Anda di halaman 1dari 11

Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

BENTUK DAN MAKNA EKSPRESI NARATIF CERITA RAKYAT SASAK DOYAN


NEDA: KAJIAN EKOKRITIK SASTRA
Rozali Jauhari Alfanani
Magister Pendidikan Bahasa Indonesia
Universitas Mataram
zalipasca15@gmail.com

Abstrak
Cerita rakyat merupakan salah satu jenis karya sastra yang terdapat dalam masyarakat di berbagai
daerah termasuk masyarakat Sasak di Pulau Lombok. Cerita rakyat dapat berfungsi sebagai alat
informasi tentang kondisi masyarakat suatu daerah. Salah satu cerita rakyat yang dimiliki oleh
masyarakat Sasak dan berisi tentang kondisi masyarakat Pulau Lombok pada masa lampau yaitu
cerita rakyat Doyan Neda. Adapun cerita rakyat tersebut memiliki aspek penting lain berupa aspek
ekologis (lingkungan alam), sosial (kehidupan masyarakat), dan kultural (kebudayaan) yang
menggambarkan kondisi masyarakat Sasak masa lampau. Dalam hal ini, cerita rakyat tersebut akan
dikaji berdasarkan teori ekokritik sastra sehingga nantinya diperoleh beberapa hasil yang terkait
dengan ketiga aspek tersebut. Pengkajian tersebut juga menggunakan beberapa metode yakni dalam
hal pengumpulan data menggunakan studi pustaka dan wawancara, kemudian penganalisisan data
menggunakan deskriptif analitik dan untuk penyajian hasil analisis menggunakan informal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil penelitian yang terkait dengan bentuk dan
makna ekspresi naratif cerita rakyat tersebut. Adapun bentuk data ekspresi naratif tersebut yaitu
berbentuk paragraf dengan jumlah 56 paragraf yang mengandung ekspresi naratif ekologis.
Kemudian makna-makna ekspresi naratif yang diperoleh yaitu makna ekologis yang berkaitan
dengan lingkungan alam, makna sosial yang berkaitan dengan kemasyarakatan dan makna kultural
yang berkaitan dengan aspek kebudayaan.

Kata kunci: cerita rakyat, Doyan Neda, ekokritik sastra, ekspresi naratif

Abstract
Folklore is one of the types of literary works contained in the community in various areas including
the Sasak people on the island of Lombok. Folklore can serve as an information tool about the
condition of society of a region. One of the folklore owned by the Sasak community and contains
about the condition of the people of Lombok Island in the past is the folklore of Doyan Neda. The
folklore has other important aspects of the ecological aspects (natural environment), social
(community life), and cultural (culture) that describes the condition of the Sasak people of the past.
In this case, the folktale will be examined based on literary ecocritical theory so that later obtained
some results associated with these three aspects. The assessment also uses several methods ie in
terms of data collection using literature study and interview, then analyzing the data using
descriptive analytics and for presentation of the results of the analysis using informal. Based on
research conducted, the results obtained research related to the form and meaning. The form of the
narrative expression data is a paragraph with the number of 56 paragraphs containing the
expression of ecological narrative. Then the meaning of the expression of the narrative that is
obtained is the ecological meaning associated with the natural environment, the social meaning
associated with societal and cultural significance associated with cultural aspects.

Keywords: folklore, Doyan Neda, ecocritical literature, narrative expression, cultural tourism

65
Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

I. Pendahuluan maupun tersurat. Unsur-unsur lingkungan


Karya sastra tidak terlepas dari tersebut menjadi gambaran tentang
kehidupan masyarakat, baik yang terkait kondisi hubungan alam dan masyarakat
dengan sistem sosial, tradisi budaya, suku Sasak yang mendiami Pulau
maupun lingkungan alam. Dalam hal ini, Lombok. Berdasarkan paparan tersebut,
karya sastra yang terkait dengan secara khusus permasalahan yang dikaji
lingkungan alam menjadi salah satu dalam penelitian ini adalah mengenai
bagian penting dalam kehidupan aspek bentuk dan makna ekspresi naratif
masyarakat yaitu sebagai cerminan yang terdapat dalam cerita rakyat Sasak
kehidupan. Salah satu bentuk cerminan Doyan Neda.
kehidupan masyarakat yang berkaitan
dengan karya sastra dan lingkungan II. Studi Relevan
terdapat pula di tengah kehidupan Kajian yang dianggap relevan
masyarakat suku Sasak yang mendiami dengan penelitian yang dilakukan ini
Pulau Lombok. Dalam tradisi masyarakat meliputi beberapa tulisan ilmiah dalam
Sasak, kegiatan -kegiatan yang berkaitan bentuk hasil penelitian yang dilakukan
dengan aspek sastra telah banyak sebelumnya, baik yang terfokus pada teori
dilakukan sejak zaman dahulu. Dengan maupun objek penelitian. Berikut ini
demikian, masyarakat Sasak merupakan adalah sejumlah hasil penelitian yang
masyarakat yang telah mengenal dan dijadikan sebagai kajian pustaka.
mengalami peradaban sastra yang cukup Penelitian pertama dilakukan oleh
lama. Dalam hal ini, cerita rakyat Sasak Suwandi (2017) dengan judul ―Keunikan
tentunya dapat menjadi bagian penjelas Budaya Minangkabau dalam Novel
dalam memahami warisan lokal Sasak Tengelamnya Kapal Van Der Wijck‖
yang menjadi kekayaan budaya Karya HAMKA dan Strategi Pemasarannya
masyarakat Sasak di Pulau Lombok. dalam Konteks Masyarakat Ekonomi
Adapun salah satu karya sastra berupa ASEAN‖. Penelitian selanjutnya oleh Sahli
cerita rakyat Sasak yang terdapat (2015) yang berjudul ―Cerminan Tata Nilai
hubungan antara unsur lingkungan dan Cerita Angling Dharma Sasak dan
masyarakat yaitu cerita rakyat Doyan Relevansinya dengan Pendidikan Siswa
Neda. Cerita rakyat Doyan Neda Tingkat Sekolah
merupakan salah satu cerita rakyat yang Menengah Pertama‖. Penelitian
diasumsikan mengandung kisah tentang berikutnya dilakukan oleh Hadi (2015)
masa awal kehidupan masyarakat Sasak dengan judul ―Cerita Rakyat di Pulau
dan hubungannya dengan lingkungan. Mandangin: Kajian Struktural
Cerita rakyat Doyan Neda sebagai bentuk Antropologi Claude Levi Strauss‖.
karya sastra dan lingkungan alam sebagai Penelitian lainnya dilakukan oleh
representasi ekologis suku Sasak layak Khaeriati (2015) yang berjudul ―Cerita
menjadi bahan kajian sastra secara Rakyat Lombok: Dongeng Cupak
ekokritik. Kajian ekokritik terhadap karya Gerantang, Sandubaya dan Lala Seruni,
sastra menghubungkan aspek ekologi dan Cilinaya Tinjauan Struktur Naratif
dengan karya sastra. Paradigma ekologi Vladimir Propp‖. Penelitian serupa yang
terhadap kajian sastra berarti menerapkan masih dianggap relevan yakni penelitian
pendekatan ekologi untuk memahami yang dilakukan oleh Untari (2014) dengan
karya sastra. Sebagai kekayaan budaya judul ―Analisis Legenda Batu Tinggang
masyarakat, cerita rakyat Sasak tidak yang terdapat di Dusun Batu Tinggang
terlepas dari unsur lingkungan sebagai Desa Labulia Kecamatan Jonggat
pembentuk ceritanya, baik secara tersirat Kabupaten Lombok Tengah‖. Penelitian

66
Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

mengenai cerita rakyat juga dilakukan masyarakat. Aktivitas menimbang dan


oleh Usup (2011) dengan judul ―Citra menilai sastra tersebut dikenal dengan
Pluralitas dan Religiusitas Masyarakat istilah kritik sastra. Kajian sastra dengan
Sasak di Lombok: Tinjauan Sosio- perspektif ekologi (lingkungan alam)
Semiotik atas Te Melak Mangan‖. yang dikenal dengan nama pendekatan
Penelitian sebelumnya juga dilakukan ekokritik, telah banyak dilakukan oleh
oleh Argawa (2007) dengan judul ―Fungsi peneliti sastra. Ekokritik pertama kali
dan Makna Mitos Dewi Anjani dalam digunakan pada akhir 1980 di Amerika
Kehidupan Masyarakat Sasak‖. dan awal 1990 di Inggris dengan istilah
green studies (Leksono, 2007:91).
Berkembangnya ekokritik di Amerika
III.Landasan Teori dan Metode ditandai dengan berdirinya The
Penelitian yang dilakukan ini Association for the Study of Literature
dalam upayanya untuk menganalisis hal- and Environment (ASLE) pada tahun
hal yang terkait dengan cerita rakyat 1992 yang secara rutin mengadakan
Sasak Doyan Neda berpijak pada suatu pertemuan untuk mencari kemungkinan
landasan teori. Dalam hal ini, landasan kerja sama antara peneliti sastra dengan
teori yang dimaksud yaitu yang berkaitan aktivis gerakan lingkungan (Arimbi,
dengan teori ekologi sastra dengan 2010:127). Pada intinya, ekokritik
pendekatan ekokritik sastra dan sebagaimana dikemukakan oleh Glotfety
etnoekologi sastra. (dalam Arimbi, 2010:128) adalah kajian
hubungan antara sastra dan lingkungan
3.1 Teori Ekologi Sastra fisik, kajian sastra yang berpusat pada
Kajian ekologi terhadap karya dunia (earth-centered).
sastra mempertemukan ekologi dengan
karya sastra. Paradigma ekologi terhadap 3.3 Etnoekologi Sastra
kajian sastra berarti menerapkan Endraswara (2016:94)
pendekatan ekologi untuk mendekati menyatakan etnoekologi merupakan
karya sastra. Dalam pandangan ekologi, kajian ihwal lingkungan etnis dalam
eksistensi organisme dipengaruhi oleh sastra. Lingkungan etnis tersebut banyak
lingkungannya atau ada hubungan timbal mewarnai sastra, sebab setiap anggota
balik dan saling keterkaitan antara etnis membawa lingkungan masing-
organisme dengan lingkungannya. masing. Lingkungan etnis terdiri atas
Lingkungan berarti semua faktor eksternal berbagai etnis yang hidup secara
yang langsung memengaruhi kehidupan, berdampingan dan juga memiliki warna
pertumbuhan, perkembangan, dan sastra masing-masing. Etnoekologi sastra
reproduksi organisme. Dalam paradigma memuat tiga hal pokok, yaitu (1)
ekologis, karya sastra diposisikan sebagai memantulkan keadaan etnis suatu bangsa
suatu spesies atau komponen dalam yang digarap secara estetis oleh sastrawan
sebuah ekosistem (Endraswara, 2016:16). sehingga menjadi jelas ciri khas etnis
berupa ajaran-ajaran etnis, (2)
3.2 Ekokritik Sastra menggambarkan komunikasi antaretnis
Sastra sebagai bagian dari yang memungkinkan terjadinya kontak
ekspresi masyarakat tentu memiliki budaya dalam lingkungannya, dan (3)
beberapa hal yang perlu juga mendapat gejala-gejala etnisitas dalam sastra
pertimbangan dan penilaian. Hal tersebut memunculkan marginalitas.
dimaksudkan agar karya-karya sastra
yang lahir akan terus berkembang ke arah
yang lebih baik dan bernilai guna di

67
Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

3.4 Tinjauan Bentuk, Makna, dan Doyan Neda yang diperoleh dari Buku
Fungsi Kumpulan Cerita Rakyat Nusa Tenggara
Bentuk merupakan suatu susunan Barat yang diterbitkan oleh Departemen
atau rangkaian yang mencakup pilihan Pendidikan dan Kebudayaan (1981:47),
kata, susunan kalimat, jalannya irama, sedangkan sumber data sekunder ialah
pikiran, perasaan yang terjelma di beberapa hasil penelitian yang menjadi
dalamnya dan membentuk satu kesatuan referensi, baik berupa buku, jurnal, tesis,
yang tidak dapat dipisahkan hingga dan laporan penelitian lainnya. Metode
terbentuknya suatu keindahan (Suherman, yang digunakan untuk mengumpulkan
2012:7). Adapun bentuk dalam cerita data dalam penelitian ini yaitu metode
rakyat terbagi atas enam jenis, yaitu kepustakaan. Penelitian yang dilakukan
berupa kata, frase, klausa, kalimat, ini dalam hal penganalisisan data
paragraf dan wacana. Selanjutnya, makna menggunakan metode analisis deskriptif
merupakan hasil dari gejala dalam ujaran analitik dengan teori ekokritik sastra. Data
yang berupa unsur-unsur intrinsik yang berupa ekspresi naratif berwujud teks
membangun unsur teks sastra (Bukhori, (paragraf) dan konteks (ekologis, sosial
2011:21). Selain itu, makna merupakan dan budaya) dalam teks cerita rakyat
hubungan antara bahasa dengan dunia Sasak Doyan Neda yang telah dianalisis
luar atau ekstralingual yang telah tersebut diuraikan menggunakan kata-kata
disepakati bersama oleh para pemakai dan kalimat secara naratif dalam bentuk
bahasa sehingga dapat dimengerti uraian singkat.
(Danandjaja, 1997). Adapun unsur
ekstralingual tersebut yaitu konteks sosial, IV.Pembahasan
budaya, dan lingkungan. Dalam hal ini, teks yang berada
dalam naskah cerita rakyat Sasak Doyan
3.5 Metode Penelitian
Neda tersebut dianalisis menggunakan
Jenis penelitian yang dilakukan
teori ekokritik sastra. Adapun hal-hal
ini yaitu penelitian kualitatif dengan
yang dianalisis menggunakan teori
pendekatan atau sifat penelitian deskriptif.
tersebut yaitu pada aspek bentuk, makna
Dalam hal ini, penelitian yang dilakukan
dan fungsi ekspresi naratif yang terdapat
ini kaitannya dengan penelitian deskriptif
dalam cerita rakyat Sasak Doyan Neda.
kualitatif yaitu mengkaji data-data berupa
Berdasarkan paparan tersebut, berikut ini
ekspresi naratif yang berwujud teks
diuraikan mengenai bentuk, makna dan
(paragraf) dan konteks (ekologis, sosial
fungsi ekspresi naratif yang terdapat
dan budaya) serta mengidentifikasi
dalam cerita rakyat Sasak Doyan Neda
maknanya secara ekologis, sosial dan
tersebut.
budaya dalam cerita rakyat Sasak Doyan
Neda. Kemudian, yang menjadi data a. Bentuk Ekspresi Naratif Cerita
dalam penelitian yang dilakukan ini yaitu Rakyat Sasak Doyan Neda
teks cerita rakyat Sasak Doyan Neda yang
Ekspresi naratif yang terdapat
telah mengalami transliterasi ke dalam
dalam cerita rakyat Sasak Doyan Neda
bahasa Indonesia. Adapun bentuk data
berbentuk paragraf. Adapun paragraf
yang dimaksud yaitu berupa ekspresi
yang digambarkan dalam teks tersebut
naratif yang berwujud teks (paragraf) dan
konteks (ekologis, sosial dan budaya) secara keseluruhan berjumlah 65 paragraf.
yang diidentifikasikan memiliki makna Namun demikian, setelah dilakukan
secara ekologis. Adapun sumber data identifikasi, reduksi, klasifikasi dan
primer yaitu naskah cerita rakyat Sasak pengkodean terhadap data berupa teks
cerita rakyat Sasak Doyan Neda

68
Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

berdasarkan kriteria ekologis (kealaman) ‗hutan belantara‘. Data ekspresi


maka jumlah data yang digunakan dalam naratif tersebut dikategorikan pula
penelitian ini yaitu sejumlah 56 paragraf. sebagai data paragraf deduktif yang
Berikut diuraikan beberapa paragraf yang menggambarkan unsur kealaman
merepresentasikan bentuk ekspresi naratif darat. Unsur-unsur tersebut
tersebut. bermaksud menjelaskan keadaan
Pulau Sasak pada masa lampau
1. Tentang kisah pulau ini, sebelum adanya manusia yang
diceritakan konon dahulu awal mendiami. Dengan demikian, ekspresi
mula adanya wilayah. Wilayah di
-ekspresi kealaman (ekologis) tersebut
Pulau Sasak belum ada manusia,
wilayah dipenuhi oleh hutan,
sesuai dengan konsep ekokritik sastra
pohon kayu, pohon sesak gelap yang menekankan adanya unsur
gulita dan sunyi senyap, kealaman (ekologis) yang terdapat
seluruhnya hutan belantara yang dalam suatu karya sastra.
angker (P1, 1981:1).
2. Doyan Neda berangkat pergi sambil
Data ekspresi naratif tersebut memanggul ketupat. Sekarang telah
merupakan jenis paragraf deskripsi. masuk ke hutan, pasrahkan diri pada
Hal tersebut ditunjukan dengan uraian Tuhan, siang malam ia berjalan,
deskriptif mengenai keadaan Pulau setiap yang dilewati sepi sunyi,
sasak pada zaman dahulu. Paragraf seluas-luasnya hutan lebat. Berjalan
di tepi jurang yang curam, kadang
tersebut terdiri dari dua kalimat yang
merunduk kadang merayap, karena
terbagi menjadi kalimat utama dan sesak dan lebatnya pepohonan, tidak
kalimat penjelas. Adapun yang jelas siang dan malam, niatnya dalam
menjadi kalimat utama dalam data hati, memang hendak naik ke
ekspresi naratif pada paragraf tersebut gunung, gunung Rinjani memang
yaitu ‗Tentang kisah pulau ini, sangat tinggi (P24, 1981:21).
diceritakan konon dahulu awal mula
adanya wilayah‘ dan yang menjadi Data ekspresi naratif dalam
kalimat penjelas yaitu ‗Wilayah di teks cerita rakyat tersebut
Pulau Sasak belum ada manusia, diidentifikasikan sebagai suatu data
wilayah dipenuhi oleh hutan, pohon berbentuk paragraf deskripsi. Paragraf
kayu, pohon sesak gelap gulita dan deskripsi tersebut tersusun atas tiga
sunyi senyap, seluruhnya hutan kalimat yang terdiri dari kalimat
belantara yang angker‘. Dengan utama dan kalimat penjelas. Adapun
demikian, data ekspresi naratif yang menjadi kalimat utama dalam
tersebut dapat dikategorikan sebagai data ekspresi naratif pada paragraf
suatu paragraf. tersebut yaitu ‗Doyan Neda berangkat
Dalam hal ini, berdasarkan pergi sambil memanggul ketupat‘ dan
teori ekokritik sastra maka data yang menjadi kalimat penjelas yaitu
ekspresi naratif tersebut dapat ‗Sekarang telah masuk ke hutan,
diklasifikasikan sebagai data ekspresi pasrahkan diri pada Tuhan, siang
naratif berbentuk paragraf yang malam ia berjalan, setiap yang
mengandung unsur kealaman dilewati sepi sunyi, seluas-luasnya
(ekologis). Ekspresi naratif yang hutan lebat‘. Dengan demikian, data
menggambarkan unsur kealaman ekspresi naratif tersebut dapat
tersebut terwujud pada diksi yang dikategorikan sebagai suatu paragraf.
digunakan yaitu ‗Pulau Sasak‘, Dalam hal ini, berdasarkan
‗manusia‘, ‗hutan‘, ‗pohon kayu‘, dan teori ekokritik sastra maka data

69
Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

ekspresi naratif tersebut dapat mertua ke Majapahit, Madura dan


diklasifikasikan sebagai data ekspresi Jawa. Paragraf tersebut tersusun atas
naratif berbentuk paragraf yang tiga kalimat yang terdiri dari unsur
mengandung unsur kealaman kalimat inti (utama) dan kalimat
(ekologis). Ekspresi naratif yang penjelas. Adapun yang menjadi
menggambarkan unsur kealaman kalimat utama dalam data ekspresi
tersebut terwujud pada diksi yang naratif pada paragraf tersebut yaitu
digunakan yaitu ‗hutan‘, ‗pepohonan‘, ‗Berdasarkan peristiwa itulah
dan ‗gunung‘. Data ekspresi naratif pemberian namanya yang lama-
tersebut dikategorikan sebagai data kelamaan bernama Ampenan‘ dan
paragraf deduktif yang yang menjadi kalimat penjelas yaitu
menggambarkan unsur kealaman ‗Diceritakan para Ayahanda raja telah
darat. Diksi kealaman darat tersebut pulang, berlayar menuju ke negeri
menggambarkan kondisi Pulau Sasak masing-masing, juga para raja
yang terdiri dari pepohonan, hutan dan bawahan, serempak berlayar pulang,
gunung. Dengan demikian, ekspresi- Pulau Sasak sangat subur, serta punya
ekspresi kealaman (ekologis) tersebut raja yang terkenal dermawan,
sesuai dengan konsep ekokritik sastra mengidupkan semua rakyat di desa,
yang menekankan adanya unsur raja belaku kasih kepada rakyat
kealaman (ekologis) yang terdapat miskin, siang malam rakyatnya
dalam suatu karya sastra. diingat dan dipikirkan‘. Dengan
3. Ayahanda raja bertiga berkata kepada demikian, data ekspresi naratif
semua menantunya, ―Pondok para tersebut dapat dikategorikan sebagai
undangan dari berbagai negeri itu suatu paragraf.
jadikan kenangan, berikan nama Dalam hal ini, berdasarkan
semua desa itu, beserta pesisir pantai teori ekokritik sastra maka data
tempat mendarat, di tempatku
ekspresi naratif tersebut dapat
membuattempatberteduh.‖
Berdasarkan peristiwa itulah diklasifikasikan sebagai data ekspresi
pemberian namanya yang lama- naratif berbentuk paragraf yang
kelamaan bernama Ampenan. mengandung unsur kealaman
Diceritakan para Ayahanda raja telah (ekologis). Ekspresi naratif yang
pulang, berlayar menuju ke negeri menggambarkan unsur kealaman
masing-masing, juga para raja tersebut terwujud pada diksi yang
bawahan, serempak berlayar pulang, digunakan yaitu ‗pesisir pantai‘ dan
Pulau Sasak sangat subur, serta ‗Pulau Sasak‘. Data ekspresi naratif
punya raja yang terkenal dermawan, tersebut dikategorikan sebagai data
mengidupkan semua rakyat di desa, paragraf deduktif yang
raja belaku kasih kepada rakyat menggambarkan unsur kealaman
miskin, siang malam rakyatnya
darat. Dengan demikian, ekspresi-
diingat dan dipikirkan (P56,
1981:40). ekspresi kealaman (ekologis) tersebut
sesuai dengan konsep ekokritik sastra
Ekspresi naratif yang yang menekankan adanya unsur
berbentuk tersebut diidentifikasikan kealaman (ekologis) yang terdapat
sebagai suatu paragraf berjenis narasi. dalam suatu karya sastra.
Hal tersebut karena paragraf tersebut
menguraikan secara naratif aktivitas b. Makna Ekspresi Naratif Cerita
para raja mertua, pendirian wilayah Rakyat Sasak Doyan Neda
Ampenan hingga kepulangan para raja

70
Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

Pemaknaan terhadap ekspresi pada konteks sistem sosial dalam


naratif yang terdapat dalam cerita rakyat kehidupan masyarakat yang terwujud
Sasak Doyan Neda dilakukan berdasarkan dalam segenap aktivitas
pendekatan ekokritik sastra. Pemaknaan kemasyarakatan (Endraswara,
berdasarkan ekokritik sastra tersebut 2016:77).
menitikberatkan pada seluk beluk Doyan Neda datang lalu duduk di
lingkungan yang membentuk interpretasi depan lumbung. Kemudian ia ditanya
sastra dan mengkaji unsur lingkungan oleh pemilik lumbung. ―Tuan kecil
yang tergambar dalam karya sastra perlu apa, masih pagi sekali datang
ke sini, silakan ceritakan keperluan
sehingga eksplorasi hubungan antara
tuan‖, Doyan Neda menjawab halus:,
manusia dan lingkungan dalam segala ―ayah!, saya minta sedekah,
bidang yang terkait dengan pencemaran, berapapun diberikan saya terima,
hutan belantara, bencana, tempat tinggal, walaupun sedikit, ataupun sebatang
binatang dan bumi sebagai hasil budaya saya terima‖. Jawab pemilik
dapat diungkap dengan baik (Endraswara, Lumbung: ―Baiklah – tapi tuan anak
2016:89). Adapun makna ekspresi naratif siapa, beritahu aku segera – tuan‖.
yang dimaksud yaitu berupa makna Doyan Neda lalu menjawab:, ―Saya
ekologis, makna sosial, dan makna anak dari Pengulu Alim‖, Orang yang
kultural. Berikut diuraikan beberapa dimintai itu berkata:, ―O sayang,
paragraf yang merepresentasikan makna putra Pengulu, kasihan sampai
meminta-minta‖ silakan berbagi
ekspresi naratif tersebut
sama-sama satu lumbung, kira-kira,
1) Makna Ekologis isi lumbung seribu ikat padi (P15,
Makna ekologis merupakan 1981:12-13).
makna yang dihasilkan berdasarkan
analisis terhadap komponen kealaman Dalam hal ini, makna data ekspresi
yang terdapat dalam suatu teks naratif P15 secara kontekstual terkait
(Endraswara, 2016:72). dengan kegiatan Doyan Neda yang
Tentang kisah pulau ini, diceritakan bertemu dengan salah seorang penduduk
konon dahulu awal mula adanya ketika berkeliling meminta-minta untuk
wilayah. Wilayah di Pulau Sasak meminta sedekah berupa padi.
belum ada manusia, wilayah dipenuhi
oleh hutan, pohon kayu, pohon sesak 3) Makna Kultural
gelap gulita dan sunyi senyap, Makna kultural merupakan
seluruhnya hutan belantara yang pemaknaan pada konteks ekokritik sastra
angker (P1, 1981:1). yang mengedepankan unsur tradisi dan
kebudayaan masyarakat yang terdapat
Data ekspresi naratif P1 dapat dalam suatu teks sastra (Endraswara,
dimaknai secara kontekstual terkait 2016:81).
dengan awal mula keberadaan sebuah Tersebutlah Raja Selaparang, Jero
wilayah yang disebut sebagai Pulau Waru dan Sembalun hendak
Sasak. Adapun wilayah tersebut masih melaksanakan upacara Selamet Gumi,
dipenuhi oleh pohon kayu yang lebat atau untuk itulah mengundang raja mertua
hutan belantara yang angker sehingga ke Jawa, Madura, dan Majapahit
menyebabkan kondisi alam yang gelap menyampaikan hari yang sudah
disepakati ke semua raja mertua,
dan sepi.
serta mengundang ke setiap wilayah
2) Makna Sosial bawahan. Semua wilayah ikut
Makna sosial merupakan hasil bersama, yakni Keling, Daha,
proses pemaknaan yang didasarkan Gegelang, Kediri, dan Kuripan.

71
Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

Jenggala, Jagaraga, Kentawang, unsur ekologis (kealaman) pada


semua itu undangan Raja Majapahit, diksinya. Diksi-diksi yang terdapat
raja junjungan seluruh jagad, para dalam data paragraf tersebut terdiri
raja bawahan diminta agar dari tiga unsur yaitu unsur darat
mengiringi, berlayar menyusuri (hutan, binatang, tumbuhan, tempat
pesisir, berlayar memakai kapal tinggal, manusia), unsur bahari
perahu juga banyak, setelah tiba lalu
(sungai, pantai, samudera) dan unsur
melepas sauh, terus turun menuju ke
pantai, semua bertempat tinggal di
udara (angkasa, asap, matahari).
hilir sungai di tepi pantai (P53, Kemudian, klasifikasi data paragraf
1981:39). tersebut dilakukan berdasarkan jenis
paragraf berdasarkan letak kalimat
Data ekspresi naratif P53 secara utamanya yaitu terdiri dari paragraf
kontekstual terkait dengan peristiwa deduktif, induktif dan campuran.
rencana pelaksanaan upacara Selamet Selain itu, klasifikasi paragraf juga
Gumi oleh Raja Selaparang, Jero Waru didasarkan pada isinya yaitu paragraf
dan Sembalun. Adapun makna kultural narasi dan deskripsi. Adapun data-
ekspresi naratif berupa pelaksanaan data berbentuk paragraf tersebut
upacara sebagai penyambung silaturahmi dianalisis berdasarkan konsep ekologi
antarkerajaan terutama antara raja-raja sastra dengan ditopang oleh teori
menantu dengan para raja mertua dan strukturalisme.
upacara tersebut sebagai bentuk rasa 2. Data-data yang telah dianalisis pada
syukur ketiga kerajaan di Pulau Sasak atas aspek bentuk tersebut dimaknai
keselamatan dan keberkahan dari Yang berdasarkan teori ekokritik sastra.
Maha Kuasa. Teori tersebut mengemukakan bahwa
data teks sastra yang akan dianalisis
V. Simpulan dalam hal pemaknaan yaitu data yang
mengandung tiga unsur utama.
Berdasarkan uraian pada bagian Adapun tiga unsur utama yang
sebelumnya, dapat disimpulkan beberapa dimaksud dalam kajian ekokritik
hal terkait dengan penelitian yang sastra yaitu unsur ekologis
dilakukan ini. Adapun simpulan yang (lingkungan alam), unsur sosial
dimaksud yaitu mengenai aspek bentuk (masyarakat), dan unsur kultural
dan makna cerita rakyat Sasak Doyan (budaya). Oleh sebab itu, pemaknaan
Neda. Simpulan beberapa aspek tersebut terhadap teks cerita rakyat Sasak
diuraikan sebagai berikut. Doyan Neda mengacu pada ketiga
1. Bentuk data yang menjadi hasil unsur tersebut. Adapun hasil
penelitian yang dilakukan ini yaitu penelitian yang dilakukan ini terkait
berupa ekspresi naratif berbentuk dengan makna ekspresi naratif cerita
paragraf. Adapun total keseluruhan rakyat Sasak Doyan Neda yaitu
paragraf dalam teks cerita rakyat makna ekologis yang berkaitan
Sasak Doyan Neda tersebut sebanyak dengan kondisi alam Pulau Lombok
65 paragraf yang kemudian direduksi yang masih alami saat itu berupa
menjadi 56 paragraf sebagai data Gunung Rinjani, hutan belantara,
primer sesuai kebutuhan penelitian. sungai, pantai dan aktivitas ekologis
Reduksi tersebut didasarkan pada masyarakat. Kemudian, makna sosial
kriteria penelitian yang mengacu pada berkaitan dengan sikap dan tingkah
konsep ekokritik sastra sehingga data laku sosial yang ditunjukan oleh
yang dipilih untuk dianalisis beberapa tokoh dalam teks tersebut
merupakan data yang mengandung

72
Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

seperti Doyan Neda yang senantiasa Emzir. 2010. Metodologi Penelitian


membantu sesama, tokoh Ibu yang Pendidikan: Kuantitatif dan
mengasihi anaknya sejak kecil hingga Kualitatif. Jakarta: Raja Grafindo
menjadi raja, dan sikap hormat para Persada.
raja di Pulau Lombok dalam proses Endraswara, Suwardi. 2016. Metodologi
akulturasi dengan kerajaan di luar Penelitian Ekologi Sastra: Konsep,
Pulau Lombok (Pulau Jawa). Langkah, dan Penerapan.
Terakhir, makna kultural ekspresi Jogjakarta: CAPS.
naratif cerita rakyat Sasak Doyan …………..2016. Sastra Ekologis: Teori
Neda terkait dengan peristiwa atau dan Praktik Pengkajian. Jogjakarta:
aktivitas budaya yang dilakukan oleh CAPS.
masyarakat Sasak seperti pelaksanaan …………….2016. Ekokrtitik Sastra:
upacara Selamet Gumi. Konsep, Teori dan Penerapan.
Jogjakarta: Morfalingua.
Daftar Pustaka ………………2013. Metodologi
Argawa, I Nyoman. 2007. ―Fungsi dan Penelitian Sastra. Jogjakarta:
Makna Mitos Dewi Anjani dalam CAPS
Kehidupan Masyarakat Sasak‖. Garrard, Greg. 2004. Ecocriticism.
Denpasar: Pascasarjana Universitas London and New York: Routledge
Udayana. Journal.
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur
Penelitian: Suatu Pendekatan Hadi, Sofian. 2015. ―Cerita Rakyat di
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Pulau Mandangin: Kajian
Arimbi, Maimunah D.A.. 2010. Struktural Antropologi Claude Levi
―Ecocriticism: Mencari Solusi Strauss‖. Surabaya: Pascasarjana
Alternatif Persoalan Ekologis Universitas Negeri Surabaya.
Melalui Pembacaan Karya Sastra‖. Hutomo, Sudarmono. 2009. ―Perkembang
Dalam Sastra & Perubahan Sosial. an Cerita Rakyat Sampai saat ini
Kumpulan Makalah Seminar. Solo: dan Usaha-usaha untuk
Fakultas Sastra dan Seni Rupa Menumbuhkannya‖. Jurnal Media
Publishing. Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan
Bukhori, Anas. 2011. Konsep 20 (10):1—10. Malang: UM Press.
Interpretasi: Makna Bahasa dan Khaeriati. 2015. ―Cerita Rakyat Lombok:
Sastra. Malang: Arcamedia. Dongeng Cupak Gerantang,
Danandjaja, James. 1997. Folklor Sandubaya dan Lala Seruni, dan
Indonesia. Jakarta: Grafiti. Cilinaya Tinjauan Struktur Naratif
Depdikbud. 1981. Cerita Rakyat Nusa Vladimir Propp‖. Yogyakarta:
Tenggara Barat: Mite dan Legenda. Pascasarjana Universitas Gadjah
Jakarta: Departemen Pendidikan Mada.
dan Kebudayaan Republik Leksono, Amin Setyo. 2007. Ekologi:
Indonesia. Pendekatan Deskriptif dan
Depdiknas. 2009. Kamus Besar Bahasa Kuantitatif. Malang: Bayumedia
Indonesia (edisi III). Jakarta: Publishing.
Depdiknas. Mahsun. 2011. Metode Penelitian
Egan, Gabriel. 2006. Green Shakespeare: Bahasa: Tahapan, Strategi,
From Ecopolitics to Ecocriticsm. Metode, dan Tekniknya (edisi revisi
London and New York: Routledge 2011). Jakarta: Rajawali Pers.
Journal.

73
Jurnal Mabasindo Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2017 Rozali Jauhari Alfanani

Muhammad. 2014. Metode Penelitian Sasak Tradisional dan


Bahasa. Jakarta: Gramedia Pustaka Hubungannya dengan
Utama. Pembelajaran Sastra di SMP‖.
Muslich, Masnur. 2012. Bahasa Mataram: FKIP Universitas
Indonesia pada Era Globalisasi. Mataram.
Jakarta: Bumi Aksara. Sumardjo, Jacob. 2007. Ekologi Sastra
Nuriadi. 2016. Theory of Literature: An Lakon Indonesia. Bandung: Kelir.
Introduction. Lombok Barat: Arga Sumarsono. 2014. Pengantar Semantik.
Puji Press. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Pateda, Mansoer. 2015. Sosiolinguistik. Suwandi, Sarwiji. 2017. ―Keunikan
Bandung: Angkasa. Budaya Minangkabau dalam Novel
Poerwanto, Hari. 2005. Kebudayaan dan Tengelamnya Kapal Van Der
Lingkungan dalam Perspektif Wijck‖ Karya HAMKA dan
Antropologi. Yogyakarta: Pustaka Strategi Pemasarannya dalam
Pelajar. Konteks Masyarakat Ekonomi
Pradopo, Rachmat Djoko dkk. 2001. ASEAN‖. Surakarta: Universitas
Metodologi Penelitian Sastra. Sebelas Maret.
Yogyakarta: Hanindita Graha Thu‘aimah, Purnawanti. 2008. Dari
Widya. Antropologi Budaya ke Sastra dan
Pujiharto. 2010. Perubahan Puitika Sebaliknya. Bandung: Kalam P.
dalam Fiksi Indonesia dari Untari, Dewi Laksmi. 2014. ―Analisis
Modernisme ke Pascamodernisme. Legenda Batu Tinggang yang
Yogyakarta: Elmatera. terdapat di Dusun Batu Tinggang
Ratna, Nyoman Kutha. 2011. Teori, Desa Labulia Kecamatan Jonggat
Metode, dan Teknik Penelitian Kabupaten Lombok Tengah‖.
Sastra. Yogyakarta: Pustaka Mataram: Universitas Mataram.
Pelajar. Usup. 2011. ―Citra Pluralitas dan
Ricoeur, Paul. 2014. Teori Interpretasi: Religiusitas Masyarakat Sasak di
Membelah Makna dalam Anatomi Lombok: Tinjauan Sosio-Semiotik
Teks (terjemahan Musnur Hery). atas Te Melak Mangan‖.
Jogjakarta: IRCiSoD. Yogyakarta: Pascasarjana FIB
Sahli. 2015. ―Cerminan Tata Nilai Cerita UGM.
Angling Dharma Sasak dan Weber, Max. 2013. Teori Dasar Analisis
Relevansinya dengan Pendidikan Kebudayaan. Jogjakarta: IRCiSoD.
Siswa Tingkat Sekolah Menengah Yandianto, Saiful. 2013. Perspektif
Pertama‖. Mataram: Pascasarjana Potensi dan Kontribusi dalam Bahasa
Universitas Mataram. dan Sastra. Bandung:
Semi, Atar. 2013. Kritik Sastra. Bandung: Alfabeta.
Angkasa.
Silalahi, Uber. 2012. Metode Penelitian
Sosial. Bandung: Refika Aditama.
Siswanto, Wahyudi. 2013. Pengantar
Teori Sastra. Malang: Aditya
Media Publishing.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian
Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suherman. 2012. ―Bentuk, Fungsi, dan
Makna Mantra pada Masyarakat
74

Anda mungkin juga menyukai