Oleh
NIM: 134114009
YOGYAKARTA
Mei 2016
1. Latar Belakang
Karya sastra merupakan hasil perpaduan estetis antara keadaan lingkungan pengarang
dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya kreativitas yang tinggi. Fenomena-fenomena
yang pengarang rasakan sebagai bagian dari suatu masyarakat, menimbulkan suatu hasrat untuk
melakukan aksi, pendapat, bahkan kritik, baik kaitannya masalah masyarakat, pemerintahan,
politik, kebudayaan, pendidikan, dan sebagainya. Bentuk luapan emosi pengarang dapat
dicurahkan melalui karya sastra yang diciptakan, dan tidak hanya sebatas menghasilkan karya,
melainkan karya sastra itu dapat memiliki fungsi yang berarti di tengah-tengah lingkungan
masyarakat.
dipisahkan, karena sastra menyajikan kehidupan dan sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial
(masyarakat), walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif manusia (Wellek dan
Warren, 1990:109). Di samping itu sastra berfungsi sebagai kontrol sosial yang berisi ungkapan
sosial beserta problematika kehidupan masyarakat. Jobrahim, ed, (1994: 221) mengungkapkan
bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu
kenyataan sosial.
Karya sastra memiliki kaitan yang dengan sosial dan politik, walaupun nilai sosial dan
politik tidaklah mutlak ada pada sebuah karya sastra. Sastra dan politik menjalin keterpaduan
untuk membentuk suatu nilai atau fungsi yang berguna bagi masyarakat. Sastra di dalam
kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan lagi. Kehidupan masyarakat dengan berbagai
polemik yang terjadi saat ini tidak menutup kemungkinan untuk dituangkan kedalam karya-karya
pengarang pada zamannya dengan mengangkat tema dari realitas kehidupan sosial. Karya sastra
berdasarkan realitas kehidupan pengarang mencoba dibagikan kepada masyarakat umum tentang
Penciptaan karya sastra tidak dapat dipisahkan dengan proses imajinasi pengarang dalam
melakukan proses kreatifnya. Bahwa karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil
imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitarnya. Karya
sastra dipengaruhi oleh lingkungan pengarang, maka karya sastra merupakan ekspresi zaman dari
pengarang sehingga ada hubungan sebab akibat antara karya sastra dengan situasi sosial tempat
dilahirkannya.
Dalam hal ini, sosok pengarang Putu Wijaya menghadirkan karya karyanya berupa
cerpen yang tak jarang mengangkat tema masalah sosial dan politik. Banyak sekali karya Putu
Wijaya yang berbicara masalah sosial politik, terlebih pada masalah perbandingan kelas sosial
atau masalah ketidakadilan dalam realitas masyarakat. Dari banyak karya karyanya tersebut,
terdapat tiga karya cerpen Putu Wijaya yang mengusung tema tentang dominasi kelas sosial atau
perbandingan kelas sosial. Cerpen tersebut berjudul “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan”.
Kajian Tentang dominasi kelas paling tepat dikaji dengan menggunakan teori Hegemoni
Gramsci. Secara umum, hegemoni adalah sebagai suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial
atas kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan
dominasi atau penindasan. Bisa juga hegemoni didefinisikan sebagai dominasi oleh satu
kelompok terhadap kelompok yang lain, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide
yang didiktekan oleh kelompok dominasi terhadap kelompok yang didominasi/dikuasai diterima
Penulis memilih ketiga karya tersebut karena menurut penulis karya tersebut lebih
banyak mengandung tema permasalahan dominasi kelas dan pertentangan kelas dibanding
dengan karya Putu Wijaya yang lain. Penggambaran dominasi kelas dalam tiga cerpen tersebut
sangatlah terlihat dari penggambaran realitas keadaan masyarakat yang dituliskan dalam cerpen
tersebut.
Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji ketiga cerpan karya Putu Wijaya berdasarkan
teori Hegemoni Gramsci. Dalam analisis kali ini penulis menerapkan teori hegemoni ke dalam
cerita pendek karya Putu Wijaya dan menerapkan analisis tersebut pada kisah nyata yang ada di
Indonesia. Dalam analisisnya, penulis hanya akan melihat bentuk bentuk praktek hegemoni yang
terjadi dalam alur cerita dan akan membandingkannya dengan realitas yang terjadi dalam
masyarakat Indonesia. Karena menurut penulis kesenjangan sosial dalam cerita fiksi dapat
dibuktikan atau dibandingkan dengan kesenjangan sosial yang terjadi pada dunia nyata.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang akan
2.2 Bagaimana bentuk bentuk dominasi kelas atas yang terdapat dalam alur cerpen
3. Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tentang praktek praktek
hegemoni yang terdapat dalam cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” karya Putu Wijaya.
3.2 Mendeskripsikan bentuk bentuk dominasi kelas atas yang terdapat dalam alur
4. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini adalah pemaparan bentuk praktek hegemoni yang dilakukan
oleh dominasi kelas atas dalam cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” karya Putu Wijaya
pengetahuan dalam bidang sosiologi sastra dengan bentuk kajian teori hegemoni untuk
menganalisis sebuah karya sastra. Selain itu juga menerapkan praktek hegemoni yang terdapat
dalam cerpen dan membandingkannya dengan yang terjadi dalam realitas masyarakat
Indonesia.
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai rujukan penelitian mengenai studi
praktek hegemoni dalam sebuah karya sastra, serta untuk rujukan penelitian mengenai
fenomena hegemoni yang terjadi dalam masyarakat. Dengan demikian, diharapkan dengan
adanya penelitian ini dapat membantu pembaca memahami cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan
5. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian penelitian yang telah ada, sebenarnya sudah ada beberapa
penelitian masalah dominasi kelas yang menggunakan teori Gramsci. Namun dari bebrapa
penelitian yang sudah ada, kebanyakan menggunakan Novel sebagai bahan penelitiannya.
Selain itu penelitian yang menjadikan karya Putu Wijaya untuk diteliti, juga masih belum
terhadap Perempuan dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toor” (2008) oleh
Fitria Kusuma Astuti. Dalam penelitian tersebut dibahas mengenai praktik hegemoni dan
faktor penyebab terjadinya hegemoni bendoro Jawa terhadap perempuan dalam novel Gadis
Pantai karya Pramoedya Ananta Toor. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan sosiologi sastra karena penelitian ini berupaya untuk mengungkap aspek-aspek
sosiologi dalam novel Gadis Pantai. Dalam penelitian tersebut diterapkan teori hegemoni
Gramsci yang menyatakan bahwa dominasi suatu golongan sosial dilakukan dengan cara
kepemimpinan intelektual dan moral, bukan dengan kekerasan dan paksaan. Dominasi dengan
cara tersebut didapat melalui konsensus atau „komitmen aktif‟ yang didasarkan pada adanya
tahun 2015 tentang Bentuk Hegemoni Dalam Cerita Pendek “Suap” Karya Putu Wijaya Kajian
Teori Hegemoni Gramsci. Dalam penelitian ini membicarakan masalah kesenjangan sosial,
kelas sosial dan penindasan yang ada pada cerpen karya Putu Wijaya yang berjudul Suap.
Selain itu juga ada penelitian yang relevan berikutnya berbentuk jurnal dari Angga Ramses
pada tahun 2015 yang membicarakan tentang hegemoni kekuasaan dalam novel Pabrik karya
Artikel lain yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini berjudul Film
Propaganda: Ikonografi Kekuasaan oleh Budi irawanto. Artikel ini membahas tentang
penemuan teknologi modern memiliki banyak potensi seperti kekuatan ekonomi, sosial dan 12
politik. Fasis rezim serta perusahaan-perusahaan film telah mempekerjakan bioskop sebagai
alat propaganda untuk mengontrol dan memobilisasi massa demi kekuasaan mereka umur
panjang. Selain itu, karakter film itu sendiri adalah media fasis sempurna yang datang dari
jaringan proto-fasisme dari peradaban abad kedua puluh. Dengan menggunakan berbagai genre
perfilman Indonesia dari era yang berbeda sebagai studi kasus, artikel ini berpendapat bahwa
film propaganda Indonesia memiliki perwakilan monolitik yang dapat digambarkan sebagai
kultus dari “bapakisme” (patronism), “kultur Komando” (budaya perintah), marjinalisasi peran
progresif, dan pemuliaan dari peran Soeharto dalam gerakan revolusioner Indonesia.
penggunaan teori sosiologi sastra menggunakan teori hegemoni untuk membahas permasalahan
politik. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian penelitian yang sudah ada adalah
penerapan tentang dominasi kelas dengan teori Hegemoni. Disamping itu juga ada teori teori
pendukung antara lain adalah teori Sosiologi Sastra. Selain itu, objek kajiannya adalah berupa
Cerpen dari Putu Wijaya, dari penelitian penelitan sebelumnya masih belum banyak yang
mengkaji lewat novel Putu WIjaya ataupun novel novel lain yang mengangkat masalah
dominasi kelas.
6. Landasan Teori
Dalam penelitian ini akan digunakan 2 teori, yaitu Teori Hegemoni danSosiologi
Sastra. Namun teori utama yang digunakan untuk mengkaji objek adalah Teori Hegemoni.
a. Sosiologi Sastra
lebih dulu akan tujuan hegemoni itu. Setelah seseorang sadar, ia tidak akan merasa
dihegemoni lagi melainkan dengan sadar melakukan hal tersebut dengan suka rela. Jadi
terdapat dua jenis hegemoni, yang satu melalui dominasi atau penindasan, dan yang lain
hegemoni konsep Marxis ortodoks, biasanya bernuansa negatif. Sementara itu hegemoni
Objek karya sastra adalah realitas. Hal ini berarti bahwa sastra tidak dapat
ide, pengalaman, serta sistem berpikir sastrawan yang dipengaruhi oleh ideologi, nilai,
dan orientasi yang dibentuk oleh kebudayaan yang dijumpainya adalam realitas
yang ada dalam masyarakat. Jadilah teks sastra sebagai sebuah proyeksi dari kehidupan
Sosiolog Karl Manheim mengajukan teori bahwa setiap karya seni (termasuk
sastra) mau tidak mau akan menyampaikan makna pada tiga tingkat yang berbeda.
Pertama, tingkat objective meaning, yaitu hubungan suatu karya sastra dengan dirinya
sendiri; apakah karya sastra gagal atau berhasil dalam menjelmakan keindahan pesan
yang hendak disampaikannya. Kedua, tingkat expressive meaning, yaitu hubungan antara
karya itu dengan latar belakang psikologi penciptanya. Suatu karya sastra merupakan
dokumen sosial tentang keadaan masyarakat dan alam pikiran, dimana suatu karya
Pada tingkat yang ketiga ini karya sastra mempunyai maknanya setelah diletakkan
dalam konteks realitas sosialnya. Struktur karya sastra dibentuk dari proses strukturasi
nilai-nilai yang terjadi pada realitas masyarakat. Oleh karena hubungan inilah, maka
sosiologi sastra hadir sebagai disiplin ilmu yang berusaha memahami dan menjelaskan
fenomena tersebut. Menurut pandangan teori ini, karya sastra dilihat hubungannya
dengan kenyataan, sampai sajauh mana karya sastra itu mencerminkan realitas sosial.
Auguste Comte (dalam Soekanto 2006:4), Sosiologi sastra jelas merupakan ilmu
sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang
objeknya adalah mayarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri
karena telah memenuhi segenap unsur- unsur ilmu pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya
adalah:
a. Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan
tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta
merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk
sosiologi dibentuk atas dasar terori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki,
baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk memjelaskan fakta
telaahnya yang pokok bertumpu pada unsur intrinsik yang berfungsi pelangkap. Sosiologi
sebagai ilmu sosial semula ajaran filosofi yang berorientasi Helenisme/ Yunani kemudian
pranata/institusi sosial, hubungan antar anggota dan antar kelompok masyarakat, beserta
Dalam analisis ini, kajian tentang dominasi kelas paling tepat dikaji dengan teori
Hegemoni Gramsci. Kata hegeisthai (Yunani) merupakan akar kata dari hegemoni, yang
lain. Hegemoni dikembangkan oleh filsuf Marxis Italia Antonio Gramsci (1891-1937). Konsep
ortodoks. Chantal Mouffe dalam bukunya yang berjudul Notes on the Sourthen Question untuk
pertama kalinya menggunakan istilah hegemoni ini di tahun 1926. Hal ini kenudian disangkal
oleh Roger Simon, menurutnya istilah hegemoni sudah digunakan oleh Plekhamov sejak
tahun1880-an.
Terdapat dua pengertian hegemoni yang berbeda, yang satu versi Marxis ortodoks
dan yang satu versi dari Gramsci. Hegemoni menurut Marxis, menekankan pentingnya peranan
masyarakat, Gramsci menyebut ekonomi jenis ini sebagai materialisme vulgar. Jadi hegemoni
Marxis merupakan hegemoni negara. Sementara hegemoni Gramsci berbeda, Gramsci tidak
setuju dengan konsep Marxis yang lebih kasar dan ortodoks mengenai “dominasi kelas” dan
Hegemoni adalah sebagai suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas
sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan dominasi
atau penindasan. Bisa juga hegemoni didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok
terhadap kelompok yang lain, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang
didiktekan oleh kelompok dominasi terhadap kelompok yang didominasi/dikuasai diterima
Gramsci berarti, untuk sebagian, bahwa orang-orang dari kelas kelas yang tidak
Konsep persetujuan inilah tolak ukur utama dalam hegemoni, sehingga diperlukan
gagasan atau ide yang menjadikan salah satu lapisan sosial yang akhirnya berpuncak pada
persetujuan. Konsep persetujuan untuk memperoleh posisi dominasi berkaitan dengan segala
hal yang berkaitan dengan manusia sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri, karenanya
dalam hegemoni sangat erat kaitannya dengan aspek-aspek sosial masyarakat. Aspek ini yaitu,
budaya, politik, dan sosial. Sedangkan dalam kehidupan bernegara, ideologi politik menjadi
material yang paling diunggulkan. Usaha-usaha inilah yang dilakukan oleh sekelompok kelas
Gramsci dalam Faruk (2005) mengatakan bahwa suatu kelompok sosial dapat dan
pemerintah. Ia menjadi dominan apabila menjalankan kekuasaan, tetapi bahkan jika ia sudah
Bagi Gramsci, hegemoni berarti situasi di mana „blok historis‟ faksi kelas
berkuasa menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan atas kelas-kelas subordinat melalui
kombinasi antara kekuasaan, dan terlebih lagi dengan konsensus. Dalam memahami pengertian
hegemoni, Gramsci bertolak dari dikotomi tradisional tentang karakter pemikiran politik Italia
dari Marchivelli sampai Pareto, yakni „kekuatan‟ dan „konsensus‟ (force and consent). Dari
titik tolak tersebut Gramsci berpendapat bahwa supremasi kelompok atau kelas sosial tampil
dalam dua cara yaitu, pertama „dominasi‟ atau „kekerasan‟ (coercion) dan kedua
kepemimpinan intelektual dan moral. Tipe kepemimpinan yang kedua inilah yang menurut
Oleh karena itu, hegemoni lebih merupakan suatu kemenangan yang diperoleh
melalui konsensus daripada penindasan suatu kelas sosial terhadap orang lain. Dalam hal ini
masyarakat diarahkan untuk menilai dan memandang suatu problematika sosial dalam
7. Metode Penelitian
mencari dan membaca banyak pustaka, termasuk karya sastra secara cermat
(Nazir, 1985: 111-132). Metode ini merupakan prosedur yang sistematik dan
stadar utnuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 1985:211). Teknik catat
digunakan untuk mencatat data yang diperoleh dari teks-teks yang terdapat dalam
objek kajian yaitu Cerpen Putu Wijaya yang berjudul “Suap”,”Jenggo”, dan
”Kebebasan”.
Metode analisis isi digunakan untuk mengeksplorasi makna hegemoni dalam alur
bentuk bentuk dominasi kelas yang ada dalam ketiga cerpen tersebut. Dan yang
terakhir adalah mengklasifikasikan jenis jenis dominasi kelas yang ada dalam
adalah berupa hasil analisis yang telah dilakukan. Hasil analisis tersebut antara
lain akan menghasilkan penggambaran objek kajian yang berupa analisis alur
cerita, perbandingan data, dan juga klasifikasi data dari cerpen “Suap”,”Jenggo”,
dan ”Kebebasan”.
Sumber data dari penelitian ini adalah berupa cerpen dari karya Putu
Wijaya. Cerpen yang digunakan sebagai sumber data adalah cerpen yang berjudul
cerpen tersebut, penulis juga menggunakan cerpen cerpen dan karya sastra lain
yang isinya masih berkaitan sebagai sumber data pembanding dan tambahan.
8. Sistematika Penyajian
Penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab. Dalam lima bab tersebut akan dirinci
Bab I: Berisi pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagai
menjadi delapan sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan
sistematika penyajian.
Bab II: Berisi analisis alur cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” yang
menggambarkan proses dominasi kelas yang terjadi dalam cerpen cerpen tersebut.
Bab III: Berisi analisis bentuk bentuk dominasi kelas atas yang terdapat dalam
alur cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” karya Putu Wijaya. Selain itu
akan disajikan juga bentuk bentuk dominasi kelas atas yang sudah
Bab IV: Berisi pemaparan tentang perbandingan dominasi kelas atas dalam cerpen
Bab V : Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil
KEGIATAN FEB MAR APR MEI JUN JUL Agust Sept Okt Nov Des
1. Pembuatan X X
proposal
2. Pengumpulan X X
data
3. Analisis data x x
4. Membuat x x
laporan hasil
penelitian
5. Revisi laporan x
penelitian
Faruk 2012. Pengantar Sosiologi Sastra dan Strukturalisme Genetik Sampai Post
Modernisme. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Teeuw, A 1988. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Pustaka
Jaya
Saraswati, Ekarini. 2003, Sosiologi Sastra; Sebuah Pemahaman Awal. Malang: Bayu
Media dan UMM.