotutu mengiginkan tempat

pelantikanya agar digunakan dengan selayaknya karena bertepatan di lapangan

sebaiknya digunakan untuk pertandingan sepakbola bukan untuk tempat hiburan

yang tidak bermanfaat bagi orang banyak.

(Data 3)

Kasih Mantipili kangkai siamanyo neampa mo me’ane Pe’ani Kasih

Mantipili kangkai siamanyo ginaade la’e lugite nu bolagone manu bolaonge,

jimote mosusah tajenga’a pe’ane kangkai taliurate no poo mondagate.


33

Kasih Mantipili bersama ayahnya pergi memancing dikarenakan alat

pancingya tidak ada ahkirnya alat pancing mereka hanya terbuat dari sebuah duri

rotan dan talinya hanya sebuah rumput jalar. (CR Kasihasih)

Dari cerita diatas bahwa alam menyediakan segalanya untuk bisa bertahan

hidup jangankan untuk bahan makanan alat untuk memancing pun di sediakan.

Dari kisah Kasih Mantipili dan ayahnya alam harus di jaga dengan sebaik-

baiknya karna alam dapat menyediakan apapun yang dapat kita butuhkan.

(Data 4)

Tak lama kemudian datanglah seekor burung yang bersarang dipohon

manga itu. si burung bermohon : Tuan janganlah kau tebang pohon manga ini,

Sebab di dalamnya kami bersarang. kami bertelur dan telur kami anak-anak tuan

bisa manfaatkan untuk mainan mereka. lagi pula banyak orang yang bernaung di

bawah pohon ini termasuk keluarga tuan sendiri. Mendengar permintaan si

burung, pemilik pohon cuman menertawakan, ia tetap berniat menebangnya.

Belum lagi ia mengayunkan kapaknya datanglah beberapa ekor lebah, memohon

kiranya pemilik menunda menebang pohon. Sebab lebah-lebah itu pun

menggunakanya sebagai tempat bersarang yang dapat memberi madu bagi

keluarga pemilik. Bila pemilik menebang pohon maka lebah-lebah akan pindah ke

pohon milik orang lain kata mereka. (CR Pohon tak berbuah)

Dongeng ini memiliki pesan ekologi tentang pentingnya kegunaan sebuah

pohon, teks cerita rakyat ini sangat mudah dipahami oleh semua kalangan karena
34

mengangkat kisah yang sederhana tetapi syarat akan pesan/makna.

Dalam kehidupan manusia akan selalu bergantung pada keberadaan

pohon, begitu juga sebaliknya. Masing-masing dari keduanya memiliki peran

penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan. Pohon yang memberikan

kehidupan dan berbagai sumber daya untuk manusia dan manusia yang menjaga

serta merawat pohon. Tak hanya manusia, hewan sebagai makhluk hidup juga

bergantung pada keberadaan pohon sebagai sumber makanan, tempat tinggal dan

juga sebagai sumber oksigen bagi dunia. Melalui cerita ini, pesan tentang menjaga

dan merawat pohon berkaitan dengan pesan akan bagaimana menjaga kelestarian

hutan.

Di masa kini penebangan hutan secara legal maupun ilegal cenderung

tidak terkontrol. Kebutuhan kayu sebagai industri serta pengolahan hutan sebagai

ladang pertanian secara besar-besaran mengakibatkan terancamnya keberadaan

serta keberlangsungan ekosistem hutan. Bencana alam terjadi dimana-mana

seperti banjir tanah longsor serta pemanasan global, hal ini merupakan nyata

dari kerusakan lingkungan hutan yang cukup parah.


35

2. Hubungan Sastra dengan Alam sebagai Sumber Kehidupan Manusia

Lingkungan adalah pusat dari kehidupan yang memiliki keharmonisan

dengan segala aspek yang mengelilinginya, seperti manusia, hewan, tanah, air,

udara, dan

lain-lain. Selama manusia dapat menempatkan posisinya sebagai bagian dari

lingkungan, maka akan tercipta keharmonisan dalam kehidupan.

(Data 5)

Ada sebuah keluarga yang tinggal dihutan tepatnya di gunung sopi sehari-

harinya mereka hanya mengonsumsi sayur labu untuk makanan pokok. Letak

kampung ini berada di desa Ambesia Kecamatan Tomini. (CR Kasihasih)

Ulasan diatas menggambarkan sebuah kondisi keluarga kala itu, suku Tialo

pada umumnya hanya tinggal di hutan dikarenakan hutan adalah sumber

kehidupan bagi masyarakat suku Tialo.

(Data 6)

Keluarga Kaihasih beraktivitas setiap hari untuk memenuhi kebutuhan

didup mereka dengan memancing di sungai. (CR Kasihasi)

Kehidupan pekerjaan Masyarakat suku Tialo, pertanian, perkebunan dan

juga sebagai nelayan menjadi mata pencharian utama suku Tialo. Adapun hasil

pertanian/perkebunan masyarakat yang paling utama ialah Coklat dan Cengkeh.

Sementara mata pencharian lainya adalah nelayan.


36

(Data 7)

Watu mai ooo manusia nelampa jo’ononyo ma’a monobonge ayu, ayu mai

pinomeane nuu anynyuange manu ma’manu’e, ma’mau’e niu nongalampa

mongkoinge sau na’ano ininjoanyo ontougonyo I punu ayi mai. taje netiu la’e

main nodua’e mnusia monobonge ayu mai watu main manusia noi si siapomo

monobonge sanga noo dua’e ma’manu’e nio nogombo’e nyaa notobonge assi ayu

nio boi ii nio pomeno’u kangkai unga’u unjo no tobongi mio naa uu ba gaunga’a u

baru tiapo ne moso mai. Jadi poate nuu manusia nio boda oo mai pongkinge

pomeane tantani. Taje ne tiu moje noo dua’e anyunyuange nomotae nyaa

notobonge ayu niu yau teule mo mea ii nio onu imbalanonyo hasilu madu’u

gadomo emiu asalonyo nyaa no tobonge ayu nio. Ma’manu’e teule nomotae eiye

tutu mai onu imbalano’u unjoneemosomu unga’u gadomo songu nopogisinga’a

unga miu.

Waktu itu ada seorang maunusia pergi ke kebunya untuk menebang

pohon, sedangkan pohon tersebut di tinggal se’ekor burung dan juga lebah. Saat

itu si burung pergi mencari makan. Tidal lama berselang datanglah manusia untuk

menebang pohon itu, pada saat ia mengayunkan kapaknya datanglah burung yang

tinggal di pohon itu dan berkata, wahai manusia jangalah kau tebang pohon ini

jika kau tebang saya dan anak saya akan tinggal dimana? manusia menjawab itu

bukan urusanku, carilah tempat tinggal lain. Lalu tiba-tiba se’ekor lebah datang

dan berkata ia kami mohon janglah kau tebang pohon ini sebab saya membuat

sarang di tempat ini juga sebagai imbalnya kau bisa mengambil madu saya. dan si
37

burung juga berkata ia kau juga bisa mengambil anak saya sebagai mainan anak-

anakmu. (CR Pohon Tak Berbuah)

Cerita tersebut menggambarkan bahwa hewan dan manusia bisa saling

menguntungkan.

Karena manusia yang memeiliki pohon yang sedang di tinggali burung dan juga

lebah memberi madu dan juga anaknya untu memenuhi kebutuhan manusia.

Makna ekologi yang dapat diambil dari cerita ini ialah keterikan antara

mahkluk hidup dan lingkungan sangatlah erat dan saling menguntungkan.

Binatang, tumbuhan, lingkungan bergantung pada manusia, bagaimana cara

manusia hidup dan merawat alamnya begitu juga mahkluk hidup lainnya bisa

hidup dan mendapat keuntungan dari alam sebagai tempat mereka hidup dan

sumber kehidupan mereka.

(Data 8)

Watu mai ooo koluarga nome’a ii buu’yu sopi, jimote montoi lapi

sosoloyonyo ponggamani jimote mo jo’one. Montoilapinio taje oo unga, Pada

watu mai jimote neampa jo’one ma’a aimai tatangamo oloyo si beinonyo nio

neteulemo lulu labonga’a, aimai nonopomo si lapinyo neteulemu teuloe aimai no

dua’e ii labonge taje ii mai lapinyo, pinengkiongonyo dinua’e ii pipitu bota’e ma


38

nombiamo taje netio la’e mai nebalimo pun’u labia. Si lapinyo nio nogme’e ii

bota’e mai tiamo ne selunyo neteule aimai nosampuate siniga’anyo ma’a

nembuamo teule lali maa ne balimo punu bagise iiyyyoooo.

Waktu itu ada sebuah keluarga pasangan suami istri tinggal di gunung

sopi, mereka tidak memiliki anak pekerjaan sehari-hari mereka adalah berkebun.

Suatu hari mereka pergi ke kebun pada siang hari istrinya lebih dulu pulang ke

rumah untuk memasak. Di sore hari suaminya pun kembali ke rumah dan

sesampainya di rumah ia tidak melihat istrinya, lalu ia pergi mencarinya dan ia

dapatkan istrinya berada di sungai dan telah di tumbuhi akar. Setelah beberapa

saat istrinya berubah menjadi pohon sagu, Saking sedihnya si suami tak kunjung

balik dan menetap di pinggir sungai setelah beberapa hari ia di tumbuhi akar dan

berubah menjadi poho Enau. tak lama kemudian di sekeliling mereka berdua di

tumbuhi poho sagu dan enau. (CR Pohon Sagu Dan Enau)

Ulasan untuk cerita Pohon Sagu dan Enau adalah sebuah cerita asli suku

tialo yang berada di desa Ambesia Kecamatan Tomini, kedua pohon tersebut

sampai sekarang ini sangat bermanfaat untuk masyarakat sebabnya, Sagu dapat di

buat berbagai macam aneka kue dan sebagianya sedangan Enau bia menjadi gula

aren.
39

4.2.2 Bentuk Ekologi Budaya

Aspek kedua dalam ekologi sastra yaitu ekologi budaya. ekologi

yang dipakai dalam pengertian ekologi budaya yang ditentukan oleh

pola hidup dan perbedaaan karakteristik wilayah. Ekologi budaya

adalah studi tentang adaptasi manusia untuk lingkungan sosial dan

fisik. Manusia adaptasi mengacu pada kedua proses biologis dan

budaya yang memungkinkan populasi untuk bertahan hidup dan

bereproduksi dalam lingkungan tertentu atau mengubah.

Berdasarkan penelitian, analisis dan pendataan yang dilakukan

oleh peneliti terdapat beberapa aspek yang termasuk ke dalam

Ekologi budaya yaitu hubungan sastra dengan adat-istiadat dan

hubungan sastra dengan kepercayaan/mitos.

1. Hubungan Sastra Dan Adat Istiadat

Dalam cerita rakyat, terdapat berbagai macam tradisi atau kebudayaan

di dalamnya baik itu secara tulisan maupun lisan. Dalam memaknai suatu

cerita, ada istilah makna kultural.

Makna kultural merupakan pemaknaan pada konteks ekoritik sastra

yang mengedepankan umur tradisi kebudayaan masyarakat yang terdapat

dalam suatu teks sastra. (Endraswara, 2016:81).


40

(Data 9)

Watu mai oo keluarga nome’a ii buu’yu panatalan jimote so koluarga 3

too songu unga topenyon si Nandu. Nandu no utanya soboi sinaanyo oo so

unga-unga ito niu tajenga’a? potae nii sinanyo eiye oo sounga-unga ito. Tapi

staga mate mo lampa mai ma’a aaa sau momate ii jajane deisa. AImai si Nandu

nabasagomo nopuse pinateanonyo bintatange-binatange sau momate ii dagate

manu bawa’ne.

Waktu itu ada sebuah keluarga tinggal di gunung panatalan mereka

tinggal bertiga bersama seorang anak laki-laki bernama Nandu. Nandu bertnya

ke ibunya apkah kita memiliki keluarga? ibunya menjawab iyaa kita memiliki

keluarga akan tetapi tidak ada jalan untuk menjagkaunya, sebab di luar sana

banya bintang buas yang akan memangsa. Setalah beberapa saat Nandu

berpamitan ke ayah dan ibunya untuk pergi membasmi binatang-binatanag

buas yang ada di laut dan juga darat untuk mencari jalan menuju keluarganya.

Sampai sekarang ini Masyarakat Tialo masih mengadakan upacara Adat

istiadat dengan Molapase Peangane. Dalam artian melepas psrahu untuk

memberi makan para binatang penunggu laut dan juga darat. (CR Nandu)

Perahu adalah wadah untu tempat menyimpan sesajian dalam bentuk

makanan dan di hiasi janur kuning serta berbagai macam alat tajam dalam

bentuk kayu.
41

(Data 10)

Menurut kepercayaan masyarakat Tialo, Nandu ialah seorang yang

memiliki kesaktian tiada tandinganya yang mendapatkan kepercayaan dari

tuhan untuk menjaga gunug dan juga lautan dan juga bisa berbicara dengan

hewan penunggu darat dan lautan. (CR Nandu)

Nandu adalah seorang anak yang memiliki kesaktian. setelah ia

meninggal ia menyampaikan ke masyarakat agar setiap tahunaya mereke

mengadakan upacara pelepasan perahu untuk memberi makan penunggu

lautan. Dan setelah pelepasan selama 3 hari tidak boleh ada yang melakukan

kegiatan seperti memancing atau berkebun.

2. Hubungan Sastra Dan Kepercayaan/Mitos

Mitos sampai saat ini masih dipercaya oleh seluruh masyarakat sekitar yang

mengetahui tentang cerita rakyat di suatu daerah sehingga menjadi

kontrolmereka dalam

berperilaku arif terhadap lingkungan. Sastra dan lingkungan tidak

dapat dipisahkan karena fenomena-fenomena lingkunganlah yang

menghidupkan sastra dan mitos.


42

(Data 11)

Nandu noo motae soboi too deisa moo’ma’ane sau mabaraka’e ii dagate

manu baa’wane, supaya jimote tiaje mongade tumbale.

Nandu menghimbau ke seluruh masyarakat Tialo, agar mengadakan

upacara pelepasan perahu untuk memberi makan para penunggu laut dan juga

daratan dalam bentuk sesajian agar para penunggu tersebut tidak

mempermainkan atau mengambil tumbal ke warga suku Tialo. (CR Nandu)

Data diatas adalah bentuk kepercayaan Nandu terhadap para penunggu

darat dan lautan agar terhindar dari musibah.

Kejadian diatas masih dilakukan walaupun di era sekarang yang sudah

beragama sebab masyarakat Tialo mempercayai bahwa di bumi ini bukan

hanya di huni manusia dan juga mahluk hidup lainya, akan tetapi ada juga

mahluk halus yang menempati tempat tertentu di darat maupun di lautan.

(Data 12)

Polu polantian’e puange sau nomea ii tatanga nu lapangane. Watu mai

doluo polu ginaaede ii bota’u tomini sau nomile mai siopu lulu, aimai

tombolotutu ii lanti’e polu mai no baraka’e. unjo moolongo cerita nu too unjo

too maja’e mongade polu maim mo cilaka iyoo ii jajane unjo tiaje moluangu

oga la’e polu mai.


43

Batu tempat untuk melantik raja Tombolotutu yang sekarang berada di

lapangan Tomini. Di zaman dahulu batu tersebut di ambil nenek moyang

terdahulu, begitu raja Tombolotutu dilantik batu tersebut menjadi keramat.

Menurut cerita orang-orang jika seseorang yang bersifat negatif ke batu

tersebut maka di perjalanan akan mendapatkan musibah atau biasanya batu

tersebut memancarkan air dari dalamnya. (CR Raja Tombolotutu)

Berdasrkan cerita diatas menceritakan tentang kekeramatan batu raja

tempat pelantikan Raja Tombolotutu yang berada di tengah-tengah lapangan

Tomini. Banyak kisah yang terjadi di batu ter sebut yang mungkin tidak dapat

di jelaskan oleh nalar tapi banyak di percaya oleh kalangan masyarakat bahwa

itu benar-benar terjadi.


44

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah penulis melaksanakan penelitian dengan judul

―Ekologi Cerita Rakyat Suku Tialo‖ dan setelah melalui proses

analisis data, ditemukan 8 cerita rakyat, dimana 5 (lima) diantaranya

yang memiliki pesan kearifan lingkungan di dalamnya. Untuk

mendapatkan hasil berupa ekologi cerita rakyat yang dikaji, maka

ekologi cerita rakyat suku Pamona akan dikaji melalui analisis tiap-

tiap cerita rakyat. Penulis mendapatkan 12 data nilai ekologi dari 5

cerita rakyat yang menjadi objek penelitian. Nilai ekologi tersebut

terbagi menjadi

Hubungan antara sastra dengan upaya pelestarian alam,

terdapat nilai-nilai akan pentingnya menjaga dan

melestarikan alam terutama pohon dan hasil alam, serta

bagaiman cara manusia memperlakukan lingkungan agar

tetap terjaga.
45

1. Hubungan antara sastra dengan alam sebagai sumber

kehidupan manusia, meliputi pentingnya peranan pohon

Sagu dan Enau sebagai sumber makanan bagi masyarakat

suku Tialo dan hasil panen dan berburu masyarakat suku

Tialo yang memiliki keunikan yaitu padi dan jagung

sebagai hasil berkebun/bertani dan juga

memancing/nelayan

2. Hubungan antara sastra dengan adat istiadat, meliputi

berbagai tradisi yang ada dalam kehidupan masyarakat

suku Tialo seperti tradisi

3. Lepas Perahu, dan norma-norma sosial yang terdapat di

kehidupan masyarakat suku Tialo.

4. Hubungan antara sastra dengan keperecayaan/mitos,

meliputi asal usul batu pelantikan raja Tomboltutu yang

keramat. dan juga kepercayaan tentang mahluk penghuni

darat dan lautan.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, peneliti memberikan saran sebagai

berikut :
46

1. Penulis bermaksud meneliti cerita rakyat tersebut agar cerita

rakyat yang ada khususnya cerita rakyat suku Pamona tidak akan

punah ditelan zaman, karena mengandung nilai-nilai moral dan

budi perkerti serta banyak mengandung pesan-pesan akan

pentingnya menjaga alam sebagai tempat hudup manusia juga

pemertahanan budaya.

2. Penelitian tentang cerita rakyat terutama cerita rakyat suku

Pamona masih dapat dikaji dengan kajian ekologi dengan bentuk

ekologi lainnya atau dengan kajian lain.

3. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan acuan. Khususnya

kepada mahasiswa program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia yang berminat di bidang ekologi sastra.

4. Bagi dosen dan guru pendidikan bahasa dan sastra Indonesia,

cerita-cerita rakyat hendaknya dikenalkan kepada generasi muda

khususnya para pelajar melalui pembelajaran materi secara

tematik disekolah dasar dan apresiasi sastra di jenjang SMA

karena di dalamnya sarat dengan nilai-nila pendidikan. Sehingga

dapat menambah wawasan tentang dunia Sastra Indonesia dan

dapat mengambil nilai-nilai positif yang terdapat di dalamnya

sebagai pedoman hidup sehari-hari.


47

DAFTAR PUSTAKA

Afifudin, Beni Ahmad Saebani. (2009). Metodologi Penelitian

Kualitataif.

Bandung: Pustaka Setia.

Aminuddin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: Sinar

BaruAlgensindo.

Asyifah, N. (2018). Kajian Ekologi Sastra (Ekokritik) Dalam Puisi

Antologi Merupa Tanah Di Ujung Timur Tanah Jawa. [Online],

12halaman. Tersedia:https://jurnal.unej.ac.id/index.php/fkipepro/article/view/

9121/608 Endraswara, Suwardi. (2016). Metodologi Penelitian Ekologi

Sastra:

Konsep, Langkah dan Terapan. Yogyakarta: CAPS.

Harsono, Siswo. (2008). Jurnal Ekokritik: “Kritik Sastra

Berwawasan
48

Lingkungan”. Semarang : Universitas Diponegoro

Hutomo, S.H (1991). Mutiara yang Terlupakan: Pengantar

Sastra Lisan.

Surabaya:Penerbit HISKI Jawa Timur.

https://phinemo.com/ilmu-kehidupan-dari-legenda-naga-bercahaya-

danau-poso/

https://pamonazone.blogspot.com/2008/01/lasaeorumongi.html?

fbclid=IwAR12G

Fuyp8_BK65whTYGu_E3OZnm8I8GS2YMnfv14MLfwiXX

MFphWt50 https://id.wikipedia.org/wiki/Bubu

Kartina. (2018). Model Ekologi Cerita Rakyat Multikultural di Buol.

Skripsi Universitas Tadulako Fkip Palu: Tidak diterbitkan.


49

Lestari, U.F.R. (2015). Pesan Kearifan Lingkungan Dalam Buku 366

Cerita Rakyat Nusantara (Sebuah Ekokritik Sastra). Jayapura :

Balai Bahasa Papua

Rantung, Pieter Jan. (2018). Cerita Rakyat Se-Putaran Danau Poso. Tentena :

Oni Rantung.

Saryono, Djoko. (2009). Dasar Apresiasi Sastra. Malang: Elmatera

Publishing.

Sugiono. (2009). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV

Alfabeta.

Takarendaheng, Jelita Stacy (2018). Nilai Moral Dalam Legenda Danau

Poso.

Skripsi Universitas Tadulako Fkip Palu : tidak diterbitkan.


50

Ucu S.S. (2015). Menyoal Cerita Rakyat Sebagai Bahan Ajar Dalam

Pelaksanaan Pembelajaran Di Sekolah. [Online], 9 Halaman.

Tersedia:

http://ejournal.stkipsiliwangi.ac.id/index.php/semantik/article/v

iew/274/22

Widianti, Wina Ande. (2017). Kajian Ekologi Sastra Dalam Kumpulan

Pilihan Kompas 2014 Di Tubuh Tarra Dalam Rahim Pohon.

[Online], 9 Halaman. Tersedia:

https://core.ac.uk/download/pdf/228855531.pdf

Zaimar, O.K.S. (2015). “Metodologi Penelitian Sastra Lisan” dalam

Metodologi Kajian Sastra Lisan (edisi revisi). Pedentia MPSS

(ed). Jakarta:Yayasan Pustaka Obor Indonesia.


51

LAMPIRAN
52

Lampiran I

Cerita-cerita rakyat suku Tialo

Asal Usul Pohon Sagu dan Pohon Enau

Menurut orang-orang terdahulu pohon sagu dan pohon enau berasal dari manusia.

kedua pohon tersebut adalah sosok pasangan suami istri yang menjadi pohon sagu dan pohon

enau.

Dahulu kala ada sebuah pasangan suami istri yang tinggal di sebuah hutan belantara

tepatnya di gunung panatalan, mereka adalah petani yang sangat gigih.

Singkat cerita kedua pasangan ini belum mempunyai keturunan dikarenakan saat

menikah keduanya sudah berumr sekitar 50 tahun. beberapa bulan kemudian mereke pergi ke

kebun untuk berkekerja, saat siang hari istrinya lebih dulu pulang kerumah untuk pergi

memasak. di sore hari suaminya pun pulang dan sesampainya dirumah ia tidak menemukan

istrinya, ia kebingungan dan berkata kemana perginya istriku? menjelang magrib ia pergi

mencari istrinya yang pada ahkirnya di temukanya di pinggir sungai panatalan si suami kaget

melihat sosok istrinya yang telah di tumbuhi akar saking lamanya duduk di air untuk

membersihkan badanya dan tiba tiba istrinya berubah menjadi pohon sagu. saking sayangnya

si suami ke istrinya ia pun ikut berdiri di tepian sungai setelah beberapa hari ia berdiri di

tepian sungai ia pun di tumbuhi oleh akar dan setelah itu tumbuhlah pohon Enau.

beberapa tahun kemudian sekeliling kedua pohon itu di tumbuhi oleh pohon Enau

dan pohon sagu. sehingga sampai sekarang pohon Enau dan pohon Sagu sangat

berguna untuk manusia.


53
54

POHON TAK BERBUAH

Sebatang pohon mangga tumbuh di kebun manusia. Sampai masanya

berbuah, iapun mengeluarkan buah yang dinikmati dengan senang oleh

pemiliknya. Beberapa kali musim berbuah, pohon mangga ini tak alpa dengan

jadwal berbuah, tetapi akhir-akhir ini beberapa kali musim berbuah tiba, ia tidak

mengeluarkan buah. ―ada apa ya, cuman daunnya saja yang rimbun, aku tunggu

sekali musim berbuah. Bila kau tidak berbuah lagi akn ku tebang kau‖ demikian

gerutu si pemilik.

Benar, tiba masa berbuah, pohon yang satu ini tetap tidak berbuah. Si laki-

laki pemiliknya bersiap untuk menebang ia membawa semata kapak yang tajam,

dengan maksud pemanfaatan pohon mangga tersebut sebagai kayu bakar saja.

Pikirnya mungkin itu yang lebih berguna baginya, dari pada susah-susah cari kayu

api di hutan, walaupun hanya seketika saja lamanya.

Tiba di bawah pohon ia mendengar suara yang ternyata berasal dari pohon

tersebut, mengatakan : ―Tuan, janganlah kiranya menebangku, sebab aku masih

akan lama hidup dan Tuan sudah memanfaatkan buahku beberapa kali di masa-

masa lalu‖ jawab si pemilik : ―memang aku menyayangimu, tetapi kali ini aku

akan menebangmu, sebab tak ada gunanya lagi kau, lebih berguna bila aku jadikan

kauyu bakar‖.
55

Tak lama kemudian datang seekor burung yang bersarang di pohon

mangga itu. Si burung bermohon : ―Tuan, janganlah tuan tebang pohon mangga

ini, sebab di dalamnya kani bersarang, kami bertelur dan telur kami anak-anak

tuan bisa manfaatkan untuk mainan mereka. Lagi pula banyak orang yang
56

bernaung di bawah pohon ini, termasuk keluarga tuan sendiri.‖ Mendengar

permintaan si burung, pemilik npohon Cuma mnertawakan, ia tetap berniat

menebangnya.

Belum lagi ia mengayunkan kapaknya datang pula beberapa ekor

lebah, memohon kiranya pemilik menunda menebang pohon , sebab

lebah-lebah itu pun menggunakannya sebagai tempat bersarang yang

dapat memberi madu bagi keluarga pemilik. Bila pemilik menebang

lebah-lebah akan pindah ke pohon milik orang lain kata mereka.

Si tuan pohon menerunkann kembali kapaknya, menyimak semua

permintaan yang telah didengarnya, lantas ia berkata : ―benar juga ya,

kalau begitu akan kupeliharaterus pohon ini. Sebab ternyata bukan cuman

buahnya yang kita butuhkan dan bukan pula hanya kita manusia yang

memanfaatkannya. ―terima kasih pohon, terima kasih burung dan terima

kasih pulauntukmu lebah, aku pulang saja ya !‖


57

Kasiasih

Ada sebuah keluarga kecil tinggal dihutan tepatnya didekat mata air sopi

mereka dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama “Kasih Mantipili” 3 tahun

kemudian anak tersebut tumbuh dewasa, Kasih Mantipili dan ayahnya pergi

memancing saking miskinnya alat pancing mereka hanya terbuat dari sejenis rumput

yang agak panjang dan pancingnya hanya terbuat dari duri rotan.

Singkat cerita Kasih Mantipili tumbuh dewasa ia pergi memancing seorang

diri dan melihat seekor ikan yang cantik namun dia susah mendapatkannya keesokan

harinya Kasih Mantipili mengajak ayahnya untuk berburuh ikan tersebut akan tetapi

belum juga mendapatkannya, akhirnya ia memutuskan untuk pergi memancing siang

dan malam selang beberapa hari Kasih Mantipili akhirnya mendapatkan ikan yang ia

dambakan. Setelah itu ikan tersebut dibawah kerumah dan diperlihatkan kepada ayah

dan ibunya. Sebulan lamanya ia merawat ikan itu, Kasih Mantipili memerintahkan

ayah dan ibunya untuk dibuatkan sebuah perahu yang akan digunakannya untuk pergi

berlayar kekampung sebrang ia menyampaikan barang kali ikan ini memiliki harga

yang mungkin mahal. Ayah dan ibunya pun berkata bagaimana caranya kita membuat

sebuah perahu tampa memiliki alat sejenis parang dan kapak, mendengar perkataan

ayah dan ibunya Kasih Mantipili kecewa lalu ia pergi berjalan menyisir pingiran

pantai Kasih Mantipili melihat sebuah kerang besar yang sama ukuranya seperti
58

perahu lalu ia mengambilnya dan dibawah kerumah dan memberitahu kepada ayah

dan ibunya bahwa perahu sudah ada. Ayah dan ibunya pun kaget melihat perahu yang

akan digunakan Kasih Mantihpili yang ternyata hanya sebuah kerang. Ayahnya

memgatakan kerang tersebut akan tengelam jika dinaiki, Kasih Mantipili

memberitahu ayah dan ibunya untuk naik keatas kerang tersebut dan ternyata kerang

itu tidak tengelam.


59

Nandu

Ada sebuah keluarga tinggal dihutan belantara dikarenakan mereka miskin

hari-harinya mereka hanya memakan sayur sayuran bahkan rumah mereka pun

beratapkan daun sayur-sayuran tersebut. singkat cerita mereka dikaruniai seorang

anak laki-laki yang diberi nama Nandu, sewaktu nandu keluar dari Rahim ibunya

sebuah benda ikut keluar bersama nandu yaitu pisau.

Sewaktu Nandu beranjak dewasa dia bertanya kepada kedua orang tuanya

apakah di kampung ini hanya kita saja yang tinggal di daerah ini, ibunya menjawab

“Tidak” kita memiliki sebuah keluarga akan tetapi agak susah menjangkaunya, jika

melewati jalur air banyak binatang buas yang akan membunuh, begitupun jalur darat

banyak binatang yang membunh, Nandupun berkata tunggu sebentar saya akan

menenangkan hati dan pikiran saya, seminggu setelah itu ia memnita sebuah pisau

yang dilahirkan bersamaan denganya dan meminta sebuah bekal 7 buah sagu yang

akan dibawahnya untuk mengembara. Setelah lepas sembahyang subuh nandupun

berpamitan kepada ibu dan bapaknya.

Nandu pun pergi mengembara untuk menemui keluarganya pertama-tama dia

memilih melewati sungai yang banyak buayanya setelah nandu selesai membunuh

semua buaya tersebut nandu kembali ke keluarganya dan menyampaikan bahwa

semua buaya yang ada di sungai tersebut telah habis dibunuhnya dan sungainyapun

sudah bisa dilewati. Nandu memberitahu ibunya untuk dibuatkan bekal lagi dan
60

menyampaikan dia memnita di bacakan do’a selamat untuk keselamatan dirinya,

seminggu lamanya dirumah nandu berangkat lagi semua tempat yang ada buanyanya

nandu kunjungi semua setelah nandu selesai membunuh semua buaya tersebut

barulah ia naik kedarat dan pulang kerumahnya untuk menyampaikan bahwa jalur air

sudah bisa dilewati. Ibunya berkata bagaimana jika kita melewati jalur darat? Nandu

berkata doakan aku namun sebelum itu ia beristirahat dulu selama seminggu. Setelah

seminggu lamanya bertepatan dengan malam jum’at nandu berpamitan lagi untuk

pergi mengembara kali ini ia akan membasmi binatang buas yang tinggal didaratan

segala jenis hewan pemangsa seperti harimau,ular,dan bintatang pemangasa habis di

musnahkanya, ia pun kembali kerumahnya dan menyampaikan ke orang tuanya

bahawa semua hewan pemangsa di sekitar rumahnya telah habis di basmi nandupun

berkata saya akan pergi lagi ke tempat yang sangat jauh untuk membasmi binatang

pemangsa lainya.

Nandupun berangkat 17 hari lamanya perjalanan ia menemukan sebuah

kampung akan tetapi kampung tersebut tidak berpenghuni, nandupun terheran dan

bertanya kepada diri sendiri ada apa gerangan kampung ini tidak memiliki penghuni

setelah menyusuri seluruh kampung nandu menemukan sebuah masjid ia

membunyikan tambur akan tetapi tidak seorangpun yang datang. Nandupun

sembahyang nandupun berdo’a belum selesai berdo’a ia mendengar suara wanita

akan tetapi nandu tidak melihat wanita tersebut nandu bertanya kai berda dimana?

Wanitapun menjawab saya berada di dalam tambur. Nandu bertanya lagi kenapa
61

engkau masuk disitu? Wanita menjawab bahwa di kampung ini ada burung pemangsa

dan menyampaikan ke nandu bahwa 3 hari lagi burung tersebut akan datang tepat di

waktu sore menjelang malam. Nandu berkata bahwa ia akan menunggunya, ia pun

menyampaikan ke wanita tersebut jika sudah mulai gelap wanita itu di perintahkanya

berdiri di depanya, wanita itu berkata jika ia bisa memangsanya maka seisi kampung

semua lenyap di mangsa burung tersebut, nandupun berkata bahwa jangan khawatir ia

akan coba melawan pemangsa tersebut. begitu hewan pemangsa itu terlihat sedang

menuju ke arah mereka nandu memerintahkan ke siwanita untuk masuk kembali ke

dalam tambur untuk bersembunyi dan berkata padanya apapun yang terjadi

dengarkanlah. Dua hari lamanya bertarung ahkirnya nandu dapat memsunahkan

burung pemangsa tersebut dengan pisaunya. Ndadupun pergi menemui si wanita dan

mengajaknya untuk pergi kerumahnya menemui kedua orang tuanya, sesampainya

dirumah nandu memberitahu ibu ada bapaknya wanita tersebut ia temukan disebuah

kampung dan ia tinggal seorang diri karena seluruh warga desa serta keluarganya

habiis di magsa oleh burung garuda yang sangat besar. Singkat cerita merekapun

menikah dan tinggal di kampung wanita tersebut, dan nandu teap melakukan

pekerjaaanya yaitu membasmi hewan-hewan pemangsa.

Singkat cerita merekapun di karuniai dua orang anak laki-laki dan perempuan

Pada saat dewasa nandu meminta kedua putra dan putrinya untuk menjaga tempat

yang telah mereka tentukan si laki-laki tinggal di gunung tomini dan si wanita tinggal

mata air.
62

Setelah itu nandu dan istrinya di berikan tuhan sebuah rezeki nandu dan

istrinya mendapatkan emas,berlian,tembaga.dan juga intam. Nandu membawa emas

dan berlian sedangkan si istru memegang tembaga dan intam. Mereka menyimpan

benda tersebut ke mahluk penunggu hutan dan menyampaikan ke mahluk yang

berbentuk kuda tersebut untuk menjaga barang berharga itu dan hanya orang yang

beruntunglah yang bisa mendapatkanya. Oleh karena itu di wilayah tomini,mouton

dan sekitarnya banyak terdapat emas dan lain-lainya.


63

Raja TomboloTutu

Wilayah Ambesia saat itu dinamakan kampung ambesia setelah adanya raja

mouton tahun 1998 berubah menjadi kampung ambesia kecamatan moutong.

Menurut orang terdahulu nama Ambesia berasal dari kata Embea’a sia’a yang

berarti simpan untuk kakak. orang yang memberikan nama itu ialah Kalolangi yang

menjadi orang yang paling tua dan di segani. setelah kalolangi wafat dan di

makamkan di kampung donggala. pada saat penjajah masuk daerah Tomini seluruh

olongian terpecah, dan setiap kelompok di bagi olongian-olongian untuk memimpin

kelompoknya. Pada tahun 1801 seluruh olongian bermusyawarah untuk mengangkat

seorang raja, yang bernama Tombolotutu. Dan ibu kandung Tombolotutu adalah

tetesan dewa kayangan yang bernama Ama’I yang biasa di sebut Bulan Membu’a

atau dalam artian bahasa Indonesia Bulan yang timbul. Atas pertimbangan 3 suku

yaitu Laudje,Tialo, dan Tajio Tombolotutu diangkat menjadi raja Tomini.

Raja Tombolotutu di lantik Pada tahun 18 Januari 1873 Saat itu Raja

Tombolotutu dilanti di desa Tomini tepatnya dilapangan Tomini dengan duduk di

atas batu yang di ambil di sungai Tomini dan sampai sekarang batu tersebut masih

ada di lokasi pelantikan. Seluruh masyarakat Tialo percaya batu tempat pelantikan

raja tidak boeleh di pindahkan, sebab jika ada orang berniat memindahkan batu
64

tersebut ia akan mendapat musibah dan dengan sendirinya batu tersebut akan kembali

ke tempatnya semula.

Suatu hari masyarakat Tomini mengadakan acara memperingati hari kelahiran

Kecamatan Tomini oleh karena itu masyarakat sngat ramai mendatangi tempat

tersebut, tidak lama setelah acara dimuali hujan lebat serta petir mengagetkan seluruh

warga yang ada di tempat tersebut. Menurut cerita orang terdahulu bahwa Raja

Tombolotutu tidak menyukai keramaian apalagi dengan adanya keramaian tempat

pelantikanya akan banyak sampah oleh sebab itu hujan serta petir akan datang

disetiap lapangan tersebut diadakan acara.

Wilayah kerajaan Tombolotutu Mulai dari Desa Ampibabo sampai Lemito.

Setelah pemerintahan belanda mengetahui diwilayah Molosipat terdapat emas, maka

pihak belanda memiminta agar berkerja sama akan tetapi Raja Tombolotutu menolak

permintaan tersebut sebab sang raja tidak ingin warganya tunduk pada penjajah.

Pada tangal 17 Agustus 1901 Raja Tombolotutu Wafat dan dimakamkan di

desa Kaleke dan di gantikan raja Borman. Raja Borman dikenal sangat dekat dengan

masyarakat, Raja Borman berkuasa sejak tahun 1901-1924.

Setelah Raja Borman mengatur sisasat untuk melawan belanda perangpun

terjadi dan ahkirnya raja Borman berhasil ditangkap oleh belanda dan dipenjara di

Donggala. Kemudian pemerintah belanda mengangkat wakil Raja Borman yang

bernama Lambakarang yang berkuasa dari tahun 1925-1927 lalu Raja Saenso Lahiya
65

1927-1928 dan Raja terahkir adalah Raja Kuti Tombolotutu yang dilantik di Tomini

tempat pelantikan Raja Tombolotutu yang di beri nama Polu Polantiane Puange

dengan pusat kerajaan di Tinombo dan bernteng pertahananya di Moutong yang

dikenal dengan Buluhuye Nopoae. Raja Kuti Tombolotutu berkuasa dari tahun 1929-

1945 dan wafat pada tahun 1965.


66

Lampiran II

PEDOMAN WAWANCARA

Daftar pertanyaan untuk tokoh adat dan tokoh masyarakat

1. Sebagai masyarakat asli suku Tialo, apakah Bapak/Ibu mengetahui

cerita rakyat dari suku Tialo?

2. Apa sajakah cerita rakyat suku Tialo yang Bapak/Ibu ketahui ?

3. Apa pesan/amanat yang dapat kita ambil dari cerita rakyat tersebut ?

4. Apakah ada keterkaitan antara cerita tersebut dengan alam sekitar

atau budaya suku Tialo itu sendiri ?

5. Apakah ada tradisi-tradisi lain dari masyarakat suku Tialo yang

terdapat dalam cerita rakyat tersebut ?


67

Daftar pertanyaan untuk narasumber yang berprofesi sebagai guru

1. Sebagai seorang guru , menurut Bapak/Ibu apakah penting

memasukan cerita rakyat sebagai salah satu media pembelajaran di

Sekolah ?

2. Bagaimana cara pengaplikasian cerita rakyat dalam pembelajaran di

sekolah ?

3. Kendala apa saja yang di hadapi dalam melaksanakan hal tersebut ?


68

Lampiran III

IDENTITAS INFORMAN

Nama : Fajir

Umur : 58 Tahun

Alamat : Desa Ambesia

Kecamatan Tomini

Suku : Tialo

Agama : Islam

Pekerjaan : Pendidik (Guru)

Nama : Safir DJ Malinggo

Umur : 60 Tahun

Alamat : Desa Ambesia

Kecamatan Tomini
69

Suku : Tialo

Agama : Islam

Pekerjaan : Kepala Desa

Nama : Nasir Latuadjo

Umur : 82 Tahun

Alamat : Desa Ambesia

Kecamatan Tomini

Suku : Tialo

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiunan Guru

Jabatan : Ketua adat desa Ambesia


70

Lampiran IV

DOKUMENTASI KEGIATAN PENELITIAN

Wawancara Bersama Kepala Desa Ambesia bapak Safir DJ

Malinggo tentang cerita rakyat Pohon tak berbuah


71

Wawancara Bersama bapak Fajir Sebagai tenaga pendidik (Guru)

mengenai cerita rakyat Nandu dan Kasiasih

Wawancara bersama bapak Nasir A Latuadjo sebagai ketua adat desa


Ambesia mengenai cerita rakyat Raja Tombolotutu dan Asal Mula Pohon Sagu dan
Pohon Enau
72

Batu Raja tempat pelantikan Raja Tombolotutu yang bertepatan ditengah lapangan
Tomini Kecamatan Tomini yang di anggap keramat oleh suku Tialo
73

Rumah Raja Tombolotutu bertepatan di desa Tinombo Kecamatan Tinombo


74

Upacara adat istiadat suku Tialo Moma’ane (Memberi Makan) yang dilaksanakan

setahun sekali agar terhindar dari gangguan mahluk penunggu lautan

Anda mungkin juga menyukai