Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karya sastra tidak dapat dilepaskan dengan lingkungan manusia. Hal itu

dikarenakan dalam karya sastra pengarang merepresentasikan kehidupan yang ada

di sekitar lingkungan hidupnya. Salah satu lingkungan yang turut disorot dalam

karya sastra adalah alam. Alam menjadi bagian representasi dari berbagai karya

sastra. Alam seringkali tidak sekadar menjadi latar sebuah cerita fiksional, tetapi

dapat menjadi tema utama dalam karya sastra. Pemilihan diksi seperti pohon,

bumi, air, awan dan angin merupakan kata-kata yang berkaitan dengan alam,

memperlihatkan bahwa alam difungsikan oleh sastrawan untuk menyampaikan

gagasan penting tentang kesadaran dan penyelamatan lingkungan dari tingkah

laku manusia. Menurut Endraswara (2016:42) bahwa “alam telah menjadi bagian

dari sastra. Ini terbukti dengan tidak sedikitnya sastrawwan, khususnya dari

kalangan penyair, yang menggunakan diksi hutan, laut, pohon, dan lain-lain dalam

karya mereka”. Dengan begitu, keterkaitan alam dan karya sastra memunculkan

sebuah konsep tentang permasalahan lingkungan dalam sastra.

Alam merupakan cakupan antara lingkungan hidup dan nonhidup yang

masih natural. Berbicara tentang alam, sama halnya berbicara tentang segala

yang ada di bumi, seperti manusia, hewan, tumbuhan, gunung, laut dan lainnya.

Manusia dan alam tidak bisa dipisahkan karena manusia hidup dari alam. Sayuti

(2014:21) menyatakan bahwa “lingkungan tempat tinggal memainkan peran

penting untuk melacak atau mengonstruksi identitas manusia. Kesadaran manusia

1
2

berkembang berdasarkan dalam, dengan, dan melalui tempat yang menjadi

lingkungan kita”. Berdasarkan pemikiran itu dapat dikatakan bahwa manusia

memiliki relasi yang erat dengan lingkungan alam. Adanya keterikatan itu

menjadikan manusia tidak lepas dari lingkungan alam. Akibatnya, apabila

kerusakan-kerusakan terjadi di lingkungan alam, turut mempengaruhi kehidupan

manusia. Untuk itu, manusia memiliki kewajiban dalam menjaga dan

melestarikan lingkungan alam yang ada di sekitarnya untuk menghindari

permasalahan yang dapat merugikan diri.

Menurut Glotfelty & Froom (1996:xxiii) mendasarkan ekokritik sebagai the

Study of Nature Writing, yang dibangun dari sejumlah teori kritis yang telah

berkembang seperti psikoanalisis, feminisme, dan kritik sastra. Lebih lanjut

menurut Glotfelty (dalam Lodang, 2017:25) Ecocriticism is the study of the

relationship between literatur and the physical environment: Ekokritisisme

merupakan ilmu yang mempelajari relasi antara sastra dan lingkungan fisik.

Hal itu diasumsikan bahwa karya tulis tentang alam telah mendapatkan tempat di

dalam kesusasastraan khususnya karya sastra yang merepresentasikan kesadaran

lingkungan, seperti dalam puisi karya Willa Cather, Robinson Jeffers, W. S.

Merwin, Adrienne Rich, Wallace Stegner, Gary Snyder, Mary oliver, Ursula Le

Guin, dan Alice walker. Menurut Endaswara (2016:22) ekokritik sastra adalah

“perspektif pemahaman sastra yang mengaitkan fakta estetis dengan

lingkungannya”.

Persoalan lingkungan juga terdapat dalam novel Amba Karya Laksmi

Pamuntjak (Wiyatmi, 2017: 66), cerpen-cerpen Indonesia mutakhir seperti Pohon

Hayat karya Mashdar Zainal, Menebang Pohon Silsilah karya Indra Tranggono,
3

Di Kaki Hariara Dua Puluh Tahun Kemudian karya Martin Aleida, Rongga

karya Noviana Kusumawardhani, Ketapang Kencana karya Bre Redana, Pohon

Jejawi karya Budi Darma, Ketika Pohon Itu Masih Mekar karya Doni Jaya,

Sebatang Pohon di Loftus Road karya Sungging Raga, Di Tubuh Tarra, Dalam

Rahim Pohon karya Faisal Oddang, Ulat Bulu & Syekh Daun Jati oleh Agus

Noor, dan Tulisan Kelinci Merahkarya Afrizal Malna (Dewi, 2015: 382-387).

Selain karya-karya sastra tersebut, novel Tanjung Kemarau karya Royyan

Julian, juga membahas mengenai keterkaitan manusia dengan lingkungan alam.

Keterkaitan antara manusia alam itu menjadi ciri khas tersendiri dari beberapa

karya lainnya. Novel Tanjung Kemarau karya Royyan Julian menggambarkan

realita yang terjadi di wilayahnya. Realita akan propaganda politik dalam

persaingan pemilihan kepala desa yang berdampak pada kerusakan lingkungan.

Kerusakan lingkungan ini disebabkan oleh keserakahan salah satu calon kepala

desa untuk memperoleh “suara”, dengan menjanjikan program penanaman

konservasi hutan bakau dan melindungi nelayan dari sidak pukat harimau.

Kebijakan yang diambil hanya sebatas untuk memperoleh suara terbanyak untuk

memenangkan pemilihan kepala desa. Kemenarikan novel Tanjung Kemarau

karya Royyan Julian tidak hanya digambarkan melalui konflik-konflik yang

ditawarkan. Novel itu semakin menarik sebab penggunaan bahasanya yang lugas

sehingga membuat pembaca mudah terhanyut dengan uraian cerita yang disajikan.

Dengan adanya itu, membuat peneliti ingin meninjau secara menyeluruh

narasi-narasi yang disajikan oleh pengarang dalam keterkaitannya dengan

lingkungan alam.
4

Penelitian ekokritik berkaitan dengan lingkungan sudah banyak dilakukan

oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Sebagai bahan tinjauan, peneliti hanya

memaparkan dua penelitian terdahulu sebagai pertimbangan dan rujukan dalam

penelitian ini. Peneliti pertama yaitu Lodang (2017) dengan judul Relasi antara

Manusia dengan Makhluk Hidup dalam Novel Jamangilak Tak Pernah

Menangis Karya Martin Aleida: Kajian Intrinsik dan Ekokritik. Adapun hasil

analisisnya menyimpulkan bahwa novel Jamangilak Tak Pernah Menangis karya

Martin Aleida memaparkan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup.

Manusia dan lingkungan hidup adalah satu kesatuan keegoisan manusia akan

berdampak pada krisis lingkungan, dan krisis lingkungan akan berdampak pada

keselamatan manusia. Persamaan penelitian terdapat pada aspek kajiannya, yaitu

mengenai kajian ekokritik. Sementara perbedaannya terletak pada fokus masalah

yang diteliti. Peneliti sebelumnya memfokuskan permasalahannya pada aspek

relasi antara manusia dengan lingkungan hidup. Sedangkan peneliti dalam

penelitian ini memfokuskan pada permasalahan relasi antara manusia dengan

lingkungan alam.

Peneliti kedua yaitu Dewi (2015) dengan judul Manusia dan Lingkungan

dalam Cerpen Indonesia Kontemporer: Analisis Ekokritik Cerpen Pilihan

Kompas. Adapun hasil penelitiannya, bahwa dengan pembacaan kritis dan teori

Ekokritik ditemukan hal-hal sebagai berikut. Pertama, sejumlah cerpen

mengambil lingkungan hidup hanya sebagai latar tempat dan waktu. Kedua,

cerpen-cerpen dengan tema pencemaran air telah menyuarakan ikrar politis

memerangi perusakan lingkungan. Ketiga, sastra hijau, yakni sastra berperspektif

Ekokritik, belum menjadi arus utama dalam sastra Indonesia kontemporer.


5

Persamaan penelitian itu dengan penelitian yang dilakukan ini terletak pada aspek

yang dikaji. Perbedaannya terletak pada fokus masalah. Penelitian sebelumnya

memfokuskan permasalahan pada pembacaan kritis dengan menggunakan teori

ekokritik. Oleh karena penelitian ini merelasikan antara manusia dengan

lingkungan alam.

Berdasarkan pemaparan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan

dilakukan, maka perlu adanya kajian lebih dalam mengenai kajian ekoritik

mengenai relasi antara manusia dengan lingkungan alam. Terlebih novel Tanjung

Kemarau karya Royyan Julian belum banyak yang menelitinya. Tidak hanya itu,

kemunculan ekokritik tampaknya menjadi konsekuensi logis dari keberadaan

lingkungan yang semakin memerlukan perhatian manusia. Tetapi, relasi manusia

dengan lingkungan alam seringkali terjadi ketimpangan. Manusia memanfatkan

segala pengetahuan untuk mengeksploitasi sumber daya alam tanpa

mengindahkan dampak kedepannya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran

manusia terhadap lingkungan semakin berkurang.

1.2 Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas, maka pembahasan ini mencoba

mengkaji relasi antara manusia dan lingkungan alam dalam novel Tanjung

Kemarau karya Royyan Julian dengan menggunakan perspektif ekokritik. Adapun

rumusan-rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut.

1) Bagaimanakah penggambaran kerusakan alam oleh pengarang dalam novel

Tanjung Kemarau karya Royyan Julian?


6

2) Bagaimanakah penggambaran perlawanan tokoh terhadap perusakan

lingkungan alam dalam novel Tanjung Kemarau karya Royyan Julian?

3) Bagaimanakah penggambaran upaya tokoh dalam pelestarian lingkungan alam

dalam novel Tanjung Kemarau karya Royyan Julian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berangkat dari rumusan-rumusan permasalahn yang telah dipaparkan di

atas, maka dapat diuraikan tujuan-tujuan dalam penelitian ini. Adapun

tujuan-tujuan penelitian tersebut dapat diuraikan di bawahh ini.

1) Mendeskripsikan pengambaran kerusakan alam oleh pengarang dalam novel

Tanjung Kemarau karya Royyan Julian?

2) Mendeskripsikan penggambaran perlawanan tokoh terhadap perusakan

lingkungan alam dalam novel Tanjung Kemarau karya Royyan Julian?

3) Mendeskripsikan penggambaran upaya tokoh dalam pelestarian lingkungan

alam dalam novel Tanjung Kemarau karya Royyan Julian?

1.4 Manfaat Penelitian

Setiap penelitian memiliki manfaat dalam penulisannya, begitu pula dengan

penelitian ini. Manfaat penelitian ini ada dua, yaitu manfaat secara teoritis dan

manfaat secara praktis. Manfaat-manfaat dalam penelitian ini dapat dijabarkan di

bawah ini.

1.4.1 Manfaat Teoretis

Adapun manfaat teoretis dalam penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan memperkaya

khazanah sastra dalam menerapkan kajian ekologi sastra dan ekokritik sastra.
7

2) Penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam meninjau secara menyeluruh

korelasi antara sastra dengan lingkungan alam.

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis yang diharapkan dalam penelitian ini ditunjukkan

bagi pembaca, pendidik dan peneliti selanjutnya. Manfaat praktis tersebut dapat

dijabarkan berikut ini.

1) Pembaca

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memberikan

penjelasan dan pengetahuan bahwa karya sastra, novel, merupakan sarana bagi

pengarang untuk merepresentasikan kehidupan sosial dan hubungannya antara

manusia dengan alam. Sehingga dari adanya hubungan karya sastra dengan

kehidupan sosial dan lingkungan alam menjadikan bahan perenungan pada

pembaca bahwa sastra tidak melepaskan diri dari pengaruh kehidupan sosial

dan alam.

2) Pendidik

Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pendidik untuk dipakai sebagai

tambahan bahan ajar dalam memahami hubungan antara karya sastra dengan

lingkungan sosial dan lingkungan alam.

3) Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya, manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini

supaya dapat menambah ataupun memperkaya pengetahuan. Penelitian ini

juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan rujukan dalam meneliti

permasalahan yang sama, yaitu mengenai kajian ekokritik.


8

1.5 Penegasan Istilah

Penegasan istilah yang digunakan dalam penelitian ini untuk menegaskan

istilah-istilah yang digunakan serta untuk upaya mempermudah pembaca atau

peneliti selanjutnya memahami istilah-istilah yang digunakan. Adapun

istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijabarkan berikut ini.

1) Ekokritik sastra ialah studi tentang hubungan antara sastra dan lingkungan

fisik (Glotfelty dalam Sukmawan, 2016:13).

2) Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar suatu organisme, meliputi

lingkungan mati (abiotik), yaitu lingkungan di luar suatu organisme yang

terdiri atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia,

suhu, cahaya, gravitasi, atmosfer, dan lainnya (Hipzon, 2018:23).

3) Alam merupakan lingkungan kehidupan. Artinya alam adalah kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia

dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Undang Undang No. 23

Tahun 1997 Tentang: Pengelolaan Lingkungan Hidup).

4) Pelestarian lingkungan ialah dimaknai sebagai upaya mencintai, memelihara,

menjaga dan memanfaatkan keberlangsungannya untuk generasi mendatang

(Yuniarto, 2018:14).

5) Perlawanan ialah antitesis, memilih tidak tunduk pada produk budaya, gaya

hidup, doktrin para penindas dan jongos-jongosnya (Soyomukti, 2012:13).

6) Tokoh ialah orang-orang yang ditampilkan dalam karya sastra berbentuk prosa

dan drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan
9

kecenderungan tertentu yang diekspresikan melalui ucapan dan tindakan

(Wijaya dalam Kamalia, ddk, 2013:2).

Anda mungkin juga menyukai