Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS STRUKTURAL SEMIOTIK PADA PUISI “TAKDIR

DAUN” KARYA MASHURI

MAKALAH

Diajukan Sebagai Tugas Akhir Mata Kuliah Kajian Puisi Indonesia


dengan Dosen Pengampu Fauziah Suparman M.Pd

Oleh
Hirza Azzahra Susila
2031311014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puisi merupakan teks yang berdiri sendiri dan mandiri yang telah memiliki
kelengkapan tersendiri sebagai sebuah struktur. Puisi merupakan karya sastra
yang kompleks pada setiap barisnya dan memiliki makna yang dapat atau dapat
bermakna. Puisi adalah karya sastra yang menggairahkan, mengungkapkan makna
tersirat dari ekspresi batin penyair. Oleh karena itu, semua kata dan frasa memiliki
makna abstrak tidak langsung dan memberikan gambaran kepada pembaca. Kata-
kata yang terdapat dalam puisi dapat membentuk gambaran fiktif bagi
pembacanya, sehingga memberikan makna yang sangat kompleks. Puisi adalah
salah satu genre karya sastra di dalamnya. Puisi adalah struktur yang terdiri dari
komponen-komponen. Komponen penyusun disebut koheren karena tidak dapat
berdiri sendiri tanpa menghubungkan satu elemen dengan elemen lainnya.
Pradopo (2010: 121) menyatakan bahwa bahasa sebagai medium karya sastra
merupakan system semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan yang memiliki
arti. Medium karya sastra bukanlah bahan yang yang bebas (netral) seperti bunyi
pada seni musik ataupun warna pada lukisan. Puisi dapat dipelajari dengan
menggunakan beberapa pendekatan, salah satunya adalah pendekatan semiotik.
Kajian ilmiah tentang tanda atau tanda, dan susunan makna yang terkandung
dalam tanda-tanda tersebut, disebut dalam semiotika. Semiotika yang diterapkan
pada puisi berbeda dengan semiotika yang diterapkan pada prosa. Semiotika puisi
tidak berhenti pada medium puisi, tetapi dapat mengikuti latar belakang ideologi
pengarang atau latar belakang puisi yang diciptakannya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana struktur puisi “Takdir Daun” karya Mashuri?
2. Bagaimana analisis puisi “Takdir Daun” karya Mashuri menggunakan
pembacaan heuristik?
3. Bagaimana analisis puisi “Takdir Daun” karya Mashuri menggunakan
pembacaan heurmineutik?
4. Apa makna yang terkandung dalam puisi “Takdir daun” karya Mashuri
apabila dianalisis berdasarkan sistem tanda dan penanda?

1
2

1.3 Tujuan Penelitian


1. Memaparkan struktur puisi “Takdir Daun” karya Mashuri
2. Memaparkan analisis puisi “Takdir Daun” karya Mashuri menggunakan
pembacaan heuristik
3. Memaparkan analisis puisi “Takdir Daun” karya Mashuri menggunakan
pembacaan heurmineutik
4. Memaparkan makna yang terkandung dalam puisi “Takdir Daun” karya
Mashuri apabila dianalisis berdasarkan sistem tanda dan penanda
BAB II
LANDASAN TEORETIS

2.1 Landasan Teoretis


Landasan teori merupakan hal-hal yang mendasar dan penting dalam
melakukan sebuah analisis atau penelitian. Landasan teori merupakan kumpulan-
kumpulan teori yang menjelaskan tentang variabel penelitian dari hasil studi
kepustakaan yang dijadikan sebagai dasar atau acuan yang kuat. Landasan teori
ibarat sebuah kerangka sebelum membangun sebuah analisis atau penelitian.
Begitupun dalam mengalisisis sebuah karya sastra, diperlukan landasan teori agar
hasil analisis dapat sahih dan dapat dipertanggung jawabkan, selain itu dengan
landasan teori hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti atau penulis dapat
beriringan dengan landasan yang dibuat atau tidak melenceng dari landasan teori
2.2 Pendekatan Struktural Semiotik
Semiotik adalah ilmu tentang tanda, ilmu tentang tanda dan segala
penelitiannya yang terkait, cara kerjanya, hubungannya dengan tanda lain,
transmisi dan penerimaannya oleh orang yang menggunakannya. Semiotika
mengeksplorasi sistem, aturan, dan aturan yang membuat karakter-karakter ini
bermakna. Menurut Saussure, kajian semiotik berfokus pada penguraian sistem
tanda yang berkaitan dengan linguistik, sedangkan Perth berfokus pada logika dan
filosofi tanda yang ada dalam masyarakat.
Sejak abad ke-20, semiotika telah tumbuh menjadi bidang kajian yang
sungguh besar, melampaui diantaranya, kajian bahasa tubuh, bentuk-bentuk seni,
wacana retoris, komunikasi visual, media, mitos, naratif, bahasa, artefak, isyarat,
kontak mata, pakaian, iklan, makanan, upacara, pendeknya semua yang
digunakan, diciptakan, atau diadopsi oleh manusia, untuk memproduksi makna.
Secara singkat Sobur (2003: 15) mengungkapkan semiotika adalah suatu ilmu
atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda-tanda di sini
adalah, khususnya alat yang kami gunakan dalam upaya kami menemukan jalan di
dunia ini, antara manusia dan dengan manusia. Semiotika, atau dalam istilah
Barhtes, semiologi, pada dasarnya ingin mempelajari bagaimana manusia
menggunakan sesuatu. Sedangkan menurut Lechte (dalam Sobur, 2003: 16)
Semiotika adalah teori tentang tanda dan penandaan.

3
4

2.2.1 Analisis Struktural Semiotik


1. Diksi
Diksi pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk
mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu (seperti yang
diharapkan). Menurut Waluyo (2003:72), Diksi adalah kata-kata dalam puisi yang
telah dipilih dan disusun oleh penyair dengan mempertimbangkan maknanya,
komposisi bunyi dalam rima dan irama, kedudukan kata-kata itu di tengah konteks
kata lainnya dan kedudukan kata dalam keseluruhan puisi. Diksi adalah pemilihan
kata dalam sajak. Diksi digunakan untuk mencurahkan pikiran setepat-tepatnya,
engekspresikan perasaan yang dapat menjelmakan pengalaman jiwa penyairnya
(Pradopo 2002:54).
2. Pengimajian
Waluyo (1987:78-79) menyatakan bahwa pengimajian adalah kata atau
susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman sensoris, seperti
penglihatan,pendengaran, dan perasaan. Melalui pengimajian, apa yang dikatakan
seolah-olah dapat dilihat (imaji visual), didengar (imaji auditif), atau dirasa (imaji
taktil). Imaji visual menampilkan kata-kata yang menyebabkan apa yang
digambarkan penyair lebih jelas seperti bisa dilihat. Imaji auditif adalah
penciptaan ungkapan penyair sehingga pembaca seolah-olah mendengarkan suara
seperti yang digambarkan. Imaji taktil adalah penciptaan ungkapan penyair yang
mampu memengaruhi perasaan sehingga pembaca terpengaruh perasaannya.
3. Kata Konkret
Kata konkret digunakan untuk membangkitkan imaji pembaca terhadap puisi
yang tengah dihadapi. Imaji ini akibat dari pengimajian yang diciptakan penyair.
Adapun kata konkret dihadirkan oleh pengarang untuk menciptakan imaji
pembaca. Sejalan dengan pendapat Waluyo (1987), Jabrohim, dkk. (2009:41)
mengungkapkan bahwa kata konkret merupakan kata-kata yang digunakan oleh
penyair untuk menggambarkan lukisan keadaan atau suasana batin dengan
maksud membangkitkan imaji pembaca. Berdasar pada berbagai pendapat
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kata konkret dalam puisi merupakan kata-kata
yang digunakan setiap penyair untuk menggambarkan lukisan keadaan atau
5

suasana batin dengan maksud membangkitkan imaji pembaca, sehingga pembaca


terlibat penuh secara batin ke dalam puisi.
4. Majas
Majas adalah salah satu bentuk gaya bahasa untuk mendapatkan suasana
dalam sebuah kalimat agar semakin hidup. Mudahnya bisa kita pahami bahwa
majas itu bisa menjadi ungkapan yang menghidupkan suatu kalimat. Majas
melakukan penyimpangan dari makna dari suatu kata yang biasa digunakan.
Adapun pembagian bahasa figuratif menurut Altenbarnd adalah: simile, metafora,
simile epik, alegori, personifikasi, metonimia, dan sinekdok. (Baribin 1990:48-
51).
5. Verifikasi
Menurut Jabrohim, dkk. (2009:53-54), Versifikasi terdiri atas ritma, rima, dan
metrum. Secara umum ritma (rhythm) dikenal sebagai irama, yaitu pergantian
panjang-pendek, turun-naik, keras-lembut ucapan bunyi bahasa yang teratur.
Irama menyebabkan aliran perasaan atau pikiran tidak terputus dan terkonsentrasi
sehingga menimbulkan bayangan angan (imaji) yang jelas dan hidup. Irama
diwujudkan dalam bentuk tekanan-tekanan pada kata. Tekanan tersebut dibedakan
menjadi tiga, yaitu
a) Dinamika, yakni tekanan keras lembutnya ucapan pada kata tertentu;
b) Nada, yakni tekanan tinggi rendahnya suara; dan
c) Tempo, yakni tekanan cepat lambatnya pengucapan kataa Metrum adalah
irama yang tetap, pergantiannya sudah tetap menurut pola tertentu (Pradopo,
2018: 40).
6. Tipografi
Aminuddin (2009:146) mengemukakan bahwa tipografi adalah cara penulisan
puisi untuk menampilkan bentuk-bentuk tertentu yang dapat diamati secara visual.
Peranan tipografi di samping untuk menampilkan aspek artistik secara visual, juga
digunakan untuk menciptakan nuansa makna dan suasana tertentu. Tipografi juga
berperan menunjukkan adanya loncatan gagasan dan memperjelas satuan makna
tertentu yang ingin diungkapkan penyair.
Berdasar pada pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tipografi diartikan
sebagai perlambangan rasa, makna, dan nuansa tertentu dalam puisi yang
6

divisualisasikan dalam tata bentuk baris dan bait puisi untuk memperjelas satuan
makna tertentu yang ingin diungkapkan penyair.
Adapun struktur batin puisi atau struktur makna merupakan pikiran perasaan
yang diungkapkan penyair. Struktur batin puisi terdiri dari tema, perasaan, nada,
dan amanat. Berikut ini merupakan uraian struktur batin puisi.
a) Tema
Definisi secara umum mengenai tema menurut Keraf (2004:121-122) ialah
suatu amanat utama yang disampaikan oleh penulis melalui karangannya. Amanat
utama ini dapat diketahui misalnya bila seseorang membaca roman atau yang
lainnya (dilihat dari sudut pandang karangan yang telah selesai). Waluyo
(1987:106) menyatakan bahwa tema merupakan gagasan pokok atau subjek-
matter yang dikemukakan oleh penyair. Pokok-pokok pikiran itu begitu kuat
mendesak dalam jiwa penyair, sehingga menjadi landasan utamapengucapannya.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
topik adalah gagasan utama di balik atau kekuatan pendorong sebuah esai. Sebuah
esai yang dihasilkan harus mengandung atau membawa sejumlah ide utama
b) Perasaan
Perasaan adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat
dalam puisinya. Aminuddin (2009:150) mengemukakan bahwa perasaan adalah
sikap penyair terhadap pokok pikiran yang ditampilkannya. Hal itu terkandung
dalam lapis makna puisi sejalan dengan terdapatnya pokok pikiran. Pada setiap
pokok pikiran pada umumnya dilatarbelakangi oleh sikap tertentu.
c) Nada
Nada merupakan sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan
dengan tema dan rasa. Adapun suasana merupakan keadaan jiwa pembaca setelah
membaca puisi tersebut, atau dampak psikologis yang ditimbulkan puisi tersebut
terhadap pembaca (Waluyo 1987:125 dan Jabrohim dkk. 2009:66). Tentang nada,
Jabrohim dkk. (2009:66) mencontohkan sikap penyair dalam puisi adakalanya
menggurui, menasihati, mengejek, menyindir, atau hanya bersikap lugas,
menceritakan sesuatu kepada pembacanya.
7

d) Amanat
Amanat adalah sesuatu atau yang disampaikan penyair dalam sebuah puisinya.
Mengenai amanat, Richards (dalam Nadeak 1985:33) menyatakan bahwa setiap
penyair mempunyai tujuan dengan sajak-sajaknya, baik disadari maupun tidak.
Tujuan ini diungkapkan oleh penyair berdasarkan pandangan hidupnya. Amanat
atau tujuan adalah hal yang mendorong penyair untuk mencipta puisinya.
2.2.2 Analisis Semiotik Puisi
1. Pembacaan Heuristik
Pembacaan heuristik merupakan cara kerja yang dilakukan oleh pembaca
dengan menginterpretasikan teks sastra secara referensial lewat tanda-tanda
linguistik (Riffaterre, 1978: 5). Analisis makna heuristik ini, puisi dianalisis
berdasarkan struktur kebahasaannya. Untuk memperjelas arti jika perlu diberi
sisipan kata atau sino nim yang disimpan dalam tanda kurung. Begitu juga
struktur kalimatnya disesuaikan dengan kalimat baku,jika perlu susunannya
dibalik untuk memperjelas arti (Pradopo, 1995:136).
2. Pembacaan Heurmineutik
Setelah dilakukan pembacaan heuristik, kemudian dilakukan pembacaan ulang
(retroaktif) dengan memberi tafsiran sesuai dengan konvensi sastra sebagai sistem
semiotika tingkat kedua yang disebut dengan pembacaan heurmineutik.
Hermeneutik berasal dari bahasa Yunani ‘hermeutikeakar kata hermeneutika
berasal dari kata kerja ‘herme dan neuien’ yang beararti “menafsirkan” dan kata
benda ‘herme dan neia’ yang berarti “interpretasi”. Penjelasan kata-kata tersebut
dapat disepadankan dengan mengungkapkan, menjelaskan, menerjemahkan, m
embuka karakter dasar interpretasi dalam teologi dan sastra (Palmer 2003:14).
Oleh karena itu, teknik analisis hermeneutik ini merupakan teknik pembacaan
yang harus diulangi kembali dengan bacaan retroaktif dan ditafsirkan secara
hermeneutik berdasarkan konvensi sastra.
3. Hubungan Tanda dan Penanda
Tanda adalah kesatuan dari suatu wujud penanda (signifier) dengan sebuah ide
atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda adalah “bunyi yang
bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi, penanda adalah bidang material
dari bahasa yaitu apa yang dituturkan atau didengar dan apa yang ditulis atau
8

dibaca. Petanda adalah cerminan mental, cara melakukan sesuatu, atau pemikiran.
Jadi, petanda adalah bidang mental dari bahasa (Bertens, 2001:180).
Suatu penanda tanpa petanda tidak berfaedah apa-apa dan karena itu tidak
adalah tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau
ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda
sendiri dan dengan demikian adalah suatu faktor linguistik. “Penanda dan petanda
adalah kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure. Louis
Hjelmslev, seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak
hanya mengandung hubungan internal selang bidang material (penanda) dan
pemikiran mental (petanda), namun juga mengandung hubungan selang dirinya
dan sebuah sistem yang semakin lapang di luar dirinya. Untuk Hjelmslev, sebuah
tanda semakin adalah self-reflective dalam arti bahwa sebuah penanda dan sebuah
petanda masing-masing mesti secara berulang-ulang menjadi kemampuan dari
ekspresi dan persepsi. Louis Hjelmslev dikenal dengan teori metasemiotik
(scientific semiotics). Sama halnya dengan Hjelmslev, Roland Barthes pun adalah
pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang
mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu penduduk tertentu dalam kala tertentu.
Semiotik, atau dalam istilah Barthes semiologi, pada landasannya berhasrat
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).
Sebuah sistem tandai yang utama yang menggunakan lambang adalah bahasa. Arti
simbol ditentukan oleh masyarakat. Misalnya kata ibu berarti "orang yang
melahirkan kita”, itu terjadinya atas konvensi dan perjanjian masyarakat bahasa
Indonesia, masyarakat bahasa inggris menyebutnya mother, Perancis la mere
(Pradopo, 2018: 123-124).
Konsep semiotika C.S Pierce memfokuskan kepada hubungan trikotomi antara
tanda-tanda dalam karya sastra. Hubungan trikotomi yang dimaksud yaitu
hubungan antara objek, representamen dan interpretan. Dalam hubungan antara
trikotomi, terbagi menjadi 3 bagian yaitu hubungan tanda yang dilihat
berdasarkan persamaan (kesamaan) antara unsur-unsur yang diacu yang biasanya
disebut dengan “ikon”, hubungan tanda yang dilihat dari adanya sebab akibat
antarunsur sebagai sumber acuan yang disebut sebagai “indeks”, dan hubungan
9

tanda yang dilihat berdasarkan konvensi antarsumber yang dijadikan sebagai


bahan acuan yang disebut dengan ‘simbol’.
2.3 Pengarang dan Karyanya
Mashuri (lahir 27 April 1976) sastrawan berkebangsaan Indonesia. Karya-
karyanya dipublikasikan di sejumlah surat kabar dan terhimpun dalam beberapa
antologi. Mashuri juga tercatat sebagai salah satu peneliti di Balai Bahasa Jawa
Timur. Tahun 2018, bersama Sosiawan Leak dan Raedu Basha, dia dipercaya
menjadi kurator yang bertugas memilih narasumber dan menyeleksi para peserta
Muktamar Sastra. Hubbu adalah judul prosanya yang mengantarkan namanya
meraih predikat sebagai juara 1 Sayembara Penulisan Novel Dewan Kesenian
Jakarta, tahun 2006
Mashuri lahir di Lamongan, 27 April 1976. Dia menggeluti hal-ihwal terkait
tradisionalitas dan religiusitas. Mashuri merupakan lulusan dua pondok
pesantren didaerah kelahirannya. Dia menyelesaikan pendidikannya di Universitas
Airlangga dan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Di luar aktivitas
pendidikannya, Mashuri berkiprah di Komunitas Teater Gapus dan Forum Studi
Sastra dan Seni Luar Pagar (FS3LP) Surabaya. Karya-karyanya berupa puisi,
cerita pendek, esei, novel, naskah drama, sejarah lokal, dan kajian ilmiah
dipublikasikan di sejumlah surat kabar. Tahun 2006 Mashuri memenangi
Sayembara Menulis Roman Dewan Kesenian Jakarta (DKJ). Setelah menggeluti
profesi sebagai pewarta, 1999-2011, sejak 2006 dia berhikmat sebagai peneliti
sastra di Balai Bahasa Jawa Timur.
BAB III
PEMBAHASAN

Takdir Daun
Karya: Mashuri

aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin.


bila kini aku merona di pigura yang menempel di dinding
dunia, kerna hidupku berarus di degup jantungmu, kerna
perkenan tanganmu yang sudi memungutku dari bumi
lusuh. lalu apa yang pantas aku balas kepadamu, selain
cinta dan rindu
3.1 Analisis Struktur Puisi “Takdir Daun” karya Mashuri
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa struktur puisi
terdiri atas dua yakni struktur fisik puisi dan struktur batin puisi. Berikut ini
merupakan analisis dari dua struktur puisi tersebut dalam puisi “Takdir Daun”
karya Mashuri
3.1.1 Struktur Fiksi Puisi
a. Diksi
Diksi yang digunakan pada cerpen “Takdir Daun” karya Mashuri kebanyakan
menggunakan diksi konotatif dimana tidak menjelaskan makna yang sebenarnya
dan hanya memakai makna kiasan.
...
aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin
...
Makna dari kata selembar daun kering, ning disini yaitu penyair ingin
menyampaikan bahwa makna kata tersebut menggambarkan seseorang yang tidak
ada artinya. Kemudian diksi dari makna selanjutnya yaitu:
...
bila kini aku merona di pigura yang menempel di dinding dunia
...

10
11

Makna diksi selanjutnya yaitu terdapat pada makna merona di pigura, disini
penyair menggambarkan bahwa seseorang itu sudah memperlihatkan keindahan
pada dirinya. Diksi selanjutnya yaitu terlihat pada makna sebagai berikut:
...
Kerna perkenan tanganmu yang sudi memungutku dari bumi lusuh
...
Makna dari diksi selanjutnya yaitu memungutku dari bumi lusuh, di mana
penyair menggambarkan bahwa dia bersyukur karena ada seseorang yang telah
membantu dan hadir dalam kehidpannya.
b. Pengimajian
Pada puisi “Takdir Daun” karya Mashuri ini terdapat pengimajian seperti pada
bait:
...
kerna hidupku berarus di degup jantungmu
...
Pada kalimat degus jantungmu dalam kutipan puisi di atas menunjukkan
gambaran yang dapat ditanggap dengan indera perasa. Kata berarus memiliki
keterkaitan hidup antara penyair dengan seseorang yang merubah hidupnya.
c. Kata konkret
Kata konret yang terdapat pada puisi “Takdir Daun” karya Mashuri yaitu
terlihat pada bait:
...
aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin.
...
Berdasarkan bait puisi di atas dapat dilihat bahwa konkret pada bait tersebut
yaitu daun kering dengan makna yang bisa ditangkap oleh indra penglihatan.
Makna tersebut menggambarkan daun kering yang mudah terbawa oleh angin.
Kata konkret selanjutnya yaitu:
...
bila kini aku merona di pigura yang menempel di dinding
...
Berdasarkan bait puisi di atas dapat dilihat bahwa kata konkret selanjutnya
yaitu pingura yang menempel di dinding yang bermakna layaknya kenangan yang
tidak pernah terlupakan.
12

d. Majas
Majas yang terdapat pada “Takdir Daun” karya Mashuri ini yaitu
menggunakan majas alegori. Majas alegori adalah majas yang menyatakan dengan
ungkapan kiasan atau penggambaran. Terlihat pada bait pertama yaitu:
...
Aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin.
...
Maksud dari bait di atas yaitu penyair menggambarkan seolah-olah dia itu
rapuh seperti daun kering yang mudah terbawa angin. Lalu hinggap ning, seorang
kekasih.
e. Verifikasi
a. Rima
aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin, (a-u, a-a, e-e-a,
a-u, e-i, i, u-u, e-a-a, a-i)
bila kini aku merona di pigura yang menempel di dindin, (i-a, i-i, a-u. e-o-a, i,
i-u-a, a, e-e-e, i, i-i)
dunia, kerna hidupku berarus di degup jantungmu, kerna, (u-a, e-a, i-u-u, e-a-
u, i, e-u, a-u-u, e-a)
perkenan tanganmu yang sudi memungutku dari bumi, (e-e-a, a-a-u, a, u-i, e-
u-u-u, a-i, u-i)
lusuh. lalu apa yang pantas aku balas kepadamu, selain, (u-u, a-u, a-a, a, a-a,
a-u, a-a, e-a-a-u, e-a-i)
cinta dan rindu, (i-a, a, i-u)
b. Ritma
Ritma adalah panjang pendek, tinggi rendah, keras lemah yang dihasilkan.
Dalam puisi ini terdapat nada rendah.
c. Tipografi
Tipografi pada puisi “Takdir Daun” karya Mashuri yaitu setiap huruf pertama
pada bait puisi tersebut tidak menggunakan huruf kapital melainkan menggunakan
huruf kecil artinya menandakan kesetaraan pada puisi tersebut. Terlihat pada
kutipan puisi di bawah ini:
...
aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin.
bila kini aku merona di pigura yang menempel di dinding
dunia, kerna hidupku berarus di degup jantungmu, kerna
perkenan tanganmu yang sudi memungutku dari bumi
lusuh. lalu apa yang pantas aku balas kepadamu, selain
cinta dan rindu
...
13

3.1.2 Struktur Batin Puisi


1. Tema
Tema merupakan gagasan utama atau ide pokok dari keseluruh bacaan. Tema
yang ada ada puisi “Takdir Daun” karya Mashuri yaitu tentang percintaan.
2. Perasaan
Dalam puisi ini, penyair menyampaikan perasaan bersyukur atas kehadiran
seseorang yang di ceritakan pada puisi tersebut. Hal ini disampaikan pengarang
pada kutipan puisi berikut:
...
Kerna perkenan tanganmu yang sudi memungutku dari bumi lusuh
...
Berdasarkan kutipab puisi di atas sangat jelas bahwa penyair secara langsung
menyampaikan rasa bersyukur karena kehadiran seseorang yang merubah
hidupnya.
3. Nada
Nada pada puisi “Takdir Daun” karya Mashuri ini yaitu memiliki nada rendah.
Dapat dibuktikan pada kutipan:
...
Aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin.
...
Berdasarkan kutipan di atas penyair menunjukkan bahwa pada puisi tersebut
nada yang digunakannya adalah nada rendah.
4. Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi “Takdir Daun” karya Mashuri ini yaitu
penyair mengungkapkan bahwa kita harus bersyukur apabila ada seseorang yang
bisa membantu kita untuk merubah hidup kita menjadi lebih baik.
3.2 Analisis Semiotik
3.2.1 Pembacaan Heuristik
Pembacaan Heuristik merupakan pembacaan tingkatpertama dalam
semiotika yang dilakukan dengan cara menyisipkan kata-kata lain dalam puisi
dengan tujuan agar artinya menjadi jelas. Berikut ini pembacaan heuristik pada
puisi “Takdir Daun’ karya Mashuri:
aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin.
bila kini aku merona di pigura yang menempel di dinding
dunia, kerna hidupku (yang) berarus di degup jantungmu, kerna
14

perkenan tanganmu yang (akan) sudi memungutku dari bumi


lusuh (ini). lalu apa yang pantas aku balas kepadamu, selain
cinta dan rindu.
3.2.2 Pembacaan Heurmineutik
Pembacaan heurmineutik ini dilakukan sebagai upaya untuk memberi makna
serta penafsiran terhadap puisi “Takdir Daun” karya Mashuri.
...
aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin.
...
Makna pada bait di atas yaitu seseorang yang tidak bisa berbuat apa-apa
dn hanya seperti daun yang kering mudah terbawa angin. Lalu akhirnys hinggap
di hati ning, kekasih.
...
bila kini aku merona di pigura yang menempel di dinding
...
Dalam bait tersebut memiliki makna bahwa dia sudah bisa bangkit dan
memiliki keindahaan karena sudah bukan lagi seseorang yang dianggap tidak bisa
berbuat apa-apa.
...
dunia, kerna hidupku berarus di degup jantungmu, kerna
...
Makna dari bait di atas yaitu tentang seseorang yang hidupnya berdegup
pada jantung sang kekasih pada seseorang yang telah membantunya.
...
perkenan tanganmu yang sudi memungutku dari bumi
...
Pada bait di atas memiliki makna bahwa dia telah di bantu oleh seseorang
yang telah merubah hidupnya.
...
lusuh. lalu apa (yang) pantas (aku) balas kepadamu, selain
cinta dan rindu.
...
Makna dari bait di atas yaitu bahwa dia merasa tidak ada yang pantas lagi
untuk dia balas balas kepada seseorang itu selain rasa cinta dan rinfu.
3.2.3 Hubungan Tanda dan Penanda
1. Ikon
Ikon merupakan hubungan tanda dan penanda yang bersifat alamiah yang
menggambarkan potret yang mewakili sesuatu. Ikon pada puisi yang berjudul
“Takdir Daun’ kary Mashuri terdapat pada bait berikut:
15

...
aku hanya selembar daun kering, ning, luruh terbawa angin
...
Bait di atas merupakan ikon. Pada kata “aku” diperumpamakan sebagai
selembar daun kering yang gugur atau jatuh terbawa angin.
Kemudian juga ditemukan ikon metaforis pada puisi ini yaitu terdapat pada
bait:
...
bila kini aku merona dipigura yang menempel di dinding dunia
...
Pada kalimat tersebut merupakan ikon. Pada kata “pigura” diperumpamakan
kenangan yang terkenang.
2. Indeks
Indeks pada puisi yang berjudul “Takdir Daun” karya Mashuri terdapat pada bait
berikut:
...
lusuh, lalu apa yang pantas aku balas kepadamu selain cinta dan rindu.
...
Makna kata lusuh pada kutipan di atas disebabkan karena dirinya tidak bisa
membalas kecuali cinta dan rindu. Indeks selanjutnya terdapat pada kutipan di
bawah ini:
...
dunia, kerna hidupku berarus di degup jantungmu, kerna”
...
Indeks yang terdapat pada bait di atas yaitu “hidupku berarus di degup
jantungmu” yang bermakna detak jantung “aku” berada di tubuh kekasihnya.
3. Simbol
Simbol pada puisi “Takdir Daun” karya Mashuri terdapat pada bait dibawah
ini:
Bumi

Pada kata bumi merupakan artian planet yang ditempati manusia untuk hidup
juga merupakan planet ketiga dari matahari dan merupakan planet terbesar dari
empat planet kebumian tata surya. Simbol selanjutnya terdapat pada kutipan di
bawah ini:
16

Angin
Angin merupakan gerakan udara dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah
yang bertekanan rendah.
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Setelah penulis membaca dan menganalisis puisi “Takdir Daun” karya
Mashuri ternyata terdapat analisis strukur, struktur batin puisi, analisis semiotik
dan juga hubungan tanda penanda. Analisis struktur meliputi diksi, pengimajian,
kata konkret, majas, verifikasi, dan tipografi. Sedangkan pada struktur batin puisi
yaitu terdapat tema, perasaan, nada, dan amanat. Pada analisis semiotik disini
terbagi menjadi dua yaitu pembacaan heuristik dan pembacan heurmineutik. Dan
yang terakhir ada hubungan tanda dan penanda yang terbagi menjadi tiga yaitu,
ikon, indeks, dan simbol.
Diksi yang ada pada puisi “Takdir Daun” karya Mashuri menggunakan
diksi konotatif. Selanjutnya pengimajian pada puisi ini terdapat imaji perasa. lalu
majas dari puisi ini yaitu menggunakan majas aleorgi dimana pada cerpen ini
yaitu menngunakan kata kiasan. Rima yang terdapat pada puisi ini yaitu tidak
konsisten dan ritma nya menggunakan ritma rendah. Tipografi pada puisi “Takdir
Daun” karya Mashuri menggunakan huruf kecil yang menandakan kesetaraan
pada puisi tersebut. Pengarang menggunakan tema percintaan. Perasaan yang
tertangkap dalam puisi ini adalah rasa bersyukur. Nada yang dirasakan pembaca
dalam puisi ini adalah nada rendah.
Berdasarkan pengkajian melalui pembacaan Heuristik terdapat
penambahan kata untuk memperjelas kalimat yang ada pada puisi tersebut dan
sesuai dengan pembacaan Heuristik. Pada pembacaan Hermeneutik sangat
beragam dalam pemaknaannya. Pada puisi ini terdapat dua ikon, dua indeks dan 2
simbol.
4.2 Saran
Melalui makalah ini yang berisi analisis pada puisi “Takdir Daub’ karya
Mashuri ini, semoaga pembca dapat menajdikannya sebagai bahan referensi
dalam mengkaji atau menganalisis karya sastra berbentuk puisi dengan
menggunakan pendekan struktural semiotik. Semoga pemahaman penulis
mengenai pendekatan struktural semiotik bisa tersampaikan dengan baik.

17
18

DAFTAR PUSTAKA

Pradopo, Racmat Djoko. (2018). Teori Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah


Mada University Press

Setiyadi, (2014). Perbedaan pengaruh pembelajaran. Program Pascasarjana:


UMP

Jabrohim. dkk. (2009). Cara menulis kreatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.

Keraf, Gorys. 2004. Komposisi: Sebuah Pengantar Kemahiran Bahasa. Flores:


Nusa Indah

Herman J Waluyo. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta : Erlangga.


Riffaterre, Michael. 1978. Semiotic of Poetry. Blomington and London: Indiana
University Press

Palmer, Richard. E. 2003. Hermeneutika. Teori Baru mengenai Interpretasi.


Cetakan I. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Anda mungkin juga menyukai