Email : dimasaryangga06@gmail.com
Abstrak
Puisi adalah karya hasil olah pikir manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan
disusun oleh rangkaian kata-kata indah sehingga menimbulkan kesan dan makna yang berbeda
dengan membaca tulisan biasa. Para penulis puisi kerap kali menyisipkan makna-makna
tersembunyi pada karyanya. Semiotika adalah suatu disiplin ilmu dan metode analisis untuk
mengkaji tanda-tanda yang terdapat pada suatu objek untuk diketahui makna yang terkandung
dalam objek tersebut. Suatu tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna adalah
hubungan antara sesuatu objek atau ide dari sesuatu tanda. Artikel ini membahas analisis puisi
bertajuk "Persetubuhan Kunthi" karya Goenawan Mohamad dengan pendekatan semiotik. Fokus
kajian artikel ini adalah tanda-tanda yang terdapat pada puisi tersebut agar dapat mengungkap
makna sebenarnya.
Abstract
Poetry is a work of human thought that is poured into written form by compiling a series of
beautiful words so that it creates an impression and meaning that is different from reading
ordinary writing. Poetry writers often insert hidden meanings into their works. Semiotics is a
scientific discipline and method of analysis to examine the signs contained in an object to know
the meaning contained in the object. A sign signifies something other than itself and meaning is
the relationship between an object or an idea of a sign. This article discusses the analysis of the
poem entitled "Persebuhan Kunthi" by Goenawan Mohamad with a semiotic approach. The
focus of the study of this article is the signs contained in the poem in order to reveal its true
meaning.
Latar Belakang
Puisi adalah karya hasil olah pikir manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan
disusun oleh rangkaian kata-kata indah sehingga menimbulkan kesan dan makna yang berbeda
dengan membaca tulisan biasa. Para penulis puisi kerap kali menyisipkan makna-makna
tersembunyi pada karyanya. Penyampaian makna tersirat tersebut disebabkan oleh penulis yang
percaya bahwa pembaca karya mereka adalah orang-orang pintar sehingga tak mau
menyampaikan pesan dan makna karyanya secara eksplisit seperti seorang guru yang mengajari
muridnya.
Belum ada kepastian mengenai definisi puisi, setiap orang memiliki pendapat masing-masing
tentang pengertian puisi. Puisi termasuk pada sastra imajinatif yang dibuktikan dengan isinya
bersifat khayalan serta menggunakan bahasa yang lebih banyak bermakna konotatif dan
memenuhi ketentuan-ketentuan estetika karya seni. Perlu kecakapan dalam pemberian makna
suatu puisi. salah satu metode pengungkapan makna yang terkandung pada puisi adalah memakai
pendekatan semiotik.
Menurut Putu Arya Tirtawirya (1980: 9), puisi merupakan karya sastra yang menuangkan
ekspresi penulis dengan ungkapan-ungkapan implisit, samar dengan makna yang tersirat dan
penggunaan kata-kata yang condong pada makna konotatif. Dari pendapat di atas, dapat kita
ketahui bahwa puisi yang bagus adalah puisi yang mampu menyembunyikan banyak makna
Meskipun isi puisi tidak sebanyak karya sastra lain seperti cerita rekaan. Namun, makna yang
terkandung pada puisi bisa setara bahkan melebihi karya sastra lainnya. Hal tersebut diperkuat
oleh argument Ralph Waldo Emerson (1980: 8) yang mengatakan bahwa puisi mengajarkan
Goenawan Mohamad menulis puisi-puisi yang sarat akan makna tersirat. Jika dibaca sekilas
oleh orang awam, puisi karyanya akan terasa biasa saja. Namun jika ditelaah lebih lanjut maka
kita akan menemukan banyak sekali pesan yang hendak disampaikan Goenawan kepada
pembaca karyanya. Salah satu karya Goenawan Mohamad yang bertajuk “Persetubuhan Kunthi”
memiliki banyak sekali makna tersirat serta simbol. lambang, dan isyarat yang akan ditemukan
jika dianalisis lebih lanjut.
Teori Semiotika
Semiotika adalah suatu disiplin ilmu dan metode analisis untuk mengkaji tanda-tanda yang
terdapat pada suatu objek untuk diketahui makna yang terkandung dalam objek tersebut. Suatu
tanda menandakan sesuatu selain dirinya sendiri dan makna adalah hubungan antara sesuatu
Kata semiotika berasal dari bahasa Inggris, yaitu semiotics. Istilah lain semiotika adalah
semiology. Keduanya memiliki arti yang sama, yaitu sebagai ilmu tentang tanda. Semiotika atau
semiology berasal dari bahasa Yunani, yaitu semeion, yang berarti tanda. Secara terminologis,
semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek,
Menurut Sobur (2006:15), semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda-tanda disini yaitu perangkat yang kita pakai dalam upaya berusaha mencari jalan di
dunia ini, di tengah-tengah manusia dan bersama-sama manusia. Tanda yang timbul kerap kali
ditanggapi berbeda-beda oleh pembaca karya. Hal tersebut disebabkan oleh metode pencarian
tanda dan lambang yang beragam. Namun, perbedaan itu tidak menyebabkan perdebatan karena
hal tersebut justru akan menambah keberagaman makna dari karya sastra yang ada. Hal di atas
diperkuat dengan pendapat dari Zoest (dalam Pilliang, 1999: 12) yang menyatakan bahwa tanda
merupakan sesuatu yang bagi seseorang berarti sesuatu yang lain. Segala sesuatu yang dapat
diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. Karena itu, tanda tidaklah terbatas pada benda.
Adanya peristiwa, tidak adanya peristiwa, struktur yang ditemukan dalam sesuatu, suatu
Komponen dasar semiotika terdiri dari: tanda (sign), lambang (symbol), dan isyarat (nal).
Ketiga masalah tersebut masuk ke dalam cakupan ilmu semiotika karena memungkinkan
terjadinya komunikasi antaran subjek dan objek dalam jalur pemahaman sebagai komponen
dasar semiotika. Penjelasan ketika komponen semiotika tersebut adalah sebagai berikut (Danesi,
2010:4):
Tanda merupakan bagian dari ilmu semiotika yang menandai sesuatu hal atau keadaan untuk
menerangkan atau memberitahukan objek kepada subjek. Dalam hal ini tanda selalu
menunjukkan pada sesuatu hal yang nyata, misalnya, benda, kejadian, tulisan, bahasa, tindakan,
peristiwa, dan bentuk-bentuk tanda lainnya. Tanda terdiri atas tiga bagian yaitu ikon, indeks, dan
simbol.
Indeks adalah tanda yang yang mewakili sesuatu berdasarkan keterkaitan/contiguity yang
biasanya terbentuk dari pengalaman seperti awan kelabu adalah tanda akan datangnya hujan.
Menurut Hoed (dalam Sobur, 2006:15), terdapat dua jenis kajian semiotika yaitu semiotika
komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah satu diantara nya
mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode (sistem
tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang dibicarakan). Jenis kajian kedua adalah
semiotika signifikasi menekankan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu konteks
tertentu. Pada jenis yang kedua ini tidak dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi sebaliknya
yang di utamakan adalah segi pemahaman suatu tanda sehingga proses kognisinya pada
analitik yang menganalisis sistem tanda. Semiotik berobjekan tanda dan penganalisisnya menjadi
ide, objek, dan makna. Ide dapat dikaitkan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban
yang terdapat dalam lambang yang mengacu kepada objek tertentu. Semiotik deskriptif yang
memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak
dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. Misalnya, langit yang mendung menandakan
bahwa hujan tidak lama lagi akan turun, dari dahulu hingga sekarang tetap saja seperti itu.
Demikian pula jika ombak memutih di tengah laut, itu menandakan bahwa laut berombak besar.
Namun, dengan majunya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, telah banyak tanda yang
diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Semiotik faunal (Zoo Semiotik), yaitu
semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya
menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antara sesamanya, tetapi juga sering menghasilkan
tanda yang dapat ditafsirkan oleh manusia. Misalnya, seekor ayam betina yang berkotek-kotek
menandakan ayam itu telah bertelur atau ada sesuatu yang ia takuti. Tanda-tanda yang dihasilkan
oleh hewan seperti ini, menjadi perhatian orang yang bergerak dalam bidang semiotik faunal.
Selanjutnya adalah semiotik kultural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
berlaku dalam kebudayaan tertentu. Telah diketahui bahwa masyarakat sebagai makhluk sosial
memiliki sistem budaya tertentu yang telah turun temurun dipertahankan dan dihormati. Budaya
yang terdapat dalam masyarakat yang juga merupakan sistem itu, menggunakan tanda-tanda
yaitu semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan
(Folklore). Telah diketahui bahwa mitos dan cerita lisan, ada diantaranya memiliki nilai kultural
tinggi.
Berikutnya ada semiotik natural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dihasilkan oleh alam. Air sungai keruh menandakan di hulu telah turun hujan, dan daun pohon-
pohonan yang menguning lalu gugur. Alam yang tidak bersahabat dengan manusia, misalnya
banjir atau tanah longsor, sebenarnya memberikan tanda kepada manusia bahwa manusia telah
merusak alam. Semiotik normatif, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang
dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas. Di ruang
kereta api sering dijumpai tanda yang bermakna dilarang merokok. Semiotik sosial,
yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud
lambang, baik lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam satuan yang
disebut kalimat. Dengan kata lain, semiotik sosial menelaah sistem tanda yang terdapat dalam
bahasa. Dan terakhir semiotik struktural, yaitu semiotik yang khusus menelaah sistem tanda
yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa.
strukturalisme. Pendapat tersebut berdasarkan uraian Yunus (1981: 78) yang menyatakan bahwa
semiotik dan strukturalisme memiliki kesamaan dalam pandangan yaitu karya sastra mempunyai
struktur tanda-tanda yang perlu dimaknai. Suatu karya sastra tidak dapat dimengerti maknanya
Ikon adalah tanda yang memiliki kemiripan bahkan menyerupai secara fisik dengan sesuatu
yang diwakilinya. Tanda sebagai ikon memiliki arti yang sesederhana untuk mengkomunikasikan
A maka diwakili oleh gambar A. Lukisan potret wajah yang menyerupai seseorang adalah ikon
Pengertian simbol atau lambang adalah tanda yang mewakili sesuatu berdasarkan
kesepakatan-kesepakatan (convention) baik sengaja atau tidak disengaja, misalnya gedung sate
mewakili Bandung. Seperti yang diutarakan oleh Hoet “Tanda juga dapat berupa lambang jika
hubungan antara tanda itu dengan yang diwakilinya di dasarkan pada perjanjian/convention,
misalnya rumah beratap gonjong mewakili Minang Kabau, (gagasan berdasarkan perjanjian yang
objek. Hubungan antara subjek dan objek terselip adanya pengertian sertaan. Suatu lambang
selalu dikaitkan dengan tanda-tanda yang sudah diberi sifat-sifat kultural, situasional, dan
kondisional. Lambang adalah tanda yang bermakna dinamis, khusus, subjektif, kias, dan majas.
Dalam karya sastra, baik yang berupa puisi, cerita rekaan maupun drama, terdapat berbagai
macam lambang, antara lain: lambang warna, lambang benda, lambang bunyi, lambang suasana,
lambang nada, dan lambang visualisasi imajinatif yang ditimbulkan dari tata wajah atau
tipografi.
Isyarat adalah sesuatu hal atau keadaan yang diberikan oleh si subjek kepada objek. Dalam
keadaan ini si subjek selalu berbuat sesuatu untuk memberitahukan kepada si objek yang diberi
isyarat pada waktu itu juga. Jadi, isyarat selalu bersifat temporal (kewaktuan). Apabila
ditangguhkan pemakaiannya, isyarat akan berubah menjadi tanda atau perlambang. Ketiganya
(tanda, lambang, dan isyarat) terdapat nuansa, yakni perbedaan yang sangat kecil mengenai
Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam pengkajian puisi bertajuk "Persetubuhan Kunthi" adalah
penelitian deskriptif. Hal tersebut dikarenakan tujuan penelitian ini untuk mengkaji sebuah karya
sastra dan pembahasannya harus secara kualitatif atau dengan uraian kata.
"Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan
fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia
yang bisa mencakup aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan
antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya." (Sukmadinata, 2017, hlm. 72).
Pembahasan
Berdasarkan objek kajian yang diperoleh yakni sajak dengan tajuk "Persetubuhan Kunthi"
karya Goenawan Mohamad. Berikut merupakan paparan hasil analisis menggunakan pendekatan
1.1 Tipografi
Puisi tersebut memiliki tujuh bait dengan perbedaan larik di setiap baitnya dan menggunakan
susunan tepi kiri awal kalimat dengan huruf kapital serta akhir kalimat dengan tanda titik.
1.2 Diksi
Diksi yang digunakan pada sajak ini didominasi dengan makna konotatif. Pada larik keempat
di bait pertama puisi, makna "pada celah teratai merah" memiliki arti bahwa tubuh yang terdapat
pada puisi siap menerima kehadiran orang lain, tubuh terbuka seperti celah teratai merah. Contoh
lain dapat kita temukan pada bait ketiga, terdapat "antara lumut lebat dan tubir batu" yang
merupakan metafor dari rambut halus serta alat kelamin milik perempuan. Dilanjut dengan "ada
lempeng kayu apung" sebagai penggambaran dari alat kelamin miliki laki-laki.
Gaya bahasa yang paling dominan adalah metafora. Selain bertujuan untuk mengindahkan
maksud dari puisi, majas ini mampu menjauhkan kesan cabul karena mengungkapkan adegan
persetubuhan secara implisit. Dapat kita temukan pada bait ketiga, "antara lumut lebat dan tubir
batu" jika diartikan secara eksplisit memiliki makna rambut halus dan alat kelamin perempuan.
Majas lain yang dapat ditemukan adalah hiperbola pada bait kedua yang bermakna seolah-olah
1.4 Rima
Puisi tersebut berima bebas, tetapi terdapat beberapa larik dengan akhir rima yang sama. Hal
tersebut dapat ditemukan pada larik kedua dan ketiga di bait pertama "Yang telanjang, Dan
2.1 Tema
Tema dari puisi tersebut adalah hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam sudut
pandang seksualitas, laki-laki dianggap dominan dalam suatu hubungan dengan perempuan.
2.2 Perasaan
Perasaan dalam puisi tersebut merupakan penggambaran dari kenikmatan dan kepuasan
dalam bersanggama. Namun, pada bait akhir mengungkapkan perasaan sedih bahwa Kunthi tidak
akan merasakan hal serupa ke depannya.
Nada yang muncul pada puisi tersebut adalah nada bergairah dan para pendengar atau
pembaca akan merasakan suasana ketegangan yang dirasakan oleh Kunthi saat berhubungan
2.4 Amanat
Amanat yang disampaikan pada puisi tersebut adalah kenikmatan berhubungan badan di luar
akad yang suci (pernikahan) hanyalah perasaan nikmat dan puas yang bersifat sementara, pada
akhirnya itu semua akan menjadi sebuah penyesalan bagi kedua belah pihak.
Bait pertama puisi tersebut bermakna tubuh Kunthi yang tidak mengenakan pakaian alias
telanjang dan sedang berenang pada celah teratai. Bait kedua memiliki arti ikan menggigil disaat
angin berhembus pada pusaran. Bait berikutnya mengandung makna tanaman ganggang yang
bercampur dengan lumut dan tubir batu. Bait selanjutnya memiliki makna Kunthi terkena badai
dan gempa hingga ia menjerit. Lalu, pada bait kelima, Kunthi bertanya pada seseorang. Pada bait
keenam, seorang lelaki meninggalkan Kunthi ke dalam hutan yang ditutupi embun. dan di akhir
Pada dasarnya, kita dapat mengetahui isi dari puisi karya Goenawan Mohamad ini hanya
dengan melihat judulnya saja. Puisi tersebut memberi gambaran tentang kenikmatan
Awal puisi dibuka dengan pernyataan "untuk tarian Sulistyo Tirtokusuo". Hal tersebut
memiliki makna bahwa puisi itu ditujukan sebagai respon terhadap tarian yang diciptakan atau
dilakukan oleh Sulistyo Tirtokusumo. Bait pertama merupakan gambaran dari tubuh seorang
Kunthi dengan kondisi tanpa sehelai pakaian dan siap menerima kehadiran tubuh (terbuka)
Kunthi yang telah siap menerima kehadirannya. Selain itu, digambarkan suasana kenikmatan
tersebut dengan metafor "Ikan pun ikut menggeletar" yang seharusnya tidak bisa dirasakan oleh
Bait ketiga merupakan penggambaran dari rambut halus dan alat kelamin perempuan yang
ditunjukkan oleh "antara lumut lebat dan tubir batu". Selain itu, alat kelamin laki-laki
dimetaforakan dengan "ada lempang kayu apung". pada baris berikutnya dikatakan "yang timbul-
tenggelam" yang bermajas antitesis, makna yang terkandung adalah aktivitas keluar-masuknya
alat kelamin lelaki pada alat kelamin perempuan.
Bait keempat memberi gambaran dampak yang dirasakan dari persetubuhan itu. Tubuh terasa
dihampiri badai dan gempa memiliki arti puncak kenikmatan atau biasa disebut ereksi. Bahkan,
saking nikmatnya menyebabkan teriakan jerit yang merdu. Terdapat dua makna dari teriakan jerit
tersebut, pertama adalah Kunthi menjerit karena merasa kenikmatan sehingga tidak dapat
mengendalikan dirinya, atau jerit yang merdu dapat diartikan sebagai desahan kenikmatan.
Seluruh puncak kenikmatan itu akhirnya menjadi tenang kembali yang ditunjukkan oleh "sesaat
sebelum kulit langit biru". Hal tersebut memiliki makna setelah semua kenikmatan yang tak
dapat terkendali pada akhirnya menjadi tenang setelah melewati puncak kenikmatan.
Kunthi menanyakan identitas dari lelaki yang menyetubuhinya. Dalam kisah pewayangan,
laki-laki yang menyetubuhi Kunthi adalah Batara Surya. Pada bait selanjutnya dikatakan bahwa
laki-laki tersebut menghilang ke tempatnya berasal, suatu tempat yang tak terbayangkan oleh
Kunthi, tempat yang hanya ada pada khayal. Dan pada akhir bait puisi, Kunthi dinyatakan tidak
Kunthi bersanggama dengan seorang laki-laki yang tidak diketahui identitasnya. Namun, ia
sangat menikmati aktivitas persetubuhan itu bahkan hingga orgasme atau ereksi. Selepas
persetubuhan tersebut, Kunthi menanyakan identitas lawan mainnya, tetapi laki-laki tersebut
hanya diam dan meninggalkan Kunthi begitu saja. Pada akhirnya, Kunthi tak akan merasakan hal
Berdasarkan pendekatan yang dilakukan. Diketahui bahwa struktur fisik pada puisi bertajuk
"Persetubuhan Kunthi" menggunakan tipografi rata kiri dengan awal kalimat diawali huruf
kapital dan akhir kalimat dengan tanda titik. Diksi yang didominasi oleh makna konotasi, karena
penggunaan gaya bahasa yang penuh kiasan seperti majas metafora, antitesis, dan hiperbola.
Puisi tersebut memiliki rima bebas, tetapi ada beberapa rima yang berakhiran sama.
perempuan dan laki-laki dalam sudut pandang seksualitas dengan nada yang penuh gairah dan
perasaan penuh ketegangan.
didasari oleh definisi kata-kata pada tiap bait yang tercantum di dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Sedangkan berdasarkan konvensi bahasa, puisi tersebut dapat dimaknai sesuai dengan
judulnya. Puisi tersebut berisi tentang kejadian bersanggama yang dilakukan Kunthi dengan
seorang laki-laki. Setelah mendapat puncak kenikmatan, laki-laki tersebut meninggalkan Kunthi
begitu saja.
Daftar Pustaka
Banita, Baban, dkk. 2020. Seksualitas dan Relasi Laki-laki Perempuan dalam Sajak
Padjadjaran.
Junus, Umar. 1988. Karya Sebagai Sumber Makna: Pengantar Strukturalisme. Kuala Lumpur:
Zoest, Van Aart & Panuti Sudjiman. 1992. Serba Semiotika. Jakarta: Gramedia.