Anda di halaman 1dari 21

RAGAM SASTRA MINANGKABAU

Disusun untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Pengantar Pengkajian Sastra yang
Diampu oleh Dr.Eng. Ahmad Fauzan Zakki S.T., M.T.

Disusun Oleh:

Ahmad Daffa Alaudin (13010120140115)

Delvan Nurhaykal (13010120140043)

Ester Claudia Pricilia (13010120140103)

Rahma Afikhotul Wafiyah (13010120140077)

Rahmad Suhanda (13010120140047)

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang sastra
Minangkabau ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Pak
Ahmad Fauzan Zakki S.T., M.T., pada mata kuliah Sastra Nusantara. Selain itu, makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan tentang sastra Nusantara bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena telah memberikan banyak kesempatan untuk menjadi orang yang baik. Kedua, Orang
tua yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun materil dan doanya selama ini
sehingga makalah ini selesai dengan tepat waktu. Ketiga, Pak Ahmad Fauzan Zakki yang
senantiasa selalu mengajarkan banyak hal kepada kami serta membimbing, memberi saran,
arahan, serta bantuan agar kami menjadi lebih peduli dengan sastra Nusantara.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Sastra Minangkabau di Indonesia. Kami juga menyadari sepenuhnya
bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.

Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa kritik dan saran yang membangun.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya laporan yang
telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.

Semarang, 23 Maret 2021


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sastra adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (Wellek dan Warren, 1993: 3). Sastra
adalah sebuah karya cipta manusia yang memiliki nilai estetika baik bersifat lisan maupun tulis.
Sastra juga didefinisikan sesuai kerangka teori yang mendasarinya. Berdasarkan teori objektif,
sastra didefinisikan sebagai karya seni yang otonom, berdiri sendiri, bebas dari pengarang,
realitas, maupun pembaca. Berdasarkan teori mimetik karya sastra dianggap sebagai tiruan alam
atau kehidupan. Berdasarkan teori ekspresif karya sastra dipandang sebagai ekspresi sastrawan,
sebagai curahan perasaan atau luapan perasaan dan pikiran sastrawan, atau sebagai produk
imajinasi sastrawan yang bekerja dengan persepsipersepsi, pikiran-pikiran atau perasaan-
perasaan sementara itu, berdasarkan teori pragmatik karya sastra dipandang sebagai sarana untuk
menyampaikan tujuan tertentu,misalnya nilai-nilai atau ajaran kepada pembaca (Abrams dalam
Wiyatmi, 2006: 18).

Masyarakat Minang memiliki kekayaan terhadap karya sastra, tetapi tidak banyak
masyarakat Minangkabau mengetahui karya sastra yang dimilikinya itu. Terutama generasi muda
yang tidak lahir maupun tinggal di ranah Minangkabau. Saat bangsa lain mengambil dan
mengklaim karya sastra yang dimiliki oleh masyarakat Minangkabau, maka masyarakat
Minangkabau bereaksi dan sadar akan kekayaan karya sastra yang miliki tersebut. Seni budaya
tanah air yang mulai lapuk dan usang oleh kebudayaan luar atau kebudayaan barat. Sudah
saatnya menjadi perenungan bersama. Bersama-sama berusaha mengembalikan kejayaan karya
sastra dan budaya yang dimiliki oleh bangsa ini. Menurut pepatah Minang “mambangkik batang
tarandam” (membangkit batang terendam) membangkit batang yang telah lama terendam (Nafis,
1996: 64).

Untuk itu, di sini kami berusaha untuk mengupas lebih dalam mengenai sastra Nusantara dan
khususnya sastra Minangkabau agar generasi muda bisa mengetahui tentang sastra daerahnya
dan lebih peduli dengan keunikan yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing.
1.2 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui perkembangan sastra Minangkabau
2. Untuk mengetahui bentuk dan jenis sastra Minangkabau
3. Untuk mengetahui tokoh-tokoh sastra Minangkabau
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sastra Minangkabau

Sastra Minangkabau adalah sastra yang hidup dan dipelihara dalam masyarakat
Minangkabau baik lisan maupun tulisan. Menggunakan bahasa Minang sebagai mediumnya dan
biasanya membicarakan tentang kehidupan manusia dan kemanusiaan, yakni tentang hidup dan
kehidupan masyarakat Minangkabau. Salah satu sastra yang masih hidup dan dipertahankan
oleh masyarakat Minangkabau adalah jenis cerita klasik dalam bentuk Kaba.

Awal beredarnya sastra Minangkabau muncul di daerah pesisir barat (daerah pantai)
Minangkabau. Kemudian Kaba menyebar ke daerah Luhak atau daerah pedalaman (daerah
darat). Hal ini sejalan dengan perkembangan bandar-bandar dagang yang kebanyakan didatangi
oleh pedagang Arab dan Persia termasuk juga Aceh. Oleh karena itu, kata “Kaba” berasal dari
bahasa Arab maka kata “Kaba” sering dikaitkan dengan pengaruh agam Islam.

Pada saat itu Aceh merupakan kerajaan Islam yang terkuat di pantai utara Sumatera
sehingga daerah pesisir pantai Minangkabau adalah daerah pertama penyebaran Kaba tersebut.
Kaba sebagai sastra klasik Minangkabau pada mulanya disampaikan secara lisan, tetapi sejalan
dengan perubahan zaman, keberadaan kaba semakin terdesak oleh kemajuan teknologi dan
kemajuan masyarakat.

Setiap orang semakin sibuk oleh pekerjaan dan sering berpacu dengan waktu. Masalah
waktu semakin berarti dalam kehidupan sehingga hampir tidak ada lagi waktu luang untuk
mendengar dan menyaksikan karya-karya sastra yang disampaikan secara lisan. Hal ini biasanya
terjadi di daerah perkotaan.

Oleh sebab itu, dalam upaya agar sastra lisan tetap hidup dan terus berkembang di tengah
masyarakat Minangkabau, maka diwariskanlah sastra lisan tersebut dalam bentuk tulisan.
Sekarang ini sastra lisan yang tadinya hanya dapat dinikmati melalui pertujukan, sudah dapat
dinikmati melalui cetakan, kaset, bahkan VCD.

2.2 Sejarah Perkembangan Sastra Minangkabau


Sastra Minangkabau diawali dengan adanya sastra lisan, yaitu sastra yang disampaikan
dari mulut ke mulut secara tradisional dan bersifat anonim. Sastra Minangkabau dipakai di
wilayah Sumatera Barat. Keberadaan budaya, bahasa, dan sastra lisan Minangkabau tampaknya
mulai mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini menunjukkan adanya pengaruh
yang luar biasa dari perkembangan zaman, bahkan sebagian besar perubahan tersebut tidak dapat
dirasakan lagi oleh para generasi muda yang hanya mewarisi sebuah bentuk perubahan baru di
dalam kehidupan mereka. Generasi muda seolah-olah dibutakan oleh peradaban baru dan
membutakan peradaban lama yang luar biasa yang belum mereka rasakan. Ruang lingkup sastra
Minangkabau tentu saja adalah karya sastra yang berada dalam ruang lingkup wilayah
Minangkabau.

Kesusastraan Minangkabau adalah kesusastraan adat, yaitu gambaran perasaan dan


pikiran dalam tataran alur patut yang diungkapkan dengan bahasa Minangkabau yang diwariskan
secara oral atau kato-kato atau rundiang bakiah kato bamisa (rundingan berkias kata bermisal)
dari suatu generasi kegenarasi (Maryelliwati, 1995:29).
Tradisi lisan sebagai kekayaan sastra budaya Minangkabau merupakan salah satu bentuk
ekspresi kebudayaan daerah yang sangat berharga, bukan saja menyimpan nilai-nilai budaya dari
suatu masyarakat tradisional, melainkan juga bisa menjadi akar budaya dari suatu masyarakat
baru. Dalam arti, tradisi lisan bisa menjadi sumber bagi suatu penciptaan budaya baru (Esten,
1999:105.
Menurut Amir dalam Gayatri (2006), menyebutkan bahwa mengingat fungsinya dalam
masyarakat bahwa tradisi lisan Minangkabau dari segi keberadaannya dikelompokkan menjadi
tiga. Pertama, ragam tradisi lisan yang terancam punah karena perkembangan dari masyarakat
hingga kehilangan fungsi dan perannya. Kedua, ragam tradisi lisan yang bertahan dari kepunahan
dengan jalan melakukan penyesuaian dan perkembangan sehingga mendapat sambutan dari
masyarakatnya. Ketiga, ragam tradisi lisan yang tidak mengalami perubahan sama sekali karena
berkaitan dengan upacara adat, seperti pantun adat dan pasambahan,yang biasa ditemukan dalam
upacara perhelatan, kematian, dan penyambutan tamu. Masyarakat Minangkabau menganut
konsep alam takambang jadi guru. Selanjutnya, ajaran dan pandangan hidup itu dinukilkan ke
dalam pepatah petitih, petuah, mamangan dan bidal (Navis dalam Oktavianus, 2012:59).
Dalam suatu masyarakat yang bertradisi lisan, pepatah, petitih atau ungkapan
mengandung ajaran, pandangan hidup yang sangat penting. Semuanya disampaikan secara lisan
kemudian disampaikan melalui berbagai media salah satunya melalui sastra, pertunjukan dan lain
sebagainya. Sastra Minangkabau yang lisan tersebut merupakan suatu bentuk folklore yang
hidup dan diwariskan secara turun temurun dalam bentuk tradisional, tidak tertulis dan
kemungkinan-kemungkinan hilang, punah atau berubah itu pasti akan ada dalam gejolak
kehidupan manusia. Minangkabau sebagai salah satu etnis yang memiliki ragam sastra lisan pun
tidak luput mengalami perubahan tersebut.

Pada tahun 1999, Amir dan kawan-kawan telah memetakan sastra lisan yang ada di
Minangkabau dan menemukan setidaknya ada 30 jenis sastra lisan yang berkembang di wilayah
budaya Minangkabau. Namun, sebagiannya telah hilang atau punah dari tengah masyarakat
pendukungnya (Amir, Adriyett i., 2006). Belum lagi kini telah semakin bertambah yang hilang
atau pun terancam punah seperti Basijobang yang sekarang hanya tinggal 2 orang penutur
aktifnya dan belum ada pewarisnya, serta Tupai Janjang yang penutur satu-satunya meninggal
tanpa ada yang mewarisi keahliannya.

2.3 Bentuk dan Jenis Sastra Minangkabau

Sastra Minangkabau adalah sastra yang hidup dan dipelihara dalam masyarakat
Minangkabau, baik lisan maupun tulisan. Menggunakan bahasa Minang sebagai mediumnya dan
biasanya membicarakan tentang kehidupan manusia dan kemanusiaan, yakni tentang hidup dan
kehidupan masyarakat Minangkabau Adapun jenis sastra Minangkabau, yaitu:

1. Puisi

Puisi dalam sastra Minangkabau dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yaitu: Mantra,
Pantun, Talibun, Pepatah-Petitih, dan Syair.

a. Mantra

Mantra adalah puisi yang tertua dalam sastra Minangkabau dan dalam berbagai bahasa
daerah lainnya. Mantra dalam kesusastraan Minagkabau menjelaskan bahwa mantra masih
digunakan oleh dukun/pawang. Dalam sastra Minangkabau ini, mantra dapat digunakan pada
waktu pembangunan rumah, mengobati orang sakit, dan juga pada saat menuai padi di sawah.
Contoh :

Mantra Menuai Padi

Silansari – bagindo sari

Silansari banyak – sari bagadun

Angkau banamo – banyak namo

Si lansari – ka aku tuai

Urang kinari – pai barameh

Urang singakarak – pai mandulang

Si lansari aku – jaanlah cameh

Ka ku tuai – ku bao pulang

Hai silansari – bagindo sari

Molah kito – pulang ka rumah

Sarato jo rajo – rajo angkau

b. Pantun

Pada umumnya pantun sudah dikenal terdiri dari 4 baris, bersajak AB-AB, dua baris awal
berupa sampiran, dan dua baris akhir berupa isi.

Contoh :

Baburu ka padang data

Dapeklah ruso balang kaki

Baguru kapalang aja

Bak bungo kambang tak jadi

c. Talibun
Talibun banyak persamaannya dengan pantun, talibun terdiri atas 6 barisdalam suatu kalimat
atau ungkapan yang mengandung pengertian baris, bersajak abc-abc, tiap baris awal berupa
sampiran, dan tiga baris akhir berupa isi.

Contoh:

Panakiak pisau sirauik

Ambiak galah batang lintabuang

Silodang ambiak ka niru

Nan satitiak jadikan lauik

Nan sakapa jadikan gunuang

Alam takambang jadikan guru

d. Pepatah – Petitih

Pepatah-petitih adalah suatu kalimat atau ungkapan yang mengandung pengertian yang
dalam, luas, tepat, halus, dan hiasan. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan watak masyarakat
Minangkabau yang lebih banyak menyampaikan sesuatu secara sindiran. Kemampuan
memahami sindiran dianggap pula sebagai ciri kearifan. Fungsi utama pepatah-petitih adalah
nasihat.

Contoh :

Duduk marauk ranjau, tagak maninjau jarak

e. Syair

Syair juga terdapat dalam sastra Minangkabau. Syair adalah puisi yang terdiri atas 4 baris,
bersajak aaaa, dan keempat barisnya berupa isi.

Contoh :

Rebab Pesisir Malinkundang

Curito kajadian diranah Minang


Iyo hikayat Malin Kundang

Awak layia Bapak bapulang

Mande lah tingga jo rang bujang

O sajak mudo (diek oi )bapaknyo mati

Iduik mande mancari kayu api

Anak dibao pagi- pagi

Ka dalam rimbo kayu dicari

Pergi pagi pulanglah petang

Kalau untung dapat beras segantang

Untuk pembeli cabe dan bawang

Begitu nasib ibu Malin Kundang

2. Prosa

Jenis sastra Minangkabau yang tergolong prosa terdiri atas curito (cerita), kaba, undang-
undang, dan tambo. Berikut ini akan dijelaskan satu per satu, yaitu:

A. Curito

Curito (cerita) merupakan cerita yang pendek, sederhana. Isinya bersifat dongeng dan
bahsanya bahasa prosa biasa, bukan prosa berirama seperti dalam kaba.

 Dongeng

Dongeng adalah cerita yang dipercayai tidak pernah terjadi atau cerita khayalan semata.

 Legenda

Cerita yang tergolong legenda dalam sastra rakyat Minangkabau tidak begitu banyak.

B. Kaba
Kaba adalah cerita prosa yang berirama, berbentuk narasi(kisahan) dan tergolong cerita
panjang. Kaba ini sama dengan hikayat dalam sastra Indonesia lama. Kaba tergolong sastra lisan
(oral literature), yaitu suatu karya sastra yang disampaikan secara lisan dengan didendangkan
atau dilagukan.

Kaba berfungsi sebagai hiburan perlipur lara dan sebagai nasihat, pendidikan moral yang
mengisahkan peristiwa yang menyedihkan, pengembaraan, dan penderitaan, kemudian berakhir
dengan kebahagiaan.

2.4 Tokoh-Tokoh Sastra Minangkabau

1. Wildan Yatim
2. Asrul Sani
3. Rusli Marzuki Saria
4. Samiati Alisjahbana
5. Sastri Yunizarti
6. Soewardi Idris
2.5 Sumbangan Sastra Minangkabau terhadap Sastra Modern

Sebagai salah satu daerah di Indonesia yang memiliki banyak sekali nilai-nilai budaya
maupun kebudayaan, budaya dan kebudayaan tersebut memiliki peran penting dalam
perkembangan sastra di Indonesia. Dikarenakan nilai-nilai budaya tersebut sangat memiliki
kekhasan yang menonjol, maka salah satu budaya di Indonesia yaitu budaya Minangkabau,
mempunyai posisi sangat penting dalam kesastraan di daerahnya termasuk Indonesia. Nilai
budaya yang tinggi itu menjadi salah satu faktor pendukung majunya sastra dalam suatu daerah.

Sastrawan Minangkabau merupakan awal yang memainkan peran dalam pertumbuhan


dan perkembangan sastra Indonesia modern. Ini jelas beroleh jalan keberuntungan dari
institusi, fasilitas dan infrastruktur era kolonial. Seperti dapat dicontohkan keberadaan
sekolah, penerbitan/percetakan, dan sirkulasi media massa/buku-buku. Semua hal yang
telah disebutkan itu telah membuka profesi baru di luar petani atau buruh, seperti guru,
pangrehpraja, wartawan, editor/redaktur, dan terutama yang akan dibahas sastrawan.

Media massa dan jasa penerbitan/percetakan merupakan hal yang sangat penting terkait
seorang sastrawan ingin meluncurkan sebuah karyanya. Pada tahun 1819, mesin cetak pertama di
Pulau Sumatera terletak di Bengkulu, namun seiring berjalannya waktu ternyata di kota
Bengkulu tidak berkembang. Pada tahun 1827 pusat percetakan di Pulau Sumatera pun diubah
menjadi ke Kota Padang. Penting dan besarnya jasa penerbitan/percetakan itu bagi orang Minang
terletak pada diperluaskannya Sastra Minangkabau sehingga masih dapat dikenal sampai
sekarang, sehingga tidak luntur ataupun hilang.

Kiprah orang Minang seolah dapat langsung klop dengan dunia kesusasteraan modern,
tidak lain tidak bukan karena Minangkabau sendiri memiliki khazanah sastra
lisan (orality) yang kuat, dan itu dapat diserap dan menyerap. Sastra lisan ada sejak dulu
kala dengan berbagai ekspresi, variasi, dan sebarannya. Pantun, gurindam, talibun, petatah-
petitih, mantra, kaba, dan seterusnya menjadi keseharian masyarakat Minang dengan segala
fungsi dan filosofinya. Di sisi lain, kekayaan bahasa ungkap (lisan), cara membangun plot,
latar dan watak dalam sastra Minangkabau, berhasil ditransformasikan ke dalam sastra
Indonesia modern, sehingga kita dengan gamblang dapat merasakan “Minangkabau”
dari karya-karya sastrawan. Bahkan sastrawan-sastrawan itu sekalian menulis ulang cerita
rakyat dengan persfektif modern, sebagaimana Abdul Muis menulis  Cindurmato dan
Hamka menulis Sibariah.

Perkembangan sastra dimanapun tidak akan terlepas juga dari para sastrawan, yang
menciptakan karya-karya estetiknya. Pada masa awal perkembangan sastra Indonesia modern,
penulis-penulis sastra terkemuka adalah putra-putra Minangkabau, seperti Sutan Takdir
Alisjabana, Hamka, Asrul Sani, Idrus, Rivai Apin, Taslim Ali, Navis, Taufiq Ismail dan
Chairil Anwar. Bahkan tokoh yang bergelut di bidang politikpun mencurahkan penanya juga
seperti, Sutan Syahrir, Tan Malaka, Agus Salim, M. Yamin, M Hatta, Djamaludin Adinegoro,
dan masih banyak yang lainnya.

Sumbangan yang sangat menonjol dapat kita lihat daril; novel Di bawah Lindungan
Ka’bah dan novel Tenggelamnya Kapal Vandeer Wijk karya Hamka, Sitti Nurbaya karya
Marah Rusli, serta roman Salah Asuhan yang ditulis Abdul Muis. Keempat karya sastra ini
sangat berdampak besar bagi kesusastraan modern. Ke-empat karya sastra itu sangat berpengaruh
pada perkembangan sastra-sastra modern. Namun ada juga beberapa karya sastra yang berwarna
lokal Minangkabau setelah kemerdekaan, antara lain adalah novel Tidak Menyerah (1962) karya
Motinggo Busje, Hati Nurani Manusia (1965) karya Idrus, cerita drama karya Wisran Hadi yang
berjudul Puti Bungsu (1978), Dan Perang pun Usai (1979) karya Ismail Marahimin, dan
Warisan (1981) karya Chairul Harun.

Dapat diambil dari contoh Di Bawah Lindungan Ka’bah karya Hamka dan Tenggelamnya
Kapal Vandeer Wijk karya cerita itu sudah difilm-kan dengan tanpa mengurangi nilai-nilai
kebudayaannya, namun tak dipungkiri adanya kekurangan kecocokan dari sebagaimana nilai
budaya minang yang diceritakan di dalam novelnya. Namun kedua karya film itu dapat membuat
generasi milenial mengetahui akan sastra yang melibatkan nilai-nilai Minang. Warna lokal
Minangkabau juga pernah disebutkan oleh A.A. Navis seperti, hubungan kekerabatan,
seks/perkawinan, harga diri, dan penyimpangan-penyimpangan dalam karya-karya sastra.

Kekhasan Sastra Minangkabau

 Matrilinealisme

Matrilineal memiliki asas sistem kekerabatan di Minangkabau ini mengandung 3 ciri


kekerabatan, yaitu: 1) Garis keturunan dihitung menurut garis keturunan ibu; 2) Suku anak
menurut suku ibu, 3) Pusako tinggi turun dari mamak ka kamanakan, pusako randah turun dari
bapak kapado anak. Dalam hal ini terjadi "ganggam bauntuak", hak kuasa pada perempuan, hak
memelihara kepada laki-laki.

Novel Sitti Nurbaya (1922) adalah novel karya Marah Rusli. Marah Rusli menulis novel ini
karena ingin mengkritik adat perjodohan dan pernikahan di Minangkabau yang berdampak buruk
dikemudian hari. Dengan bahasa yang halus dan santun serta cerita yang menyayat hati serta
tanpa pula mengurangi rasa hormat Rusli mengkritik adat Minangkabau khususnya mengenai
adat pernikahan tanpa menyinggung perasaan siapapun, termasuk perasaan semua orang yang
bersuku Minangkabau. Banyaknya pemahaman yang salah dan kekeliruan dalam adat
Minangkabau yang menyebabkan Rusli berkeinginan besar mengkritik adat nenek moyangnya
tersebut.

Rusli sebenarnya menyinggung poligami pada suatu pernikahan bagi kaum bangsawan,
namun tidak hanya itu Rusli juga menyinggung masalah utama matrilineal, yaitu Seorang
mamak, dalam sistem matrilineal hanya menjaga harta pusaka kaumnya untuk keponakannya,
bukan menafkahi keponakan sepenuhnya dan melupakan anak dan istrinya , dan dalam hal
menafkahi anak istri pun sepakat untuk dilimpahkan kepada keluarga istri seperti di novel Sitti
Nurbaya.

 Perantauan

Istilah merantau, secara sederhana bisa dimaknai suatu aktivitas pergi ke rantau (migrasi).
Menurut Naim (1974) dari sudut Sosiologi istilah merantau mengandung enam unsur pokok,
yaitu:

1. Meninggalkan kampung halaman


2. Dengan kemauan sendiri
3. Untuk jangka waktu yang lama atau tidak
4. Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu, atau mencari pengalaman
5. Biasanya dengan maksud dengan kembali pulang
6. Merantau ialah lembaga sosial yang membudaya

Dalam drama Perantau Pulau Puti (1981) mempertanyakan status kemenakan dalam
masyarakat Minangkabau. Gugatan kritis terhadap sistem kekerabatan di tengah nilai-nilai yang
sedang berubah digambarkan pada kehidupan para perantau yang bermukim di Pulau Puti. Di
dalam cerita Malin Kundang (Sastra Kaba), juga diceritakan sang anak Malin, yang merantau ke
pulau seberang untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Juga tersebutkan dalam cerpen Juru
Masak, dimana sang tokoh utama pergi merantau juga dengan tujuan mendapatkan pekerjaan di
kota (Azrial dan Makaji).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sastra Minangkabau adalah sastra yang lahir dan berkembang di wilayah Nusantara dan
hidup, berkembang, dan dipelihara dalam masyarakat Minangkabau, baik lisan maupun tulisan.
Adapun sastra lisan yang masih hidup dalam masyarakat Minangkabau adalah jenis Kaba dan
dendang sedangkan sasta tulis ada pantun minang, pepatah petitih Minangkabau dan lain-lain.

Sastra Minangkabau diawali dengan adanya sastra lisan yaitu sastra yang disampaikan dari
mulut ke mulut secara tradisional dan bersifat anonim. Keberadaan budaya, bahasa dan sastra
lisan Minangkabau tampaknya mulai mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Perubahan ini
menunjukkan adanya pengaruh yang luar biasa dari perkembangan zaman, bahkan sebagian
besar perubahan tersebut tidak dapat dirasakan lagi oleh para generasi muda yang hanya
mewarisi sebuah bentuk perubahan baru di dalam kehidupan mereka. Karena berkembangnya
teknologi yang semakin canggih, beberapa sastra minangkabau justruk ada yang sudah punah
dan mati karena kurangnya kesadaran generasi penerus.
Sastra Minangkabau adalah sastra yang hidup dan dipelihara dalam masyarakat
Minangkabau, baik lisan maupun tulisan. Menggunakan bahasa Minang sebagai mediumnya dan
biasanya membicarakan tentang kehidupan manusia dan kemanusiaan, yakni tentang hidup dan
kehidupan masyarakat Minangkabau. Salah satu sastra yang masih hidup dan dipertahankan
oleh masyarakat Minangkabau adalah jenis cerita klasik dalam bentuk Kaba.
Indonesia merupakan negara yang mempunyai banyak sekali budaya dan kebudayaan.
Budaya dan kebudayaan itu berperan penting dalam perkembangan kesusasteraan Indonesia
hingga saat ini. Dalam perkembangannya dari masa ke masa, Sastra Modern itu merupakan
berkesinambungan dengan masa lalunya yaitu Sastra Nusantara. Dimana saat dewasa ini sastra
Modern banyak mengadaptasi cerita dari sastra-sastra lama. Perkembangan itu dikarenakan
karya sastranya dan tokohnya yang menciptakan karya tersebut.
3.2 Kritik dan Saran

Kami menyadari sepenuhnya jika masalah ini masih banyak memiliki kekurangan dan
kesalahan sehingga kami rasa makalah ini jauh dari kata “Sempurna”. Oleh karena itu, untuk
memperbaiki makalah ini, kami membutuhkan kritik dan saran yang dapat memperbaiki makalah
ini menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Djamaris, Edwar. 2002. Pengantar Sastra Rakyat Minangkabau. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.

Meigalia, Eka dan Yerri Satria Putra. 2019. Sastra Lisan dalam Perkembangan Teknologi Media
Studi terhadap Tradisi Salawat Dulang di Minangkabau. Jurnal Pustaka Budaya, 6(1), 1-8.

Koto, Hendri, dkk. 2018. Estetika Teks Dendang Kampar Basiang: Cerminan Budaya
Masyarakat Agraris di Minangkabau (Analisis Teks). Gorga Jurnal Seni Rupa, 7(2), 165-173.

Chaniago, Hasril. 2018. Wartawan Hebat dari Ranah Minang. Padang: Biro Humas Setda
Sumatera Barat.

De Jong, P.E. de Josselin. 1980. Minangkabau and Negeri Sembilan Socio-political Structure.
Den Haag: Martinus Nijhoff.

Hakimy, Idrus Dt. Rajo Penghulu. 1997. Pokok-Pokok pengetahuan Adat Alam Minangkabau.
Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya.

Sastrowardoyo, Subagio. 1999. Kontek Sosial Budaya Karya Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

Rangkoto, N.M.. 1982. Pantun Adat Minangkabau. Jakarta: Proyek Penerbitan Buku Sastra dan
Daerah.

Sudardi, Bani. 2010. SASTRA NUSANTARA: Deskripsi Aneka Kekayaan Sastra Nusantara. Solo:
Badan Penerbit Sastra Indonesia.

Kusmarwanti. 2008. Warna Lokal Minangkabau dalam Sastra Indonesia. 4-7

Atria, Debby dan Etmi Hardi . 2019. Adat Pernikahan di Minangkabau Tahun 1900-an dalam
Dua Karya Marah Rusli: Jurnal Gelanggang Sejarah. 1(3). 401-402

Munir, Misnal. 2015. Sistem Kekerabatan dalam Kebudayaan Minangkabau : Perspektif Aliran
Filsafat Strukturalisme Jean Clude Levi-Strauss: Jurnal Filsafat. 25(1). 14-15
Arbaik, Armini . Merantau dan Filosofinya dalam Novel-novel Indonesia Berlatar
Minangkabau. 110.

Banua, Raudal Tanjung. 2020. Persatuan Penulis Indonesia (PENA): Sastra dalam Konteks
Masyarakat Minangkabau: Sekilas Pandang. https://satupena.id/2020/07/31/sastra-dalam-
konteks-masyarakat-minangkabau-sekilas-pandang/ (diakses Jumat 25-3-2021)
SOAL

1. Berikut ini merupakan prosa  berirama, kalimatnya sederhana dengan 3—5 kata sehingga
dapat diucapkan secara berirama atau didendangkan, tema ceritanya bermacam-macam,
seperti kepahlawanan, petualangan, pelipur lara, dan kisah cinta lainnya merupakan
definisi...
a.Kaba
b. Gurindam
c. Seloka
d. Talibun
2. Pantun adat dan pasambahan merupakan ragam tradisi lisan Sastra Minangkabau yang
biasanya ditemukan dalam . . .
a. Upacara Batagak Pangulu
b. Upacara kelahiran
c. Pacu Jawi
d. Upacara kematian
3. Apa konsep yang dianut Masyarakat Minangkabau dulu?
a. Mamangan
b. Alam takambang jadi guru
c. Rundiang bakiah kato bamisa
d. Kato-Kato
4. Dibawah ini, yang termasuk dalam tokoh sastra Minangkabau adalah
a. Aldiansyah Taher
b. Aliando Syarief
c. Kamal Gucci
d. Wildan Yatim
5. Di bawah in yang bukan termasuk karya sastra Minangkabau
a. Mantra
b. Gurindam
c. Kaba
d. Talibun
6. Jelaskan nilai yang paling menonjol (terlihat) dan khas yang dapat diambil dari karya
sastra Minangkabau!

Dalam sastra Minangkabau nilai-nilai yang sangat terlihat dan berciri khas sebagai
Minang adalah Matrilineal, yaitu garis keturunan diserahkan kepada pihak ibu
(perempuan) dan sukunya pun dibentuk melalui garis ibu. Kedua, yaitu Perantauan.
Perantauan adalah suatu kegiatan yang dilakukan seorang manusia, dimana ia
meninggalkan kota tempatnya tinggal dan pergi ke tempat lain untuk mencari nafkah
memnuhi kebutuhannya. Matrilineal dan perantauan merupakan dua hal yang paling
menonjol dan dapat ditemukan dalam novel Sitti Nurbaya dan cerita lisan Malin
Kundang.
SELAMAT MENGERJAKAN

Anda mungkin juga menyukai