Anda di halaman 1dari 16

GENRE Vol. x No.

x Tahun 20XX | xx – xx

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN


GENRE
http://journal2.uad.ac.id/index.php/genre/index

Kajian Ekologi Sastra dalam Cerita Rakyat Provinsi Daerah Istimewa


Yogyakarta

Muhammad Alfian Hermawana,1*; Yosi Wulandarib,2


a
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP, UAD
b
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, UAD
1
Muhammadalfian2810@gmail.com; yosi.wulandari@pbsi.uad.ac.id
*korespondensi penulis

Informasi artikel ABSTRAK


Sejarah artikel: Cerita rakyat berisi tentang nilai moral, nilai budaya, nilai
Diterima
Revisi psikologis dan nasihat dalam menjalankan sebuah kehidupan.
Dipublikasikan Dalam cerita rakyat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Kata kunci: selain berisi tentang nilai moral, juga terdapat etika-etika
Cerita rakyat, Ekologi dalam memperlakukan semesta alam. Hal itu dibuktikan
Sastra, Etika Lingkungan, dengan dalam cerita rakyat Provinsi Daerah Istimewa
Latar Fisik (Lingkungan) Yogyakarta terdapat konsep-konsep etika lingkungan di
dalamnya. Seperti: hormat kepada alam, tanggung jawab
kepada alam, solidaritas kosmis, kasih sayang dan kepedulian
terhadap alam, no harm dan hidup sederhana dan selaras
dengan alam. Selain itu, latar fisik dalam cerita rakyat
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta juga banyak
menggunakan latar fisik berupa lingkungan, seperti hutan,
sungai, bukit, pedesaan, ladang. Ekologi sastra mempunyai
andil dalam hal ini, karena ekologi sastra adalah ilmu yang
membahas hubungan timbal balik antara sastra dan alam,
ataupun sebaliknya.
ABSTRACT
Key word: Folklore is about moral values, cultural values, psychological
Folklore, literary ecology, values and advice in living a life. In folklore of Yogyakarta
environmental ethics, Special Region Province in addition to containing moral
physical background values, there are also ethics in treating the universe. It is
(environment) proven by the folklore of Yogyakarta Special Region Province
there are concepts of environmental ethics in it. Such as:
respect for nature, responsibility to nature, cosmic solidarity,
compassion and care for nature, no harm and simple living
and in harmony with nature. In addition, the physical
background in folklore of Yogyakarta Special Region
Province also uses many physical backgrounds in the form of
environment, such as forests, rivers, hills, villages, fields.
Literary ecology has a part in this, because literary ecology is
a science that discusses the reciprocal relationship between
literature and nature, or vice versa.

1|GENRE
Pendahuluan prinsip moral yang dapat dijadikan acuan
atau tuntunan bagi manusia dalam
Cerita rakyat merupakan sebuah hal bertingkah laku dalam memperlakukan
yang unik dalam sebuah daerah, hampir alam. Prinsip-prinsip tersebut yaitu: hormat
setiap daerah mempunyai cerita rakyat kepada alam, tanggung jawab kepada alam,
kebanggaannya masing-masing. Ada cerita solidaritas kosmis, kasih sayang dan
rakyat yang sudah sangat lama sekali kepedulian terhadap alam, no harm, dan
kejadiannya akan tetapi masih hangat dalam hidup sederhana dan selaras dengan alam
pembicaraan masyarakat, cerita rakyat
tersebut berkembang luas di masyarakat Ekosistem sastra yang baik tentu akan
tertentu. Disampaikan secara lisan dari melahirkan karya-karya sastra yang baik,
mulut ke mulut dari satu generasi ke jikalau diperibahasakan mungkin peribahasa
generasi sampai turun temurun hingga saat “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya” dirasa
ini Alan Dundes dalam (Danandjaja, 2007). tepat untuk mewakili vitalnya kedekatan
Berkenaan dengan jenis kebudayaannya, antara ekosistem lingkungan dan
Yadnya dalam (Endraswara, 2013) kasusasteraan. Ekologi sastra sepertihalnya
menyatakan bahwa folklore merupakan tanaman yang memfokuskan pada hubungan
bagian dari kebudayaan yang bersifat timbal balik antara tanaman tersebut dan
tradisional, tidak resmi (unofficial), dan lingkungannya. Kedua hal tersebut saling
nasional. Pandangan ini mengatakan bahwa memengaruhi dan saling bersinergi, maka
folklore bukan hanya yang bersifat etnik, dari itu sastra tidak mungkin lepas dari
melainkan juga yang nasional; yang lingkungan sekitarnya Karya sastra sering
penyampainnya secara tidak resmi. kali memanfaatkan alam sebagai latar fisik
(lingkungan) atau objek penceritaanya.
Dalam cerita rakyat biasanya terdapat Alam merupakan bagian penting dalam
hal-hal yang bersifat baik dan hal-hal yang sebuah karya sastra. lingkungan di sini
bersifat buruk, hal-hal bersifat baiknya agar diartikan semua faktor eksternal yang
dapat diteladani, seperti; nasihat, langsung berdampak pada kehidupan,
pertumbuhan, perkembangan, dan
hiburan, dan wejangan dan hal-hal bersifat
buruknya agar tidak dilakukan dan dijauhi reproduksi organisme (Endraswara, 2016).
oleh generasi-generasi penerus bangsa yang Dalam penelitian ini akan diteliti
membaca cerita rakyat kebanggaan daerah tentang cerita rakyat yang ada di Daerah
mereka masing-masing. Istimewa Yogyakarta karena dalam daerah
Ekologi merupakan bagian dari tersebut terdapat adanya cerita rakyat yang
ekosistem, sastrapun memilikki ekosistem masih sering diperbincangkan oleh
yang luas, tentunya ekologi dan sastra masyarakat dan tentunya juga memuat
merupakan dua hal yang berbeda, akan unsur-unsur ekologi sastra. Selain itu,
tetapi dalam sebuah karya sastra akrab penelitian ini dilakukan juga di Daerah
dengan ekosistem dan ekologi, karena Istimewa Yogyakarta yang memiliki bukti-
dalam suatu karya sastra biasanya terdapat bukti sejarah yang nantinya akan
diksi-diksi yang memuat tentang ekologi mempermudah dalam melakukan
sebagai unsur esetetik karya tersebut. penelitian. Penelitian ini dibuat agar dapat
Contoh saja diksi-diksi seperti; air, sungai, mengangkat citra dari cerita rakyat Daerah
hutan, hewan, tumbuhan, diksi-diksi yang Istimewa Yogyakarta dan nantinya banyak
saya sebutkan tadi adalah sebuah diksi yang masyarakat luar yang mengetahui dan
tidak asing dijumpai saat membaca karya mempelajarinya.
sastra. Menurut Endraswara, (2016)sastra
tanpa ekologi sepertihalnya ada kekosongan Metode
elemen, sastra butuh lingkungan, sastra Penelitian ini merupakan penelitian
butuh ekosistem untuk berkembang. deskriptif. Metode ini berfungsi untuk
Beberapa prinsip-prinsip moral yang memecahkan masalah dengan cara
mengumpulkan, menyusun,
relevan dalam lingkungan hidup. Keraf,
mengklasifikasikan, mengkaji dan
(2010) merumuskan setidaknya ada enam menginterpretasikan data. Metode ini tidak
sekedar memberikan penjelasan, akan memengaruhi karya sastra. Seperti halnya
tetapi juga memberikan pemahaman yang tanaman, karya sastra memerlukan
jelas terkait data yang diperoleh dan ekosistem alam yang mendukung. Tanaman
dianalisis. Teknik analisis merupakan memerlukan air dan kesuburan tanah untuk
proses mengelompokkan dan mengurutkan mekar, karya sastra pun juga begitu. Karya
data ke dalam suatu pola, kategori, dan
sastra tanpa lingkungan yang kondusif dan
satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat ditarik mendukung akan menyebabkan karya
kesimpulan hipotesis kerja, seperti yang tersebut kurang mekar. Oleh karena itu,
disarankan oleh data (Moleong, 2010). pemahaman mengenai lingkungan agar
Tujuan dari analisis data ialah sastra dapat mekar secara sempurna di
mendeskripsikan sebuah data sehingga lingkungan hidupnya.
data tersebut mudah dipahami dan dapat
mempermudah peneliti dalam menarik Kebijakan dan peraturan mengenai
kesimpulan mengenai karakteristik pemeliharaan lingkungan akan bergantung
populasi berdasakan data yang didapatkan dengan bagaimana pemahaman mengenai
dari sampel. lingkungan. Lingkungan yang tidak sehat
pun kadang juga melahirkan sebuah karya
Adapun cara yang dilakukan dalam sastra. Sastra yang bermuatan pendapat
penelitian ini dalam menganalisis data
mengenai penolakan terhadap kelestarian
adalah sebagai berikut; (1) Membaca cerita
rakyat yang sudah peneliti pilih secara lingkungan juga akan lahir dari lingkungan
saksama, (2) Mengidentifikasi unsur etika yang demikian. Sastra memerlukan ekologi
lingkungan dan latar fisik yang terkandung sebagai bentuk pemahaman tentang
dalam cerita rakyat, (3) Membuat catatan lingkungan. Lingkungan yang baik akan
dalam kartu data berdasarkan hasil analisis memperkaya sebuah karya sastra begitu
untuk menjabarkan hasil analisis data, (4) juga sebaliknya (Endraswara, 2016).
Mendeskripsikan data yang memuat etika
lingkungan dan latar fisik (lingkungan) Etika lingkungan dalam cerita
dalam cerita rakyat, (5) Menarik rakyat Provinsi Daerah Istimewa
kesimpulan terkait hasil analisis yang telah Yogyakarta dibagi menjadi enam konsep,
dilakukan yaitu konsep hormat kepada alam, konsep
tanggung jawab kepada alam, konsep
Hasil dan pembahasan solidaritas kosmis, konsep kasih sayang dan
Pada cerita rakyat Provinsi Daerah kepedulian terhadap alam, konsep no harm
Istimewa Yogyakarta ditemukan etika dan konsep hidup sederhana dan selaras
lingkungan hidup di dalamnya. Etika dengan alam. Adapun judul lima cerita
lingkungan dikelompokkan menjadi enam rakyat yang dianalisis meliputi: (1) Kiai
konsep, yaitu sebagai berikut: (1) konsep Jegot, (2) Gunung yang berbau harum, (3)
hormat kepada alam, (2) konsep Syekh Surbakti, (4) Desa itu bernama
tanggungjawab kepada alam, (3) konsep “Butuh”, dan (5) Ki Ageng Paker.
solidaritas kosmis, (4) konsep kasih sayang
dan kepedulian terhadap alam, (5) konsep a. Cerita Rakyat Berjudul “Kiai Jegot”
no harm, (6) konsep hidup sederhana dan
selaras dengan alam. (1) Hormat kepada alam
Penggunaan sumber daya alam akan
maksimal dan berjalan dengan baik bagi
kelangsungan ekosistem apabila
1. Etika Lingkungan dalam cerita penggunaannya dapat terkontrol. Selain itu,
rakyat pemilihan sumber daya alam juga harus
diperhatikan supaya sumber daya alam
Ekologi sastra adalah ilmu yang tersebut dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya
mempelajari hubungan timbal balik antara dan tidak terbuang secara percuma. Hal ini
lingkungan alam dengan karya sastra dapat dilihat dari kutipan berikut.
ataupun sebaliknya. Lingkungan akan
“Paman Patih, Prabayeksa disebutkan pada kutipan di atas, ketua abdi
hendaknya dibangun dengan kayu dalem melakukan prakarsa, usaha,
jati yang benar-benar kuat dan tua.” kebijakan dan tindakan secara nyata dalam
(hlm 2). bentuk memberi himbauan kepada
anggotanya secara langsung agar tidak
Dalam kutipan tersebut Sultan merusak hutan dan menjaganya sebaik
Hamengkubuwono 1 hanya menghendaki mungkin. Hal tersebut relevan dengan
menebang kayu jati yang memang sudah kehidupan di zaman sekarang, bahwa
pantas untuk ditebang, dan menghindari ekosistem hutan merupakan ekosistem yang
kayu jati yang masih muda atau belum sangat harus dijaga selain karena sumber
layak tebang. Sultan Hamengkubuwono 1 daya alamnya juga karena hutan merupakan
memiliki pandangan yang baik terkait paru-paru dunia. Fakta juga menunjukkan
kebutuhan sumber daya alam berupa kayu bahwa pohon adalah salah satu
jati yang memang benar-benar sudah tua penyumbang oksigen terbesar di dalam
karena kayu jati yang sudah tua umumnya bumi. Hal tersebut sejalan dengan prinsip
memiliki tingkat kekukuhan yang tinggi etika lingkungan berupa tanggung jawab
daripada kayu jati yang masih muda. Maka kepada alam karena dalam konsep ini
dari itu, Sultan Hamengkubuwono 1 hanya mengatakan bahwa manusia harus
menginginkan kayu jati yang benar-benar mengambil prakarsa, usaha, kebijakan dan
kuat dan tua dan membiarkan kayu jati tindakan secara nyata untuk menjaga alam
yang muda untuk berkembang dan hidup. semesta.
Hal tersebut sejalan dengan prinsip etika
lingkungan berupa hormat kepada alam (3) Konsep No Harm
yang menyebutkan bahwa alam semesta
juga memiliki hak berada, hidup, dan Konsep ini memberikan pengertian
berkembang. bahwa bentuk minimalnya adalah manusia
tidak merugikan alam semesta beserta
(2) Tanggung jawab kepada alam isinya seperti tidak menyakiti binatang,
tidak menyebabkan musnahnya spesies
Tanggung jawab kepada alam tertentu, dan tidak membuang limbah
merupakan perilaku yang harus ditanamkan seenaknya. Hal tersebut dapat dilihat dalam
di setiap pribadi manusia karena alam kutipan berikut.
merupakan tanggung jawab yang harus
diemban bersama. alam harus dijaga dan Sabda Kiai Jegot (Jin penunggu
dilestarikan apa yang terjadi di alam pohon jati): “Kalian boleh
tentunya juga akan memengaruhi kehidupan menebang pohon jati di tempat
manusia. Oleh sebab itu, manusia harus tinggalku ini. Akan tetapi, aku
memiliki sikap tanggung jawab kepada memohon agar diperkenankan tetap
alam. Hal tersebut dapat dilihat dalam berada di dalamnya. Apakah kalian
kutipan berikut. setuju ?”.
“Hutan harus dijaga agar tidak Mendengar syarat dari Kiai Jegot
rusak. Hutan yang terawat akan tersebut, pemimpin abdi dalem
menyimpan air bagi kepentingan meminta waktu untuk berpikir dan
rakyat di sekitar hutan ini.” (hlm 4- bertanya kepada Sultan
5). Hamengkubuwono I.
Dalam kutipan tersebut Sabda Sultan Hamengkubuwono I:
menunjukkan bahwa ketua abdi dalem “Abdi dalemku! Katakan kepada
menghimbau dan memberikan nasihat Kiai Jegot, aku tidak merasa
kepada anggotanya untuk menjaga keberatan dengan syaratnya itu.
ekosistem hutan. Di dalam hutan yang Namun, aku minta agar ia mau
terawat terdapat sumber mata air untuk menjaga Kerajaan Ngayogyakarta
kepentingan orang banyak. Seperti yang untuk selama-lamanya.”
Dari kutipan di atas menjelaskan Dari kutipan di atas menjelaskan
bahwa makhluk gaib penunggu pohon jati bahwa Sultan Hamengkubuwono 1 hanya
tertua yang bernama Kiai Jegot meminta menginginkan kayu jati yang terbaik saja,
agar tetap tinggal di kayu jati yang akan dan tidak memperkenankan para abdi
digunakan untuk bangunan prabayeksa. dalemnya merusak hutan atau berperilaku
Sultan Hamengkubuwono 1 sebagai raja tamak, dan rakus. Mengacu kepada
Ngayogyakarta tidak keberatan, dan bahkan kehidupan modern seperti sekarang ini
memberikan mandat tersendiri untuk Kiai manusia terkadang bersifat terlalu
Jegot sebagai tanda pengakuan eksistensi konsumtif atau rakus. Hal tersebut bila
Kiai Jegot sang penunggu kayu jati tertua di diaplikasikan ke alam tentu saja memiliki
hutan Karangasem tersebut. Manusia dan dampak yang buruk bagi alam itu sendiri.
makhluk gaib merupakan sama-sama Oleh karena itu, sebagai manusia harus
ciptaan Tuhan. Kiai Jegot muncul dengan memiliki batasan dan harus sadar bahwa
sikap yang baik-baik dan tidak melakukan alam itu boleh diolah tetapi harus sesuai
tindakan yang merugikan, pengambilan dengan hitungan yang tepat dan sejauh
keputusan Sultan Hamengkubuwono 1 dibutuhkan. Hal itu sejalan dengan konsep
dalam kutipan di atas dirasa tepat, sebagai hidup sederhana dan selaras dengan alam
salah satu wujud pengakuan eksistensi yang menyebutkan bahwa manusia harus
berupa pengambilan keputusan mencari memanfaatkan alam secara secukupnya dan
jalan terbaik atau sama sama tidak boleh rakus atau tamak.
menguntungkan. Kiai Jegot tetap tinggal di
kayu jati yang sudah lama ia tinggali, dan b. Cerita Rakyat berjudul “Gunung yang
keraton mendapatkan kayu jati serta berbau harum”
naungan atau penjagaan dari Kiai Jegot. Hal (1) Hormat kepada alam
di atas sejalan dengan prinsip No Harm
yang menyebutkan bahwa minimal manusia Manusia memiliki kewajiban moral
tidak melakukan tindakan yang merugikan untuk menghargai alam semesta dan segala
atau mengancam eksistensi makhluk hidup isinya karena manusia merupakan bagian
lain di alam semesta ini. dari alam semesta dan alam juga
mempunyai nilai pada diri manusia itu
(4) Hidup sederhana dan selaras dengan sendiri. dengan prinsip hormat kepada alam
alam yang menyebutkan bahwa alam semesta
Prinsip ini sangat vital karena pada juga memiliki hak berada, hidup, dan
zaman modern seperti sekarang ini manusia berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dari
cenderung berperilaku konsumtif, rakus dan kutipan berikut.
tamak. Konsep ini mencoba “Sebelum aku meninggalkan tempat
mengembalikan kepribadian hidup pada yang banyak semutnya ini, aku
masa lampau bahwa manusia harus bersabda bahwa kelak kalau tempat
berperilaku sederhana dan memanfaatkan ini dihuni manusia maka akan
alam secukupnya saja. Hal tersebut dapat disebut Desa Semutan” sabda Sultan
dilihat dari kutipan berikut. Agung sambil meninggalkan tempat
“Benar! Untuk itu, kita hanya itu. (hlm 23).
diperkenankan memotong pohon jati Dari kutipan di atas menjelaskan
sesuai dengan perintah!”. “Kita bahwa Sultan Agung memberi nama sebuah
tidak diperkenankan menebang desa dengan menggunakan unsur alam di
pohon jati yang belum benar-benar dalamnya, yaitu desa Semutan. Alam
tua, juga tidak diperkenankan memang tidak memiliki perasaan tetapi
merusak pohon-pohon lainnya yang sebagai manusia kita harus menghargai dan
ada di hutan Karangasem.” (hlm 4). menghormati alam. Jika hal tersebut dapat
ditanamkan di setiap individu, maka tentu
juga akan berdampak baik bagi alam karena
manusia dan alam itu saling membutuhkan. mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
Oleh karena itu, jika kita menghargai dan Hal ini selaras dengan konsep solidaritas
menghormati alam, alam akan kosmis yang menyebutkan bahwa manusia
membalasnya dengan memberikan harus memiliki tenggang rasa kepada
keindahan, kenyamanan, dan kehidupan. makhluk hidup lain, ikut merasakan sedih
Hal tersebut selaras dengan konsep dan sakit saat makhluk hidup lain juga
menghormati alam yang menyebutkan merasakannya, ikut merasa apa yang terjadi
bahwa manusia memiliki kewajiban moral dengan alam karena ia merasa satu dengan
untuk menghargai alam semesta dengan alam.
segala isinya karena manusia juga
merupakan anggota atau bagian dari alam (3) Hidup sederhana dan selaras dengan
semesta. alam

(2) Solidaritas Kosmis Prinsip ini sangat vital dikarenakan


pada zaman modern seperti sekarang ini
Solidaritas muncul dari kenyataan manusia cenderung berperilaku konsumtif,
bahwa manusia merupakan bagian dari rakus, dan tamak. Konsep ini mencoba
alam semesta, manusia memiliki kedudukan mengembalikan kepribadian hidup pada
yang setara dengan alam dan isinya. masa lampau bahwa manusia harus
Kenyataan tersebut dapat membangkitkan berperilaku sederhana dan memanfaatkan
diri manusia agar kemudian bisa ikut alam secukupnya saja. Hal tersebut dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh dilihat dari kutipan berikut.
makhluk hidup lain di alam semesta ini. Hal
tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut. “Senja telah turun. Para kawula di
Kerajaan Mataram sudah lama
“Sungguh kasihan, rakyat di desa menyelesaikan pekerjaannya di
ini. Mereka harus mencari air dari ladang dan di sawah. Dengan
tempat yang sangat jauh. Aku ingin bahagia mereka bercanda dengan
mengakhiri penderitaan mereka”. seluruh anggota keluarga. Mereka
Sultan Agung kemudian sangat bersyukur karena panen padi
menancapkan keris pusakanya pada dapat berhasil dengan baik. Untuk
sebuah batu besar. Tiba-tiba dari musim yang akan datang, mereka
batu besar ini keluarlah sumber air. berharap agar lebih banyak
Air yang keluar dari sumber tersebut dibandingkan musim sebelumnya.”
sangatlah berlimpah, jernih dan (hlm 19).
bersih.” (hlm 24).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa
Dari kutipan di atas menjelaskan para masyarakat Mataram sangat bersyukur
bahwa Sultan Agung merasa kasihan karena panen padi pada musim itu berhasil
terhadap penderitaan masyarakat sekitar dengan baik. Bersyukur merupakan bentuk
yang susah dalam hal mencari air, maka tindakan berupa rasa terima kasih kepada
dengan kekuatan pusakanya, ia tancapkan Tuhan dengan bersyukur tentunya secara
keris pada sebuah batu besar kemudian tidak langsung kita berterima kasih dengan
keluarlah sumber mata air yang berlimpah Tuhan. Sikap bersyukur juga akan
yang dipergunakan masyarakat sekitar menjauhkan setiap individu pada sifat rakus
untuk keperluan sehari-hari. Hal tersebut dan tamak yang tentunya sifat-sifat tersebut
sepantasnya dapat diteladani, sikap ikut tidak disukai oleh Tuhan. Hal itu sejalan
merasa susah apabila melihat manusia lain dengan konsep hidup sederhana dan selaras
kesusahan tentunya merupakan suatu hal dengan alam yang menekankan bahwa
yang baik karena saat manusia saling bukan sifat rakus dan tamak mengumpulkan
memiliki tenggang rasa satu sama lain maka harta dan memiliki sebanyak-banyaknya,
kehidupan bermasyarakat akan saling tetapi yang jauh lebih penting adalah
menopang, saling bantu-membantu dalam
mensyukuri apa yang ada dan mutu sudah dianggapnya sebagai rumah dirusak
kehidupan yang baik. oleh kawanan pekerja pembukaan hutan.
Hal itu tentunya dapat memunculkan
c. Cerita Rakyat berjudul “Syekh sebuah pertanyaan bahwa siapa orang yang
Surbakti” tidak marah apabila rumah yang sudah ia
(1) Tanggung jawab kepada alam lama tinggali itu dirusak oleh orang lain?.
Sikap seperti itulah yang harus ditanamkan
Tanggung jawab kepada alam kepada setiap individu terhadap alam
merupakan perilaku yang harus ditanamkan bahwa kita harus memiliki tanggung jawab
di setiap pribadi manusia karena alam yang tinggi dan komitmen yang tinggi
merupakan tanggung jawab yang harus untuk menjaga alam. Hal tersebut selaras
diemban bersama, alam harus dijaga dan dengan konsep tanggung jawab kepada
dilestarikan. Apa yang terjadi di alam alam yang menyebutkan bahwa setiap
tentunya juga akan memengaruhi kehidupan individu harus memiliki tenggang rasa dan
manusia, oleh sebab itu, manusia harus tanggung jawab yang tinggi untuk
tanggung jawab kepada alam tempat ia memelihara alam semesta ini.
tinggal. Hal tersebut dapat dilihat dalam
kutipan berikut. (2) Kasih sayang dan kepedulian terhadap
alam
“He, manusia tak tahu aturan! Siapa
dirimu ini? Engkau datang ke Dengan mencintai dan peduli
tempatku tanpa permisi.” terhadap alam dan isinya manusia akan
semakin menjadi kaya dan merealisasikan
“Aku Syekh Surbakti. Utusan dirinya sebagai pribadi ekologis semakin
Kanjeng Sultan Agung, penguasa berkembang bersama alam, dengan segala
Kerajaan Mataram. Termasuk watak dan kepribadian yang damai, tenang,
tempatmu berada ini. Engkau dan penuh kasih sayang serta demokratis
sendiri siapa? Sungguh sangat seperti alam yang menerima perbedaan
berani dirimu mengatakan kalau keanekaragaman dan wawasannya juga
hutan ini milikmu.?” akan semakin luas. Hal tersebut dapat
“Memang akulah penguasa hutan dilihat dari kutipan berikut.
ini. Sudah ratusan tahun aku tinggal “Sabda Sultan Agung: “Mengapa
di sini bersama kawulaku. Namaku harus melibatkan Sunan Kalijaga,
Jagarumeksa.!” Bapa Syekh Surbakti? Bukankah
“Mereka semua sudah ku makan Bapa sendiri sudah cukup?”
dan darahnya ku minum. Aku “Sabda Syech Surbakti: “Akan
terpaksa melakukan semua itu tetapi, mengatasi pembukaan hutan
karena mereka telah berani merusak mentaok sebelah selatan bukanlah
rumahku. Mereka datang ke sini pekerjaan yang mudah, Untuk itu,
menganggap tempat ini seperti tidak saya akan mohon bantuan Kanjeng
bertuan. Sombong betul mereka Sunan Kalijaga. Guru hamba itu
itu!”. (hlm 61-62) pasti punya cara terbaik untuk
Kutipan di atas menjelaskan bahwa menyelesaikan masalah ini.”
Jagarumeksa begitu marah dan mengamuk “Syekh Surbakti lalu menghadap
karena hutan yang sudah dianggapnya Sultan Agung di istana.
sebagai rumah tersebut dirusak oleh Dilaporkanlah semua peristiwa yang
kawanan pekerja pembukaan hutan terjadi. Bahkan, Sultan Agung
Mentaok. Sikap mengamuk dan marah yang menunjuk Syekh Surbakti sebagai
ditunjukkan oleh Jagarumeksa bisa pemimpin pembukaan hutan itu.”
dipandang dalam pandangan positif bahwa
ia marah dan mengamuk karena hutan yang
“Setelah semua aman, Syekh mata agar dapat mengatasi masalah
Surbakti lalu mengajak tiga keluarga pembukaan hutan Mentaok dengan baik dan
dari Kulon Progo untuk meneruskan benar.
membukan hutan yang pernah
dihuni Jagarumeksa itu. Keluarga- d. Cerita Rakyat berjudul “Desa itu
keluarga itu adalah Kiai Wanaraya bernama “Butuh”
dan istrinya, Kiai Mendhung dan (1) Hormat kepada alam
istrinya, dan Kiai Gemak dan
istrinya. Mereka adalah orang-orang Manusia memiliki kewajiban moral
sakti dan pilih tanding. Oleh karena untuk menghargai alam semesta dengan
itu, pembukaan hutan itu akhirnya segala isinya karena manusia merupakan
dapat mereka selesaikan juga dan bagian dari alam semesta dan alam juga
menjadi sebuah desa yang maju di mempunyai nilai pada diri manusia itu
kelak kemudian hari. Desa itu sendiri. Prinsip hormat kepada alam
kemudian diberi nama Sulang, menyebutkan bahwa alam semesta juga
akronim dari Kesusu Ilang (tergesa- memiliki hak berada, hidup, dan
gesa hilang). Sekarang, desa itu berkembang. Hal tersebut dapat dilihat dari
termasuk dalam wilayah Kabupaten kutipan berikut.
Bantul. Tepatnya, di sebelah utara “Konon ceritanya, setelah mereka
pantai Parangtritis.’ (hlm 59 dan berpisah, Ki Ageng Pemanahan lalu
64). bertapa di suatu tempat yang belum
Kutipan di atas menjelaskan bahwa pernah dirambah oleh manusia.
Syekh Surbakti tidak ingin gegabah dalam Tempat ia bertapa kemudian dikenal
hal melaksanakan tugas dari rajanya secara turun-temurun dengan nama
dikarenakan ia sebagai pribadi manusia Kembang Lampir. Sekarang,
merasa belum siap secara mental dan pertapaan tersebut terletak di Bumi
spiritual dan ada yang lebih ahli dalam Sekar, Panggang, Gunung Kidul.”
masalah tersebut yaitu gurunya Sunan (hlm 95-96)
Kalijaga. Setelah ia berkonsultasi kepada Kutipan di atas menjelaskan bahwa
Sunan Kalijaga, masalah pembukaan hutan Ki Ageng Pemanahan memberikan nama
Mentaok dapat terselesaikan. Sikap tidak sebuah tempat yang ia gunakan untuk
merasa paling pintar dan sikap tidak bertapa dengan menggunakan unsur alam di
gegabah merupakan sikap yang harus dalamnya, nama tempat tersebut adalah
diteladani dalam cerita rakyat di atas karena Kembang Lampir. Alam memang tidak
sikap sadar itulah yang membuat manusia memiliki perasaan tetapi sebagai manusia
menjadi pribadi yang lebih matang. Hal itu kita harus menghargai dan menghormati
selaras dengan konsep kasih sayang dan alam. Jika hal tersebut dapat ditanamkan di
kepedulian terhadap alam yang setiap individu, maka akan dapat
menyebutkan bahwa semakin manusia berdampak baik bagi alam karena manusia
mencintai dan peduli kepada alam, manusia dan alam itu saling membutuhkan. Oleh
semakin berkembang menjadi pribadi yang karena itu, jika kita menghargai dan
lebih matang. Walaupun masalah tersebut menghormati alam, alam akan
membahas tentang pembukaan hutan akan membalasnya dengan memberikan
tetapi secara kontekstual Syekh Surbakti keindahan, kenyamanan, dan kehidupan.
memiliki konsep kasih sayang dan peduli Hal tersebut selaras dengan konsep
terhadap alam hal itu diwujudkan dengan ia menghormati alam yang menyebutkan
tidak ingin gegabah dan perlu menerima bahwa manusia memiliki kewajiban moral
saran dan bantuan dari gurunya Sunan untuk menghargai alam semesta dengan
Kalijaga yang ia rasa jauh lebih ahli dan segala isinya karena manusia juga
mengerti dalam pemecahan masalah merupakan anggota atau bagian dari alam
tersebut. Jalan tersebut ia tempuh semata- semesta.
(2) Konsep no harm Solidaritas muncul dari kenyataan
bahwa manusia merupakan bagian dari
Konsep ini memberikan pengertian alam semesta, manusia memiliki kedudukan
bahwa bentuk minimalnya adalah manusia yang setara dengan alam dan isinya.
tidak merugikan alam semesta beserta Kenyataan tersebut dapat membangkitkan
isinya, seperti tidak menyakiti binatang, diri manusia agar kemudian bisa ikut
tidak menyebabkan musnahnya spesies merasakan apa yang dirasakan oleh
tertentu, dan tidak membuang limbah makhluk hidup lain di alam semesta ini. Hal
sembarangan. Hal tersebut dapat dilihat tersebut dapat dilihat dari kutipan berikut.
dalam kutipan berikut.
“Tidak! Tidak, Ki Dipa! Saya
“Memang tidak masuk akal. memelihara Jaka Mangu itu hanya
Seharusnya yang dapat tumbuh didasari keinginan untuk
menjadi sebuah pohon adalah buah menyelamatkannya. Pada waktu itu
kelapa. Akan tetapi, di dunia ini Jaka Mangu tiba di sini, burung itu
segala sesuatunya dapat terjadi jika tampak kecapaian dan kelaparan
memang dikehendaki Tuhan. serta kehausan. Sepertinya baru
Termasuk sabut kelapa kering yang terbang jauh. Lalu aku tangkap dan
ada di tanganmu itu.” ku rawat dengan baik.” (hlm 181)
“Ki Ageng Giring memerintahkan Kutipan di atas menjelaskan bahwa
Ki Bintulu Aji agar merawatnya. Ki Wangsayuda merasa kasihan kepada
Pagi dan sore, sabut kelapa kering burung Jaka Mangun yang terlihat haus dan
itu disiraminya. Lama kelamaan, lapar serta capai karena seperti sedang
sabut itu benar-benar tumbuh terbang jauh. Setelah itu, Ki Wangsayuda
menjadi pohon kelapa. Dengan merawat burung Jaka Mangun tersebut.
telaten dan teliti, Ki Bintulu Aji Sikap Ki Wangsayuda dalam cerita tersebut
menjaga pohon kelapa itu hingga harus kita teladani karena manusia,
pada akhirnya berbuah.” (hlm 97) binatang, dan tumbuhan hidup bersama
Kutipan di atas menjelaskan bahwa dalam alam semesta ini. Oleh karena itu,
Sunan Kalijaga memberikan nasihat kepada kita harus saling menjaga dan merawat agar
muridnya Ki Ageng Giring kalau di dunia ekosistem dalam alam semesta ini dapat
ini tidak ada yang tidak mungkin karena terjaga dengan baik. Hal di atas sejalan
semua sudah diatur oleh Tuhan, seperti dengan konsep solidaritas kosmis di mana
dalam cerita yang menyebutkan Ki Ageng manusia ikut merasakan apa yang dirasakan
Giring diminta Sunan Kalijaga untuk oleh makhluk hidup lain yang ada di dalam
menanam sabut kelapa kering dan semesta ini.
merawatnya. Memang terdengar tidak (2) Kasih sayang dan kepedulian terhadap
masuk akal tetapi Ki Ageng Giring tetap alam
patuh kepada gurunya tersebut dan selalu
berprasangka baik kepada Tuhan, bahwa Dengan mencintai dan peduli
Tuhan maha menghendaki segalanya. Hal terhadap alam dan isinya manusia akan
tersebut selaras dengan konsep No Harm semakin menjadi kaya dan merealisasikan
bahwa minimal manusia tidak merugikan dirinya sebagai pribadi ekologis. Semakin
alam dan mengancam eksistensi, dan berkembang bersama alam, dengan segala
bentuk maksimalnya adalah berupa watak dan kepribadian yang damai, tenang,
merawat, menjaga, dan melestarikan alam. dan penuh kasih sayang serta demokratis
seperti alam yang menerima perbedaan
keanekaragaman dan wawasannya juga
e. Cerita Rakyat berjudul “Ki Ageng akan semakin luas. Hal tersebut dapat
Paker” dilihat dari kutipan berikut.

(1) Solidaritas kosmis


“Saya sedang mencari burung binatang peliharaannya, kecintaannya
perkutut. Burung itu lepas. Sudah tersebut dilandasi karena Ki Wangsayuda
berbulan-bulan lamanya saya berharap binatang-binatang di alam semesta
mengembara mencari Jaka ini dapat lestari dan tidak terancam
Mangun!”. (hlm 180) kepunahan. Sikap Ki Wangsyuda dalam
cerita rakyat tersebut dapat diteladani dan
Kutipan di atas menjelaskan bahwa diterapkan pada kehidupan sekarang ini
Ki Dipanala mengembara berbulan-bulan karena sudah banyak spesies yang terancam
untuk mencari binatang peliharaannya yang punah, dan manusia harus mengambil
hilang. Kutipan di atas juga memberikan tindakan berupa merawat, menjaga, dan
gambaran bahwa usaha dari Ki Dipanala melestarikan ekosistem alam agar tetap
adalah bentuk nyata kasih sayang kepada terjaga kelestariannya. Hal itu selaras
binatang peliharaan, bagaimana tidak, ia dengan konsep no harm yang menyebutkan
rela mengembara berbulan-bulan hanya bahwa manusia merasa solider dan peduli
demi mencari binatang peliharaannya yang terhadap alam, dan bentuk maksimalnya
hilang. Hal itu sejalan dengan konsep kasih adalah manusia dapat merawat, melindungi,
sayang dan kepedulian terhadap alam yang menjaga dan melestarikan alam. Bentuk
menyebutkan bahwa dengan mencintai dan minimalnya adalah tidak merugikan alam
peduli terhadap alam, manusia akan semesta dan tidak menyebabkan musnahnya
semakin merealisasikan dirinya sebagai spesies tertentu.
pribadi ekologis. Dengan segala watak dan
kepribadian yang tenang, damai dan penuh 2. Latar fisik (lingkungan) dalam alur cerita
kasih sayang kepada alam semesta dan rakyat
isinya. Menurut Kaswadi (2015) Pandangan
(3) Konsep no harm ekologi menyatakan bahwa eksistensi suatu
organisme dipengaruhi oleh lingkungan
Konsep ini memberikan pengertian ataupun sebaliknya. Karya sastra sering kali
bahwa bentuk minimalnya adalah manusia memanfaatkan alam sebagai latar fisik
tidak merugikan alam semesta beserta (lingkungan) atau objek penceritaannya. Alam
isinya, seperti tidak menyakiti binatang, merupakan bagian penting dalam sebuah karya
tidak menyebabkan musnahnya spesies sastra. lingkungan di sini diartikan semua faktor
tertentu, dan tidak membuang limbah eksternal yang langsung berdampak pada
kehidupan, pertumbuhan, perkembangan, dan
sembarangan. Hal tersebut dapat dilihat
reproduksi organisme.
dalam kutipan berikut.
Sehubungan dengan penelitian ekologi
“Pada zaman dahulu ada seorang sastra, menurut Krebs (dalam Leksono, 2007)
yang sangat gemar memelihara menjelaskan bahwa dalam ekologi, dapat
hewan. Orang itu bernama Ki dijelaskan melalui tiga pendekatan. (1)
Wangsayuda. Ia tinggal di Desa Pendekatan deskriptif, pendekatan ini
Paker. Menurut pendapatnya, hewan menjelaskan ekologi dengan faktor alamiah,
patut dicintai karena dapat seperti; (kebiasaan, perilaku, hubungan antar
memperindah dunia. Hewan-hewan organisme, serta dikaitkan dengan kumpulan
yang dipelihara oleh Ki vegetasi yang terdapat di bumi). (2) Pendekatan
Wangsayuda antara lain kuda, gajah, fungsional, pendekatan ini menjelaskan ekologi
burung, ayam dan sebagainya. dengan titik tekan terhadap dinamika serta
hubungan sebab-akibat dan analisa
Kecintaan kepada hewan didasari
permasalahan umum pada ekosistem berbeda.
keinginan untuk melestarikannya (3) Pendekatan evolusi, pendekatan ini
dari kepunahan. Lebih-lebih menjelaskan organisme dan hubungan timbal
terhadap hewan yang hampir baliknya sebagai suatu produk sejarah.
musnah.” (hlm 179) Singkatnya, pendekatan deskriptif menanyakan
tentang “apa”, pendekatan fungsional
Kutipan di atas menjelaskan bahwa menanyakan tentang “bagaimana”, dan
Ki Wangsayuda begitu mencintai binatang- pendekatan evolusi menanyakan tentang
“mengapa”. Dengan begitu, ketiga pendekatan menjumpai beberapa ular besar dan kecil yang
tersebut dapat diaplikasikan dalam kajian atau merintangi langkah mereka.
penelitian ekologi terhadap karya sastra.
Pendekatan deskriptif berguna untuk b. Cerita Rakyat berjudul “Gunung yang
mendeskripsikan unsur-unsur ekologis dalam berbau harum”
karya sastra, pendekatan fungsional berguna Pada cerita rakyat berjudul “Gunung
untuk menganalisis cara unsur-unsur ekologi yang berbau harum” dapat diidentifikasi ada
bisa masuk dalam karya sastra, dan pendekatan lima penggambaran mengenai latar fisik
evolusi berguna untuk menganalisis sebab- (lingkungan) yaitu sebagai berikut.
sebab mengapa unsur-unsur ekologis termuat
dalam karya sastra. (1) Ladang/sawah
Jadi, ketiga pendekatan itu dapat “Senja telah turun. Para kawula di
digunakan untuk menganalisis aspek ekologis Kerajaan Mataram sudah lama
dalam suatu karya sastra secara luas. Termasuk menyelesaikan pekerjaannya di ladang
latar fisik (lingkungan) yang terdapat ada cerita dan di sawah. Dengan bahagia mereka
rakyat Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. bercanda dengan seluruh anggota
keluarga. Mereka sangat bersyukur
a. Cerita Rakyat berjudul “Kiai Jegot” karena panen padi dapat berhasil
Pada cerita rakyat berjudul “Kiai Jegot” dengan baik.” (hlm 19)
dapat diidentifikasi ada satu penggambaran Peran latar fisik ladang dan sawah
mengenai latar fisik (lingkungan). Hal tersebut memberikan gambaran sebagai tempat mengais
dapat dilihat dari kutipan berikut. rezeki atau tempat bekerja para kawula kerajaan
“Tidak berselang lama setelah itu, Mataram. Ladang dan sawah dalam cerita
berangkatlah rombongan para abdi rakyat ini menjadi sarana pembentuk alur untuk
dalem Kerajaan Ngayogyakarta menuju menggambarkan kebahagiaan para kawula
hutan Karangasem. Perjalanan para kerajaan Mataram karena panen padi dapat
abdi dalem dari Kerajaan berhasil dengan baik. Hal itu ditunjukkan dalam
Ngayogyakarta itu pun sudah sampai di kutipan di atas di mana para kawula kerajaan
tempat tujuan. Mereka benar-benar Mataram merasa bahagia dan mereka sangat
merasakan hutan Karangasem sangat bersyukur atas apa yang mereka dapat pada
angker. Di sana-sini mereka melihat musim panen.
ular besar dan kecil merintangi (2) Pedesaan yang bernama “Semutan”
langkah.” (hlm 4-5)
“Sebelum aku meninggalkan tempat
Kutipan tersebut mendeskripsikan latar yang banyak semutnya ini, aku
fisik sebagai gambaran bahwa awal mula para bersabda bahwa kelak kalau tempat ini
abdi dalem berangkat dari keraton dihuni manusia maka akan disebut
Ngayogyakarta menuju hutan Karangasem. Desa Semutan,” sabda Sultan Agung
Dapat dipahami keraton Ngayogyakarta adalah sambil meninggalkan tempat itu.” (hlm
tempat persinggahan dan tempat pusat 22-23)
pemerintahan Sultan Hamengkubuwono dan
para kawulanya. Peran latar fisik lainnya adalah Peran latar fisik di pedesaan bernama
di hutan Karangasem, penggunaan latar fisik “Semutan” dimaknai berupa sebuah simbol atau
berupa hutan dapat dipahami bahwa memang ikon di daerah tersebut karena pada daerah yang
kayu jati yang berukuran besar dan berumur tua bernama “Semutan” itu memang diceritakan
biasanya terletak di dalam hutan belantara yang banyak dihuni binatang semut. Pedesaan
jarang dikunjungi oleh manusia. Hutan “Semutan” identik dengan banyaknya binatang
Karangasem merupakan tempat yang begitu semut di daerah tersebut. Hal itu
seram dan angker, keberadaan binatang buas di menggambarkan bahwa pada pedesaan tersebut
hutan menambah kesan seram karena binatang ekosistem alam memang masih asri dan belum
buas dalam hutan biasanya bersifat liar dan tersentuh campur tangan manusia karena
memiliki karakter memangsa atau membunuh. menurut manusia semut adalah hewan
Hal tersebut tergambar dari kutipan bahwa para pengganggu dan menimbulkan efek negatif bagi
abdi dalem ketika sampai di hutan Karangasem mereka tetapi bagi alam semut memiliki peran
yang baik, yaitu sebagai penyebar benih dan
menyuburkan tanah dengan nutrisi dari menancapkan pusaka kerisnya ke sebuah batu
binatang, dan tanaman yang sudah mati. besar kemudian dari batu besar tersebut
Berhubung pedesaan tersebut belum memiliki keluarlah sumber mata air yang melimpah yang
nama karena memang belum berpenghuni pada kemudian dipergunakan untuk masyarakat
saat itu, maka dari itu Sultan Agung mengambil sekitar untuk kebutuhan sehari-hari.
kebijakan untuk memberikan nama pada
pedesaan tersebut agar kelak tapak tilasnya juga (5) Perbukitan Merak
dapat dikenang oleh generasi selanjutnya. “Akhirnya, sesudah banyak tempat dan
(3) Pedesaan bernama “Kembang sore” daerah dilalui, bola tanah Mekkah itu
berhenti di suatu daerah bernama
“Berarti tidak di sini aku akan Merak. “Barangkali inilah tempat yang
dimakamkan. Oleh karena di daerah ini di maksudkan Imam Sopini,”. Kata
banyak tumbuh bunga Kembang Sore, Sultan Agung di dalam hati. Ia
kelak kalau menjadi desa akan disebut mencium bau harum dari seluruh
dengan nama Desa Kembang Sore,” kawasan itu. “Bukit ini berbau harum,
Sabda Sultan Agung.” (hlm 23) dan, bola tanah Mekkah sudah tidak
bergerak lagi. Berarti inilah tempat aku
Peran latar fisik di pedesaan bernama akan dikuburkan kelak.” (hlm 24)
“Kembang Sore” dimaknai berupa sebuah
simbol atau ikon pada daerah tersebut karena Peran latar fisik (lingkungan) di
pada daerah yang bernama “Kembang Sore” itu perbukitan Merak menjadi pembentuk alur
diceritakan banyak ditumbuhi bunga Kembang untuk menyampaikan kebahagiaan Sultan
Sore. Desa Kembang Sore identik dengan Agung karena perjalanan ia mencari selama ini
banyak bunga, hal tersebut menggambarkan sudah pada titik temunya. Perbukitan merak
sebuah keindahan sebuah pedesaan yang masih digambarkan sebagai bukit yang berbau harum,
asri dan lestari. Berhubung pedesaan tersebut hal tersebut menunjukkan perbukitan Merak
belum memiliki nama karena memang belum tersebut memang menjadi bukit pilihan sebagai
berpenghuni maka dari itu Sultan Agung tempat yang akan dibangun peristirahatan
kemudian mengambil kebijakan untuk memberi terakhir oleh Sultan Agung hal itu diperkuat
nama pedesaan tersebut sesuai dengan kondisi lagi karena bola tanah dari mekkah dalam cerita
di sekitar wilayah tersebut yang banyak itu juga tidak menggelinding kembali. Sesuai
ditumbuhi Kembang Sore sehingga pedesaan dengan petunjuk dari Imam Sopini apabila bola
tersebut mempunyai nama desa “Kembang tanah dari Mekkah tersebut tidak
Sore”. menggelinding kembali maka tempat itulah
yang terpilih untuk dijadikan makam raja-raja
(4) Pedesaan bernama “Bengkang” kerajaan Mataram.
“Sultan Agung kembali berjalan c. Cerita Rakyat berjudul “Syekh Surbakti”
mengikuti bola tanah itu. Walaupun
perjalanannya sudah sangat jauh, beliau Pada cerita rakyat berjudul “Syekh
tidak pernah mengeluh. Suatu ketika Surbakti” dapat diidentifikasi ada tiga
sampailah Sultan Agung di suatu desa. penggambaran mengenai latar fisik
Desa itu bernama Bengkang. Di situ, ia (lingkungan) yaitu sebagai berikut.
melihat para kawula kesulitan mencari
air untuk kebutuhan hidup sehari-hari.” (1) Hutan Mentaok
(hlm 23-24) “Di sebelah selatan hutan Mentaok
Peran latar fisik (lingkungan) di keadaan memang tampak
pedesaan bernama “Bengkang” dijadikan menyeramkan. Itu dirasakan sendiri
sebagai gambaran sebuah pedesaan yang warga oleh Syekh Surbakti ketika tiba di
masyarakatnya kesusahan mencari sumber mata sana.” (hlm 60)
air. Selain itu juga memberikan gambaran Peran latar fisik (lingkungan) di hutan
kedigdayaan dan kebaikan dari seorang raja Mentaok sebagai gambaran tempat yang seram
kepada kawulanya di mana pada saat sampai di dan mencekam karena di lokasi tersebut para
pedesaan tersebut Sultan Agung merasa kasihan pekerja pembukaan hutan kerajaan Mataram
terhadap warga sekitar karena mereka begitu hilang dan tewas. Hutan memang identik
kesusahan mencari sumber mata air. Kemudian dengan tempat yang seram karena hutan
Sultan Agung dengan kekuatannya
biasanya berisikan pohon-pohon yang sangat Jagarumeksa dan pengikutnya yang ketakutan
rumpun, binatang buas, dan tempat tinggal pada Syekh Surbakti. Oleh karena itu, mereka
makhluk gaib. Syekh Surbakti diutus oleh Raja tergesa-gesa hilang dan pergi untuk
Mataram untuk pergi ke hutan Mentaok yang meninggalkan hutan Mentaok.
bertujuan untuk mencari sebab dari beberapa
pekerja pembukaan lahan yang hilang dan d. Cerita Rakyat berjudul “Desa itu
ditemukan tewas selain itu ia juga diberi bernama “Butuh”
mandat untuk menyelesaikan masalah Pada cerita rakyat berjudul “Desa itu
pembukaan hutan tersebut. bernama “Butuh” dapat diidentifikasi ada enam
(2) Sungai Winongo penggambaran mengenai latar fisik
(lingkungan) yaitu sebagai berikut.
“Setelah sembuh, mereka lalu pergi.
Mereka berangkat ke Sungai Winongo (1) Lereng bukit
yang letaknya tidak jauh dari hutan “Di suatu perguruan yang damai di
itu.” (hlm 64) lereng sebuah bukit, Sunan Kalijaga
Peran latar fisik (lingkungan) di Sungai sedang dihadap oleh dua orang murid
Winongo membantu mengalirkan peristiwa tercinta.” (hlm 93)
antara tokoh Syekh Surbakti dan Jagarumeksa. Kutipan di atas mendeskripsikan latar
Sungai dapat dipahami sebagai tempat fisik sebagai gambaran bahwa di lereng sebuah
mengalirnya air dari tempat tertinggi menuju ke bukit terdapat perguruan yang damai, serta dua
tempat yang lebih rendah. Sungai dalam cerita murid yang sangat dicintai oleh gurunya.
tersebut dijadikan sebagai tempat tinggal yang Lereng di perbukitan pada latar tersebut
baru Jagarumeksa dan para pengikutnya setelah memberikan gambaran lingkungan yang masih
ia kalah bertarung dengan Syekh Surbakti, asri dan jauh dari hiruk-pikuk keramaian
Jagarumeksa menepati janjinya untuk pergi dan keadaan itulah yang menambah kesan damai
tinggal di Sungai Winongo yang tidak jauh dari dan tenang sebuah perguruan milik Sunan
hutan Mentaok itu. Kalijaga itu.
(3) Hutan yang berubah menjadi pedesaan (2) Hutan daerah Gunung Kidul
bernama “Sulang” yang letaknya berada di
dekat pantai Parangtritis. “Ki Ageng Giring dan Ki Ageng
Pemanahan bersama para pengikutnya
“Oleh karena itu, pembukaan hutan itu akhirnya sampai di daerah Gunung
akhirnya dapat mereka selesaikan juga Kidul. Mereka menemukan daerah itu
dan menjadi sebuah desa yang maju di sebagian besar masih berupa hutan liar.
kelak kemudian hari. Desa itu Di dalamnya banyak binatang yang
kemudian diberi nama Sulang, buas dan berbisa.” (hlm 94-95)
singkatan kesusu ilang (tergesa-gesa
hilang). Sekarang, desa itu termasuk Peran latar fisik (lingkungan) di hutan
dalam wilayah Kabupaten Bantul. daerah Gunung Kidul menjadi pembentuk alur
Tepatnya, di sebelah utara pantai sebagai latar tempat pemecahan masalah karena
Parangtritis.” (hlm 64) Sunan Kalijaga yakin apa yang hendak dicari
oleh kedua muridnya terletak di hutan daerah
Peran latar fisik (lingkungan) di hutan Gunung Kidul sehingga Sunan Kalijaga
yang kemudian menjadi sebuah pedesaan memerintahkan kedua muridnya untuk pergi ke
bernama “Sulang” membantu mengalirkan hutan daerah Gunung Kidul. Sejauh perjalanan
peristiwa antara Syekh Surbakti dengan kemudian Ki Ageng Giring dan Ki Ageng
Jagarumeksa dan pengikutnya. Hutan yang Pemanahan kemudian menemukan sebuah
awalnya dihuni oleh Jagarumeksa dan daerah yang sebagian besar adalah hutan liar
pengikutnya akhirnya bisa dikuasai oleh Syekh dan digambarkan dalam hutan tersebut banyak
Surbakti dan kemudian hutan itu dibuka dijumpai binatang buas dan beracun.
lahannya dan menjadi sebuah pedesaan
bernama “Sulang” yang letaknya tidak jauh dari (3) Pedesaan bernama “Kembang Lampir” yang
Pantai Parangtritis. Selain itu, latar ini pun letaknya berada di perbukitan Bumi Sekar,
menjadi awal sebuah asal-usul pedesaan Panggang, Gunung Kidul.
bernama “Sulang” singkatan kesusu ilang
(tergesa-gesa hilang) hal itu didasari oleh
“Konon ceritanya, setelah mereka kelapa tersebut agar tidak boleh ada yang
berpisah Ki Ageng Pemanahan lalu meminumnya kecuali dirinya sendiri, sebelum
bertapa di suatu tepat yang belum Ki Ageng Giring meminum buah kelapa
pernah dirambah oleh manusia. Tempat “Gagak Emprit” ia memutuskan untuk mandi
ia bertapa kemudian dikenal secara dahulu di sebuah sungai. Sungai dalam cerita
turun temurun dengan nama Kembang rakyat itu juga menjadi gambaran latar awal
Lampir. Sekarang, pertapaan tersebut mula petaka dan sebagai bentuk kelengahan
terletak di Bumi Sekar, Panggang, bagi Ki Ageng Giring karena saat ia pergi ke
Gunung Kidul.” (hlm 95-96) sungai tentunya ia tidak bisa menjaga kelapa
“Gagak Emprit” sepenuhnya.
Peran latar fisik (lingkungan)
selanjutnya adalah di pedesaan bernama (6) Hutan Mentaok
“Kembang Lampir”. Pedesaan “Kembang
Lampir” dalam cerita rakyat ini menjadi “Ia segera berganti pakaian untuk
pembentuk alur untuk menyampaikan rasa menyusul Ki Ageng Pemanahan ke
keseriusan seorang Ki Ageng Pemanahan hutan Mentaok. Setelah sekian lamanya
melakukan pertapaan dalam upaya pencarian berjalan, akhirnya Ki Ageng
wahyu keraton. Keseriusan Ki Ageng Pemanahan dapat disusul oleh Ki
Pemanahan tidak sekedar main-main, bahkan ia Ageng Giring.” (hlm 102)
rela bertapa di tempat yang belum pernah Peran latar fisik (lingkungan)
dirambah manusia sekalipun, itu semua ia selanjutnya adalah sebagai pembentuk alur dan
lakukan demi mencari wahyu keraton yang ia pemberian gambaran di mana Ki Ageng Giring
dan Ki Ageng Giring damba-dambakan. mengejar adiknya Ki Ageng Pemanahan yang
(4) Di dekat pohon kelapa “Gagak Emprit” pergi ke arah hutan sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh istrinya, setelah sekian lama
“Pada suatu hari, ketika Ki Ageng perjalanan Ki Ageng Giring bertemu dengan Ki
Giring dan Ki Bintulu Aji sedang Ageng Pemanahan di dalam hutan Mentaok.
duduk-duduk di dekat pohon kelapa Selain itu, latar hutan Mentaok pun juga
Gagak Emprit, tiba-tiba mereka menjadi latar penyelesaian masalah bagi Ki
dikagetkan oleh sebuah sinar terang Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan.
berjalan masuk ke dalam kelapa Gagak Diceritakan dalam cerita bahwa Ki Ageng
Emprit.” (hlm 98) Giring memaafkan perbuatan adiknya Ki Ageng
Pemanahan dengan syarat Ki Ageng Giring
Peran latar fisik (lingkungan) di atas meminta kepada Ki Ageng Pemanahan kelak
memberikan deskripsi dan gambaran bahwa Ki salah satu keturunan Ki Ageng Giring dijadikan
Ageng Giring dan Ki Bintulu Aji sedang sebagai raja. Akan tetapi, faktanya keturunan
duduk-duduk dan melakukan penantian di dekat Ki Ageng Pemanahanlah yang senantiasa
pohon kelapa “Gagak Emprit” hingga kemudian menjadi raja, bukan keturunan Ki Ageng
mereka melihat dan kaget karena sebuah sinar Giring. Dan latar tempat hutan Mentaok pada
terang berjalan masuk ke dalam kelapa “Gagak cerita ini juga menjadi media pelukisan
Emprit” yang sudah mereka tanam dan rawat peristiwa dua orang yang sama-sama
tersebut. Sinar yang dimaksud dalam cerita membutuhkan wahyu keraton. Oleh sebab itu,
tersebut adalah sebuah wahyu keraton yang daerah hutan Mentaok tersebut kelak di
dicari-cari selama ini dan sedari awal sudah kemudian hari menjadi sebuah desa bernama
dibicarakan oleh guru dari Ki Ageng Giring. “Butuh”.
(5) Sungai e. Cerita Rakyat berjudul “Ki Ageng Paker”
“Sekarang aku akan mandi ke sungai. Pada cerita rakyat berjudul “Ki Ageng
Jika engkau menjaganya dengan baik, Paker” dapat diidentifikasi ada satu
maka engkau akan menjadi Ibu dari penggambaran mengenai latar fisik
para raja Jawa yang hebat nyai”. (lingkungan) yaitu sebagai berikut.
Peran latar fisik (lingkungan) di sungai (1) Tempat koleksi burung
memiliki peran sebagai pembentuk alur di mana
setelah memetik buah kelapa “Gagak Emprit” “Ki Wangsayuda lalu mengantar Ki
kemudian Ki Ageng Giring pulang ke rumah Dipanala menuju ke tempat burung
dan izin kepada istrinya untuk menjaga buah perkutut koleksinya. Setelah
mengetahui dan mendengar suara salah tanpa ragu mengantarkan Ki Dipanala untuk
satu burung perkutut Ki Wangsayuda, melihat secara keseluruhan binatang yang
Ki Dipanala lalu berkata, “Kalau tidak dimiliki olenya. Hal itu menunjukkan bahwa Ki
keliru, perkutut yang indah bunyinya Wangsayuda merupakan pribadi yang terbuka,
itu adalah Jaka Mangun, Ki jujur, dan memiliki sifat tolong-menolong antar
Wangsayuda”. (hlm 180) sesama. Selain itu, latar fisik tersebut juga
menjadi latar tempat penyelesaian masalah di
Peran latar fisik (lingkungan) pada mana setelah itu Ki Dipanala dapat menemukan
kutipan di atas menggambarkan ketulusan hati burung “Jaka Mangun” yang sudah lama
seorang Ki Wangsayuda yang memang terkenal menghilang.
baik hati dan pecinta binatang. Ki Wangsayuda
dalamnya. Hal itu menunjukkan keautentikan
sebuah cerita rakyat karena cerita rakyat
Simpulan merupakan sebuah karya sastra yang terjadi di
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan masa lampau. Apabila menilik ke masa lalu,
terhadap lima cerita rakyat Provinsi Daerah memang keadaan lingkungannya mayoritas
Istimewa Yogyakarta dapat ditarik kesimpulan adalah hutan dan belum ada gedung atau
sebagai berikut. bangunan yang menjulang tinggi seperti pada
zaman sekarang ini. Dan berdasarkan
1. Cerita rakyat Provinsi Daerah Istimewa pemerolehan data, penggunaan latar hutan,
Yogyakarta memiliki unsur ekologi sastra sungai, pedesaan, dan perbukitan sering kali
berupa etika lingkungan dan peran latar fisik dipergunakan dalam cerita rakyat Provinsi
(lingkungan) di dalamnya. Kajian ekologi sastra Daerah Istimewa Yogyakarta. Penggunaan latar
dalam cerita rakyat Provinsi Daerah Istimewa fisik (lingkungan) dalam cerita rakyat Provinsi
Yogyakarta memperlihatkan enam etika Daerah Istimewa Yogyakarta yang dominan
lingkungan, yaitu etika lingkungan hormat menggunakan latar alam memberi gambaran
kepada alam, etika lingkungan tanggung jawab bahwa melalui alam yang masih belum terkena
kepada alam, etika lingkungan solidaritas campur tangan manusia pun, Sang pencipta bisa
kosmis, etika lingkungan kasih sayang dan menarasikan skenario yang indah untuk dapat
kepedulian terhadap alam, etika lingkungan no dinikmati oleh manusia.
harm, dan etika lingkungan hidup sederhana
selaras dengan alam. Berdasarkan pemerolehan Persantunan
data, etika lingkungan hormat kepada alam,
etika lingkungan kasih sayang dan kepedulian Pada kesempatan ini, penulis ingin
terhadap alam, etika lingkungan no harm, dan mengucapkan terima kasih kepada Allah Swt
etika lingkungan hidup sederhana selaras yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya
dengan alam merupakan aspek yang dominan sehingga artikel jurnal ini dapat terselesaikan.
dalam cerita rakyat Provinsi Daerah Istimewa Tidak lupa juga, penulis ingin berterima kasih
Yogyakarta. Hal itu menunjukkan bahwa kepada dosen pembimbing, orang tua, sahabat,
peranan manusia terhadap alam dampaknya dan teman-teman yang selalu memberikan
sangat besar, sebagai sesama makhluk ekologis dorongan dan dukungan sehingga penulis bisa
sudah sepantasnya manusia dapat menjadi terus bersemangat untuk menyelesaikan
promotor kelestarian alam. Manusia diberi penelitian ini.
kelebihan berupa akal dan pikiran yang tidak
dimiliki oleh makhluk ekologis lainnya. Hal itu Daftar Pustaka
secara tidak langsung mengindikasikan bahwa
sang pencipta mempercayakan ekosistem alam Danandjaja, J. (2007). Folklore Indonesia Ilmu
untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia sebaik- Gosip, Dongeng, dan Lain-lain. PT.
baiknya agar ekosistem selamanya dapat terjaga Temprint.
keseimbangan dan kelestariannya.
Endraswara, S. (2013). Folklor nusantara:
2. Latar fisik (lingkungan) memiliki peran hakikat, bentuk dan fungsi. Folklor
sebagai pembentuk alur dalam sebuah karya Nusantara: Hakikat, Bentuk Dan Fungsi,
sastra, yang dalam hal ini adalah cerita rakyat. 1–298.
Cerita rakyat Provinsi Daerah Istimewa http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pen
Yogyakarta yang diteliti dominan berlatar di elitian/dr-suwardi-mhum/folklor-
suatu tempat yang kental akan unsur alam di nusantaradamicetak.pdf
Endraswara, S. (2016). Metodologi Penelitian Prabowo, D. P. (2004). Antologi Cerita Rakat
Ekologi Sastra (B. Seda (ed.); First). Daerah Istimewa Yogyakarta. Pusat
CAPS (Center for Academic Publishing Bahasa.
Sevice).
Wulandari, Y. (2017). Kearifan Ekologis dalam
Keraf, S. A. (2010). Etika Lingkungan Hidup. Legenda “Bujang Sembilan” (Asal-usul
Kompas. Danau Maninjau). 8.
http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/25
Moleong, L. J. (2010). Metodologi penelitian 54/19755.pdf
kualitatif. Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai