Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS STRUKTURAL ROBERT STANTON PADA CERPEN

MATA YANG ENAK DIPANDANG KARYA AHMAD TOHARI

Karya sastra akan berhasil jika individu tersebut dapat menguraikan dengan unik secara
menyeluruh, dan prinsip-prinsip itu harus berada di awal. Adanya modifikasi atau kontradiksi
pada sebuah cerita harus diwaspadai oleh pembaca.

Juga untuk para pembaca karya sastra harus melakukannya dengan penuh penghayatan
dan kejelian pun dibutuhkan. Jika membaca dilakukan secara singkat dan kilat, untuk
memperoleh feel atau pemahaman dari suatu karya akan berkurang nilainya.

Mata yang Enak Dipandang karya Ahmad Tohari merupakan objek yang akan dianalisis,
serta menggunakan analisis strukturan Robert Stanton yang akan membahas tiga bagian utama,
yakni fakta-fakta cerita, tema, dan sarana-sarana sastra.

A. Fakta-fakta Cerita
Bagian fakta cerita yakni karakter, alur, dan latar. Yang menjadi catatan kejadian
imajinatif dari sebuah cerita adalah elemen dari ketiga bagian tersebut, yang apabila
disingkat menjadi ‘tingkatan faktual’ sebuah cerita.
1. Alur
Umumnya, alur ialah sebuah rangkaian peristiwa yang ada pada cerita. Dan terdapat dua
elemen yang dapat membangun, yakni ‘konflik’ dan ‘klimaks’. Konflik yang spesifik harus
terdapat satu konflik utama yang memiliki sifat internal maupun eksternal pun keduanya.
Sedangkan, klimaks adalah titik yang dapat mempertemukan kekuatan sebuah konflik dan
dapat menyelesaikan oposisinya.

Dalam cerpen Mata yang Enak Dipandang karya Ahmad Tohari berupa alur maju.
Berikut penjabaranya :
a) Awal
Kegelisahan Mitra yang buta kepanasan diceritakan oleh penulis. Di awal cerita,
sudah memunculkan masalah Mitra yang tidak dapat meninggalkan tempat panas itu.
Konflik yang terjadi pada diri Mitra adalah batin dan internal. Dia sangat gelisah dan
tersika berada di tempat panas itu. Tetapi dia tetap memaksa diri untuk bertahan tanpa
Tarsa si Penuntunnya yang jahat. Ketika ia hendak pergi, tiba saja banyak klakson
kendaraan yang menghentaknya. Lalu ia kembali pada tempat semula.
Mitra tetap bertahan dengan keadaannya walaupun hatinya merasakan gelisah. Ia
juga tidak ingin mati di tempat itu. Mita tetap berusaha dan mencoba keluar dari tempat
itu melalui trotoar. Hingga akhirnya ia jatuh gagal, lagi. Ditabraknya sepeda yang
terparkir melintang di sana, dan ambruk bersamaan. Si pemilik sepeda tidak peduli
dengan keadaan Mitra sembari membenarkan posisi sepedanya, sementara Tarsa tertawa
di seberang jalan.
Pada akhirnya, Tarsa membantu Mitra dan membelikannya es limun agar mau
menuruti perintahnya. Mitra membayarkan es limun untuk Tarsa, sedangkan dirinya
hanya meminum tiga gelas air kosong. Mitra yang terkulai lemas dan Tarsa yang asik
emainkan yoyonya.
Dari penjelasan di atas, merupakan konflik batin dan internal pada diri Mitra.
Mitra yang tidak bisa pergi kemana-mana dan akan terus-terusan diperas oleh Tarsa.
Tekanan batin yang dialami Mitra, tetapi Mitra akan terus menuruti keinginan Tarsa.
b) Tengah
Konflik terjadi saat kereta kelas awal datang. Mitra diajak Tarsa untuk mengemis
di kereta itu. Ketika Mitra terbangun dari tidurnya, ia tetap memilih untuk tidak
mengemis. Badannya terasa sakit, terasa panas dan warna pucat di bibirnya terlihat.
Tetapi, Tarsa tetap memaksa Mitra untuk mengemis sebab mereka belum makan dari
pagi. Mitra yang teguh pendirian, tetap menolak.
Di bagian tengah inilah klimaks dimunculkan dalam cerpen ini. Saat Tarsa tak
ingin mengalah dan Mitra tetap menolak, di situlah terjadinya klimaks. Mitra dan Tarsa
berdebat tentang mengemis. Pendapatnya tentang orang yang memberi adalah
pemandangan yang enak dipandang, namun Tarsa membantah karena orang di depannya
tuna netra. Sebab, Tarsa merasa Mitra tidak akan bisa melihat pemandangan yang enak
dilihat.
Menurut Mitra, mata orang yang enak dipandang sangat jarang dijumpai di kereta
kelas awal. Mata orang dermawan yang akan memberi banyak dapat dijumpai di kereta
kelas tiga. Tarsa berpikir soal itu, dan mereka sepakat menunggu kereta kelas tiga untuk
mengemis di situ.
c) Akhir
Keduanya sepakat menunggu dan Mitra kembali merebahkan tubuhnya. Hingga
akhirnya, kereta kelas tiga tidak juga muncul, kemudian Tarsa membangunkan Mitra.
Akhir ceritanya digantung oleh penulis karena ingin membuat pembacanya
menebak-nebak apa yang akan terjadi.

2. Karakter
Karakter biasanya dipakai dua konteks. Yang pertama, menunjuk kepada individu yang
muncul dalam cerita. Yang kedua, karakter yang merujuk kepada campuran kepentingan,
keinginan, emosi, dan prinsip moral pada individu.
a) Mitra
Mitra memiliki karakter yang tidak mudah menyerah. Dia akan tetap berusaha
untuk bertahan hidup dengan penuntunnya yang pemeras, padahal keadaan fisiknya
sehat-sehat saja. Hingga Mitra pernah diancam diceburkan ke dalam saluran air jika tidak
menuruti keinginannya—membelikan rokok. Walaupun ditingggalkan, Mitra tetap
berusaha bertahan di tempat yang panas. Ketika Mitra tak ingin membelikan Tarsa es
limun, Tarsa sengaja meninggalkannya.
Mitra termasuk karakter yang tidak mudah putus asa, dan menyerah pada
keadaan. Walaupun ia buta, ia akan usaha dengan kekuatannya sendiri.
b) Tarsa
Si pemilik perilaku tercela—suka memeras. Suka memeras Mitra yang buta dan
dijadikannya pengemis. Sebagai penuntun, Tarsa terlalu memaksa hak Mitra. Dengan
cara memaksa atau memeras, ia akan mendapatkan yang ia inginkan. Tidak hanya
perilakunya, ucapannya juga selalu kasar dan tidak sopan santun.

3. Latar
Lingkungan yang berada dalam lingkungan cerita berlangsung disebut latar. Bisa dalam
bentuk lokasi, waktu (bulan, hari, jam, tahun, abad dan lain-lain).
a) Tempat
 Di bawah matahari pukul satu siang, Mitra berdiri di seberang jalan stasiun.
 Tarsa yang sejak tadi asyik bermain yoyo di bawah pohon.
 Tanpa tawar, Tarsa langsung membawa Mitra menyeberang dan berhenti di dekat
tukang es limun.
b) Waktu
 Di bawah matahari pukul satu siang, Mitra berdiri di seberang jalan stasiun.
 Tanpa berkedip, matahari terus beringsut ke barat. Bayangan kerai payung
bergerak ke arah sebaliknya dan lama-lama wajah Mitra tertatap oleh matahari
langsung.
c) Sosial
Latar sosial pada cerpen ini adalah tentang kehidupan orang yang
perekonomiannya rendah atau masyarakat bawah. Mitra yang bernasib buta, dan bekerja
sebagai pengemis di kereta—ia melakukan pekerjaannya tidak sendiri, melainkan
dituntun oleh Tarsa. Mereka yang selalu merasa hidupnya kekurangan, dan dalam
keadaan itu pula Mitra dipaksa untuk menuruti keinginan Tarsa.
Tak hanya itu, merekajuga sering mendapat cemoohan.

Anda mungkin juga menyukai