Anda di halaman 1dari 13

Kajian Kebudayaan di Surabaya

Disusun untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester Materi Kuliah

Pengantar Ilmu Budaya yang Diampu oleh Prof.Dr. Mudjahirin Thohir, M.S.

Disusun Oleh:

AHMAD DAFFA ALAUDIN (13010120140115)

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

DEPARTEMEN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
ABSTRAK

Surabaya merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia yang hampir sebagian besar warganya
sangat menjunjung tinggi kebanggaan terhadap kota itu sendiri. Jika berbicara tentang
kebanggaan, tentu saja tidak bisa lepas dari Bonek—suporter tim sepak bola asal Surabaya—
Persebaya Surabaya. Tidak hanya tentang olahraga, bahkan kebudayaan pun termasuk dalam
kebanggaan masyarakat kota Surabaya. Selain itu, Surabaya juga memiliki julukan sebagai kota
Pahlawan dan memiliki beberapa peninggalan bangunan bersejarah yang tersebar di beberapa
wilayah di Surabaya. Banyak sekali kebudayaan asli Surabaya, contohnya adalah budaya Arek
yang merupakan kebiasaan yang menjunjung tinggi sifat bersosial antarmasyarakat seperti
solidaritas, demokratis, dan egaliter. Tidak hanya kebudayaan, Surabaya juga memiliki kesenian
yang melimpah, yaitu Ludruk, Tari Remo, Larung Ari-Ari, Ludruk, Pitonan, dan Gulat Okol.
Dewasa ini, banyak masyarakat Surabaya mulai meninggalkan budaya asli dan bahkan banyak
sekali masyarakat Surabaya yang tidak tahu tentang cerita dari sebuah daerah yang mempunyai
julukan kota pahlawan tersebut. Generasi sekarang, termasuk saya, cenderung lebih sering
melakukan kehidupan sosial dengan teman maupun komunitas, namun perilaku yang dilakukan
tidak mencerminkan budaya asli mereka. Hal ini sungguh sangat menyedihkan karena pada
dasarnya kebudayaan ini yang menjadi identitas masyarakat Surabaya atau bahkan dapat menjadi
bahan pembelajaran dalam kehidupan bermasyarakat.

Kata Kunci: Kebudayaan, Generasi, dan Surabaya.


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki banyak sekali pulau, terhitung 16.053
pulau ada di Indonesia. Tentu, setiap pulau dan daerah pasti memiliki bahasa yang berbeda
dengan daerah lain. Dengan memiliki keanekaragaman budaya dan berbagai nilai dari
kebudayaan yang mampu dikenal oleh masyarakat internasional. Dengan potensi budaya
Indonesia diharapkan mampu melestarikan serta mengembangkan nilai-nilai luhur dan beragam
sebagai modal ciri khas suatu bangsa.

Dewasa ini bangsa Indonesia terus melakukan pembangunan di segala bidang, mulai dari
infrastruktur, pendidikan, dan kebudayaan. Dapat dilihat dari sudut pandang kondisi sosial
budayanya, pemerintah dan bangsa Indonesia bertekad bulat untuk berupaya dalam melestarikan
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia yang merupakan peninggalan nenek moyang, yang biasa
disebut adat istiadat. Nilai budaya ini merupakan konsep mengenai apa yang mereka anggap
bernilai. Oleh karenanya, nilai-nilai budaya dalam suatu kebudayaan tak bisa diganti dengan nilai
budaya lain (Soetrisno R, 2008:16).

Surabaya adalah kota terbesar kedua setelah DKI Jakarta. Di Indonesia, Surabaya juga
dikenal sebagai kota pahlawan. Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Jawa yang
biasa disebut boso Suroboyoan dan bahasa Jawa yang digunakan cenderung bahasa Jawa Ngoko.
Surabaya juga merupakan kota multi etnis yang kaya akan budayanya. Beragam etnis ada di
Surabaya, seperti etnis Melayu, Cina, India, Arab, dan Eropa. Etnis Nusantara pun dapat
dijumpai, seperti Madura, Sunda, Batak, Kalimantan, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua yang
membaur dengan penduduk asli Surabaya membentuk sebuah pluralisme budaya yang
selanjutnya menjadi ciri khas kota Surabaya.

Sebagian besar masyarakat Surabaya adalah orang Surabaya asli dan orang Madura. Ciri
khas masyarakat asli Surabaya adalah mudah bergaul dengan orang, baik itu yang sudah dikenal
maupun yang belum dikenal. Gaya bicaranya sangat terbuka. Walaupun terkesan seperti
bertemperamen kasar, masyarakat Surabaya sangat demokratis, toleran, dan senang menolong
orang lain.
Seiring perkembangan zaman yang terus berkembang pesat, kesenian dan kebudayaan di
Surabaya mulai tenggelam karena tergerus oleh perkembangan zaman yang sangat pesat. Banyak
sekali kesenian dan kebudayaan yang ada di Surabaya, yaitu Larung Ari-Ari, Ludruk, Pitonan,
dan Gulat Okol. Untuk itu, perlu adanya sinergi antara pemerintah, pegiat seni dan budaya, dan
masyarakat untuk mengenalkan kesenian dan kebudayaan yang ada di Surabaya kepada khalayak
luas.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam
paper ini mengenai kebudayaan di kota Surabaya maka dari uraian latar belakang di atas maka
dirumuskan permasalah yang menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana kebudayaan di Surabaya.


2. Perkembangan kebudayaan di Surabaya.
3. Apakah pemerintah memiliki peran dalam perkembangan kebudayaan di Surabaya.
4. Bagaimana masyarakat Surabaya melihat kebudayaan aslinya.
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang di rumuskan diatas maka tujuan dari penelitian ini
adalah :

1. Untuk memenuhi Ujian Tengah Semester mata kuliah Pengantar Ilmu Budaya yang
diampu oleh Prof.Dr. Mudjahirin Thohir, M.S.
2. Untuk mengetahui bagaimana kebudayaan di kota Surabaya.
3. Untuk mengetahui perkembangan kebudayaan di Surabaya.
4. Untuk menjadi menjadi media pembelajaran bagi penulis dan pembaca.
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Kebudayaan

Pengertian kebudayaan itu sendiri secara etimologi berasal dari bahasa sansekerta:
“buddayah”, yaitu bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti “budi atau akal”, dalam konteks
ini “ke-budaya-an” dapat diartikan sebagai perbuatan atau hal-hal yang berlandaskan/berkaitan
dengan akal budi. Ada tokoh lain berpendapat bahwa kata budaya suatu perkembangan dari kata
majemuk budi-daya yang berarti “daya dari budi”.

Kebudayaan mencangkup pengertian yang sangat luas. Kebudayaan merupakan hasil


kreatifitas manusia yang sangat komplek. Di dalamnya berisi struktur-struktur yang saling
berhubungan, sehingga merupakan kesatuan yang berfungsi sebagai pedoman dalam kehidupan.
Artinya kebudayaan merupakan satu kesatuan dari rangkaian wujud dan unsur yang saling
berkaitan satu sama lain (Tri Widiarto, 2009: 10).

Koentjaraningrat (1974:19), mendefinisikan kebudayaan sebuah keseluruhan sistem


gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan
milik diri manusia dengan belajar. Kata belajar memberi pengertian bahwa tidak sedikit tindakan
kehidupan manusia di tengah-tengah masyarakat yang tidak dilakukan dengan belajar. Memang
“kebudayaan” dan “tindakan kebudayaan” adalah segala perbuatan yang harus dilakukan oleh
manusia dengan belajar.

Oleh karena itu, mereka membedakan 2 “budaya” dan “kebudayaan”. Maka “budaya”
berarti daya dari budi yang berupa: cipta, karsa, dan rasa itu. Dalam istilah antropologi budaya,
kata budaya di sini merupakan singkatan dari kata kebudayaan sehingga yang benar mestinya
ditulis antropologi kebudayaan. Kata kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut ”culture” berasal
dari bahasa Latin: “colere” berarti mengolah atau mengerjakan tanah dengan kata lain bertani.
Jadi culture atau kebudayaan secara sederhana berarti segala upaya serta tindakan manusia untuk
mengolah tanah dan merubah alam (Koentjaraningrat, 1985: 181-182).

2.2 Kebudayaan di Surabaya


Kota Surabaya merupakan kota lama yang berkembang hingga mencapai bentuknya
seperti saat ini. Awalnya masyarakat tinggal dalam perkampungan. Dengan tingkat pertumbuhan
penduduk 1,2% setahun, tentu saja kebutuhan akan perumahan sangat besar. Masyarakat dapat
menetap dalam perkampungan padat ataupun memilih berpindah ke real estate yang lebih teratur.
Pilihan kelas real estate pun sangat beragam. Hunian bertaraf internasional yang dilengkapi
dengan padang golf dengan keamanan yang ketat juga tersedia di sini. Seperti di belahan
manapun di dunia, dikotomi miskin dan kaya tentu saja juga terjadi di Surabaya. Akan tetapi,
masing-masing dapat berdampingan dengan damai dan tidak menjadi alasan hidup di Surabaya
menjadi kurang nyaman.

Inilah yang membedakan kota Surabaya dengan kota-kota di Indonesia. Bahkan ciri khas
ini sangat kental mewarnai kehidupan pergaulan sehari-hari. Sikap pergaulan yang sangat
egaliter, terbuka, berterus terang, kritik, dan mengkritik merupakan sikap hidup yang dapat
ditemui seharihari. Bahkan kesenian tradisonal dan makanan khasnya mencerminkan pluralisme
budaya Surabaya. Budaya daerah, tradisi dan gaya hidup yang berbeda di setiap daerah
merupakan daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk berkunjung. Budaya daerah ini antara lain,
kesenian, pakaian adat, upacara adat, gaya hidup, dan kepercayaan. Budaya Surabaya yang
terkenal, antara lain Undukan Doro, Musik Patrol, dan Manten Pegon. Salah satu upaya
Pemerintah Kota Surabaya untuk melestarikan budaya kota Surabaya adalah dengan pemilihan
Cak dan Ning Surabaya, yaitu duta budaya kota Surabaya.

2.3 Kondisi dan Perkembangan Kebudayaan di Surabaya

Saat ini kebudayaan di Surabaya sedang dalam kondisi menurun karena berbagai banyak
hal, diantaranya generasi sekarang yang bersikap apatis terhadap kebudayaan di Surabaya
sehingga para budayawan kebingungan mengenai penerus mereka kedepannya. Lalu, di masa
pandemi ini juga membuat kebudayaan yang sebelumnya sudah tenggelam semakin tenggelam.
Perkembangan zaman membuat masyarakat lebih senang berselancar di dunia maya yang lagi
menjadi tren masa kini ketimbang mendalami kebudayaan Surabaya. Namun dari hal-hal tersebut
bukan menjadi halangan untuk budayawan dan juga pemerintah untuk terus bersinergi dan
mengampanyekan budaya asli Surabaya.

Bergeser ke perkembangan kebudayaan di Surabaya yang semakin hari semakin


tenggelam. Kebudayaan Surabaya semakin kalah dengan kebudayaan luar yang semakin gagah
mengkangkangi kebudayaan lokal, termasuk kebudayaan Surabaya. Namun hal itu tidak
mengurangi dinamika pendukung kebudayaan dan kesenian di Surabaya. Pemerintah kota
Surabaya juga telah memberikan berbagai fasilitas dan saran, bahkan lembaga swasta juga turut
mendukung perkembangan aktivitas kebudayaan dan kesenian di Surabaya.

Gambar. 2.3.1 dan 2.3.2 Seno Bagaskoro, politisi muda, bermain ludruk

Terhitung mulai tahun 1960-an hingga saat ini, Surabaya memiliki sarana fisik yang bisa
digunakan untuk aktivitas kesenian dan kebudayaan. diantaranya:

1. Kompleks Balai Pemuda (Alun-Alun Surabaya)


2. Gedung Cak Durasim
3. THR (Taman Hiburan Rakyat)
4. Taman Remaja Surabaya
5. Gedung Graha Pena
6. House of Sampoerna
7. Gedung AKSERA
8. Auditorium UK Petra
9. Gedung Jatim Expo
10. Galeri Surabaya

Tidak hanya nama-nama tempat di atas, pagelaran kesenian dan kebudayaan juga sering
diadakan di taman-taman kota bahkan di acara seperti Car Free Day juga sering diadakan
pagelaran kebudayaan dan kesenian sehingga bisa dikatakan bahwa kebudayaan Surabaya
sedang berada di jalan yang tepat, tinggal menunggu pengganti budayawan yang masih aktif saat
ini.
2.4 Peran Pemerintah terhadap Kebudayaan di Surabaya

Setiap tahun, pemerintah kota Surabaya rutin menyelenggarakan berbagai ragam festival
di Kota Surabaya. Penyelenggaraan festival tidak hanya dilakukan pemerintah saja, banyak
lembaga swasta ikut berperan menyemarakan berbagai kegiatan festival, antara lain festival
layang-layang, festival makanan khas Surabaya, festival perahu nelayan, pamer raya, dan
sebagainya.

Gambar. 2.4.1 dan 2.4.2 Parade Budaya dan Penjual di Bazar

Bahkan sejak 9 tahun lalu, pada setiap bulan Juli diselenggarakan festival tarian Yosakoi
yang berasal dari kota Kochi, Jepang. Festival ini sebagai wujud jalinan kerjasama kota kembar
Surabaya-Kochi dan menjadi agenda rutin kota Surabaya. Ada juga festival seni bernama
Surabaya Cross Culture International Folk yang mengundang berbagai negara dari belahan
dunia. Festival ini sebagai bentuk wujud bahwa Surabaya sangat mendukung dan melestarikan
kebudayaan dan kesenian yang ada di Surabaya bahkan di dunia. Dan beberapa kali, saya
berkesempatan untuk menjadi bagian dokumentasi acara tersebut. Berikut saya tampilkan
beberapa hasil foto yang saya potret saat acara seni di Surabaya:

Gambar. 2.4.3 dan 2.4.4 Tarian Tradisional dari Rusia dan Bali
Pada setiap hari jadi kota Pahlawan yang jatuh pada tanggal 31 Mei, pemerintah kota
Surabaya menyelenggarakan berbagai rangkaian acara yang menarik. Mulai dari festival buday
hingga bazar makanan. Pawai bunga adalah acara yang selalu ditunggu-tunggu oleh masyarakat.
Dan tak lengkap pula rasanya bila tidak mengunjungi kota Surabaya pada bulan ini, dimana
selama satu bulan penuh diselenggarakan Surabaya Shopping Festival dimana seluruh pusat
perbelanjaan di Surabaya menggelar diskon secara besar-besaran. Namun semenjak pandemi,
banyak sekali acara kebudayaan batal demi kebaikan bersama. Dan beberapa kali, saya
berkesempatan untuk menjadi bagian dokumentasi acara tersebut.

Gambar. 2.4.5 dan 2.4.6 Penjual Makanan dan Pegiat Seni

Tak hanya itu, di Surabaya juga sering diadakan drama teatrikal yang rutin diadakan
setiap Minggu pagi di Monumen Tugu Pahlawan oleh komunitas budaya di Surabaya. Mereka
menampilkan berbagai cerita tentang Surabaya. Mulai dari cerita asal-usul nama Jalan Mulyorejo
hingga cerita perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato (sekarang Hotel Majapahit). Di
Surabaya juga sering diadakan acara Ludruk hingga menampilkan tari-tarian asal Surabaya.
Namun semenjak pandemi, pagelaran drama teatrikal terhenti demi kenyamanan bersama.
Gambar. 2.4.7 dan 2.4.8 Drama Teatrikal oleh Komunitas Budaya di Surabaya

Bahkan setiap setahun sekali, tiap tanggal 9 November, sanggar budaya di Surabaya
menggelar drama kolosal yang menampilkan tentang perjuangan arek Suroboyo yang mengusir
sekutu saat 10 November, juga termasuk perobekan bendera Belanda. Acara ini rutin diadakan
setiap tahun dan bahkan dihadiri oleh beberapa petinggi di Surabaya termasuk Ibu Tri
Rismaharini.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kata Surabaya konon berasal dari cerita mitos pertempura nantara sura (ikan hiu) dan
baya (buaya) dan akhirnya menjadi kota Surabaya. Sejarah Surabaya juga tidak terlepas dari
pengaruh Jepang yang menjajahIndonesia sebelum akhirnya Indonesia merdeka. Hal ini dapat
dibuktikan denganadanya tari Labas Samya yang merupakan tari kerakyatan Surabaya.
Bentuktariannya tak jauh beda dengan tarian Yosakoi asal Jepang.

Tari Labas Samya masih dilestarikan sampai sekarang. Ada ajang kompotesi yang selalu
diadakan setiap tahunnya. Beberapa budaya asal Surabayalainnya adalah bahasanya. Bahasa
Surabaya berasal dari Jawa ngoko yang biasa disebut boso Suroboyoan. Namun beberapa kata
seperti Maklik/tante, dan lain-lain sudah punah dan tidak digunakan lagi di Surabaya karena
tercampur kulturyang lainnya.

Budaya-budaya Surabaya yang khas adalah Tari remo, Ludruk, dan Kudingan. Tari Remo
adalah tarian selamat datang untuk menyambut tamu. Biasanya sebelum Remo, ludruk
ditampilkan dengan diiringi musik seperti gamelan dan lain sebagainya.

Budaya Kidungan yaitu ciri khas panggilan cak dan ning di Surabaya jugamasih
dilestarikan dengan ajang kompetisi cak dan ning di Surabaya. Ajang ini tidak jauh beda dengan
pemilihan putri atau miss yang biasanya diadakan di berbagai tempat di Indonesia.

Sampai sekarang, budaya-budaya itu masih dilestarikan oleh sebagian orang. Namun
tidak banyak yang sudah tidak melestarikannya lagi. Seharusnya kita sebagai generasi muda dan
sebagai generasi penerus bangsa, sebaiknya melestarikan budaya itu sebagai identitas dan jati
diri kita bahwa kita berasal dari daerah tersebut.

3.2 Kritik dan Saran

Kami menyadari sepenuhnya jika masalah ini masih banyak memiliki kekurangan dan
kesalahan sehingga kami rasa makalah ini jauh dari kata “Sempurna”. Oleh karena itu, untuk
memperbaiki makalah ini, kami membutuhkan kritik dan saran yang dapat memperbaiki makalah
ini menjadi lebih baik daripada sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Sailendra, Raka. 2013. Kesenian Surabaya.


https://rakaisailendra0112.wordpress.com/2013/11/14/kesenian-surabaya/. (Diakses 3 April
2021)

Putri, Isdayana. 2015. Kebudayaan di Kota Surabaya.


https://isdayanaputrifinal.wordpress.com/kebudayaan-di-kota-surabaya/. (Diakses 3 April 2021)

Pustaka Jawatimuran. 2011. Labas Samya, Tari Baru Suroboyoan.


https://jawatimuran.wordpress.com/2011/10/28/labas-samya-tari-baru-suroboyoan/. (Diakses 4
April

2021)

Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI. 1998. Pertempuran Soerabaja. Jakarta:Balai Pustaka.

Muchtar, Hanny. dkk. 2012. Pelesir Seri Pengembangan Bakat. Jakarta:Alex media
Komputendo.

Universitas Indonesia. 1996. Pokok-pokok Antropologi Budaya. Jakarta:Yayasan Obor


Indonesia.

Abdillah, Autar. 2007. Budaya Arek Suroboyo. Tesis. Tidak Diterbitkan: Universitas Airlangga,
Surabaya.

Soetrisno, R. 2008. Seni Budaya Jawa Timur Pendekatan Kajian Budaya. : SIC, Surabaya.

Sumiati. 2006. Jurnal Suroboyo. Surabaya: Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Surabaya.

Supriyanto, Henri. 1992. Lakon Ludruk Jawa Timur. Jakarta: Grasindo.

Kasemin, Kasiyanto. 1999. Ludruk sebagai Teater Sosial: Kajian Kritis terhadap Kehidupan,
Peran, dan Fungsi Ludruk sebagai Media Komunikasi. Surabaya: Airlangga University Press.

Karya Ilmiah. 2014. Kartolo Kreativitasnya dalam Kidungan Jula-Juli dan Lawakan.

Anda mungkin juga menyukai