Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“KAJIAN RELASI MANUSIA, BUDAYA DAN KEARIFAN LINGKUNGAN”

Dosen Pengampu :
Dr. Eko Digdoyo, M. Hum.

Di Susun Oleh :
Nadilatuz Zahro 2106015334
Amanda Afrina 2106015082
Nobel Perdhana 2106015015
Naufal Nur Fikri 2106015090

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2021/2022
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Pertama – tama kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya dan nikmat sehat kepada kami karena atas izin dan ridho-Nya kami
dapat menyusun makalah ini. Sholawat serta salam tidak lupa kami curahkan kepada
junjungan kita Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyah
ke zaman yang terang benderang seperti saat ini.
Ucapan terimakasih tidak lupa kami sampaikan kepada Bapak Eko Digdoyo, M. Hum.
selaku dosen pengampu pada mata kuliah Antropologi yang telah memberikan kami
kesempatan untuk mendalami materi ini. Semoga hasil makalah yang kami susun dapat
diterima dengan baik.
Makalah dengan judul “Relasi Kajian Manusia, Budaya dan Kearifan Lingkungan” ini
kami buat bertujuan untuk memberi sedikit pemahaman tentang materi yang ada di dalamnya.
Semoga apa yang kami sampaikan dapat diterima dengan baik kepada para pembaca.
Makalah ini kami susun dengan sebaik mungkin, tetapi masih terdapat kekurangan
dari segi pemahaman maupun penulisan. Kami mengharapkan para pembaca dapat
memberikan saran dan kritik yang membangun, sehingga kami dapat belajar agar dapat lebih
baik lagi kedepannya.

Jakarta, 10 Juni 2022

Penulis
Abstrak

Pentingnya proses interaksi antara manusia dengan lingkungan. Dampak dari kerusakan
lingkungan yang terjadi saat ini banyak disebabkan karena tindakan manusia yang tidak
memperhatikan dan mengindahkan kelestarian lingkungan hidup. Berdasarkan konsep
antropologi, kearifan daerah disebut dengan pengetahuan daerah (indigenous atau regional
knowledge), serta kecerdasan daerah (regional genius), yang menjadi dasar identitas budaya.
Manusia adalah bagian dari ekosistem, dimana kerusakan lingkungan hidup merupakan
pengaruh sampingan dari tindakan manusia.Oleh karena itu Upaya pelestarian lingkungan
hidup di Indonesia harus didukung oleh pemerintah dan seluruh masyarakat Indonesia.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk hidup yang dapat dilihat dari 2 sisi, yaitu sebagai
makhluk biologis dan makhluk sosial. Sebagai makhluk biologis, manusia sama,
seperti makhluk hidup lainnya yang mempunyai peran masing-masing dalam
menunjang sistem kehidupan. Sebagai makhluk sosial, manusia merupakan bagian
dari sistem sosial masyarakat. Secara sosial manusia selain disebut homo socius, juga
disebut sebagai homo ecologus, artinya manusia adalah bagian yang tak terpisahkan
dari suatu ekosistem, sehingga manusia memiliki kecenderungan untuk selalu
memahami akan lingkungannya. Oleh karenanya, hubungan manusia dengan
lingkungan tidak dapat dipisahkan. Meski manusia memiliki potensi untuk peduli
pada lingkungannya, tetapi pada sisi aktualisasi kepedulian terhadap ekologis itu,
berbenturan dengan akalnya. Pada akhirnya lahirlah pola sikap dan pikir yang
berbeda-beda sesuai dengan kecenderungan hawa nafsunya. Maka muncullah sikap
pro ekologis dan kontra ekologis. Saat ini orang yang pro ekologis sangatlah sedikit,
kalaupun ada mereka baru sadar di saat alam telah menunjukan fenomena-fenomena
yang merugikan kehidupan manusia.
Pentingnya kesadaran manusia dalam menjaga serta melindungi alam harus
ditanamkan dengan pemahaman yang baik dalam. Sehingga hal tersebut meningkal
sebagai kerusakan alam yang diakibatkan oleh kecerobohan manusia dalam mengolah
lingkungan mereka menjadi dalah satu faktor pemicu. Ekokritik dapat membantu
menentukan, mencari dan menyelesaikan permasalahan ekologi dalam lingkup yang
lebih luas. Jika dipahami bahwa sastra berkembang dari lingkungan masyarakat dan
lingkungan alam (ekologi), dalam hal ini ekokritik berfungsi sebagai sebuah media
representasi, pandangan, atas kenyataan hidup sastra yang memiliki peranan penting
dalam perubahan tata nilai kemasyarakatan, tata nila hidup bersama dengan tata nilai
kearifan lokal.

2. Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk mengidentifikasi relasi manusia budaya lingkungan
yang dikaji dari berbagai sumber dan prespektif.
3. Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Adapun prosedur yang
ditempuh dalam penelitian ini yaitu mengumpulkan, mengelola, menganalisis, dan
mendeskripsikan data. teks kutipan atau pernyataan yang mengandung unsur ekologi
terkhusus pada bentuk relasi manusia, budaya dan lingkungan.
BAB II
PEMBAHASAN

Kearifan lokal merupakan bentuk kearifan lingkungan yang ada pada suatu tempat
atau kehidupan sosial masyarakat. Artinya, lokasi dan komunitas tertentu. Kearifan lokal
adalah nilai-nilai atau perilaku masyarakat setempat dalam menghadapi lingkungan tempat
tinggalnya. Oleh karena itu, kearifan lokal tidak sama di tempat, waktu, dan suku yang
berbeda. Perbedaan ini disebabkan oleh tantangan alam dan kebutuhan hidup yang berbeda,
sehingga pengalamannya dalam memenuhi kebutuhan hidup mengarah pada sistem
pengetahuan yang berbeda, baik lingkungan maupun sosial. Sebagai bentuk perilaku
manusia, kearifan lokal tidak statis dan berubah dari waktu ke waktu sebagai respons
terhadap keteraturan dan hubungan sosial budaya. Berdasarkan konsep antropologi, kearifan
daerah disebut dengan pengetahuan daerah (indigenous atau regional knowledge), serta
kecerdasan daerah (regional genius), yang menjadi dasar identitas budaya. Kearifan lokal
dapat berupa pengetahuan lokal, keterampilan lokal, sumber daya lokal, proses sosial lokal,
nilai atau norma lokal, dan adat istiadat setempat. Berdasarkan konsep tersebut, kearifan lokal
dapat dipahami sebagai nilai luhur yang berlaku pada pola hidup masyarakat setempat yang
arif, bijaksana, dan dihargai serta dipatuhi dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
Dengan demikian, kearifan daerah yang merupakan pola pikir dan perilaku adat masyarakat
setempat tercermin dalam kehidupan sehari-hari yang telah lama men gakar dalam
kehidupan masyarakat. Nilai dalam konteks kearifan lokal merupakan pedoman atau standar
perilaku dan tidak dapat dipisahkan dari generasi ke generasi dalam bentuk perilaku atau
tingkah laku manusia (Niman, 2019).
Lingkungan adalah tempat organisme hidup, mencari kebutuhan hidupnya, dan
membentuk karakter yang mencakup orang-orang yang memainkan peran yang lebih
kompleks dan nyata dalam perlindungan lingkungan. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa lingkungan
hidup adalah kesatuan ruang yang meliputi segala benda, kekuatan, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk pengaruh manusia dan perbuatannya terhadap alam itu sendiri. . Hukum
mengandung arti kedudukan manusia yang strategis dan sangat penting bagi kelangsungan
hidup manusia dan makhluk lainnya. Dengan kata lain, perilaku manusia yang menjadi kunci
perubahan dapat mempengaruhi lingkungan alam.
Secara ekologis, lingkungan dianggap sebagai sistem subsistem. Dalam ekologi,
manusia juga merupakan salah satu subsistem dari ekosistem lingkungan. Oleh karena itu,
manusia adalah satu kesatuan yang menyatu dengan lingkungannya dan terjalin hubungan
fungsional di antara mereka. Dalam konteks fungsional ini, manusia dan lingkungan saling
bergantung, saling mempengaruhi dan pada akhirnya mempengaruhi seluruh ekosistem
(Asyifa & Putri, 2018). Untuk mencapai keserasian, dan keseimbangan antar subsistem
ekosistem, diperlukan sistem pengelolaan yang terintegrasi. Sebagai suatu ekosistem,
lingkungan hidup merepresentasikan aspek sosial, budaya, ekonomi, dan geografis dengan
berbagai karakteristik dan daya dukungnya. Kebijakan pembangunan seringkali
menimbulkan masalah lingkungan, terutama di negara berkembang dimana pertumbuhan
ekonomi difokuskan untuk kepentingan rakyat banyak (Rusdiana, 2015).
Masalah lingkungan ini biasanya muncul dari desakan untuk terus menerus dan
berlebihan dalam memanfaatkan sumber daya alam tanpa memperhatikan daya dukungnya.
Untuk mencapai kemakmuran, sumber daya alam dianggap sebagai faktor produksi untuk
mencapai tujuan pembangunan ekonomi, terlepas dari dampaknya. Ada dua faktor penyebab
kerusakan lingkungan. Salah satunya adalah penyebab tidak langsung dan yang lainnya
adalah penyebab langsung. Penyebab tidak langsung merupakan penyebab kerusakan
lingkungan yang sangat dominan, namun penyebab langsung terbatas pada tindakan
pemerintah, pelaku usaha dan penduduk yang memanfaatkan hutan/lingkungan secara
berlebihan karena adanya tekanan yang mendesak.
Konservasi lingkungan alam berarti memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengancam
atau membahayakan kebutuhan generasi mendatang. Pemenuhan kebutuhan generasi
mendatang merupakan bagian dari tujuan pelestarian hutan. Melindungi hutan sebagai bagian
dari lingkungan alam berarti menyelamatkan seluruh elemen kehidupan, termasuk manusia
itu sendiri. Hal ini terjadi karena adanya keterkaitan antara lingkungan manusia dengan
lingkungan alam yang membentuk perilaku manusia. Memang, hubungan yang kuat antara
manusia dan alam merupakan bentuk perilaku yang harmonis sejalan dengan tujuan
pemeliharaan alam yang berkelanjutan. Oleh karena itu, aktivitas dan perilaku manusia
memiliki dampak yang luar biasa terhadap keberadaan lingkungan alam. Ketika manusia
bertindak sewenang-wenang terhadap lingkungan alam yang berbahaya, manusia juga
bertindak sebagai reaksi alami terhadap tindakan manusia.
Perubahan perilaku manusia ini disebabkan oleh tiga faktor, yaitu :
1. Faktor Suprastruktur, termasuk nilai dan simbol (biasanya dari masyarakat baik
yang muncul dari nilai, ideologi, agama, dll).
2. Faktor Struktural (berupa pranata sosial dan perilaku).
3. Faktor Infrastruktur.
Manusia harus memperlakukan lingkungan di sekitarnya sebagai tempat tinggal yang telah
memberikan segalanya untuk kita, sehingga ada tanggung jawab yang besar untuk menjaga
dan mengelolanya, pengembangan teknologi sederhana di dalam mengelola sumber dayanya
akan selalu dipertahankan untuk menjaga tradisi, memberi motivasi dan menjaga
kepercayaan masyarakat dalam mengelola wilayahnya sehingga peran masyarakat sebagai
kunci utama dalam menjaga keseimbangan sumber daya alam yang ada di sekitarnya.
Kearifan lokal harus menjadi yang terdepan dalam menjalankan program program
pengembangan wilayah di kawasan untuk mendorong masyarakat sebagai pelaku utama
dalam usaha mengembangkan sumberdaya alamnya (Harras dkk, 2020).
Misalnya seperti di Gunung Kidul, masyarakat sudah hidup selama bertahun tahun
dengan kondisi wilayah yang kekeringan dan kekurangan air walaupun memiliki cadangan
air bawah permukaan yang sangat besar jumlahnya, faktor geologis pada wilayah ini sebagai
kawasan batu gamping yang mengalami proses pelarutan, mengakibatkan pada bagian
permukaan kawasan ini merupakan daerah yang kering, masyarakat memanfaatkan sumber
sumber air dari telaga telaga dan gua gua yang memiliki sumber sumber air. Prinsip etika
lingkungan hidup dalam beberapa kearifan lokal di atas tidak hanya berbicara mengenai
perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan di
alam semesta, yaitu relasi antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada
alam secara keseluruhan.
Proses interaksi ini berlangsung terus menerus dan dapat menciptakan pengalaman
yang unik dan unik dalam menghadapi lingkungan alam. Pengalaman ini terbukti dalam cara
penduduk setempat menangani berbagai hal, tumbuhan, hewan, dan segala sesuatu di sekitar
mereka. Perawatan ini melibatkan penggunaan akal, yang dapat menghasilkan aktivitas
budaya, yang terakumulasi dalam pengetahuan lokal tentang pengelolaan lingkungan alam.
Pendapat ini diperkuat oleh Pasal 32 ayat 1, dan 30 Undang-Undang tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2009 dimana kearifan lokal merupakan nilai luhur
yang berlaku bagi kehidupan masyarakat untuk perlindungan, dan pengelolaan lingkungan
hidup adalah cara yang berkelanjutan. Selain itu, ayat 31 menyatakan bahwa masyarakat
hukum adat, yaitu hubungan dengan asal usul nenek moyang, hubungan yang kuat dengan
lingkungan, dan aspek ekonomi, politik, sosial, dan sosial dari Undang-Undang Kelembagaan
Ekonomi.
Penghormatan terhadap undang-undang tersebut di atas, yang tercermin dalam bentuk
pengakuan terhadap adanya nilai-nilai budaya yang berbasis masyarakat, kesempatan yang
seluas-luasnya untuk melindungi lingkungan alam berdasarkan nilai-nilai luhur yang dikelola
masyarakat. lingkungan alami. Oleh karena itu, kearifan daerah yang ada pada seluruh
masyarakat perlu dikuatkan dalam kehidupan masyarakat. Warisan budaya lokal tidak
diabaikan, tetapi perlu dipromosikan dan disosialisasikan oleh masyarakat pemiliknya
melalui berbagai cara dan tindakan kelompok kepentingan tradisional dan pemerintah.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kearifan lokal memanifestasikan dirinya dalam
perilaku dan adat istiadat masyarakat yang memiliki pemahaman yang sama tentang sesuatu
(Kemendikbud, 2015).
Pemahaman bersama ini berasal dari hal yang sama yang berinteraksi dalam
lingkungan yang sama. Pemahaman yang sama diperoleh karena pada dasarnya setiap
lingkungan memiliki sikap tertentu, terutama terkait dengan hubungan ideal antara orang-
orang dalam kelompok dan baik lingkungan alam. Hubungan ideal ini muncul dari
kemampuan beradaptasi manusia terhadap lingkungan alam dan ketaatan pada nilai-nilai
kearifan lokal, karena lingkungan itu sendiri adalah ruh tindakan masyarakat sekitar.
Hubungan antara manusia dan lingkungan berlangsung dalam dua cara. Di satu sisi
manusia dipengaruhi oleh lingkungan, namun di sisi lain manusia memiliki kemampuan
untuk itu. Karakteristik hubungan ini bervariasi dari satu daerah ke daerah lain atau dari
masyarakat ke masyarakat. Larangan, mitos, dan ketaatan pada tabu adalah bagian dari upaya
kami untuk menjaga lingkungan alam yang berkelanjutan. Mitos leluhur dan ritual kearifan
lokal terkait pelestarian lingkungan alam ternyata sangat efektif dalam mengatur hubungan
dengan lingkungan alam sekitar terhadap etika dan kearifan lokal masyarakat Manggarai
(Sinapoy, 2018) . Kearifan lokal adalah suatu bentuk pengetahuan, kepercayaan, pemahaman,
wawasan, serta adat dan etika yang menjadi pedoman perilaku manusia dalam kehidupan
dalam komunitas ekologis. Semua bentuk kearifan lokal ini hidup, mengamalkan,
mengajarkan dan diwariskan secara turun-temurun, sekaligus membentuk pola perilaku
manusia terhadap sesama manusia, alam yang tampak dan yang tidak kelihatan. Sehubungan
dengan hal tersebut di atas, generasi sebelumnya telah mewarisi berbagai kearifan lokal yang
digunakan sebagai pedoman sikap dan perilaku manusia dalam menghadapi lingkungan alam.
Relasi ideal ini tercipta karena adanya kemampuan beradaptasi dari manusia terhadap
lingkungan alamnya dan kepatuhan terhadap nilai nilai kearifan lokal yang dimiliki sebab
seting itu sendiri menjadi roh dari tingkah laku masyarakat dalam lingkungannya. Hubungan
manusia dan lingkungan bekerja melalui dua cara. Pada satu sisi, manusia dipengaruhi oleh
lingkungan, tetapi pada sisi lain manusia memiliki kemampuan untuk mengubah lingkungan.
Karakteristik hubungan tersebut berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya, atau
satu masyarakat dengan masyarakat.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Beberapa praktik kearifan lokal yang sudah dijelaskan di atas merupakan warisan
leluhur yang masih dipertahankan hingga saat ini oleh masyarakat yang menganutnya. Hal ini
dapat dijadikan sebagai salah satu strategi perlindungan dan pelestarian lingkungan alam
yang sudah terbukti dalam upaya keberlanjutannya. Pentingnya internalisasi nilai nilai
ekologi dari kearifan lokal dalam pengelolaan lingkungan alam merupakan bentuk
perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup. Nilai-nilai kearifan lokal yang ada pada
masyarakat lokal penting untuk dipertahankan dan dirawat agar masyarakat memiliki
tanggung jawab dalam menjaga dan melestarikan lingkungan alamnya serta menghormati
hak-hak alam itu sendiri. Internalisasi nilai-nilai ekologi dalam kearifan lokal menjadi strategi
yang tepat dalam pengelolaan lingkungan alam karena memberi kontribusi positif dalam
mempertahankan pelestarian lingkungan alam. Adanya larangan, tabu dan mitos yang ada
pada budaya masyarakat lokal dalam mengelola lingkungan alam merupakan salah satu cara
mempertahankan pelestarian lingkungan alam. Hal tersebut merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat
Daftar Pustaka
Asyifa, N. &. (2018). Kajian Ekologi Sastra (Ekotrik) dalam Antologi Puisi Merupa Tanah di
Ujung Timur Jawa. FKIP e-PROCEEDING, 195-206.
Harras, H. S. (2020). Kajian Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Mahasiswa.
Hidayati, N. (2021). PENDEKATAN 'URF TERHADAP LARANGAN NIKAH LUSAN
BESAN MASYARAKAT DESA WONODADI KECAMATAN NGRAYUN
PONOGORO. Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family, 3 (1), 117-130.
Kemendikbud, B. P. (2015). Arti Penting Pemahaman Kawasan Cagar Budaya. Jurnal Widya
Prabha.
Niman, E. M. (2019). Kearifan Lokal dan Upaya Pelestarian Lingkungan Alam. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan Missio, 11(1), 91-106.
Rusdina, A. (n.d.). Membumikan Etika Lingkungan Bagi Upaya Membudayakan Pengellaan
Lingkungan Yang Bertanggung Jawab. Jurnal Istek, 9(2).
Sinapoy, M. S. (2018). Kearifan Lokal Masyarakat Adat Suku Moronene Dalam
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jurnal Halu Oleo Law Review,
2(2), 513-542.

Anda mungkin juga menyukai