Anda di halaman 1dari 3

Riri Aisyah Andini

180110180057
Sastra Bandingan

Sisi Feminis di Seri Kecil-Kecil Punya Karya

Dunia sastra terus mengalami perkembangan, dari munculnya berbagai karya sastra
populer yang mengikuti kebudayaan populer dan pasar yang ada, hingga muncul pula
perkembangan di sastra anak Indonesia berupa lahirnya seri KKPK (Kecil-Kecil Punya Karya)
oleh penerbit DAR! Mizan. Wadah ini dikhususkan untuk anak-anak usia 7 hingga 12 tahun
yang ingin menuangkan bakat menulisnya. Melalui KKPK ini, sudah lahir beberapa penulis
hebat yang berkembang di dunia prosa Indonesia misalnya Sri Izzati dan Ziggy
Zezsyazeoviennazabrizkie.

Anak-anak mempunyai daya imajinasi yang masih sangat berkembang luas dengan
murni. Dipengaruhi oleh didikan atau lingkungan tempat mereka tumbuh dan berkembang,
sehingga ketika pikiran-pikiran khayalan mereka dibuat suatu karya akan menjadi sesuatu yang
menarik dan mengejutkan. Mulai dari cerita yang diangkat dari keseharian hingga cerita fantasi
dengan tuan putri dan hewan yang bisa bicara. Penulis-penulis cilik yang ada di KKPK ini
kebanyakan adalah perempuan sehingga tidak heran jika kebanyakan cerita-cerita yang ada di
seri KKPK mempunyai tokoh utama seorang perempuan dengan rentang umur pendidikan duduk
di bangku SD hingga SMP. Perempuan-perempuan cilik ini menulis tokoh-tokoh perempuan di
karya mereka dengan karakter yang kuat dan penuh dengan semangat. Disertai berbagai sifat
lainnya yang mengangkat kepedulian dalam pertemanan dan kekeluargaan, juga konflik-konflik
yang dapat terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Maka dari itu, dalam kajian bandingan kali ini
saya akan membandingkan dua karya KKPK melalui sisi keperempuanan atau feminisme; “2 of
Me” dan “I Love Cooking”.

Pada novel yang pertama yang berjudul “2 of Me” karya Sri Izzati mengisahkan sepasang
anak kembar identik yang bernama Melyssa dan Melinda Dakenlake. Ayahnya, Mr. Dakenlake
adalah seorang sutrada dari film-film terkenal, sedangkan ibunya, Mrs. Dakenlake adalah
seorang aktris dan penyanyi yang cukup terkenal pula. Dengan ayah dan ibunya yang bekerja
profesional di bidang entertainment, Melyssa dan Melinda juga ikut terjun ke dunia tersebut
melalui profesi model majalah. Meskipun begitu, ada bidang-bidang tertentu yang hanya
dikuasai masing-masing. Melyssa lebih menekuni dunia kesenian seperti akting, menyanyi, dan
balet. Sedangkan Melinda lebih ahli dalam bidang olahraga seperti tenis, renang, dan senam.
Keduanya begitu rukun dan saling mendukung kegiatan masing-masing.

Keahlian-keahlian yang dimiliki Melyssa dan Melinda menunjukkan bahwa perempuan


memiliki kapasitas untuk melakukan dan menekuni banyak hal hingga dapat disebut ahli.
Melinda mengalahkan beberapa teman laki-lakinya dalam bidang olahraga, membuktikan dirinya
setara tanpa merasa sombong akan hal itu. Melyssa dan Melinda selalu berlaku sama terhadap
teman-temannya tanpa melihat gender.

Kemudian, pada novel kedua yang berjudul “I Love Cooking” karya Sekar Maya
Padmaniasti Nakula, mengangkat cerita dari seorang anak perempuan bernama Akari Kazuhita
yang berasal dari keluarga pandai memasak, namun ia tidak bisa memasak—pada awalnya.
Akari begitu frustasi karena adiknya yang masih kelas 1 SD saja bisa memasak, bahkan sahabat-
sahabatnya, Hikaru, Izumi, Lee, Shiro, dan Kaide, semuanya pandai memasak. Mata pelajaran
yang paling Akira takutkan adalah praktek memasak, sebab hingga menyalakan kompor pun
Akira tidak bisa. Insiden praktek memasak yang berujung pada kompornya meledak dan
membuatnya sangat malu sehingga Akira pulang ke rumah, membuat sahabat-sahabatnya sangat
tergerak untuk membantunya belajar memasak. Dari situlah, Akira perlahan-lahan ikut pandai
memasak, bahkan kemampuannya setara hingga melebihi kemampuan memasak sahabat-
sahabatnya. Akira juga membuktikan bahwa ia mampu memasak kepada teman-teman yang
meremehkannya.

Kegigihan Akira dalam mengejar ketertinggalannya dalam memasak, berlatih dengan


serius hingga melampaui teman-teman yang meremehkannya membuktikan bahwa Akira sebagai
perempuan adalah sosok yang kuat akan celaan dan tidak lekas putus asa, padahal ia diejek oleh
teman-teman laki-lakinya dengan embel-embel, “laki-laki saja bisa memasak, kok perempuan
tidak?”. Akira juga membuktikan bahwa kemampuan memasak bukanlah hanya kemampuan
wajib yang harus dimiliki seorang perempuan terutama ketika sudah hidup mandiri dan
berumahtangga, tetapi suatu keahlian yang bisa terus dikembangkan dan dibanggakan melalui
berbagai kompetisi yang diikuti dan dimenanginya. Melihat Akira seperti melihat sosok-sosok
perempuan yang mampu membuktikan bahwa bisa berprestasi dan membanggakan untuk dirinya
sendiri dan keluarganya.

Melalui dua cerita ini, dapat disimpulkan, penulis-penulis cilik ini mempunyai suatu
bentuk harapan yang tinggi berupa pembangunan karakter dengan berbagai keahlian yang
dimiliki. Penulis-penulis yang kebanyakan perempuan cilik membuat cerita yang dihasilkan
mempunyai tokoh utama perempuan yang digambarkan memiliki banyak keahlian. Hal ini juga
dapat juga membuktikan, bahwa perempuan-perempuan Indonesia sebenarnya mempunyai
harapan dan cita-cita yang tinggi, mempunyai semangat untuk membuktikan bahwa mereka
adalah sosok manusia yang kuat dan bisa bersaing untuk setara.

Anda mungkin juga menyukai