Anda di halaman 1dari 3

Memahami Sastra Bandingan Melalui Buku Pengantar Oleh Manneke Budiman

“Tentang Sastra Bandingan”

Tahun 1993, Susan Bassnett menyatakan bahwa ia memaklumkan bahwa sastra


bandingan telah mati. Terutama jika yang dimaksud adalah sastra bandingan yang bersifat
condong ke barat-baratan, khususnya di pusat pusat disiplin sastra bandingan seperti Perancis,
Amerika, dan Jerman. Di negara-negara tersebut sastra bandingan telah berubah karena
beberapa sebab. Sedangkan di negara-negara yang termasuk ke dalam dunia ketiga yang
mulanya tidak mengenal sastra bandingan sebagai sebuah disiplin kini telah membuat pusat
untuk kajian sastra bandingan. Jadi, sastra bandingan tidak hanya membandingkan tidak
sekedar membandingkan karya-karya sastra Eropa dengan Amerika. Seperti dalam sejarah
perkembangan sastra bandingan yang memperlihatkan bahwa sastra bandingan tidak hanya
membandingkan teks satu dengan teks lainnya, tetapi memerlukan kerangka konseptual
teoritis tertentu. Hal inilah yang memberikan kontras bahwa tidak semua orang yang
membandingkan karya sastra dapat disebut komparatis.

Matinya sastra bandingan yang dinyatakan Susan Bassnett semakin diperkuat dengan
teori sastra bandingan yang berperan besar ini menjadi kritis. Hal ini disebabkan karena
diambilnya budaya non-Barat yang merupakan bahan kajian para komparatis dalam studi sastra
bandingan oleh jurusan sastra inggris di negara berbahasa inggris. Permasalahan teori ini
semakin diperparah dengan munculnya cultural studies bahkan studi terjemahan. Oleh karena
itu sastra bandingan kehilangan pengaruhnya karena penerjemahan dengan sastra bandigan
memiliki hubungan terutama dalam kajian naskah lama. Seperti naskah-naskah klasik yang
diterjemahkan ke bahasa mereka sendiri menjadi pengayaan bagi bahasa mereka sendiri.

Penerjemah secara terbuka menyampaikan mengenai wilayah kajiannya yang bukan


hanya membandingkan bahasa Timur dengan bahasa-bahasa Barat, tetapi juga untuk
memahami istiadat, cara berpikir, dan lain-lain. Seperti pernyataan Edward Fitzgerald tentang
diterjemahkannya sastra Persia memberikan nilai seni yang lebih dari sebelumnya yang
dianggap primitif. Melalui hal-hal ini terbentuklah sebuah institusi akademik sastra bandingan
yang menjadi ilmu pengetahuan orientalisme, dengan studi sastra nasional lainnya yang telah
ada. Namun, penerjemah pun membentuk sebuah institusi akademik sendiri membuat sastra
bandingan harus memantapkan teori dan mulai memasukan karya sastra non-Barat ke dalam
kajian sastra bandingan. Pemantapan teori ini juga berlaku bagi cultural study dan penerjemah.

Dapat dilihat bahwa terjadinya persaingan disiplin teori dengan studi lain yang sejenis
membuat studi sastra bandingan terancam kehilangan relevansinya. Oleh karena itu Steven
Totosy de Zepetnek menegaskan mengenai fokus sastra bandingan yang harus menjelaskan
bagaimana dibandingkan dengan apa. Selain itu ia juga menetapkan posisi sentral mode dalam
pengkajian sastra bandingan. Hal ini tentu saja merupakan hal yang perlu dianggap serius
sehingga dapat tercipta solusi. Seperti, bagaimana sastra perlu diamati dari luar teks dengan
pendekatan yang bersifat intuitif, di mana diperlukan pengalaman membaca yang
mengandalkan intuisi sedangkan kebalikannya adalah pembacaan teoritis yang memiliki derajat
keilmiahan tinggi.

Pembacaan dari luar teks memiliki kenikmatan dalam penghayatan teks tersebut, tapi
sebagai sebuah metode dalam pembacaan sastra yang menjadi kajian studi sastra bandingan
tetap diperlukan pengalaman membaca secara rinci dan mendalam. Metode pembacaan ini
pun diharuskan memiliki unsur ilmiah sebagai bentuk pembahasan studi sastra bandingan itu
sendiri. Bassnett menyatakan mengenai sastra bandingan yang merupakan kajian teks sastra
yang bersifat lintas ruang dan waktu. Namun, tidak sedikit juga teks yang dikaji tidak dilakukan
secara lintas budaya, lintas ruang, ataupun lintas waktu yang membuat pengkajiannya lebih
mudah. Studi ini menjadi bentuk teori yang membandingkan tidak hanya teks sastra melainkan
adanya kajian yang dilakukan antara teks sastra dengan nonsastra. Ditunjukan dari hal ini
bahwa poin penting dari studi ini adalah kajian yang membahas sebuah relasi atau keterkaitan
antara teks yang dikaji. Melalui hal tersebut, Even-Zohar memiliki pandangan bahwa sastra
merupakan sistem terbuka, historis dan interpretif.

Tynanov dan Even-Zohar memberikan dasar penting mengenai sastra bandingan yang
lebih modern. Seperti dibuatnya komponen bahasa yang menjadi prasyarat adanya sastra. Saat
ini sastra sendiri diyakini memiliki wacana yang dapat direkonstruksi secara ilmiah. Tidak
berbeda degan sastra bandingan yang memiliki bahan kajian yang dikaji secara ilmiah terutama
kaya-karya sastra Eropa yang dianggap sastra yang besar karena bahasa latinnya. Pengkajian
sastra bandingan mulai berkembang dengan munculnya studi-studi bandingan yang
mengembangkan teori bandingan untuk membandingkan aspek bahasa, kebangsaan, agama,
dan lain-lain. Namun, teori lain muncul dari sastra-sastra luar Eropa yang terfokus mengkaji
keterkaitan atau perbedaan teks yang dibandingkan

Meski telah dinyatkan bahwa sastra bandingan telah mati, sastra bandingan tetap ada
terlepas dari kehadiran teori dan disiplin sastra bandingan itu sendiri. Seperti dibedakannya
sastra bandingan yang ilmiah dan populer. Dalam hal ini disiplin sastra jenis akademisme harus
dipahami lagi cakupannya yang kurang luas, karena seharusnya sastra bandingan dapat
mengkaji teks-teks nonsastra. Membaca teks-teks yang berbeda dasarnya dan
membandingkannya tentu diperlukan berbagai teori untuk mengkajinya. Oleh karena itu dapat
dilihat apakah seorang komparatif itu menguasai teori yang berhubungan dengan teks-teks
yang dikajinya dalam studi sastra bandingan. Seperti halnya penerjemah yang perlu menguasai
beberapa bahasa untuk menerjemahkan suatu teks ke dalam bahasa lain. Dalam hal inilah
sastra bandingan tidak dapat disamakan dengan penerjemah karena sastra bandingan bukan
spesialis yang dapat dihentikan oleh pertimbangan teoritis.
Institusi akademik tentu lebih mempertimbangkan berbagai hal secara teoritis dalam
pengkajian bahan sastra bandingan. Namun, jika sastra bandingan terus terpaku pada teori dan
metode secara terus-menerus maka sastra bandingan akan sepenuhnya hilang. Banyak
komparatis di luar Universitas para yang justru lebih acuh terhadap teori disiplin sastra
bandingan. Di mana para komparatis itu tentu saja menyikapi teori disiplin dengan ringan dan
tidak terlalu dipentingkan.

Anda mungkin juga menyukai