Anda di halaman 1dari 17

Dominasi Kelas Atas dalam Cerpen “Suap”,”Jenggo”,”Kebebasan”

Karya Putu Wijaya : Kajian Hegemoni


Proposal Metode Penelitian Sastra

Diajukan untuk Menyusun Tugas Akhir Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Nicolaus Ade Prasetyo

NIM: 134114009

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

Mei 2016
1. Latar Belakang

Karya sastra merupakan hasil perpaduan estetis antara keadaan lingkungan pengarang

dan psikologi isi hatinya, yang diiringi dengan daya kreativitas yang tinggi. Fenomena-fenomena

yang pengarang rasakan sebagai bagian dari suatu masyarakat, menimbulkan suatu hasrat untuk

melakukan aksi, pendapat, bahkan kritik, baik kaitannya masalah masyarakat, pemerintahan,

politik, kebudayaan, pendidikan, dan sebagainya. Bentuk luapan emosi pengarang dapat

dicurahkan melalui karya sastra yang diciptakan, dan tidak hanya sebatas menghasilkan karya,

melainkan karya sastra itu dapat memiliki fungsi yang berarti di tengah-tengah lingkungan

masyarakat.

Hubungan sastra dengan masyarakat pendukung nilai-nilai kebudayaan tidak dapat

dipisahkan, karena sastra menyajikan kehidupan dan sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial

(masyarakat), walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif manusia (Wellek dan

Warren, 1990:109). Di samping itu sastra berfungsi sebagai kontrol sosial yang berisi ungkapan

sosial beserta problematika kehidupan masyarakat. Jobrahim, ed, (1994: 221) mengungkapkan

bahwa sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu

kenyataan sosial.

Karya sastra memiliki kaitan yang dengan sosial dan politik, walaupun nilai sosial dan

politik tidaklah mutlak ada pada sebuah karya sastra. Sastra dan politik menjalin keterpaduan

untuk membentuk suatu nilai atau fungsi yang berguna bagi masyarakat. Sastra di dalam

kehidupan masyarakat tidak dapat dipisahkan lagi. Kehidupan masyarakat dengan berbagai

polemik yang terjadi saat ini tidak menutup kemungkinan untuk dituangkan kedalam karya-karya

sastra sehingga menjadi cerminan masyarakat itu sendiri.


Melihat perkembangan sastra Indonesia, banyak karya-karya yang dihasilkan oleh

pengarang pada zamannya dengan mengangkat tema dari realitas kehidupan sosial. Karya sastra

merupakan pengalaman langsung pengarang yang dituangkan kedalam karyanya. Pengalaman

berdasarkan realitas kehidupan pengarang mencoba dibagikan kepada masyarakat umum tentang

realitas yang terjadi.

Penciptaan karya sastra tidak dapat dipisahkan dengan proses imajinasi pengarang dalam

melakukan proses kreatifnya. Bahwa karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil

imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang ada di sekitarnya. Karya

sastra dipengaruhi oleh lingkungan pengarang, maka karya sastra merupakan ekspresi zaman dari

pengarang sehingga ada hubungan sebab akibat antara karya sastra dengan situasi sosial tempat

dilahirkannya.

Dalam hal ini, sosok pengarang Putu Wijaya menghadirkan karya karyanya berupa

cerpen yang tak jarang mengangkat tema masalah sosial dan politik. Banyak sekali karya Putu

Wijaya yang berbicara masalah sosial politik, terlebih pada masalah perbandingan kelas sosial

atau masalah ketidakadilan dalam realitas masyarakat. Dari banyak karya karyanya tersebut,

terdapat tiga karya cerpen Putu Wijaya yang mengusung tema tentang dominasi kelas sosial atau

perbandingan kelas sosial. Cerpen tersebut berjudul “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan”.

Kajian Tentang dominasi kelas paling tepat dikaji dengan menggunakan teori Hegemoni

Gramsci. Secara umum, hegemoni adalah sebagai suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial

atas kelas sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan

dominasi atau penindasan. Bisa juga hegemoni didefinisikan sebagai dominasi oleh satu

kelompok terhadap kelompok yang lain, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide
yang didiktekan oleh kelompok dominasi terhadap kelompok yang didominasi/dikuasai diterima

sebagai sesuatu yang wajar dan tidak mengekang pikiran.

Penulis memilih ketiga karya tersebut karena menurut penulis karya tersebut lebih

banyak mengandung tema permasalahan dominasi kelas dan pertentangan kelas dibanding

dengan karya Putu Wijaya yang lain. Penggambaran dominasi kelas dalam tiga cerpen tersebut

sangatlah terlihat dari penggambaran realitas keadaan masyarakat yang dituliskan dalam cerpen

tersebut.

Oleh karena itu, penulis ingin mengkaji ketiga cerpan karya Putu Wijaya berdasarkan

teori Hegemoni Gramsci. Dalam analisis kali ini penulis menerapkan teori hegemoni ke dalam

cerita pendek karya Putu Wijaya dan menerapkan analisis tersebut pada kisah nyata yang ada di

Indonesia. Dalam analisisnya, penulis hanya akan melihat bentuk bentuk praktek hegemoni yang

terjadi dalam alur cerita dan akan membandingkannya dengan realitas yang terjadi dalam

masyarakat Indonesia. Karena menurut penulis kesenjangan sosial dalam cerita fiksi dapat

dibuktikan atau dibandingkan dengan kesenjangan sosial yang terjadi pada dunia nyata.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan, permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

2.1 Bagaimana Alur cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” menggambarkan

proses dominasi kelas ?

2.2 Bagaimana bentuk bentuk dominasi kelas atas yang terdapat dalam alur cerpen

“Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” ?


2.3 Bagaimana perbandingan dominasi kelas atas dalam cerpen “Suap”, “Jenggo”,

dan “Kebebasan” dengan realitas masyarakat Indonesia?

3. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan tentang praktek praktek

hegemoni yang terdapat dalam cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” karya Putu Wijaya.

Secara khusus tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut.

3.1 Mendeskripsikan alur cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” yang

menggambarkan proses dominasi kelas

3.2 Mendeskripsikan bentuk bentuk dominasi kelas atas yang terdapat dalam alur

cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” karya Putu Wijaya

3.3 Mendeskripsikan perbandingan dominasi kelas atas dalam cerpen “Suap”,

“Jenggo”, dan “Kebebasan” dengan realitas masyarakat Indonesia

4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini adalah pemaparan bentuk praktek hegemoni yang dilakukan

oleh dominasi kelas atas dalam cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” karya Putu Wijaya

yang diperoleh dari hasil analisis alur cerita.

Manfaat teoretis dari penelitian ini adalah memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan dalam bidang sosiologi sastra dengan bentuk kajian teori hegemoni untuk

menganalisis sebuah karya sastra. Selain itu juga menerapkan praktek hegemoni yang terdapat

dalam cerpen dan membandingkannya dengan yang terjadi dalam realitas masyarakat

Indonesia.
Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai rujukan penelitian mengenai studi

praktek hegemoni dalam sebuah karya sastra, serta untuk rujukan penelitian mengenai

fenomena hegemoni yang terjadi dalam masyarakat. Dengan demikian, diharapkan dengan

adanya penelitian ini dapat membantu pembaca memahami cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan

“Kebebasan” karya Putu Wijaya secara lebih dalam.

5. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian penelitian yang telah ada, sebenarnya sudah ada beberapa

penelitian masalah dominasi kelas yang menggunakan teori Gramsci. Namun dari bebrapa

penelitian yang sudah ada, kebanyakan menggunakan Novel sebagai bahan penelitiannya.

Selain itu penelitian yang menjadikan karya Putu Wijaya untuk diteliti, juga masih belum

banyak juga yang menggunakan cerpennya.

Penelitian terhadap hegemoni terdapat pada judul “Hegemoni Bendoro Jawa

terhadap Perempuan dalam Novel Gadis Pantai Karya Pramoedya Ananta Toor” (2008) oleh

Fitria Kusuma Astuti. Dalam penelitian tersebut dibahas mengenai praktik hegemoni dan

faktor penyebab terjadinya hegemoni bendoro Jawa terhadap perempuan dalam novel Gadis

Pantai karya Pramoedya Ananta Toor. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan sosiologi sastra karena penelitian ini berupaya untuk mengungkap aspek-aspek

sosiologi dalam novel Gadis Pantai. Dalam penelitian tersebut diterapkan teori hegemoni

Gramsci yang menyatakan bahwa dominasi suatu golongan sosial dilakukan dengan cara

kepemimpinan intelektual dan moral, bukan dengan kekerasan dan paksaan. Dominasi dengan

cara tersebut didapat melalui konsensus atau „komitmen aktif‟ yang didasarkan pada adanya

pandangan bahwa posisi tinggi adalah yang sah (legitimate).


Selain itu yang sudah ada antara lain adalah penelitian oleh Nur Fitriani pada

tahun 2015 tentang Bentuk Hegemoni Dalam Cerita Pendek “Suap” Karya Putu Wijaya Kajian

Teori Hegemoni Gramsci. Dalam penelitian ini membicarakan masalah kesenjangan sosial,

kelas sosial dan penindasan yang ada pada cerpen karya Putu Wijaya yang berjudul Suap.

Selain itu juga ada penelitian yang relevan berikutnya berbentuk jurnal dari Angga Ramses

pada tahun 2015 yang membicarakan tentang hegemoni kekuasaan dalam novel Pabrik karya

Putu Wijaya yang tercermin melalui hubungan antar tokoh.

Artikel lain yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini berjudul Film

Propaganda: Ikonografi Kekuasaan oleh Budi irawanto. Artikel ini membahas tentang

penemuan teknologi modern memiliki banyak potensi seperti kekuatan ekonomi, sosial dan 12

politik. Fasis rezim serta perusahaan-perusahaan film telah mempekerjakan bioskop sebagai

alat propaganda untuk mengontrol dan memobilisasi massa demi kekuasaan mereka umur

panjang. Selain itu, karakter film itu sendiri adalah media fasis sempurna yang datang dari

jaringan proto-fasisme dari peradaban abad kedua puluh. Dengan menggunakan berbagai genre

perfilman Indonesia dari era yang berbeda sebagai studi kasus, artikel ini berpendapat bahwa

film propaganda Indonesia memiliki perwakilan monolitik yang dapat digambarkan sebagai

kultus dari “bapakisme” (patronism), “kultur Komando” (budaya perintah), marjinalisasi peran

perempuan dalam gerakan revolusioner Indonesia dan demonization organisasi perempuan

progresif, dan pemuliaan dari peran Soeharto dalam gerakan revolusioner Indonesia.

Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya terlihat bahwa

penggunaan teori sosiologi sastra menggunakan teori hegemoni untuk membahas permasalahan

politik. Yang membedakan penelitian ini dengan penelitian penelitian yang sudah ada adalah

penerapan tentang dominasi kelas dengan teori Hegemoni. Disamping itu juga ada teori teori
pendukung antara lain adalah teori Sosiologi Sastra. Selain itu, objek kajiannya adalah berupa

Cerpen dari Putu Wijaya, dari penelitian penelitan sebelumnya masih belum banyak yang

mengkaji lewat novel Putu WIjaya ataupun novel novel lain yang mengangkat masalah

dominasi kelas.

6. Landasan Teori

Dalam penelitian ini akan digunakan 2 teori, yaitu Teori Hegemoni danSosiologi

Sastra. Namun teori utama yang digunakan untuk mengkaji objek adalah Teori Hegemoni.

Sedangkan Teori Sosiologi Sastra digunakan sebagai teori pendukungnya.

a. Sosiologi Sastra

Hegemoni Gramsci menekankan kesadaran moral, dimana seseorang disadarkan

lebih dulu akan tujuan hegemoni itu. Setelah seseorang sadar, ia tidak akan merasa

dihegemoni lagi melainkan dengan sadar melakukan hal tersebut dengan suka rela. Jadi

terdapat dua jenis hegemoni, yang satu melalui dominasi atau penindasan, dan yang lain

melalui kesadaran moral. Hegemoni dengan dominasi atau penindasan merupakan

hegemoni konsep Marxis ortodoks, biasanya bernuansa negatif. Sementara itu hegemoni

menurut Gramsci, adalah hegemoni dengan kepemimpinan intelektual dan moral,

biasanya bernuansa positif.

Objek karya sastra adalah realitas. Hal ini berarti bahwa sastra tidak dapat

dilepaskan dari pengalaman hidup pengarangnya atau sastrawannya. Kepribadian, ide-

ide, pengalaman, serta sistem berpikir sastrawan yang dipengaruhi oleh ideologi, nilai,

dan orientasi yang dibentuk oleh kebudayaan yang dijumpainya adalam realitas

hidupanya, secara tidak langsung akan termanifiestasikan dalam karya-karyanya. Oleh


karena itu, teks sastra hadir merefleksikan sekaligus merespon berbagai sistem budaya

yang ada dalam masyarakat. Jadilah teks sastra sebagai sebuah proyeksi dari kehidupan

manusia dengan segala macam persoalan kultural, sosial, sekaligus kejiwaan.

Sosiolog Karl Manheim mengajukan teori bahwa setiap karya seni (termasuk

sastra) mau tidak mau akan menyampaikan makna pada tiga tingkat yang berbeda.

Pertama, tingkat objective meaning, yaitu hubungan suatu karya sastra dengan dirinya

sendiri; apakah karya sastra gagal atau berhasil dalam menjelmakan keindahan pesan

yang hendak disampaikannya. Kedua, tingkat expressive meaning, yaitu hubungan antara

karya itu dengan latar belakang psikologi penciptanya. Suatu karya sastra merupakan

dokumen sosial tentang keadaan masyarakat dan alam pikiran, dimana suatu karya

diciptakan dan dilahirkan (http://www.sastra-indonesia.com/2011/03).

Pada tingkat yang ketiga ini karya sastra mempunyai maknanya setelah diletakkan

dalam konteks realitas sosialnya. Struktur karya sastra dibentuk dari proses strukturasi

nilai-nilai yang terjadi pada realitas masyarakat. Oleh karena hubungan inilah, maka

sosiologi sastra hadir sebagai disiplin ilmu yang berusaha memahami dan menjelaskan

fenomena tersebut. Menurut pandangan teori ini, karya sastra dilihat hubungannya

dengan kenyataan, sampai sajauh mana karya sastra itu mencerminkan realitas sosial.

Auguste Comte (dalam Soekanto 2006:4), Sosiologi sastra jelas merupakan ilmu

sosial yang objeknya adalah masyarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang

objeknya adalah mayarakat. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri

karena telah memenuhi segenap unsur- unsur ilmu pengetahuan, yang ciri-ciri utamanya

adalah:
a. Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan

tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal sehat serta

hasilnya tidak bersifat spekulatif.

b. Sosiologi bersifat teoritis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu

berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut

merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk

menjelaskan hubungan-hubungan sebab-akibat, sehingga menjadi teori.

c. Sosiologi bersifat kumulatif yang berarti bahwa teori-teori

sosiologi dibentuk atas dasar terori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki,

memperluas serta memperhalus teori-teori yang lama.

d. Bersifat non-etis, yakni yang dipersoalkan bukanlah buruk-

baiknya fakta tertentu, akan tetapi tujuannya adalah untuk memjelaskan fakta

tersebut secara analitis.

Sosiologi sastra merupakan interdisipliner sosiologi dan studi sastra. Objek

telaahnya yang pokok bertumpu pada unsur intrinsik yang berfungsi pelangkap. Sosiologi

sebagai ilmu sosial semula ajaran filosofi yang berorientasi Helenisme/ Yunani kemudian

dirintis Auguste Comte (1798-1857) menjadi ilmu sosiologi sociologie, sociologi

merupakan ilmu pengetahuan yang tugasnya mempelajari berbagai persekutuan hidup,

pranata/institusi sosial, hubungan antar anggota dan antar kelompok masyarakat, beserta

tenaga/ kekuatan yang menimbulkan perubahan masyarakat. Pada intinya mengkaji

makhluk sosial dalam kehidupannya.


b. Teori Hegemoni Gramsci

Dalam analisis ini, kajian tentang dominasi kelas paling tepat dikaji dengan teori

Hegemoni Gramsci. Kata hegeisthai (Yunani) merupakan akar kata dari hegemoni, yang

mempunyai pengertian memimpin, kepemimpinan, kekuasaan yang melebihi kekuasan yang

lain. Hegemoni dikembangkan oleh filsuf Marxis Italia Antonio Gramsci (1891-1937). Konsep

hegemoni memang dikembangkan atas dasar dekonstruksinya terhadap konsep-konsep Marxis

ortodoks. Chantal Mouffe dalam bukunya yang berjudul Notes on the Sourthen Question untuk

pertama kalinya menggunakan istilah hegemoni ini di tahun 1926. Hal ini kenudian disangkal

oleh Roger Simon, menurutnya istilah hegemoni sudah digunakan oleh Plekhamov sejak

tahun1880-an.

Terdapat dua pengertian hegemoni yang berbeda, yang satu versi Marxis ortodoks

dan yang satu versi dari Gramsci. Hegemoni menurut Marxis, menekankan pentingnya peranan

reprensif dari negara dan masyarakat-masyarakat kelas, Pemikiran Marx beranggapan

kebudayaan kehidupan manusia semata-mata merupakan cerminan dari dasar ekonomi

masyarakat, Gramsci menyebut ekonomi jenis ini sebagai materialisme vulgar. Jadi hegemoni

Marxis merupakan hegemoni negara. Sementara hegemoni Gramsci berbeda, Gramsci tidak

setuju dengan konsep Marxis yang lebih kasar dan ortodoks mengenai “dominasi kelas” dan

lebih setuju dengan konsep “kepemimpinan moral”.

Hegemoni adalah sebagai suatu dominasi kekuasaan suatu kelas sosial atas kelas

sosial lainnya, melalui kepemimpinan intelektual dan moral yang dibantu dengan dominasi

atau penindasan. Bisa juga hegemoni didefinisikan sebagai dominasi oleh satu kelompok

terhadap kelompok yang lain, dengan atau tanpa ancaman kekerasan, sehingga ide-ide yang
didiktekan oleh kelompok dominasi terhadap kelompok yang didominasi/dikuasai diterima

sebagai sesuatu yang wajar dan tidak mengekang pikiran.

Menurut Robbert Buccock (2007:17), konsep hegemoni yang dikembangkan

Gramsci berarti, untuk sebagian, bahwa orang-orang dari kelas kelas yang tidak

mengeksploitasi hendaknya memberikan persetujuan masyarakat pada filsafat praksis (istilah

Gramsci untuk marxisme).

Konsep persetujuan inilah tolak ukur utama dalam hegemoni, sehingga diperlukan

gagasan atau ide yang menjadikan salah satu lapisan sosial yang akhirnya berpuncak pada

persetujuan. Konsep persetujuan untuk memperoleh posisi dominasi berkaitan dengan segala

hal yang berkaitan dengan manusia sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri, karenanya

dalam hegemoni sangat erat kaitannya dengan aspek-aspek sosial masyarakat. Aspek ini yaitu,

budaya, politik, dan sosial. Sedangkan dalam kehidupan bernegara, ideologi politik menjadi

material yang paling diunggulkan. Usaha-usaha inilah yang dilakukan oleh sekelompok kelas

sosial tertentu untuk mendapatkan posisi hegemoni.

Gramsci dalam Faruk (2005) mengatakan bahwa suatu kelompok sosial dapat dan

sungguh harus sudah melaksanakan kepemimpinan sebelum 20 memenangkan kekuasaan

pemerintah. Ia menjadi dominan apabila menjalankan kekuasaan, tetapi bahkan jika ia sudah

memegang dominasi itu, ia harus meneruskannya memimpinnya juga.

Bagi Gramsci, hegemoni berarti situasi di mana „blok historis‟ faksi kelas

berkuasa menjalankan otoritas sosial dan kepemimpinan atas kelas-kelas subordinat melalui

kombinasi antara kekuasaan, dan terlebih lagi dengan konsensus. Dalam memahami pengertian

hegemoni, Gramsci bertolak dari dikotomi tradisional tentang karakter pemikiran politik Italia
dari Marchivelli sampai Pareto, yakni „kekuatan‟ dan „konsensus‟ (force and consent). Dari

titik tolak tersebut Gramsci berpendapat bahwa supremasi kelompok atau kelas sosial tampil

dalam dua cara yaitu, pertama „dominasi‟ atau „kekerasan‟ (coercion) dan kedua

kepemimpinan intelektual dan moral. Tipe kepemimpinan yang kedua inilah yang menurut

Gramsci merupakan hegemoni (Hendarto 1993:74).

Oleh karena itu, hegemoni lebih merupakan suatu kemenangan yang diperoleh

melalui konsensus daripada penindasan suatu kelas sosial terhadap orang lain. Dalam hal ini

masyarakat diarahkan untuk menilai dan memandang suatu problematika sosial dalam

kerangka yang telah ditentukan (Patria dan Arief 2003:120)

7. Metode Penelitian

7.1 Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode pengumpulan data dengan

mencari dan membaca banyak pustaka, termasuk karya sastra secara cermat

(Nazir, 1985: 111-132). Metode ini merupakan prosedur yang sistematik dan

stadar utnuk memperoleh data yang diperlukan (Nazir, 1985:211). Teknik catat

digunakan untuk mencatat data yang diperoleh dari teks-teks yang terdapat dalam

objek kajian yaitu Cerpen Putu Wijaya yang berjudul “Suap”,”Jenggo”, dan

”Kebebasan”.

7.2 Metode Analisis Data

Metode digunakan untuk menganalisis data adalah metode analisis isi.

Metode analisis isi digunakan untuk mengeksplorasi makna hegemoni dalam alur

cerpen Putu Wijaya yang berjudul “Suap”,”Jenggo”, dan ”Kebebasan”. Yang


kedua adalah metode perbandingan. Metode ini digunakan untuk membandingkan

bentuk bentuk dominasi kelas yang ada dalam ketiga cerpen tersebut. Dan yang

terakhir adalah mengklasifikasikan jenis jenis dominasi kelas yang ada dalam

cerpen “Suap”,”Jenggo”, dan ”Kebebasan”.

7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Penyajian data yang telah dikumpulkan lalu dianalisis secara deskriptif,

adalah berupa hasil analisis yang telah dilakukan. Hasil analisis tersebut antara

lain akan menghasilkan penggambaran objek kajian yang berupa analisis alur

cerita, perbandingan data, dan juga klasifikasi data dari cerpen “Suap”,”Jenggo”,

dan ”Kebebasan”.

7.4 Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini adalah berupa cerpen dari karya Putu

Wijaya. Cerpen yang digunakan sebagai sumber data adalah cerpen yang berjudul

“Suap”,”Jenggo”, dan ”Kebebasan” yang dipublikasikan lewat web dari Putu

Wijaya (https://putuwijaya.wordpress.com/category/cerpen). Selain dari ketiga

cerpen tersebut, penulis juga menggunakan cerpen cerpen dan karya sastra lain

yang isinya masih berkaitan sebagai sumber data pembanding dan tambahan.
8. Sistematika Penyajian

Penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab. Dalam lima bab tersebut akan dirinci

aistematika penelitiannya sebagai berikut:

Bab I: Berisi pendahuluan, yang berfungsi sebagai pengantar. Bab ini dibagai

menjadi delapan sub bab yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat hasil penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan

sistematika penyajian.

Bab II: Berisi analisis alur cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” yang

menggambarkan proses dominasi kelas yang terjadi dalam cerpen cerpen tersebut.

Bab III: Berisi analisis bentuk bentuk dominasi kelas atas yang terdapat dalam

alur cerpen “Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” karya Putu Wijaya. Selain itu

akan disajikan juga bentuk bentuk dominasi kelas atas yang sudah

diklasifikasikan berdasarkan jenisnya.

Bab IV: Berisi pemaparan tentang perbandingan dominasi kelas atas dalam cerpen

“Suap”, “Jenggo”, dan “Kebebasan” dengan realitas masyarakat Indonesia

berdasarkan hasil analisis dari bab sebelumnya.

Bab V : Merupakan penutup yang berisi kesimpulan dan saran dari hasil

penelitiann dominasi kelas atas dalam Cerpen “Suap”,”Jenggo”,”Kebebasan”

karya Putu Wijaya yang dikaji dengan teori Hegemoni.


9. Jadwal dan Biaya Penelitian

9.1 Jadwal Penelitian

KEGIATAN FEB MAR APR MEI JUN JUL Agust Sept Okt Nov Des

1. Pembuatan X X

proposal

2. Pengumpulan X X

data

3. Analisis data x x

4. Membuat x x

laporan hasil

penelitian

5. Revisi laporan x

penelitian

9.2 Rincian Biaya Penelitian

KOMPONEN BIAYA SATUAN ANGGARAN

1. Bahan habis pakai

a. Kertas hvs kuarto (80gr) 2 rim x @ Rp. 30.000 Rp. 60.000,00

b. Tinta print 1 data print x Rp. 25.000,00 Rp. 25.000,00

c. Alat Tulis Rp. 50.000,00


2. Transportasi 20 lt x @ Rp. 7000,00 Rp. 140.000,00

3. Buku sumber Rp. 150.000,00

4. Fotocopy sumber pustaka Rp. 100.000,00

5. Penjilidan Rp. 100.000,00

6. Sewa Alat Rp. 500.000,00

Jumlah Rp. 1.120.000,00

10. Daftar Pustaka

Faruk 2012. Pengantar Sosiologi Sastra dan Strukturalisme Genetik Sampai Post
Modernisme. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Yapi Taum 1997. Pengantar Teori Sastra. Flores : Nusa Indah.

Teeuw, A 1988. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta : Pustaka
Jaya

Faruk. 2005. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hanindita. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widia.

Hendarto, Heru. 1993. Mengenal Konsep Hegemoni Gramsci; dalam Diskursus


Kemasyarakatan dan Kemanusiaan. Jakarta: Gramedia.

Irwanto, Budi.2004. Film Propaganda:Ikonografi Kekuasaan. Jurnal Ilmu Sosial dan


Politik 2004. VIII. www.googlescholer.com

Saraswati, Ekarini. 2003, Sosiologi Sastra; Sebuah Pemahaman Awal. Malang: Bayu
Media dan UMM.

Teeuw, A. 1983. Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta: Gramedia

Anda mungkin juga menyukai