Anda di halaman 1dari 2

Nama : Dimas Aryangga Zachari

NPM : 180110200002

Mata Kuliah : Sastra Bandingan/A

Kecenderungan Pengenalan Tokoh dalam Buku Kecil-Kecil Punya Karya

Kecil-kecil punya karya atau sering disingkat KKPK adalah salah satu produk unggulan dari
penerbit Mizan yang berisikan novel atau antologi cerpen karya anak-anak usia tujuh hingga dua
belas tahun. Kisah-kisah dari bukunya didominasi oleh tema persahabatan dan imajinasi; latar
waktu yang biasa digunakan adalah jenjang sekolah dasar, karena memang para penulisnya
banyak yang berlatar belakang seorang siswa SD.
Kita harus memosisikan diri sebagai bocah ketika hendak membaca buku KKPK. Karya
anak-anak tersebut bisa dibilang seperti sebuah diary yang (tidak selalu) diberi sentuhan
imajinasi agar kisahnya menarik sehingga struktur ceritanya cenderung tidak rapi. Pengenalan
tokoh pada cerita-cerita tersebut terkesan bertele-tele. Wajar saja, anak-anak di umur tersebut
sedang gemar-gemarnya membicarakan banyak hal, khususnya yang berkaitan dengan diri
sendiri.
Saya mengambil contoh dari dua karya KKPK bertajuk Dunia Kue karya Dita Indah
Syaharani dan Rambutanholic karya Medina Savira. Keduanya adalah antologi cerita pendek
yang bertemakan kehidupan anak dari keluarga menengah ke atas. Tiap cerpennya memuat kisah
tentang persahabatan, keluarga, dan imajinasi anak-anak.
Penulis novel tersebut memasukkan identitas tokoh yang cukup terperinci, tetapi kebanyakan
informasi tokoh tersebut kurang bahkan tidak sama sekali berkaitan dengan keberlangsungan
alur ceritanya. Hal itu disebabkan oleh kebiasaan anak-anak disaat memperkenalkan diri yaitu
menyebutkan nama, hobi, dan nama anggota keluarga. Sebagai contoh, cerpen “Gara-Gara Lupa
Shalat Isya” pada antologi Dunia Kue. Penulisnya menyampaikan hobi dan nama saudara dari
sang tokoh, tetapi tidak ada kelanjutan cerita yang berkaitan dengan kedua informasi yang telah
disampaikan tersebut.
Selain itu, cerpen-cerpen tersebut memuat banyak tokoh pendukung; tokoh-tokoh tersebut
sepertinya adalah perwujudan teman-teman asli sang penulis di kehidupannya. Para pemeran
sampingan tidak begitu signifikan keberadaannya, mereka hanya digunakan untuk membalas
dialog yang dilontarkan oleh tokoh utama saja. Misalnya dalam cerita pendek bertajuk “Ulang
Tahun Bersama Sahabat Sejati” yang terdapat pada buku Rambutanholic; seharusnya hanya
memerlukan dua tokoh saja yaitu Tashya dan Sissy dalam keberlangsungan ceritanya. Hal serupa
dapat ditemukan dalam antologi Dunia Kue tepatnya cerpen berjudul “Donat Persahabatan” yang
juga memaksakan penambahan tokoh sampingan.
Latar belakang tokoh dari tiap buku memiliki kesamaan yaitu kehidupan anak-anak
perkotaan dari keluarga kelas menengah ke atas. Saya mengambil contoh pada cerpen yang
sebelumnya telah disebutkan yaitu “Gara-Gara Lupa Shalat Isya”, cerita pendek tersebut
menyuguhkan kisah anak-anak yang gemar berbelanja dan bermain di Mall. Hal sama ditemukan
pada antologi Rambutanholic tepatnya cerita pendek “Perpustakaan Zura” yang mengisahkan
anak manja sombong.
Kisah-kisah yang termuat pada buku KKPK dapat dikatakan tidak sebaik kisah yang ditulis
oleh orang dewasa. Namun, kisah tersebut bisa menghibur pembaca yang sebaya dengan penulis
kisahnya. KKPK mampu menyediakan media untuk menuangkan isi pikiran anak-anak yang
pada usia tersebut dipenuhi oleh imajinasi-imajinasi yang sangat banyak. Buku-buku tersebut
merupakan langkah awal bagi anak-anak untuk mengenal dunia novel khususnya bagi mereka
yang memiliki cita-cita menjadi seorang penulis.

Anda mungkin juga menyukai