Matinya sastra bandingan yang dinyatakan Susan Bassnett semakin diperkuat dengan
teori sastra bandingan yang berperan besar ini menjadi kritis. Hal ini disebabkan karena
diambilnya budaya non-Barat yang merupakan bahan kajian para komparatis dalam studi sastra
bandingan oleh jurusan sastra inggris di negara berbahasa inggris. Permasalahan teori ini
semakin diperparah dengan munculnya cultural studies bahkan studi terjemahan. Oleh karena
itu sastra bandingan kehilangan pengaruhnya karena penerjemahan dengan sastra bandigan
memiliki hubungan terutama dalam kajian naskah lama. Seperti naskah-naskah klasik yang
diterjemahkan ke bahasa mereka sendiri menjadi pengayaan bagi bahasa mereka sendiri.
Dapat dilihat bahwa terjadinya persaingan disiplin teori dengan studi lain yang sejenis
membuat studi sastra bandingan terancam kehilangan relevansinya. Oleh karena itu Steven
Totosy de Zepetnek menegaskan mengenai fokus sastra bandingan yang harus menjelaskan
bagaimana dibandingkan dengan apa. Selain itu ia juga menetapkan posisi sentral mode dalam
pengkajian sastra bandingan. Hal ini tentu saja merupakan hal yang perlu dianggap serius
sehingga dapat tercipta solusi. Seperti, bagaimana sastra perlu diamati dari luar teks dengan
pendekatan yang bersifat intuitif, di mana diperlukan pengalaman membaca yang
mengandalkan intuisi sedangkan kebalikannya adalah pembacaan teoritis yang memiliki derajat
keilmiahan tinggi.
Pembacaan dari luar teks memiliki kenikmatan dalam penghayatan teks tersebut, tapi
sebagai sebuah metode dalam pembacaan sastra yang menjadi kajian studi sastra bandingan
tetap diperlukan pengalaman membaca secara rinci dan mendalam. Metode pembacaan ini
pun diharuskan memiliki unsur ilmiah sebagai bentuk pembahasan studi sastra bandingan itu
sendiri. Bassnett menyatakan mengenai sastra bandingan yang merupakan kajian teks sastra
yang bersifat lintas ruang dan waktu. Namun, tidak sedikit juga teks yang dikaji tidak dilakukan
secara lintas budaya, lintas ruang, ataupun lintas waktu yang membuat pengkajiannya lebih
mudah. Studi ini menjadi bentuk teori yang membandingkan tidak hanya teks sastra melainkan
adanya kajian yang dilakukan antara teks sastra dengan nonsastra. Ditunjukan dari hal ini
bahwa poin penting dari studi ini adalah kajian yang membahas sebuah relasi atau keterkaitan
antara teks yang dikaji. Melalui hal tersebut, Even-Zohar memiliki pandangan bahwa sastra
merupakan sistem terbuka, historis dan interpretif.
Tynanov dan Even-Zohar memberikan dasar penting mengenai sastra bandingan yang
lebih modern. Seperti dibuatnya komponen bahasa yang menjadi prasyarat adanya sastra. Saat
ini sastra sendiri diyakini memiliki wacana yang dapat direkonstruksi secara ilmiah. Tidak
berbeda degan sastra bandingan yang memiliki bahan kajian yang dikaji secara ilmiah terutama
kaya-karya sastra Eropa yang dianggap sastra yang besar karena bahasa latinnya. Pengkajian
sastra bandingan mulai berkembang dengan munculnya studi-studi bandingan yang
mengembangkan teori bandingan untuk membandingkan aspek bahasa, kebangsaan, agama,
dan lain-lain. Namun, teori lain muncul dari sastra-sastra luar Eropa yang terfokus mengkaji
keterkaitan atau perbedaan teks yang dibandingkan
Meski telah dinyatkan bahwa sastra bandingan telah mati, sastra bandingan tetap ada
terlepas dari kehadiran teori dan disiplin sastra bandingan itu sendiri. Seperti dibedakannya
sastra bandingan yang ilmiah dan populer. Dalam hal ini disiplin sastra jenis akademisme harus
dipahami lagi cakupannya yang kurang luas, karena seharusnya sastra bandingan dapat
mengkaji teks-teks nonsastra. Membaca teks-teks yang berbeda dasarnya dan
membandingkannya tentu diperlukan berbagai teori untuk mengkajinya. Oleh karena itu dapat
dilihat apakah seorang komparatif itu menguasai teori yang berhubungan dengan teks-teks
yang dikajinya dalam studi sastra bandingan. Seperti halnya penerjemah yang perlu menguasai
beberapa bahasa untuk menerjemahkan suatu teks ke dalam bahasa lain. Dalam hal inilah
sastra bandingan tidak dapat disamakan dengan penerjemah karena sastra bandingan bukan
spesialis yang dapat dihentikan oleh pertimbangan teoritis.
Institusi akademik tentu lebih mempertimbangkan berbagai hal secara teoritis dalam
pengkajian bahan sastra bandingan. Namun, jika sastra bandingan terus terpaku pada teori dan
metode secara terus-menerus maka sastra bandingan akan sepenuhnya hilang. Banyak
komparatis di luar Universitas para yang justru lebih acuh terhadap teori disiplin sastra
bandingan. Di mana para komparatis itu tentu saja menyikapi teori disiplin dengan ringan dan
tidak terlalu dipentingkan.