Anda di halaman 1dari 14

AKSIOLOGI

COMPLIED BY :

1. ADIELYA HARAZAKI HAREFA


2. ARDIWANTON ZAI
3. ARENA ASMAWATI HAREFA
4. CITRA AYU HARDINI TELAUMBANUA
5. IDELIA DARA ZEBUA
6. JHON SASTRA PUTRA LASE
7. LESTARI NAZARA
8. NOVITA SARI ZEBUA
9. OTOMOSI GEA
10. PRITUFA ZEBUA

LECTURED BY :

Drs. ELLYANUS, M.Pd.

INSTITUTE OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION OF GUNUNGSITOLI


FACULTY OF LANGUAGES AND ARTS EDUCATION
ENGLISH EDUCATION STUDY PROGRAM
2020

i |Aksiologi
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat dan rahmat-Nya
kepada kita semua khususnya kami Kelompok V dapat menyelesaikan makalah ini sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami berterimakasih kepada Dosen pengampu Mata Kuliah Philosophy of Language
yang telah memberikan kepercayaan sekaligus tanggungjawab kepada kami kelompok V
dalam membahas pembahasan mengenai “Aksiologi”.
Kami juga tak lupa berterimakasih kepada rekan-rekan kelompok yang telah ikut
berpartisipasi dalam menyukseskan pembuatan makalah ini, baik dalam segi pendapat
maupun dalam segi dana.
Kami menyadari bahwa makalah kami ini masih jauh dari kata Sempurna. Untuk itu,
segala saran dan kritik yang disampaikan baik oleh Dosen Pengampu ataupun teman-teman
sekalian sangat kami terima demi perbaikan yang lebih baik dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam
pendidikan.

Gunungsitoli, Mei 2020

Kelompok V

ii |Aksiologi
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................................ii
Daftar Isi...............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang...........................................................................................................1
Rumusan Masalah......................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian aksiologi ................................................................................................2
B. Obyek kajian filsafat aksiologis ..............................................................................2
C. Aksiologi nilai kegunaan, tingkah laku, atau yang lainnya .....................................6
D. Kaitan aksiologi dengan filsafat ilmu .....................................................................7
E. Berapa penjelasan aksiologi ....................................................................................8
F. Kegunaan aksiologi terhadap tujuan llmu pengetahuan ..........................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................................10
B. Saran.......................................................................................................................10
Referensi...............................................................................................................................11

iii |Aksiologi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aksiologi merupakan bagian dari filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu axios yang artinya nilai dan logos artinya teori atau ilmu. Jadi aksiologi adalah teori
tentang nilai dalam berbagai bentuk. Dalam kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah
kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia tentang nilai-nilai khususnya etika.
Pembahasan aksiologi menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu. Ilmu tidak bebas nilai.
Artinya pada tahap-tahap tertentu kadang ilmu harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya
dan moral suatu masyarakat; sehingga nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh
masyarakat dalam usahanya meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya
menimbulkan bencana.
Dengan kemajuan ilmu manusia bisa seperti memudahkan transportasi, pemukiman,
pendidikan, komunikasi dan lain sebagainya. Simgkatnya sains merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan yang diajukan. Dan memang telah terbukti,
dengan kemajuan ilmu, manusia dapat menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya,
membuat bom yang pada awalnya untuk memudahkan manusia, namun kemudian digunakan
untuk hal-hal yang negatif yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri, seperti
yang terjadi di Bali 6 tahun yang lalu dan menciptakan senjata kuman yang digunakan sebagai
alat untuk mmbunuh sesama manusia. Di sinilah harus proporsional dan memihak pada nilai-
nilai dan kebaikan. Sebab, jika ilmu tidak berpihak pada nilai-nilai, maka yaang terjadi
adalah bencana dan malapetaka.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian aksiologi ?
b. Apa obyek kajian filsafat aksiologis ?
c. Apa saja aksiologi nilai kegunaan, tingkah laku, atau yang lainnya. ?
d. Bagaimana kaitan aksiologi dengan filsafat ilmu?
e. Jelaskan beberapa penjelasan aksiologi ?
f. Bagaiman kegunaan aksiologi terhadap tujuan llmu pengetahuan?

1 |Aksiologi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Aksiologi
Menurut bahasa Yunani, aksiologi berasal dari kata axios artinya nilai dan logos makna
teori atau ilmu. Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu
pengetahuan untuk kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai etika. Nilai digunakan
sebagai kata benda abstrak, Dalam pengertian yang lebih rumit seperti baik, menarik dan
bagus. Sementara dalam pengertian yang lebih luas sebagai tambahan segala sesuatu yang
diberikan, kebenaran dan kesucian. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya kompilasi
kita mengatakan nilai atau nilai. la sering dipakai untuk dipelajari bagi sesuatu yang
berharga, seperti nilainya atau nilai dia. Nilai juga dipakai sebagai kata kerja dalam
menyetujui, memberi nilai atau menghargai. Aksiologi merupakan cabang filsafat yang
mempertanyakan manusia menggunakan ilmunya. Aksiologi adalah istilah yang berasa! dari
kata Yunani yaitu; axios yang berarti sesuai atau wajar.
Menurut John Sinclair, dalam diskusi yang membahas nilai-nilai tentang pembaharuan
atau sistem seperti politik, sosial dan agama. Sementara nilai itu sendiri adalah sesuatu yang
berharga, yang diidamkan oleh setiap insan. di atas, terlihat dengan jelas tentang
pemasalahan utama adalah pada nilai. nilai yang dipertanyakan adalah sesuatu yang dilakukan
manusia untuk melakukan penilaian tentang apa yang diperbuat. teori tentang nilai yang
dalam filsafat membahas masalah etika dan estetika. yang mendorong nomatif dalam
memberikan makna terhadap kebenaran atau tantangan yang diajukan dijumpai dalam
kehidupan, yang menjelajahi berbagai kawasan, seperti kawasan sosial, kawasan simbolik
atau pun material fisik. Jadi, aksiologi adalah teori tentang nilai. aksiologi adalah teori nilai
yang dibahas dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.

B. Obyek Kajian Filsafat Aksiologis


Dalam aksiologis dibicarakan tentang kegunaan ilmu pengetahuan untuk kehidupan
manusia dan juga nilai-nilai yang harus dilembagakan pada setiap dominannya. Aksi pada
dasarnya bersifat ide dan karenanya ia abstrak dan tidak dapat disentuh oleh panca indra.
Yang dapat diambil dari aspek aksiologis adalah materi atau tingkah laku yang mengandung
nilai. Karena itu nilai bukan soal benar atau salah karena ia tidak bisa membantah.
Ukurannya sangat subjektif dan objek kajiannya adalah soal apakah nilai dekehendaki atau
tidak. Berbeda dengan fakta yang juga abstrak namun dapat membantah dan argumentasi

2 |Aksiologi
rasionaldapat mendorong orang untuk menerima kebenarannya. Pengukuran benar dan salah
dari fakta dapat dilakukan objektif dan empiris. Landasan Persoalan utama yang
mengedepan di sini adalah: "Apa manfaat ilmu bagi manusia?" (dalam psikologi, lihat juga
"Ilmu Baru Psikologi Aksiologis" oleh Leon Pomeory). Dalam konteks ini, dapat
ditambahkan pertanyaan: "Sejauh mana pengetahuan ilmiah dapat digunakan?". Dalam hal
ini, bahaslah bukan lagi kebenaran, manfaatkan. Secara epistemologis, topik ini berada di
luar batas pengetahuan. Menurut Bertens, pertanyaan ini membahas etika: "Apakah bisa
dilakukan berkat perkembangan ilmu pengetahuan, pada persetujuan dapat dipraktikkan
juga?". Pertanyaan aksiologis ini bukan merupakan pertanyaan yang dijawab oleh ilmu itu
sendiri, diminta harus dijawab oleh manusia di balik ilmu itu. Jawabnya adalah pengetahuan
ilmiah yang harus digunakan penggunaannya, yaitu ditentukan oleh kesadaran manusia.
Namun, jadi, sejauh mana hak kebebasan untuk digunakan? Hal ini merupakan pertanyaan
yang pelik. Pedoman untuk mengevaluasi nilai oleh psikologi juga teori logika.
Para hedonis menemukan arahan tentang jumlah atasan penilaian yang diterima
seseorang atau masyarakat sebagai barometer dari sistem nilai. Kaum Idealis membuat sistem
objektif mengenai norma-norma rasional atau yang paling ideal sebagai kriteria. Dari
berbagai corak aliran ini maka hubungan antara nilai dan fakta dapat diselamatkan melalui
tiga hal yaitu sebagai berikut :

a. Objektivisme atau Realisme Aksiologi


Penetapan nilai merupakan suatu yang dianggap objektif. Alexander mengatakan
nilai, norma, ideal, dan sebagainya merupakan unsure atau berada dalam objek atau
berada pada realitas objek . Penetapan suatu nilai memiliki arti benar atau salah,
meskipun penilaian itu tidak dapat diverifikasi, yaitu yang tidak dapat dijelaskan
melalui suatu istilah tertentu.

b. Subjektivisme Aksiologi
Penentuan nilai mereduksi penentuan nilai ke dalam statemen yang berkaitan
dengan sikap mental terhadap suatu objek atau situasi dan penentuan sejalan dengan
pernyataan benar atau salah. Subjektivisme aksiologi cenderung mengabsahkan teori
etika yang disebut hedonism, sebuah teori yang mengatakan kebahagian sebagai criteria
nilai dan naturalism yang meyakini bahwa suatu nilai dapat direduksi ke dalam
psikologis.

3 |Aksiologi
c. Nominalisme Aksiologis atau Skeptisime (Emotivisme) Aksiologi.
Pandangan ini mengatakan bahwa penentuan nilai adalah ekspresi emosi atau usaha
untuk membujuk yang semua itu tidak faktual. Dalam Emotivisme, nilai adalah suatu
nilai yang tidak dapat dijelaskan dan bersifat emotif walaupun memiliki makna secara
faktual.

"Dengan demikian dalam filosofi aksiologis terkait terkait dengan ilmu dan moral. Hal
ini telah lama menjadi bahan pembahasan para pemikir antara lain Merton, Popper, Russel,
dan pemikira lainnya. Pertanyaan umum yang sering muncul berkenaan dengan hal ini adalah:
apakah itu bebas dari sistem nilai? Ataukah sebaliknya, apakah itu sesuai dengan sistem nilai?
" tidak mendapatkan jawaban yang sama dari para peneliti. Ada dua kelompok ilmuwan yang
masing-masing punya disetujui terhadap masalah tersebut. Kelompok pertama harus
menghindari netral terhadap sistem nilai. Menurut mereka adalah tugas ilmuwan. Ilmu yang
digunakan selanjutnya untuk apa, terserah pada yang digunakan, peneliti tidak ikut campur.
Kelompok kedua berlawanan dari netralitas ilmu hanya terbatas pada metafisik keilmuan,
sedangkan dalam penggunaannya, bahkan pemilihan objek penelitian, maka kegiatan
keilmuan harus berlandaskan azas-azas moral.
Hubungan antara ilmu dengan moral oleh Jujun S. dikaji dengan hatihati dengan
mempertimbangkan tiga dimensi filsafat ilmu. Pandangan Jujun S tentang hal ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendapatkan pemahaman yang benar tentang ilmu dan moral maka
pembahasan masalah ini harus didekati dari segi empat yang lebih terperinci dari segi
ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
2. Menerbitkan hakikat ilmu dan moral yang dapat digunakan untuk menghitung faktor
sejarah, baik sejarah perkembangan ilmu itu sendiri, maupun penggunaan ilmu dalam
perjalanan sejarah konservasi.
3. Secara ontologis dalam pemilihan wujud yang akan dibuat objek penelaahannya
(objek ontologis / objek formal) ilmu dibimbing oleh kaidah moral yang berazaskan
tidak mengubah kodrat manusia, tidak merendahkan martabat manusia, dan tidak
mencampuri masalah kehidupan.
4. Secara epistemologis, percobaan ilmiah yang dilakukan dalam metoda keilmuan yang
berporoskan proses logika-hipotetika-verifikatif dengan kaidah moral yang berazaskan
menemukan kebenaran, yang dilakukan dengan penuh kejujuran, langsung dapat
digunakan dan didukung oleh argumentasi yang kuat.

4 |Aksiologi
5. Secara aksiologis ilmu harus digunakan dan dimanfaatkan untuk kemaslahatan
manusia dengan jalan meningkatkan taraf meningkat dan dengan mempertimbangkan
kodrat manusia, martabat manusia, dan keseimbangan / kelestarian alam.

Upaya ilmiah ini dilakukan dengan menggunakan dan menggunakan pengetahuan


ilmiah komunal universal. Ternyata keterkaitan ilmu dengan sistem nilai moral tidak cukup
hanya diberikan pada pembahasan aksilogi saja. Tinjauan ontologis dan epistemologis
diperlukan juga karena azas moral juga menggambarkan preferensi peneliti dalam pemilihan
objek telaah ilmu juga dalam menemukan kebenaran ilmiah. Dari awal perkembangan ilmu
selalu berkembang dengan masalah moral. Copemicus (1473-1543) yang mengumumkan
perubahan bumi, yang kemudian diaktifkan oleh Galileo (1564-1642) yang menyatakan bumi
bukan merupakan pusat tata surya yang harus diakhiri di pengadilan. Kondisi ini selama 2
abad mempengaruhi proses perkembangan berpikir di Eropa. Reformasi moral adalah proses
dengan mana tingkah laku manusia, sesuai kebijakan atau persetujuan yang sesuai atau
menyalahi standar moral. Kriterianya: Logis, persetujuan nyata yang digunakan untuk
mendukung Moralitas sebagai penting dalam aksiologi.
Dalam bahasa Inggris, etika disebut etika (tunggal) yang berarti sistem prinsip-prinsip
moral atau aturan perilaku. atau suatu sistem, prinsip moral, aturan atau cara berperilaku.
Akan tetapi, ditolak etika (dengan tambahan huruf s) dapat berarti tunggal. Jika ini yang
dipertanyakan maka etika berarti cabang filus yang berkaitan dengan prinsip-prinsip moral,
suatu cabang filsafat yang memberikan prinsip-prinsip moral. Jika etika dengan maksud
jamak (jamak) berarti prinsip-prinsip moral yang mengatur atau mempengaruhi perilaku
seseorang. Prinsip-prinsip moral yang ditentukan oleh kebijakan pribadi.
"Dalam bahasa Yunani Kuno, etika berarti etos, yang ditolak dalam bentuk tunggal
memiliki arti tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, adat, akhlak, watak
perasaan, sikap, cara berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) arti adalah kebiasaan adat. Jadi,
jika kita membicarakan diri kita sendiri pada asal-usul kata ini, maka "etika" tentang ilmu
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. "Arti inilah yang menjadi latar
belakang tentang pembentukannya istilah" etika "yang oleh Aristoteles ( 384-322 SM.) Telah
digunakan untuk menunjukkan filsafat moral. Etika lebih detail tentang ilmu yang membahas
tentang moralitas atau tentang manusia yang berkaitan dengan moralitas.
C. Aksiologi Nilai Kegunaan, Tingkah laku, atau yang lainnya.
Nilai itu adalah tujuan, tapi kadang-kadang sesuai dengan yang disarankan. pada subjek
atau kesadaran yang menentukan yang melakukan pembicaraan. Kebenaran tidak bergantung

5 |Aksiologi
pada kebenaran pada pendapat individu. Sebaliknya, nilai menjadi subyektif, pembahasan
subjek yang disetujui dalam penilaian; Kesadaran manusia menjadi tolak Dengan demikian,
penilaian subjektif selalu memperhatikan pendapat yang diajukan akal budi manusia, seperti
perasaan yang akan mengasumsikan bagi suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
Kenyataan yang tidak dapat dipungkiri tentang peradaban manusia sangat berhutang pada
ilmu pengetahuan dan teknologi, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan untuk
memudahkan manusia agar lebih mudah dan nyaman.
Peradaban manusia berkembang dengan sains dan teknologi karena kita tidak bisa
dipungkiri peradaban manusia berhutang budi pada sains dan teknologi. Berkat sain dan
teknologi pemenuhan kebutuhan manusia dapat dilakukan dengan lebih cepat dan mudah.
Perkembangan ini baik dibidang kesehatan, pengangkutan, pemukiman, pendidikan dan
komunikasi telah mempermudah kehidupan manusia. Sejak dulu, saat pertama kali memulai
dengan penelitian tentang perang, disamping yang lain, diskusi ilmiah dengan fakta yang ada,
sebaliknya mengembangkan teknologi yang berkembang seiring dengan perkembangan dan
kebutuhan manusia, namun sebaliknya manusialah yang mengembangkan perangkat yang
membutuhkan teknologi.
Dihadapkan dengan masalah moral dalam memindahkan ekses ilmu pengetahuan dan
teknologi yang merusak ini para ilmuan terbagi ke dalam golongan pendapat tentang
golongan pertama yang mempertanyakan ilmu harus melindungi netral terhadap nilai-nilai
baik itu ontologis maupun aksiologi. Namun, berdasarkan penilaian moral pada kedua hal
tersebut adalah: Ilmu pengetahuan faktual yang didukung oleh destruktif oleh manusia yang
telah dibuktikan dengan bantuan dua fakta yang didukung oleh bantuan hukum - teknologi
keilmuan. Ilmu telah berkembang pesat dan semakin eksisoris sehingga ilmuan telah
mengetahui apa yang mungkin terjadi karena adanya peningkatan. llmu dapat mengubah
manusia dan memahami yang paling hakiki seperti pada kasus revolusi genetika dan tehnik
perubahan sosial.
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, tak dapat dibantah lagi bagi ilmu ini sangat
bermanfaat bagi manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia. Berkaitan
dengan hal ini, menurut Francis Bacon yang dikutip oleh Jujun S. Suriasumatri adalah
"pengetahuan adalah kekuatan" apakah kekuasaan itu merupakan berkat atau sebaliknya
malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang disebabkan oleh
sains, kita tidak bisa mengatakan itu sains, karena sains itu sendiri merupakan alat bagi
manusia untuk mencapai kebahagiaan, lagi pula sains yang memiliki sifat yang netral, sains
yang tidak peduli apa saja yang ada sesuai dengan pemilik dalam menggunakan.

6 |Aksiologi
D. Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan llmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat
dibantah lagi sebagai ilmu yang bermanfaat bagi umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat
mengubah wajah Berkaitan dengan hal ini, menurut Francis Bacon seperti yang dikutip oleh
Jujun.S.Surias mengatakan bahwa "pengetahuan adalah kekuatan" apakah itu berarti berkat
atau mengubah malapetaka bagi umat manusia. Memang kalaupun terjadi malapetaka yang
disebabkan oleh ilmu, bahwa kita tidak bisa mengatakan bahwa itu merupakan kesalahan
ilmu, karena ilmu itu sendiri merupakan alat bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan
hidupnya, lagi pula ilmu memiliki sifat netral, ilmu tidak mengenal baik ataupun buruk
melainkan tergantung pada pemilik dalam menggunakannya.

Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat
ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
1. Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang
membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem
ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya.
Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
2. Filsafat sebagai pandangan hidup. Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori
ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu
sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
3. Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah. Dalam hidup ini kita
menghadapi banyak masalah. Bila ada batu didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu
kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila
masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah,
mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan
amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas. Penyelesaian
yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam
kehidupan manusia.
E. Kaitan Aksiologi dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika
nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu
gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran

7 |Aksiologi
tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta.
Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian;
kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian.
Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang
dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak
suka, senang atau tidak senang. Bagaimana dengan objektivitas ilmu? Sudah menjadi
ketentuan umum dan diterima oleh berbagai kalangan bahwa ilmu harus bersifat objektif.
Salah satu faktor yang membedakan antara peryataan ilmiah dengan anggapan umum ialah
terletak pada objektifitasnya. Seorang ilmuan harus melihat realitas empiris dengan
mengesampingkan kesadaran yang bersifat idiologis, agama dan budaya. Seorang ilmuan
haruslah bebas dalam menentukan topik penelitian. Ketika seorang ilmuan bekerja dia hanya
tertuju kepada proses kerja ilmiah dan tujuannya agar penelitiannya berhasil dengan baik.
Nilai objektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat pada nilai subjektif.

F. Beberapa Penjelasan Aksiologi


1. Ilmu dan Moral Benarkah
Bahwa makin cerdas, maka makin pandai kita menemukan kebenaran, makin benar
maka makin baik pula perbuatan kita? Apakah manusia mempunyai penalaran tinggi, lalu
makin berbudi, sebab moral mereka dilandasi oleh anlisis yang hakiki, atau sebaliknya
makin cerdas maka makin pandai pula kita berdusta?. Masalah moral berkaitan dengan
metafisika keilmuan, lalu dalam pengaturan manipulasi ini masalah moral terkait dengan
penggunaan pengetahuan ilmiah. Ontologi diartikan sebagai pengkajian tentang hakikat
realitas dari objek yang di telaah dalam membuahkan pengetahuan, aksiologi diartikan
sebagai teori nilai yang berkaitan dengan penggunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Sokrates minum racun, John Huss dibakar sebagai contoh besar memiliki landasan moral,
jika tidak ilmuan sangat mudah tergelincir dalam prostitusi intelektual.

2. Tanggung Jawab Sosial llmuan


Seorang ilmuan memiliki tanggung jawab sosial di bahunya. Bukan hanya karena ia
memiliki masyarakat yang terlibat langsung dengan masyarakat yang lebih penting
karena ia memiliki fungsi tertentu dalam keberlangsungan hidup manusia. Sampai ikut
bertanggung jawab agar produk keilmuannya sampai dan dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat. Sikap sosial seorang ilmuan dilakukan dengan proses penelaahan keilmuan

8 |Aksiologi
yang dilakukan. Nilai bebas dari ilmu nilai itu dari sistem nilai. Ilmu itu sendiri
netraldan para ilmuanlah yang memberikan nilai.

3. Nuklir dan Pilihan Moral


Seorang ilmuan secara maral tidak akam memblarkan hasil penemuannya digunakan
untuk menindas bangsa lain menggunakan yang menggunakan bangsanya sendiri.
Seorang ilmuan tidak boleh berpangku tangan, dia harus memilih sikap, berpihak pada
pertimbangan. Pilihan moral memang mengeluarkan getir sebab tidak boleh hitam di atas
putih. Seperti yang diucapkan pada Albert Einstein diperintahkan untuk membuat bom
atom oleh pemerintah negaranya. Seorang ilmuan tidak dapat menemukan hasil, apa pun
bentuknya dari masyarakat luas serta apa pun yang akan terjadi dari penemuannya itu.
Seorang ilmuan tidak dapat membalikkan temuannya jika hipotesis yang dijunjung tinggi
tersusun atas kerangkan pemikiran yang terpengaruh preferensi moral temyata hancur
berantakan karena bertentangan dengan fakta-fakta pengujian

4. Revolusi Genetik Revolusi


Genetik merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuwan manusia sebab sebelum
ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaah itu sendiri. Hal ini buka
berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan
jasad manusia, tentu saja banyak sekali, namun penelaahan-penelaahan itu dimaksudkan
untuk mengembangkan ilmu dan teknologi. Dengan penelitian genetika maka masalahnya
menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya untuk
menciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita, melainkan manusia itu
sendiri sekarang menjadi objek penelaah yang akan menghasilkan bukan lagi teknologi
yang memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri.
Pembahasan ini berdasarkan kepada asumsi bahwa penemuan dalam riset genetika akan
dipergunakan dengan itikad baik untuk keluhuruan manusia.

BAB III
PENUTUP

9 |Aksiologi
A. Kesimpulan
Jika llmu Pengetahuan Tertentu dikaji dari ketiga aspek (ontologi, epistemologi dan
aksiologi), maka perlu mempelajari esensi atau hakikat yaitu inti atau hal yang pokok atau
intisari atau dasar atau kenyataan yang dari ilmu tersebut.Contohnya :Membangun Filsafat
Teknologi Pendidikan perlu menelusuri dari aspek : Ontologi eksistensi (keberadaan) benar
dan essensi (keberartian) ilmu-Imu Teknologi Pendidikan.Epistemologi metode yang
digunakan untuk membuktikan kebenaran ilmu-ilmu Teknologi Pendidikan.Aksiologi
manfaat dari ilmu Teknologi Pendidikan. Ilmu menghasilkan teknologi yang akan diterapkan
pada masyarakat. Teknologi dalam penerapannya dapat menjadi berkah dan penyelamat bagi
manusia, tetapi juga bisa menjadi bencana bagi manusia.

B. Saran
Setelah menguraikan berbagai macam penjelasan tentang Aksiologi yang telah diambil
dari berbagai literature referensi, diharapkan makalah ini mampu menjadi acuan bagi
mahasiswa agar mampu mengenal, memahami, dan mempraktekan metode aksiologi dengan
baik dan benar.
Selain itu, diharapkan dengan makalah ini Mahasiswa mengetahui sejarah
perkembangan Aksiologi dari berbagai zaman dan kemunculan Aksiologi ini telah
berpengaruh pada peradaban manusia pada umumnya dalam hal berinteraksi dengan orang
lain, dimana dalam interaksi ini seseorang akan lebih mengedepankan pada prinsip-prinsip
seni dan teknik komunikasi persuasif. Semoga makalah ini memberikan manfaat kepada
pembaca, sekian terimakasih.

DAFTAR PUSTAKA

10 |Aksiologi
Sumatriasumatri Jujun S. 1988. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan.
Hunnex, Milton D (2004). Peta Filsafat. Jakarta: Teraju.
Habid, H. Mohammad (2010). Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

11 |Aksiologi

Anda mungkin juga menyukai