Anda di halaman 1dari 12

Konflik Manusia dan Alam dalam Cerpen Koran Minggu dan Implikasinya terhadap

Pembelajaran Sastra di SMA: Kajian Ekokritik Greg Garrard


Oleh:
Riyandika Hasiana (11170130000070)
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Jakarta
Surel: riyandika.hasiana17@mhs.uinjkt.ac.id

Abstrak: Penelitian ini menggunakan teori ekokritik sastra yang dikemukakan oleh Greg
Garrard untuk pengkajian krisis lingkungan yang berjudul Konflik Manusia dan Alam dalam
Cerpen Koran Minggu dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA. Penelitian
ini berfokus pada refleksi yang digambarkan oleh pengarang mengenai konflik antara
manusia dan alam berserta solusi yang disuarakan dalam lima cerpen yang diterbitkan oleh
koran Minggu serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA. Metode penelitian
yang diaplikasikan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif.
Kata Kunci: Konflik manusia dan alam, cerpen koran minggu, implikasi terhadap
pembelajaran sastra di SMA, ekokritik Greg Garrard.

A. Latar Belakang Masalah


Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di dalam laporan World Population
Prospect 2019 memprediksi jumlah populasi penduduk global dari 7.7 milyar di tahun
2019 mencapai 9.7 milyar pada tahun 2050.1 Pertumbuhan ini juga akan berbanding
lurus dengan permintaan atas sandang, pangan, dan papan untuk memenuhi kebutuhan
manusia. Padahal, sumber daya alam berjumlah terbatas. Hal ini memicu gesekan
antara kepentingan manusia dan kondisi alam sekitar dan seringkali mendatangkan
bencana yang berimbas pula kepada manusia. Pada Desember 2020, di mana sejumlah
wilayah kabupaten/kota Aceh dilanda banjir di menjelang musim hujan tiba. Banjir ini
menyebabkan 20 ribu masyarakat mengungsi serta enam belas rumah dan empat
jembatan rusak berat. Walhi menyatakan bahwa bencana ini disebabkan oleh
alihfungsi hutan untuk perkebunan dan pertambangan serta pembalakan liar.2 Kasus
ini secara tidak langsung memposisikan manusia sebagai makhluk yang berusaha
menguasai alam dan mengeksploitasinya untuk kemakmuran sebagian orang.
Permasalahan krisis lingkungan yang diakibatkan konflik antara manusia dan
alam juga muncul dalam karya sastra. Sebagai wujud seni budaya, sastra memiliki
dunia tersendiri yang merupakan pengejawantahan kehidupan sebagai hasil
pengamatan sastrawan terhadap kehidupan sekitarnya, termasuk lingkungan dan alam.
Ini juga diamini oleh Esten bahwa cipta sastra bersumber dari kenyataan hidup dalam

1
Department of Economic and Social Affairs United Nations, “World Population Prospect 2019 Hightlight”
(UN, New York: 2019), hlm. 5
2
Junaidi Hanafiah, “Aceh Banjir Lagi, Rusaknya Hutan Masih Jadi Sorotan” dipublikasikan di Mongabay: Situs
Berita Lingkungan pada 10 Desember 2020 yang diakses dari https://www.mongabay.co.id/2020/12/10/aceh-
banjir-lagi-rusaknya-hutan-masih-jadi-sorotan/ pada 19 Desember 2020.

1
masyarakat.3 Sebuah karya sastra dilahirkan akibat adanya realitas kehidupan di
sekitar pengarang, atau dapat dikatakan sebagai mimesis. Sedangkan ekologi berasal
dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu oikos yang artinya rumah dan logos yang
berarti ilmu atau pelajaran. Definisi ekologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan
timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. 4 Ekologi dan sastra
merupakan dua hal yang berbeda. Namun sastra butuh ekologi dan juga lingkungan. 5
Ekologi sastra adalah sebuah cara pandang untuk memahami persoalan lingkungan
hidup dalam perspektif sastra sehingga ilmu ini mencari hubungan timbal balik antara
sastra dengan lingkungannya.
Salah satu kajian yang dinaungi oleh ekologi sastra adalah ekokritik sastra.
Ekokritik merupakan perspektif kajian yang berusaha menganalisis sastra dari sudut
pandang lingkungan. Greg Garrard menuturkan bahwa kajian ini berupaya mengamati
bahwa krisis lingkungan tidak hanya menimbulkan pertanyaan teknis, ilmiah, dan
politik, tetapi juga persoalan budaya yang terkait dengan fenomena sastra. 6 Fenomena
krisis lingkungan ini menjadi fokus kajian ekokritik, sehingga kajian ini tidak lepas
dari hubungan kontekstual antara manusia, alam, dan sastra. Salah satu wadah suara
ekokritik ditemukan dalam cerpen yang diterbitkan oleh surat kabar/koran.
Surat kabar adalah media komunikasi massa yang diterbitkan secara berkala
dan bersenyawa dengan kemajuan teknologi pada masanya dalam menyajikan tulisan
berupa berita, fitur, pendapat, cerita rekaan, dan bentuk karangan yang lain. Tujuan
dasar dari surat kabar adalah memperoleh berita dari sumber yang tepat untuk
disampaikan secepat dan selengkap mungkin kepada para pembacanya.7 Di dalam
sebuah surat kabar atau koran, dapat ditemukan juga cerita pendek yang dikirimkan
oleh seseorang kepada redaksi koran bersangkutan. Penerbitan sebuah cerita pendek
biasanya bergantung pada masing-masing kebijakan surat kabar sendiri, seperti
Harian Kompas, Republika, dan Jawa Pos yang menerbitkan cerpen pada hari
Minggu.
Cerpen adalah karya sastra fiksi yang pendek. Muhardi dan Hasanudin
menuturkan bahwa cerpen merupakan karya fiksi yang dengan mengungkapkan satu
permasalahan yang ditulis secara singkat dan padat dengan memiliki unsur struktur
berupa alur, latar, penokohan, sudut pandang, gaya bahasa, tema dan amanat. 8
Sehingga, dalam cerpen hanya tercipta satu kesan saja. Hal ini menjadikan cerpen
sebagai karya sastra yang efektif untuk memberikan pemahaman berupa maksud dan
pesan yang diungkapkan oleh pengarang kepada pembaca mengenai permasalahan
yang diangkat.

3
Ali Imron Al-Ma’ruf dan Farida Nugrahani, Pengkajian Sastra: Teori dan Aplikasi, (Surakarta: Djiwa Amarta
Press, 2017), hlm. 2
4
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra Ekologi Sastra: Konsep, Langkah, dan Penerapan,
(Yogyakarta: CAPS, 2016), hlm. 2-3
5
Ibid.
6
Suwardi Endaswara, Ekokritik Sastra: Konsep, Teori dan Terapan, (Yogyakarta: Morfalingua, 2016), hlm. 1
7
Anonim, Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 15, (Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1991), hlm. 431
8
Muhardi dan Hasanudin, Prosedur Analisis Fiksi, (Padang: IKIP Padang Press, 1992), hlm. 5

2
Cerpen juga menjadi salah satu materi pembelajaran yang dipelajari oleh siswa
di tingkat SMA. Dalam pembelajaran sastra di sekolah ada tiga kompetensi utama,
yaitu (1) kemampuan mengapresiasi sastra yaitu melalui kegiatan mendengarkan hasil
sastra, menonton hasil sastra, dan membaca hasil sastra berupa puisi, cerpen, novel,
dan drama; (2) kemampuan berekspresi sastra yang dilakukan melalui kegiatan
melisankan hasil sastra, dan menulis karya cipta sastra berupa puisi, cerpen, novel,
dan drama; dan (3) kemampuan menelaah hasil sastra yaitu melalui kegiatan menilai
hasil sastra, meresensi hasil sastra, dan menganalisis hasil sastra.9 Berdasarkan tiga
kompetensi tersebut, maka siswa diharapkan memiliki kecakapan dalam berbahasa
sekaligus memiliki kepekaan terhadap kehidupan yang diajarkan melalui sastra.
Sehingga, guru sebagai pendidik mengemban tugas untuk menyadari siswa supaya
memiliki rasa kepedulian mengenai krisis lingkungan yang terjadi akibat konflik
antara manusia dan alam yang akhir-akhir ini mendatangkan bencana.
Kehadiran cerpen yang berfokus pada krisis lingkungan di berbagai surat
kabar, akhir-akhir ini, menarik banyak pemerhati maupun peneliti di bidang
kesusasteraan, terutama di bidang ekologi sastra. Namun, belum ada yang meneliti
bagaimana pengarang merefleksikan konflik antara manusia dan alam pada cerpen
yang terbit di pelbagai surat kabar beserta implikasinya dalam pembelajaran sastra di
tingkat sekolah. Dengan demikian, penelitian ini akan mengkaji bagaimana pengarang
merefleksikan konflik yang diakibatkan oleh hubungan timbal balik antara manusia
dan alam yang tidak seimbang yang dituangkan ke dalam cerita pendek dan
pemecahan masalah yang disuarakan oleh cerpen tersebut. Adapun karya yang dipilih
yaitu“Nostalgia Gula Merah” karya Abdul Hadi, terbit di Republika, 28 April 2019,
“Banjir dikirim ke Campoan” karya Zainul Muttaqin, terbit di Republika, 16 Juni
2019, “Setelah Kijang Mati” karya Mahfud Ridwan, terbit di Minggu Pagi, 13
September 2019, “Musnahnya Hutan Larangan” karya Bahagia, terbit di Republika,
19 Januari 2020, dan “Cerita Pohon Pukul Lima” karya An. Ismanto, terbit di Jawa
Pos, 15 Maret 2020.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penulis mengidentifikasi
beberapa permasalahan, yaitu:
1. Peradaban manusia yang semakin kompleks mengakibatkan keanekaragaman
hayati di bumi semakin menipis.
2. Eksploitasi yang berlebihan mengakibatkan konflik antara manusia dan alam
sehingga seringkali mendatangkan bencana.
3. Isu pengeksploitasian alam oleh manusia menjadi salah satu tema yang
menginspirasi pengarang untuk menciptakan cerpen di berbagai surat kabar hari
minggu.

9
Yus Rusyana, Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Gamitan Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Makalah Seminar. Seminar Nasional Menyongsong Kurikulum Bahasa Indonesia Berbasis Kompetensi:
Peluang dan Tantangan di FPBS UPI Bandung (Bandung, 2002), hlm. 2

3
4. Cerpen sebagai salah satu materi dalam pembelajaran sastra di SMA dapat
dijadikan sarana untuk mengedukasi siswa dengan tujuan memberikan
pemahaman mengenai konflik horizontal antara manusia dan alam serta
pentingnya hubungan alam dan manusia yang harmonis.

C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini akan membahas konflik manusia dan alam yang direfleksikan
oleh pengarang akibat hubungan timbal balik yang tidak seimbang di dalam lima
cerita pendek yang diterbitkan oleh beberapa surat kabar nasional maupun lokal, yaitu
“Nostalgia Gula Merah” karya Abdul Hadi, terbit di Republika, 28 April 2019,
“Banjir dikirim ke Campoan” karya Zainul Muttaqin, terbit di Republika, 16 Juni
2019, “Setelah Kijang Mati” karya Mahfud Ridwan, terbit di Minggu Pagi, 13
September 2019, “Musnahnya Hutan Larangan” karya Bahagia, terbit di Republika,
19 Januari 2020, dan “Cerita Pohon Pukul Lima” karya An. Ismanto, terbit di Jawa
Pos, 15 Maret 2020, dan pemecahan masalah yang disuarakan oleh kelima cerpen
tersebut serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA. Sesuai dengan
pokok pembahasan, yaitu eksploitasi alam oleh manusia, penulis menggunakan
pendekatan ekokritik sastra.

D. Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan batasan masalah di atas, maka didapatkan
rumusan masalah yang diteliti sebagai berikut:
1. Bagaimana pengarang merefleksikan konflik yang diakibatkan oleh hubungan
timbal balik antara manusia dan alam yang tidak seimbang dalam lima cerpen
yang terbit di koran hari Minggu?
2. Bagaimana pembahasan konflik antara manusia dan alam di dalam lima cerpen
yang diterbitkan melalui berbagai koran hari Minggu terhadap pembelajaran
sastra Indonesia di SMA?

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
bagaimana pengarang merefleksikan konflik antara manusia dan alam serta solusi
yang disuarakan oleh pencipta pada lima cerpen yang terbit di surat kabar hari
Minggu beserta implikasinya terhadap pembelajaran sastra Indonesia di SMA.

F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara teoritis
maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah khasanah keilmuan dalam pengajaran bidang sastra.
b. Menjadi landasan teoritis bagi penelitian sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru

4
1. Dapat menambah pemanahaman dan pengetahuan mengenai konflik
antara manusia dan alam dalam cerpen yang terbit di koran hari minggu.
2. Dapat menjadi masukan dalam penyusunan materi di sekolah,
khususnya mengenai bidang konflik manusia dan alam.
3. Dapat dijadikan sebagai bahasan kajian mengenai konflik manusia dan
alam dalam cerpen yang terbit di koran hari minggu.
b. Bagi siswa
1. Dapat menambah pemahaman dan pengetahuan mengenai konflik
manusia dan alam yang terdapat di dalam cerpen yang terbit pada koran hari
minggu.
2. Dapat mendorong siswa untuk tertarik terhadap sastra.
3. Dapat menambah bahan belajar siswa agar tidak sekedar dapat
membaca karya satra saja, melainkan mempelajari nilai-nilai moral yang
terdapat di dalam karya sastra.
4. Dapat memahami bagaimana konflik antara manusia dan alam yang
direfleksikan di dalam cerpen yang terbit pada koran hari minggu.

G. Kajian Teori
Ekokritik lahir dari aliran pemahaman sastra yang disebut ekokritisme. Mu’in
berpendapat bahwa ekokritisme sastra adalah istilah yang berasal dari bahasa Inggris,
ecocritisme. Istilah ini merupakan bentukan dari kata ecology dan kata critism.
Ekologi dapat diartikan sebagai kajian ilmiah tentang pola-pola hubungan-hubungan
tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan, dan manusia terhadap satu sama lain dan terhadap
lingkungan-lingkungannya. Kritisme dapat diartikan sebagai bentuk dan ekspresi
penilaian tentang kualitas baik atau buruk dari karya sastra. Secara sederhana fokus
ekokritik sastra dapat dipahami sebagai kritik sastra yang berwawasan lingkungan.10
Ekokritik sastra berangkat dari tiga asumsi dasar, yaitu (1) sastra lahir dari
kondisi lingkungan tertentu, (2) sastra tidak mungkin lari dari lingkungan sastrawan,
(3) sastra dilahirkan untuk memahami suasana lingkungannya. Sehingga, ekokritik
sastra adalah sebuah kritik sastra yang memperhatikan aspek lingkungan.11 Ekoritik
bertujuan bagaimana karya sastra mempunyai kepedulian terhadap lingkungan dan
berperan memecahkan masalah ekologi.12
Gregory Garrard, atau Greg Garrard, ialah seorang profesor yang mengkaji
bidang Humaniora Lingkungan dan Dekan di Universitas British Colombia
Okanagan, Kanada.13 Ia menelusuri pengertian ekokritik yang diilhami oleh gerakan-
gerakan lingkungan modern. Greg menelusuri pengertian ekokritik dari berbagai ahli
seperti Glotfelty di dalam pengantar The Ecocriticism Reader (1996), sebuah antologi
ekokritik Amerika:
10
Suwardi Endaswara, Ekokritik Sastra: Konsep, Teori dan Terapan. hlm. 39
11
Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra Ekologi Sastra: Konsep, Langkah, dan Penerapan, hlm.
33
12
Ibid. hlm. 33
13
Curriculum Vitae for Faculty Members of The University of British Colombia: Gregory Garrard ,
dipublikasikan pada 10 April 2020 diakses melalui
https://universityofbritishcolumbia.academia.edu/GregGarrard/ CurriculumVitae pada 19 Desember 2020.

5
What then is ecocriticism? Simply put, ecocriticsm is the study of the
relationship between literature and the physical environment. Just as feminist
criticsm examines kanguange and literature from a gender concious
perspective, and Marxist criticsm brings an awareness of modes of production
and economic class to its reading of the texts, ecocriticsm takes an earth-
centered approach to literatery studies.14
Di mana Glotfelty menyatakan bahwa ekokritik adalah kajian antara sastra dan
lingkungan fisik, hampir sama seperti kritik feminis yang menguji bahasa dan sastra
dari perspektif gender. Ekokritik ini mengambil pendekatan yang berpusat pada bumi
(alam) terhadap kajian sastra. Kemudian pengertian ekokritik ini dirinci lebih jelas
oleh Richard Kerridge yang berasal dari Inggris dalam Writing the Environment
(1998):
The ecocritic wants to track environmental ideas and representations wherever
they appear, to see more clearly a debate which seems to be taking place, often
part-concealed, in a great many cultural spaces. Most of all, ecocritism seeks
to evaluate text and ideas in terms of their coherence and usefulness as
responses to enviromental crisis.15
Kerridge menyatakan bahwa ekokritik ingin menelusuri gagasan lingkungan dan
representasinya di manapun mereka muncul, untuk melihat lebih jelas perselisihan
yang sedang berlangsung, di ruang yang terkecil hingga ruang budaya yang luas
sekalipun. Yang terpenting, ekokritik berusaha mengevaluasi teks dan gagasan yang
berkaitan dengan isi dan kegunaannya sebagai respons terhadap krisis lingkungan.
Sehingga, Greg merumuskan pengertian ekokritik secara umum, yakni:
…ecocritism is the study of the relationship of the human and the non-human,
throughout human cultural history and entailing critical analysis of the term
‘human’ itself.16
Ekokritik adalah studi hubungan manusia dan non-manusia, sepanjang sejarah budaya
manusia dan memerlukan analisis kritis terhadap istilah ‘manusia’ itu sendiri. Ia juga
menambahkan bahwa:
…ecocritism cannot contribute much to debates about problems in ecology,
but it can help to define, explore, and even reslove problems in this wider
sense.17
Ekokritik sastra memang tidak berkontribusi dalam perdebatan mengenai masalah di
dalam ekologi. Tetapi, kajian ini dapat membantu untuk menentukan, mengeksplorasi,
dan memecahkan masalah ekologi dalam pengertian yang lebih luas. Di dalam
bukunya Ecocritism (2004), Greg Garrard akan merefleksikan berbagai gejala tersebut
dengan memberikan ruang terhadap ekokritik sastra dan budaya.

14
Cheryl Glotfelty, ‘Introduction’ di dalam Cheryl Glotfelty dan H. Fromm, The Ecocriticsm Reader:
Landmarks ini Literatery Ecology, (London: University of Georgia Press, 1996), hlm. xix
15
Richard Kerridge, ‘Small Rooms and the ecosystem: enviromentalism and DeLillo’s White Noise’ di dalam
Richard Kerridge dan N. Sammels, Writing the Environment, (London: Zed Books, 1998) hlm. 5
16
Greg Garrard, Ecocritism, (New York: Routledge, 2004), hlm. 5
17
Ibid. hlm. 6

6
This book will reflect these trends by giving space to both literary and cultural
ecocritism. However, at this point there is a caveat: I will be dealing
principally with British and North American literature and culture, althought
the principles of ecocritism would of course admit of more general
application.18
Konsep ekokritik ini akan dibahas oleh Greg Garrard dengan meneliti sastra dan
budaya Inggris dan Amerika Utara. Namun, konsep-konsep ekokritik yang dihasilkan
ini dapat diaplikasikan secara umum. Berikut ini konsep ekokritik yang dikaji oleh
Greg Garrard dalam Ecocritism (2004):
a. Pollution (Pencemaran)
b. Wilderness (Hutan Belantara)
c. Apocalypse (Bencana)
d. Dwelling (Pemukiman)
e. Animals (Binatang)
f. The Earth (Bumi)
Pembelajaran sastra pada dasarnya mengemban misi efektif, yaitu
memperkaya pengalaman siswa dan menjadikannya lebih tanggap terhadap peristiwa-
peristiwa di sekelilingnya. Tujuan akhirnya adalah menanam, menumbuhkan, dan
mengembangkan kepekaan terhadap masalah-maslah manusiawi, pengenalan dan rasa
hormatnya terhadap tata nilai, baik dalam konteks individual, maupun sosial.19
Peristiwa tersebut dapat dianalisis melalui krisis lingkungan berupa konflik manusia
dan alam yang direfleksikan pada cerpen-cerpen. Konflik yang ditimbulkan oleh
konflik manusia dan alam merupakan konflik fisik, di mana konflik fisik adalah
konflik yang disebabkan adanya perbenturan antara tokoh dengan lingkungan
alamnya.20

H. Hasil Penelitian yang Relevan


Terkait judul yang diajukan, penulis mencoba untuk mencari penelitian sejenis
sebagaimana tampak dari beberapa judul berikut:
Pertama, “Fenomena Lingkungan dalam Cerpen Daring melalui Tanggapan
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (Studi Ekokritik)” ditulis oleh
Iswan Afandi dan Juanda. Penelitian ini terbit di Jurnal UNDAS Vol.16, No. 2,
Desember 2020. Data yang diambil Cerpen Asa dan Hutan Kalimantan karya
Yosimar Akbar tahun 2016 yang diunduh melalui situs Scribd.com. Tujuan Penelitian
ini adalah (1) menganalisis dan mendeskripsikan tanggapan mahasiswa melalui tema
dan penokohan dalam cerpen Asa dan Hutan Kalimantan dan (2) menganalisis dan
mendeskripsikan fenomena lingkungan dalam cerpen melalui tanggapan mahasiswa

18
Op.cit. Greg Garrard
19
Yosi Abdian Tindaon, “Pembelajaran Sastra sebagai Salah Satu Wujud Impelementasi Pendidikan
Berkarakter” (Medan: Jurnal Basastra Vol. 1 No. 1,2012), hlm. 3
20
Meisy Ravika Samosir, Elmustian, dan Syafrial, “Konflik Tokoh dalam Kumpulan Cerpen Kolase Hujan
Pilihau Riau Pos 2009”, (Riau: Jurnal Tuah Vol. 1 No. 2, Desember 2019), hlm. 92

7
sesuai konsep Garrard. Jenis penelitian yang diaplikasikan adalah penelitian kualitatif
deskriptif. Dengan menggunakan teori Greg Garrard dan sampel populasi sebanyak
28 dari total 247 mahasiswa, ditemukan bahwa (1) tema dan penokohan: tema yang
diangkat dalam cerpen ini ialah tema perlindungan hutan, tema perburuan hewan dan
tema variatif; penokohan, yaitu diperankan oleh tokoh Asa mempunyai karakter
melindungi hutan dan tidak serakah pada alam dan (2) fenomena lingkungan
ditemukan melalui tanggapan mahasiswa adalah fenomena binatang, yakni perusakan
alam akibat perburuan orang utan Kalimantan. Perbedaan dalam penelitian ini ialah
objek penelitian yang berbeda, serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra di
SMA.
Kedua, “Kajian Ekologi Sastra Berbasis Nilai Kearifan Lokal dalam Cerpen
Orang Bunian Karya Gus TF Sakai“. Penelitian yang terbit di DIALEKTIKA,
Volume 7, No. 1, September 2020 bertujuan untuk mengidentifikasi serta
menganalisis berdasarkan kajian ekologi sastra dalam cerpen Orang Bunian dan
hubungannya dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Jenis penelitian yang
diterapkan ialah metode penelitian analisis kualitatif deskriptif. Objek penelitian yang
digunakan adalah cerpen Orang Bunian karya Gus TF dalam kumpulan cerpen Kaki
yang Terhormat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran mitos orang bunian
merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat setempat. Kepercayaan masyarakat
terhadap kehadiran urang bunian secara tidak langsung berdampak pada perilaku
masyarakat dalam menjaga dan melestarikan sumber daya alam. Selain itu,
keberadaan urang bunian juga berdampak terhadap pengembangan kebudayaan dan
ilmu pengetahuan, yaitu keberadaanya memberikan pemahaman akan waktu-waktu
tertentu yang diperbolehkan untuk berburu di dalam hutan. Sehingga urang bunian
dianggap sebagai petuah, kepercayaan, dan pantangan bagi masyarakat dalam cerpen
tersebut. Perbedaan dalam penelitian ini adalah objek penelitian, penggunaan teori
ekologi sastra, dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra.
Selanjutnya, penelitian yang berjudul “Kritik Ekologis dalam Buku Puisi Air
Mata Manggar Karya Arif Hidayat: Kajian Ekologi Sastra” terbit di JP-BSI, Vol. 5
No. 1, Maret 2020. Artikel penelitian yang ditulis oleh Achmad Sultoni ini bertujuan
untuk mendeskripsikan bentuk-bentuk kritik ekologis dalam buku puisi Air Mata
Manggar. Objek penelitian yang digunakan adalah buku puisi Air Manggar karya
Arif Hidayat yang diterbitkan oleh Penerbit Basabasi tahun 2019. Dengan
menerapkan metode deskriptif kualitatif, menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk
kritik ekologis meliputi: kritik persoalan alihfungsi lahan, kritik persoalan
pencemaran lingkungan, dan kritik persoalan perubahan iklim. Perbedaan dari
penelitian Achmad Sultolini ialah teori ekokritik sastra yang dianalsis yakni Greg
Garrard, objek penelitian berupa buku puisi, serta tujuan penelitian yang dikaji yang
berkaitan dengan pembelajaran sastra.
Terakhir, tesis berjudul “Relasi Manusia dengan Lingkungan Alam dalam
Novel Luka Perempuan Asap karya Nafi’ah Al-Ma’rab: Tinjauan Ekokritik Sastra dan
Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA” yang diteliti oleh Safrudin

8
Atfalusoleh. Penelitian ini telah disidangkan di Sekolah Pascasarjana Universitas
Muhammadiyah Surakarta pada Rabu, 11 September 2019. Tujuan penelitian ini
adalah (1) mendeskripsikan latar sosiohistoris pengarang novel Luka Perempuan
Asap; (2) mengidentifikasi struktur yang membangun novel Luka Perempuan Asap
karya Nafi’ah al-Ma’rab; (3) mendeskripsikan relasi manusia dengan lingkungan alam
dalam novel Luka Perempuan Asap karya Naf’iah al-Ma’rab; dan (4)
mendeskripsikan relevansi hasil penelitian novel Luka Perempuan Asap karya Naf’iah
al-Ma’rab pada pembelajaran sastra di SMA. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Dengan menggunakan kajian ekokritik
sastra, penelitian ini menghasilkan (1) Pengarang bernama asli Sugiarti, bekerja
sebagai ghost writer dan sebagai ketua Forum Lingkar Pena Riau, serta karyanya
menekankan nilai religi; (2) adanya kepaduan antarunsur pembangun novel Luka
Perempuan Asap yang bertemakan lingkungan dan fakta-fakta cerita yang meliputi,
tokoh utama bernama Mun, memiliki alur maju, berlatar di Provinsi Riau tahun 2012
dengan latar sosial sebagai petani sawit; (3) relasi manusia dengan lingkungan alam
dalam novel ini menunjukkan hubungan manusia yang memanfaatkan alam untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis tanpa menerapkan prinsip ekologi yang
menyebabkan: polusi udara, hilangnya hutan, terjadinya bencana asap, dan
kekeringan; dan (4) hasil penelitian ini dapat direlevansikan dengan pembelajaran
sastra di SMA kelas XII, yakni KD 3.8 Menafsirkan pandangan pengarang terhadap
kehidupan dalam novel yang dibaca, dan KD. 4.8 Menyajikan hasil interpretasi
terhadap pandangan baik secara lisan maupun tertulis, sesuai dengan kriteria bahan
ajar meliputi aspek kebahasaan, psikologi, dan latar sosial budaya. Perbedaan
penelitian ini dengan tesis di atas ialah objek penelitian berupa kumpulan cerpen yang
terbit di surat kabar hari Minggu serta tidak mendeskripsikan latar sosiohistoris
pengarang.
Berdasarkan penelitian relevan yang telah dipaparkan, pengkajian dalam
penelitian ini akan menguraikan konflik antara manusia dalam alam yang
direfleksikan oleh pengarang di dalam cerpen koran yang terbit di hari Minggu. Selain
itu, dianalisis juga implikasinya terhadap pembelajaran sastra Indonesia di SMA.
Kajian yang digunakan adalah tujuh konsep ekokritik yang digagas oleh Greg
Garrard. Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah deskriptif kualitatif.
I. Metodologi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode ini adalah
metode pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat terhadap objek penelitian.
Tujuan metode deskriptif adalah membuat deskripsi, gambaran atau lukisan data dan
data secara sistematis, faktual, dan akurat. 21 Metode penelitian yang diaplikasikan
dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode ini diartikan sebagai penelitian
yang tidak mengadakan perhitungan, tetapi lebih memprioritaskan pada mutu,
kualitas, isi, ataupun bobot data dan bukti penelitian. Bogdan dan Taylor di dalam
bukunya Qualitative Research for Education menyatakan bahwa metode penelitian
Puji Santosa, Metodologi Penelitian Sastra: Paradigma, Proposal, Pelaporan, dan Penerapan, (Yogyakarta:
21

Azzagrafika, 2015), hlm. 20

9
kualitatif adalah prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku data yang dapat diamati. 22 Dalam penelitian
kualitatif, data yang dikumpulkan merupakan data kualitatif. Bentuk data yang
dikumpulkan berupa gambar, kata-kata dan bukan dalam bentuk angka. 23 Di dalam
ilmu sastra, sumber data adalah karya, naskah, data penelitian sebagai data formal
adalah kata, kalimat, dan wacana.24
Objek penelitian yang digunakan adalah “Nostalgia Gula Merah” karya Abdul
Hadi, terbit di Republika, 28 April 2019, “Banjir dikirim ke Campoan” karya Zainul
Muttaqin, terbit di Republika, 16 Juni 2019, “Setelah Kijang Mati” karya Mahfud
Ridwan, terbit di Minggu Pagi, 13 September 2019, “Musnahnya Hutan Larangan”
karya Bahagia, terbit di Republika, 19 Januari 2020, dan “Cerita Pohon Pukul Lima”
karya An. Ismanto, terbit di Jawa Pos, 15 Maret 2020. Dengam metode deskriptif
kualitatif, penelitian ini akan menguraikan unsur-unsur yang membangun kelima
cerpen yang menjadi objek penelitian. Sesuai dengan tujuan peneliti, yakni
mengetahui bagaimana pengarang merefleksikan konflik manusia dan alam di dalam
cerpen yang terbit di hari Minggu dengan teori ekokritik yang dipelopori oleh Greg
Garrard dan implikasinya terhadap pembelajaran sastra Indonesia di SMA.

J. Rencana Pembahasan
Penelitian ini akan disusun menjadi empat bab. Bab pertama tersusun dari latar
belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metodologi penelitian. Bab dua disusun
dengan kajian teori dan penelitian relevan. Bab tiga berisi mengenai hasil dari
penelitian, yaitu analisis struktur teks dari objek penelitian dan dilanjutkan dengan
menganalisis tentang isi pokok dari penelitian ini mengenai Konflik Manusia dan
Alam dalam Cerpen Koran Minggu dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra
Indonesia di SMA. Bab terakhir, bab empat merupakan penutup yang memuat
kesimpulan dan saran.

K. Daftar Pustaka
Al-Ma’ruf, Ali Imron dan Farida Nugrahani. Pengkajian Sastra: Teori dan Aplikasi.
Surakarta: Djiwa Amarta Press, 2017.
Anonim. Ensiklopedia Nasional Indonesia Jilid 15. Jakarta: Cipta Adi Pustaka, 1991.
Department of Economic and Social Affairs United Nations, “World Population
Prospect 2019 Hightlight” UN, New York: 2019.
Endaswara, Suwardi. Ekokritik Sastra: Konsep, Teori dan Terapan. Yogyakarta:
Morfalingua, 2016.
Endaswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Sastra Ekologi Sastra: Konsep, Langkah,
dan Penerapan. Yogyakarta: CAPS, 2016.
22
Ibid. hlm. 19
23
Muri Yusuf, Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Peneltian Gabungan (Jakarta: Kencana, 2017)
hlm.333
24
Nyoman Kuntha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
hlm.47

10
Garrard, Greg. Ecocritism, New York: Routledge, 2004.
Garrard, Greg. Curriculum Vitae for Faculty Members of The University of British
Colombia: Gregory Garrard, dipublikasikan pada 10 April 2020 diakses
melalui https://universityofbritishcolumbia.academia.edu/GregGarrard/
CurriculumVitae pada 19 Desember 2020.
Glotfelty, Cheryl. ‘Introduction’ di dalam Cheryl Glotfelty dan H. Fromm, The
Ecocriticsm Reader: Landmarks ini Literatery Ecology. London: University of
Georgia Press, 1996.
Hanafiah, Junaidi. “Aceh Banjir Lagi, Rusaknya Hutan Masih Jadi Sorotan”
dipublikasikan di Mongabay: Situs Berita Lingkungan pada 10 Desember
2020 yang diakses dari https://www.mongabay.co.id/2020/12/10/aceh-banjir-
lagi-rusaknya-hutan-masih-jadi-sorotan/ pada 19 Desember 2020.
Kerridge, Richard. ‘Small Rooms and the ecosystem: enviromentalism and DeLillo’s
White Noise’ di dalam Richard Kerridge dan N. Sammels, Writing the
Environment. London: Zed Books, 1998.
Muhardi dan Hasanudin. Prosedur Analisis Fiksi. Padang: IKIP Padang Press, 1992.
Ratna, Nyoman Kuntha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2004.
Rusyana, Yus. “Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia dalam Gamitan Kurikulum
Berbasis Kompetensi”. Makalah Seminar. Seminar Nasional Menyongsong
Kurikulum Bahasa Indonesia Berbasis Kompetensi: Peluang dan Tantangan di
FPBS UPI Bandung, Bandung, 2002.
Samosir, Meisy Ravika Samosir, Elmustian, dan Syafrial. “Konflik Tokoh dalam
Kumpulan Cerpen Kolase Hujan Pilihau Riau Pos 2009”. Riau: Jurnal Tuah
Vol. 1 No. 2, Desember 2019.
Santosa, Puji. Metodologi Penelitian Sastra: Paradigma, Proposal, Pelaporan, dan
Penerapan. Yogyakarta: Azzagrafika, 2015.
Tindaon, Yosi Abdian. “Pembelajaran Sastra sebagai Salah Satu Wujud
Impelementasi Pendidikan Berkarakter”. Medan: Jurnal Basastra Vol. 1 No. 1,
2012.
Yusuf, Muri. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Peneltian Gabungan.
Jakarta: Kencana, 2017.

11
12

Anda mungkin juga menyukai