Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS IKON, INDEKS, DAN SIMBOL DALAM SAJAK “PERSETUBUHAN KUNTHI”

KARYA GOENAWAN MOHAMAD

Dimas Aryangga Zachari

Universitas Padjadjaran, Sumedang

Email : dimasaryangga06@gmail.com

Abstrak

Puisi adalah karya hasil olah pikir manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan
disusun oleh rangkaian kata-kata indah sehingga menimbulkan kesan dan makna yang berbeda

dengan membaca tulisan biasa. Para penulis puisi kerap kali menyisipkan makna-makna

tersembunyi pada karyanya. Semiotika adalah suatu disiplin ilmu dan metode analisis untuk

mengkaji tanda-tanda yang terdapat pada suatu objek untuk diketahui makna yang terkandung

dalam objek tersebut. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna adalah

hubungan antara sesuatu objek atau ide dari sesuatu tanda. Artikel ini membahas analisis puisi

bertajuk "Persetubuhan Kunthi" karya Goenawan Mohamad dengan pendekatan semiotik. Fokus

kajian artikel ini adalah tanda-tanda yang terdapat pada puisi tersebut agar dapat mengungkap

makna sebenarnya.

Kata Kunci : puisi, konotasi, semiotika, Persetubuhan Kunthi, Goenawan Mohamad.

Abstract

Poetry is a work of human thought that is poured into written form by compiling a series of

beautiful words so that it creates an impression and meaning that is different from reading

ordinary writing. Poetry writers often insert hidden meanings into their works. Semiotics is a

scientific discipline and method of analysis to examine the signs contained in an object to know

the meaning contained in the object. A sign signifies something other than itself and meaning is

the relationship between an object or an idea of a sign. This article discusses the analysis of the
poem entitled "Persebuhan Kunthi" by Goenawan Mohamad with a semiotic approach. The

focus of the study of this article is the signs contained in the poem in order to reveal its true

meaning.

Keyword : poem, connotation, semiotics, Persetubuhan Kunthi, Goenawan Mohamad.

Latar Belakang

Puisi adalah karya hasil olah pikir manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan

disusun oleh rangkaian kata-kata indah sehingga menimbulkan kesan dan makna yang berbeda
dengan membaca tulisan biasa. Para penulis puisi kerap kali menyisipkan makna-makna

tersembunyi pada karyanya. Penyampaian makna tersirat tersebut disebabkan oleh penulis yang

percaya bahwa pembaca karya mereka adalah orang-orang pintar sehingga tak mau

menyampaikan pesan dan makna karyanya secara eksplisit seperti seorang guru yang mengajari

muridnya.

Belum ada kepastian mengenai definisi puisi, setiap orang memiliki pendapat masing-masing

tentang pengertian puisi. Puisi termasuk pada sastra imajinatif yang dibuktikan dengan isinya

bersifat khayalan serta menggunakan bahasa yang lebih banyak bermakna konotatif dan

memenuhi ketentuan-ketentuan estetika karya seni. Perlu kecakapan dalam pemberian makna

suatu puisi. salah satu metode pengungkapan makna yang terkandung pada puisi adalah memakai

pendekatan semiotik.

Menurut Putu Arya Tirtawirya (1980: 9), puisi merupakan karya sastra yang menuangkan

ekspresi penulis dengan ungkapan-ungkapan implisit, samar dengan makna yang tersirat dan

penggunaan kata-kata yang condong pada makna konotatif. Dari pendapat di atas, dapat kita

ketahui bahwa puisi yang bagus adalah puisi yang mampu menyembunyikan banyak makna

tersirat yang harus dicari oleh pembacanya.

Meskipun isi puisi tidak sebanyak karya sastra lain seperti cerita rekaan. Namun, makna yang
terkandung pada puisi bisa setara bahkan melebihi karya sastra lainnya. Hal tersebut diperkuat

oleh argument Ralph Waldo Emerson (1980: 8) yang mengatakan bahwa puisi mengajarkan

sebanyak mungkin dengan kata-kata sesedikit mungkin.

Goenawan Mohamad menulis puisi-puisi yang sarat akan makna tersirat. Jika dibaca sekilas

oleh orang awam, puisi karyanya akan terasa biasa saja. Namun jika ditelaah lebih lanjut maka

kita akan menemukan banyak sekali pesan yang hendak disampaikan Goenawan kepada

pembaca karyanya. Salah satu karya Goenawan Mohamad yang bertajuk “Persetubuhan Kunthi”

memiliki banyak sekali makna tersirat serta simbol. lambang, dan isyarat yang akan ditemukan
jika dianalisis lebih lanjut.

Teori Semiotika

Semiotika adalah suatu disiplin ilmu dan metode analisis untuk mengkaji tanda-tanda yang

terdapat pada suatu objek untuk diketahui makna yang terkandung dalam objek tersebut. Suatu

tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna adalah hubungan antara sesuatu

objek atau ide dari sesuatu tanda.

Kata semiotika berasal dari bahasa Inggris, yaitu semiotics. Istilah lain semiotika adalah

semiology. Keduanya memiliki arti yang sama, yaitu sebagai ilmu tentang tanda. Semiotika atau

semiology berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion, yang berarti tanda. Secara terminologis,

semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek,

peristiwa-peristiwa seluruh kebudayaan sebagai tanda (Sobur, 2001).

Menurut Sobur (2006:15), semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji

tanda. Tanda-tanda disini yaitu perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di

dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Tanda yang timbul kerap kali

ditanggapi berbeda-beda oleh pembaca karya. Hal tersebut disebabkan oleh metode pencarian

tanda dan lambang yang beragam. Namun, perbedaan itu tidak menyebabkan perdebatan karena
hal tersebut justru akan menambah keberagaman makna dari karya sastra yang ada. Hal di atas

diperkuat dengan pendapat dari Zoest (dalam Pilliang, 1999: 12) yang menyatakan bahwa tanda

merupakan sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Segala sesuatu yang dapat

diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda.

Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu

kebiasaan, semua ini dapat disebut tanda.

Komponen dasar semiotika terdiri dari: tanda (sign), lambang (symbol), dan isyarat (nal).

Ketiga masalah tersebut masuk ke dalam cakupan ilmu semiotika karena memungkinkan
terjadinya komunikasi antaran subjek dan objek dalam jalur pemahaman sebagai komponen

dasar semiotika. Penjelasan ketika komponen semiotika tersebut adalah sebagai berikut (Danesi,

2010:4):

Tanda merupakan bagian dari ilmu semiotika yang menandai sesuatu hal atau keadaan untuk

menerangkan atau memberitahukan objek kepada subjek. Dalam hal ini tanda selalu

menunjukkan pada sesuatu hal yang nyata, misalnya, benda, kejadian, tulisan, bahasa, tindakan,

peristiwa, dan bentuk-bentuk tanda lainnya. Tanda terdiri atas tiga bagian yaitu ikon, indeks, dan

simbol.

Indeks adalah tanda yang yang mewakili sesuatu berdasarkan keterkaitan/contiguity yang

biasanya terbentuk dari pengalaman seperti awan kelabu adalah tanda akan datangnya hujan.

Menurut Hoed (dalam Sobur, 2006:15), terdapat dua jenis kajian semiotika yaitu semiotika

komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantara nya

mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode (sistem

tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Jenis kajian kedua adalah

semiotika signifikasi menekankan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks

tertentu. Pada jenis yang kedua ini tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi sebaliknya

yang di utamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada

penerima tanda lebih di perhatikan daripada proses komunikasinya.


Sedangkan menurut Pateda (2001:29), terdapat sembilan macam semiotik yaitu semiotik

analitik yang menganalisis sistem tanda. Semiotik berobjekan tanda dan penganalisisnya menjadi

ide, objek, dan makna. Ide dapat dikaitkan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban

yang terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu. Semiotik deskriptif yang

memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak

dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. Misalnya, langit yang mendung menandakan

bahwa hujan tidak lama lagi akan turun, dari dahulu hingga sekarang tetap saja seperti itu.

Demikian pula jika ombak memutih di tengah laut, itu menandakan bahwa laut berombak besar.
Namun, dengan majunya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, telah banyak tanda yang

diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Semiotik faunal (Zoo Semiotik), yaitu

semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya

menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antara sesamanya, tetapi juga sering menghasilkan

tanda yang dapat ditafsirkan oleh manusia. Misalnya, seekor ayam betina yang berkotek-kotek

menandakan ayam itu telah bertelur atau ada sesuatu yang ia takuti. Tanda-tanda yang dihasilkan

oleh hewan seperti ini, menjadi perhatian orang yang bergerak dalam bidang semiotik faunal.

Selanjutnya adalah semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

berlaku dalam kebudayaan tertentu. Telah diketahui bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial

memiliki sistem budaya tertentu yang telah turun temurun dipertahankan dan dihormati. Budaya

yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sistem itu, menggunakan tanda-tanda

tertentu yang membedakannya dengan masyarakat yang lain. Lalu semiotik naratif,

yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan

(Folklore). Telah diketahui bahwa mitos dan cerita lisan, ada diantaranya memiliki nilai kultural

tinggi. 

Berikutnya ada semiotik natural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

dihasilkan oleh alam. Air sungai keruh menandakan di hulu telah turun hujan, dan daun pohon-

pohonan yang menguning lalu gugur. Alam yang tidak bersahabat dengan manusia, misalnya
banjir atau tanah longsor, sebenarnya memberikan tanda kepada manusia bahwa manusia telah

merusak alam. Semiotik normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang

dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas. Di ruang

kereta api sering dijumpai tanda yang bermakna dilarang merokok.  Semiotik sosial,

yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud

lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang

disebut kalimat. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam

bahasa.  Dan terakhir semiotik struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. 

Menurut Jabrohim (2002: 67), semiotika merupakan perkembangan dari pendekatan

strukturalisme. Pendapat tersebut berdasarkan uraian Yunus (1981: 78) yang menyatakan bahwa

semiotik dan strukturalisme memiliki kesamaan dalam pandangan yaitu karya sastra mempunyai

struktur tanda-tanda yang perlu dimaknai. Suatu karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya

secara optimal apabila tanpa adanya hal tersebut.


"Antara strukturalisme dan semiotik sering dipertentangkan. Setidaknya kedua pendekatan
tersebut tidak berhubungan sama sekali. Dikatakan bahwa dengan strukturalisme hanya bisa
dicapai pembahasan tentang bentuk tanpa menghubungkannya dengan interpretasi, sedangkan
untuk mempelajari interpretasi tanda digunakan semiotik" (Zaimar, 1991: 20).

Ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan bahkan menyerupai secara fisik dengan sesuatu

yang diwakilinya. Tanda sebagai ikon memiliki arti yang sesederhana untuk mengkomunikasikan

A maka diwakili oleh gambar A. Lukisan potret wajah yang menyerupai seseorang adalah ikon

dari orang itu.

Pengertian simbol atau lambang adalah tanda yang mewakili sesuatu berdasarkan

kesepakatan-kesepakatan (convention) baik sengaja atau tidak disengaja, misalnya gedung sate

mewakili Bandung. Seperti yang diutarakan oleh Hoet “Tanda juga dapat berupa lambang jika

hubungan antara tanda itu dengan yang diwakilinya di dasarkan pada perjanjian/convention,

misalnya rumah beratap gonjong mewakili Minang Kabau, (gagasan berdasarkan perjanjian yang

ada dalam masyarakat.”(Hoet, 1999: 2).


Lambang adalah sesuatu hal atau keadaan yang memimpin pemahaman si subjek kepada

objek. Hubungan antara subjek dan objek terselip adanya pengertian sertaan. Suatu lambang

selalu dikaitkan dengan tanda-tanda yang sudah diberi sifat-sifat kultural, situasional, dan

kondisional. Lambang adalah tanda yang bermakna dinamis, khusus, subjektif, kias, dan majas.

Dalam karya sastra, baik yang berupa puisi, cerita rekaan maupun drama, terdapat berbagai

macam lambang, antara lain: lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, lambang suasana,

lambang nada, dan lambang visualisasi imajinatif yang ditimbulkan dari tata wajah atau

tipografi.
Isyarat adalah sesuatu hal atau keadaan yang diberikan oleh si subjek kepada objek. Dalam

keadaan ini si subjek selalu berbuat sesuatu untuk memberitahukan kepada si objek yang diberi

isyarat pada waktu itu juga. Jadi, isyarat selalu bersifat temporal (kewaktuan). Apabila

ditangguhkan pemakaiannya, isyarat akan berubah menjadi tanda atau perlambang. Ketiganya

(tanda, lambang, dan isyarat) terdapat nuansa, yakni perbedaan yang sangat kecil mengenai

bahasa, warna dan sebagainya.

Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam pengkajian puisi bertajuk "Persetubuhan Kunthi" adalah

penelitian deskriptif. Hal tersebut dikarenakan tujuan penelitian ini untuk mengkaji sebuah karya

sastra dan pembahasannya harus secara kualitatif atau dengan uraian kata.
"Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan
fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia
yang bisa mencakup aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan
antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya." (Sukmadinata, 2017, hlm. 72).

Pembahasan

Berdasarkan objek kajian yang diperoleh yakni sajak dengan tajuk "Persetubuhan Kunthi"

karya Goenawan Mohamad. Berikut merupakan paparan hasil analisis menggunakan pendekatan

semiotik pada puisi tersebut.

1.Struktur Fisik Puisi "Persetubuhan Kunthi"

1.1 Tipografi
Puisi tersebut memiliki tujuh bait dengan perbedaan larik di setiap baitnya dan menggunakan

susunan tepi kiri awal kalimat dengan huruf kapital serta akhir kalimat dengan tanda titik.

1.2 Diksi

Diksi yang digunakan pada sajak ini didominasi dengan makna konotatif. Pada larik keempat

di bait pertama puisi, makna "pada celah teratai merah" memiliki arti bahwa tubuh yang terdapat

pada puisi siap menerima kehadiran orang lain, tubuh terbuka seperti celah teratai merah. Contoh

lain dapat kita temukan pada bait ketiga, terdapat "antara lumut lebat dan tubir batu" yang

merupakan metafor dari rambut halus serta alat kelamin milik perempuan. Dilanjut dengan "ada
lempeng kayu apung" sebagai penggambaran dari alat kelamin miliki laki-laki.

1.3 Gaya bahasa

Gaya bahasa yang paling dominan adalah metafora. Selain bertujuan untuk mengindahkan

maksud dari puisi, majas ini mampu menjauhkan kesan cabul karena mengungkapkan adegan

persetubuhan secara implisit. Dapat kita temukan pada bait ketiga, "antara lumut lebat dan tubir

batu" jika diartikan secara eksplisit memiliki makna rambut halus dan alat kelamin perempuan.

Majas lain yang dapat ditemukan adalah hiperbola pada bait kedua yang bermakna seolah-olah

ikan ikut merasakan suasana persetubuhan.

1.4 Rima

Puisi tersebut berima bebas, tetapi terdapat beberapa larik dengan akhir rima yang sama. Hal

tersebut dapat ditemukan pada larik kedua dan ketiga di bait pertama "Yang telanjang, Dan

berenang" serta "meraih, arus dan buih" pada bait kedua.

2. Struktur Batin Puisi "Persetubuhan Kunthi"

2.1 Tema

Tema dari puisi tersebut adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam sudut

pandang seksualitas, laki-laki dianggap dominan dalam suatu hubungan dengan perempuan.

2.2 Perasaan

Perasaan dalam puisi tersebut merupakan penggambaran dari kenikmatan dan kepuasan

dalam bersanggama. Namun, pada bait akhir mengungkapkan perasaan sedih bahwa Kunthi tidak
akan merasakan hal serupa ke depannya.

2.3 Nada dan Suasana

Nada yang muncul pada puisi tersebut adalah nada bergairah dan para pendengar atau

pembaca akan merasakan suasana ketegangan yang dirasakan oleh Kunthi saat berhubungan

badan dengan Batara Surya.

2.4 Amanat

Amanat yang disampaikan pada puisi tersebut adalah kenikmatan berhubungan badan di luar

akad yang suci (pernikahan) hanyalah perasaan nikmat dan puas yang bersifat sementara, pada
akhirnya itu semua akan menjadi sebuah penyesalan bagi kedua belah pihak.

3. Semiotika pada Puisi "Persetubuhan Kunthi"

3.1 Berdasarkan struktur kebahasaannya

Bait pertama puisi tersebut bermakna tubuh Kunthi yang tidak mengenakan pakaian alias

telanjang dan sedang berenang pada celah teratai. Bait kedua memiliki arti ikan menggigil disaat

angin berhembus pada pusaran. Bait berikutnya mengandung makna tanaman ganggang yang

bercampur dengan lumut dan tubir batu. Bait selanjutnya memiliki makna Kunthi terkena badai

dan gempa hingga ia menjerit. Lalu, pada bait kelima, Kunthi bertanya pada seseorang. Pada bait

keenam, seorang lelaki meninggalkan Kunthi ke dalam hutan yang ditutupi embun. dan di akhir

bait, Kunthi tidak akan memiliki lelaki tersebut.

3.2 Berdasarkan konvensi sastra

Pada dasarnya, kita dapat mengetahui isi dari puisi karya Goenawan Mohamad ini hanya

dengan melihat judulnya saja. Puisi tersebut memberi gambaran tentang kenikmatan

persetubuhan yang dilakukan antara seorang lelaki dan perempuan.

Awal puisi dibuka dengan pernyataan "untuk tarian Sulistyo Tirtokusuo". Hal tersebut

memiliki makna bahwa puisi itu ditujukan sebagai respon terhadap tarian yang diciptakan atau

dilakukan oleh Sulistyo Tirtokusumo. Bait pertama merupakan gambaran dari tubuh seorang

Kunthi dengan kondisi tanpa sehelai pakaian dan siap menerima kehadiran tubuh (terbuka)

seperti celah teratai merah.


Bait berikutnya, suasana mengenai persetubuhan tersebut. lelaki misterius mendatangi tubuh

Kunthi yang telah siap menerima kehadirannya. Selain itu, digambarkan suasana kenikmatan

tersebut dengan metafor "Ikan pun ikut menggeletar" yang seharusnya tidak bisa dirasakan oleh

makhluk air tersebut.

Bait ketiga merupakan penggambaran dari rambut halus dan alat kelamin perempuan yang

ditunjukkan oleh "antara lumut lebat dan tubir batu". Selain itu, alat kelamin laki-laki

dimetaforakan dengan "ada lempang kayu apung". pada baris berikutnya dikatakan "yang timbul-

tenggelam" yang bermajas antitesis, makna yang terkandung adalah aktivitas keluar-masuknya
alat kelamin lelaki pada alat kelamin perempuan.

Bait keempat memberi gambaran dampak yang dirasakan dari persetubuhan itu. Tubuh terasa

dihampiri badai dan gempa memiliki arti puncak kenikmatan atau biasa disebut ereksi. Bahkan,

saking nikmatnya menyebabkan teriakan jerit yang merdu. Terdapat dua makna dari teriakan jerit

tersebut, pertama adalah Kunthi menjerit karena merasa kenikmatan sehingga tidak dapat

mengendalikan dirinya, atau jerit yang merdu dapat diartikan sebagai desahan kenikmatan.

Seluruh puncak kenikmatan itu akhirnya menjadi tenang kembali yang ditunjukkan oleh "sesaat

sebelum kulit langit biru". Hal tersebut memiliki makna setelah semua kenikmatan yang tak

dapat terkendali pada akhirnya menjadi tenang setelah melewati puncak kenikmatan.

Kunthi menanyakan identitas dari lelaki yang menyetubuhinya. Dalam kisah pewayangan,

laki-laki yang menyetubuhi Kunthi adalah Batara Surya. Pada bait selanjutnya dikatakan bahwa

laki-laki tersebut menghilang ke tempatnya berasal, suatu tempat yang tak terbayangkan oleh

Kunthi, tempat yang hanya ada pada khayal. Dan pada akhir bait puisi, Kunthi dinyatakan tidak

dapat menemukan laki-laki tersebut sebab ia tidak akan kembali lagi.

Kunthi bersanggama dengan seorang laki-laki yang tidak diketahui identitasnya. Namun, ia

sangat menikmati aktivitas persetubuhan itu bahkan hingga orgasme atau ereksi. Selepas

persetubuhan tersebut, Kunthi menanyakan identitas lawan mainnya, tetapi laki-laki tersebut

hanya diam dan meninggalkan Kunthi begitu saja. Pada akhirnya, Kunthi tak akan merasakan hal

serupa karena laki-laki itu tidak akan menemuinya lagi.


Simpulan

Berdasarkan pendekatan yang dilakukan. Diketahui bahwa struktur fisik pada puisi bertajuk

"Persetubuhan Kunthi" menggunakan tipografi rata kiri dengan awal kalimat diawali huruf

kapital dan akhir kalimat dengan tanda titik. Diksi yang didominasi oleh makna konotasi, karena

penggunaan gaya bahasa yang penuh kiasan seperti majas metafora, antitesis, dan hiperbola.

Puisi tersebut memiliki rima bebas, tetapi ada beberapa rima yang berakhiran sama.

Berdasarkan struktur batinnya, puisi "Persetubuhan Kunthi" bertema hubungan antara

perempuan dan laki-laki dalam sudut pandang seksualitas dengan nada yang penuh gairah dan
perasaan penuh ketegangan.

Analisis semiotik puisi tersebut dengan pengkajian berdasarkan struktur kebahasaannya

didasari oleh definisi kata-kata pada tiap bait yang tercantum di dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Sedangkan berdasarkan konvensi bahasa, puisi tersebut dapat dimaknai sesuai dengan

judulnya. Puisi tersebut berisi tentang kejadian bersanggama yang dilakukan Kunthi dengan

seorang laki-laki. Setelah mendapat puncak kenikmatan, laki-laki tersebut meninggalkan Kunthi

begitu saja.

Daftar Pustaka

Banita, Baban, dkk. 2020. Seksualitas dan Relasi Laki-laki Perempuan dalam Sajak

"Persetubuhan Kunthi" Karya Goenawan Mohamad. Sumedang: Universitas

Padjadjaran.

Jabrohim. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Hanindita Graha Widya.

Junus, Umar. 1988. Karya Sebagai Sumber Makna: Pengantar Strukturalisme. Kuala Lumpur:

Dewan Bahasa dan Pustaka.

Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Zoest, Van Aart & Panuti Sudjiman. 1992. Serba Semiotika. Jakarta: Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai