Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS SEMIOTIKA DALAM PUISI “PADA SUATU HARI NANTI”

KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO

Dosen Pengampu: Sovia Wulandari, S.S., M.Pd.

Oleh:

KELOMPOK III

Sasi Kirani_A1J221015

Egi Cahya Prameswari_A1J221017

Yessa Yuliana_A1J221019

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Analisis semiotika adalah suatu metode analisis yang digunakan untuk memahami
bagaimana tanda-tanda semiotika digunakan dalam sebuah teks. Puisi adalah salah satu
bentuk teks yang penuh dengan tanda-tanda dan makna yang dapat diinterpretasikan melalui
analisis semiotika. Dalam konteks analisis semiotika pada puisi, tanda-tanda yang biasanya
dianalisis meliputi tanda verbal yaitu kata-kata dan tanda visual gambar atau bentuk. Melalui
analisis semiotika diperlukan proses mengidentifikasi dan menganalisis cara penyair
menggunakan tanda-tanda untuk menciptakan makna dan pesan dalam puisi. Saat
menganalisis penting untuk mempertimbangkan konteks sosial, budaya, dan sejarah di mana
puisi itu diciptakan. Hal ini karena tanda-tanda yang digunakan dalam puisi sering kali
memiliki makna yang bervariasi tergantung pada konteks di mana mereka digunakan.

Dengan memahami cara tanda-tanda digunakan dalam penulisan puisi melalui analisis
semiotika, pembahasan dapat di kembangkan melalui pemahaman yang lebih dalam tentang
puisi itu sendiri dan karya sastra secara keseluruhan. Puisi pada suatu hari nanti karya sapardi
djoko damono akan di analisis menggunakan tiga teori para ahli, yaitu: (1) Teori semiotika
Saussure yang meliputi konsep tanda, signifier, dan signified, serta hubungan antara mereka.
Menurut Saussure, tanda terdiri dari signifier (bentuk fisik) dan signified (makna). Signifier
merujuk pada aspek fisik atau akustik dari tanda, sementara signified merujuk pada makna
yang dikaitkan dengan tanda tersebut. Selain itu, Saussure mengemukakan konsep hubungan
antara signifier dan signified yang bersifat arbitrer. Artinya, hubungan antara signifier dan
signified tidak didasarkan pada hubungan alami antara bentuk fisik dan makna, melainkan
ditentukan oleh konvensi bahasa. (2) Teori semiotika Charles Sanders Pierce, meliputi
konsep tanda, triadik relasi, dan tiga kategori tanda. Menurut Pierce, tanda adalah sesuatu
yang menggambarkan sesuatu yang lain dan terdiri dari tiga elemen: objek, representamen,
dan interpretan.

Objek adalah sesuatu yang diwakili oleh tanda, representamen adalah bentuk fisik dari
tanda tersebut, dan interpretan adalah makna atau ide yang diasosiasikan dengan tanda. Pierce
juga mengemukakan konsep triadik relasi yang terdiri dari hubungan antara objek,
representamen, dan interpretan. Hubungan ini saling terkait dan tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Selain itu, Pierce juga membagi tanda menjadi tiga kategori: ikonik, indeksikal,
dan simbolik. Tanda ikonik menggambarkan objek dengan cara yang menyerupai objek itu
sendiri, sedangkan tanda indeksikal menunjukkan hubungan antara tanda dan objek melalui
hubungan
sebab-akibat atau keberadaan mereka yang bersamaan. Sedangkan tanda simbolik
mempunyai hubungan konvensional antara tanda dan objek. (3) Teori Roland Barthes,
memiliki beberapa konsep penting dalam analisis semiotika, seperti konsep signifier dan
signified, serta konsep denotasi dan konotasi. Menurut Barthes, signifier dan signified
merupakan dua komponen penting dalam sebuah tanda. Signifier merujuk pada bentuk fisik
atau visual dari sebuah tanda, sementara signified merujuk pada makna yang dikaitkan
dengan signifier tersebut. Dalam puisi, signifier dapat berupa kata-kata, struktur puisi, atau
bahkan suara. Selain itu, Barthes juga membedakan antara denotasi dan konotasi. Denotasi
adalah makna literal atau objektif dari sebuah tanda, sementara konotasi adalah makna yang
lebih tersembunyi atau terkait dengan konteks sosial dan budaya di mana tanda tersebut
digunakan. Dalam analisis semiotika pada puisi menggunakan tiga teori, kelompok tiga
bertujuan untuk menemukan perbedaan saat pemaknaan tanda dari judul puisi "pada suatu
hari nanti" sehingga setiap baris pada bait tidak hanya memiliki tanda dan makna yang sama.

B. METODE
Metode yang dipakai dalam analisis ini adalah metode kualitatif. Analisis data
dalam penelitian kualitatif melibatkan pengumpulan data (Rijali, 2019). Penelitian
kualitatif mendukung penggunaan logika induktif dimana klasifikasi muncul dari
pertemuan peneliti dengan informan di lapangan atau dari data yang ditemukan
(Somantri, 2005). Dimana studi ini menggunakan teknik studi Pustaka berupa cerpen,
jurnal, dan bacaan yang mempunya keterkaitan tentang penelitian ini (Awa et al.,
2022). Studi pustaka dilakukan dengan teknik catat, sehingga data yang didapatkan
mempermudah penulis dalam menarik kesimpulan pada analisis kali ini sesuai dengan
teori dari Ferdinand de Saussure, Charles Peirce dan Roland Barthes.
PEMBAHASAN

A. ANALISIS SEMIOTIKA TEORI FERDINAND DE SAUSSURE


Karya sastra adalah ungkapan perasaan pengarang dalam bentuk imajinasi yang hadir
ditengah masyarakat untuk ikut dirasakan, dipahami, dan dimanfaatkan oleh masyarakat
(Endaswara 2018). Puisi adalah ungkapan perasaan atau karya seni yang digunakan
pengarang untuk menyatakan isi hatinya yang turut dirasakan oleh pembaca maupun
pendengar yang diikat dengan irama dan rima disetiap baris (Rae, dkk. 2020).

Bapak semiotika adalah Ferdinand De Sausesure dengan dua konsepnya beroposisi


tanda yang terdiri dari dua pasangan yaitu penanda dan petanda, sedangkan bahasa umum
sentagmatik dan paradigmatik dan diakronik dan sinkronik (Ratna, 2004 dalam (Yuliana
Ana Awa, 2021
Analisis semiotika pada puisi "Pada Suatu Hari Nanti" oleh Sapardi Djoko
Damono menurut Ferdinand de Saussure akan melibatkan pemahaman tentang tanda,
penanda dan petanda dalam bahasa dan sastra.
“jasadku tak akan ada lagi”
“suaraku tak terdengar lagi”
“tapi diantara larik-larik sajak ini”
“namun di sela- sela huruf sajak ini”
Pada level tanda, puisi ini menggunakan kata-kata sebagai tanda untuk merujuk pada
konsep dan objek di dunia. Misalnya, "jasadku" dan "suaraku" merujuk pada tubuh dan
suara si penutur, sementara "larik-larik sajak" dan "huruf" merujuk pada bentuk dan
simbolisasi puisi itu sendiri.
Pada penanda, puisi ini menggunakan kata-kata untuk menghasilkan makna dan
pesan. Dalam puisi ini, penutur menyatakan bahwa suatu hari nanti ia akan mati dan
kehilangan kehadiran fisiknya, namun karya sastranya akan terus hidup dan
mempertahankan hubungan dengan orang yang dicintainya. Hal ini menunjukkan betapa
pentingnya puisi sebagai bentuk ekspresi diri yang melebihi keberadaan fisik penutur.
Pada petanda, puisi ini mengikuti aturan dan norma-norma sastra yang telah dikenal
dan disepakati oleh masyarakat sastra. Misalnya, puisi ini mengikuti pola bait-bait dan
penggunaan bahasa yang khas dalam puisi. Petanda ini membantu menentukan makna dan
efek sastra dari puisi tersebut.

B. ANALISIS SEMIOTIKA TEORI CHARLES SANDERS PEIRCE

Teori semiotika yang dikemukakan oleh Charles Sanders Pierce, menurutnya ada tiga
macam tanda menurut hubungan tanda dengan denotatumnya, yaitu ikon, indeks, dan
simbol. Dan hubungan trilingual antara representament, interpretant, dan object.
Sedangkan menurut Hoed (2011:19) Peirce memaknai tanda sebagai sesuatu yang dapat
mewakili sesuatu yang lain. Sesuatu dapat disebut sebagai tanda ketika memiliki fungsi
sebagai tanda.
Menurut Hoed (2011:159) Peirce dalam teorinya menggunakan konsep trikotomi,
dalam proses pemaknaan tanda melewati tiga tahap yaitu representamen, objek, dan
interpretan. Representamen merupakan sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu
yang lain dalam beberapa hal. Sesuatu yang lain itu dapat disebut sebagai interpretan,
disebut sebagai interpretasi dari tanda yang pertama karena pada waktunya akan
mengacu pada
objek tertentu. Dengan demikian menurut Pierce sebuah tanda atau representamen
memiliki relasi triadik langsung dengan interpretan dan objeknya. Tanda disebut sebagai
representamen yaitu ketika tanda tersebut mengacu atau dapat mewakili sesuatu yang lain
atau objek (referent). Menurut Alex Sobur (2013:41) bahwa berdasarkan objeknya, Peirce
membagi tanda menjadi tiga bagian yaitu ikon (icon), indeks (index), dan simbol
(symbol).

a) Representamen
Representamen dikenal sebagai sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain atau
bentuk fisik yang dapat diserap oleh panca indera dan mengacu pada sesuatu.
Dalam analisis semiotik peirce ditemukan Signsign pada representamennya,
signsign sendiri merupakan tanda yang dibentuk berdasarkan kenyataan,
contohnya dalam puisi Pada suatu hari nanti yaitu pada bait pertama, kedua dan
ketiga. Terletak masing-masing di baris pertama:

pada suatu hari nanti

Kalimat “pada suatu hati nanti” merupakan bentuk kenyataan dari Signsign.
Berarti kata ini memiliki dampak dari kenyataan yang menyebabkan sebuah
pengandaian akan terjadi. Bahwa suatu hari nanti, “hari itu” akan datang,
merupakan kenyataan yang akan datang dan di lalui seseorang.

Contoh kedua terletak pada bait kedua, baris ketiga:

Tapi di antara larik-larik sajak ini


Kalimat “larik-larik sajak ini” juga merupakan bentuk kenyataan yang ditunjukkan
pada larik puisi yang ditulis sapardi, berarti ada seseorang atau makna tertentu
yang dimaksud sapardi di antara larik-larik sajak yang dimaksud. Selain itu
menurut sisi penulis pengungkapan kata “larik-larik sajak ini” salah satu bentuk
realisasi perasaan sapardi ditengah larik-larik puisi atau tulisannya.

b) Objek
Objek merupakan sesuatu yang menggantikan sesuatu yang lain atau bisa
dikatakan sebagai klasifikasi sebuah tanda. Objek biasanya melibatkan antara
penanda dan petanda, contohnya pada puisi pada suatu hari nanti yang
ditemukannya dua objek dari ikon topologis.

Ikon topologis yaitu suatu tanda yang secara kasat mata menunjukkan ciri-ciri
menyerupai objek yang diacu dengan sangat jelas. Tanda dan objek pada ikon
topologis memiliki hubungan berdasarkan kemiripan bentuknya. Contohnya:

Jasadku tak akan ada lagi

Kata “jasadku” merupakan ikon, jadi jasadku adalah (penanda) sedangkan untuk
petandanya adalah jasad yang menandai jasad diri sendiri, jasad manusia atau
bahkan jasad hewan (petanda).

Suaraku tak akan terdengar lagi

Kata “suaraku” merupakan ikon, jadi suaraku adalah (penanda) sedangkan untuk
petandanya adalah suara yang menandai suara manusia, suara wanita, suara laki-
laki (petanda).

c) Indeks
Indeks merupakan suatu tanda yang memiliki keterkaitan eksistensi antara
representamen dan objeknya. Di dalam indeks hubungan antara tanda dan
objeknya bersifat kausal atau keterkaitan berdasarkan sebab akibat. Menurut
Pradopo
(2002:121) menjelaskan bahwa indeks merupakan tanda yang secara alamiah
menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara penanda dan petandanya.
Contohnya:

Kau tak akan letih-letihnya kucari

Kata reduplikasi “letih” ini sebagai penanda yang menandai lelah bekerja atau
kelelahan setelah melakukan sesuatu.

d) Interpretant
Interpretant merupakan tanda-tanda baru yang muncul dalam batin penerima.
Berdasarkan interpretant maka Peirce menjelaskan bahwa tanda dapat
diklasifikasikan kedalam tiga tahap. Yakni rheme, dicent sign, dan argument.
Namun dalam menganalisis puisi suatu hari nanti, hanya ditemukan Rheme yakni
pada bait ketiga, baris kedua:

Impianku pun tak dikenali lagi

Rheme merupakan tanda pengganti yang menempatkan tanda sebagai


kemungkinan yang menggambarkan semacam keadaan objek. Pada kalimat
“impianku pun tak dikenali lagi” merupakan makna pengganti dari penjelasan
bahwa impian seseorang atau impian sapardi tidak ada lagi, yang berkemungkinan
bahwa impian itu telah dilupakan oleh sapardi.

C. ANALISIS SEMIOTIKA TEORI ROLAND BARTHES


Barthes dalam teori semiotiknya memaknai suatu tanda dalam lima pengkodean
semiotik yakni, kode hermanuetik (kode teka-teki), kode semik ( makna konotasi), kode
simbolik, kode preoretik (tindakan) dan kode genomik yang terdapat dalam teks puisi.
Dalam studi semiotik Barthes yang perlu diingat adalah dalam analisis tanda peran
pembaca (the reader) sangatlah penting, sebab dalam tingkatan konotatif meskipun itu ciri
khas yang dimiliki. dari suatau tanda tersebut, keaktifan dari pembaca disini sangat
dibutuhkan sebab agar tetap berfungsi.

 Analisis semiotik pengkodean semik


Puisi Pada Suatu Hari Nanti bermakna tentang kesadaran secara batin bahwa
setiap manusia pasti tidak dapat terhindar dari kematian dan tidak ada yang
mengetahui kapan kematian itu datang. Pengkodean semik untuk puisi pada suatu
hari nanti terdapat konotasi dari potongan larik berikut Pada Suatu Hari Nanti
yang mana makssudnya adalah pengingat tentang kematian, yang mana selalu
dimulai pada setiap baris pertama di tiga biat puisi ini. lalu kode semik yang kedua
pada larik "jasadku tak akan ada lagi", mengacu perihal tentang kehidupan yang
tak dapat diulang kemabli seperti semula.
 Analisis semiotik pengkodean hermanuetik
Kode semiotik pada puisi “Pada Suatu Hari Nanti” terdapat pada larik “kau tak
akan ku relakan sendiri” yang mengartikan bahwa ketidakrelaan tentang
kehidupan yang terhenti begitu saja disebabkan kematian, larik ini memeberikan
penunjuk bahwa kehidupan yang dihentikan oleh kematian tetap diingat dan abadi
dalam ingatan siapa saja. Sehingga kode ini disesuaikan pada larik “Tapi dalam
bait-bait sajak ini” yang bermakna kehidupan yang digores dalam sebuah karya
satra dan dapat diingat siapa saja. Hal ini serupa dengan larik ke-3 pada bait 2 dan
3.

 Analisis Semiotik pengkodean simbolik


Studi semiotik yang dicetukan oleh Roland Bartes terdapat simbol dalam
telaah makna yang mana didalam simbol-simbol itu memiliki makna-makna yang
lain, adapun simbol tersebut iyalah kata “kau” , “impian”, dan “ku” mengartikan
bahwa Sapardi akan tetap abadi dalam karya-karya walaupun kematian telah
merenggutnya, karya tersebut akan selalu diingat dengan diikuti kata “siasati”.

 Analisis semiotik pengkodean proaretik


“impianku pun tak dikenal lagi” dan “Namun di sela-sela huruf sajak ini, Kau
tak akan letih-letihnya ku cari” tiga larik ini merupakan pengkodean proaretik
sebab pada dasarnya larik pertama bermakna bahwa keinginan atau hasrat yang
tidak digunakan sebagai wujud impian sama saja menuju jalan kematian dan
terlupan. Sehingga larik selanjutnya bermakna impian atau harapan yang sirna
atau tidak diingat atau dikenal akan tetap abadi jika terus berusaha dan menjiwai
arti kehidupan, hal itu akan kekal dalam huruf-huruf sebuah karya.
 Analisis semiotik pengkodean genomik
Kode genomik atau kode yang bersifat kultural ini dalam puisi “Pada Suatu Hari
Nanti” yaitu sesuai dengan judulnya mengacu pada diri Sapardi dan karya-
karyanya yang abadi.

KESIMPULAN

Dari penjelasan yang sudah dilampirkan, maka dapat disimpulkan bahwa analisis puisi
“Pada Suatu Hari Nanti” karya Sapardi Djoko Damono dengan menggunakan pendekan
semiotika untuk mengetahui kebermaknaan yang ingin disampaikan oleh pengaarang
kepada pembaca. Hal ini dilakukan analisis berupa penggunaan tiga teori yaitu Ferdinand
de Saussure, Charles Sainders Peirce, dan Roland Barthes. Ketiga para ahli semiotika ini,
memermudah dalam penganalisisan untuk mengetahui kebermaknaan yang terkandung
didalam puisi tersebut. Sehingga dari analisis ini ditemukan berdasarkan teori Ferdinand
terdapat tanda, penanda dan petanda dalam bahasa dan sastra dalam lingkup puisi,
sedangkkan berdasarkan teori Charles terdapat tiga macam tanda menurut hubungan
tanda dengan denotatumnya, yaitu ikon, indeks, dan simbol. Dan hubungan trilingual
antara representament, interpretant, dan object. Lalu pada teori Roland Barthes terdapat
suatu tanda dalam lima pengkodean semiotik yakni, kode hermanuetik (kode teka-teki),
kode semik ( makna konotasi), kode simbolik, kode preoretik (tindakan) dan kode
genomik yang terdapat dalam teks puisi.
SUMBER PUSTAKA

Yuliana Ana Awa, W. A. (2021). ANALISIS SEMIOTIKA DARI PUSI “CELANA IBU”
KARYA JOKO DARMONO (Vol. 4). IKIP Siliwangi: PAROLE Jurnal Bahasa dan
sastra indonseia.

MULKAYAT, M. (2022). PEMAKNAAN TERHADAP PUISI-PUISI DALAM


KUMPULAN PUISI KOLAM KARYA SAPARDI DJOKO DAMONO (KAJIAN
SEMIOTIKA CS PIERCE)
(Doctoral dissertation, STKIP PGRI PACITAN).
http://repository.stkippacitan.ac.id/id/eprint/905

Nomor, V., Page, M., & Carolina, A. (2023). Analisis Semiotik Roland Barthes dalam
Antologi Puisi Sapardi Djoko Damono ( Suatu Kajian Semiotik ) Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia. 8, 55–66.

Ifnaldi, Andini Carolina. (2023). Analisis Semiotik Roland Barthes dalam Antologi
Puisi Sapardi Djoko Damono ( Suatu Kajian Semiotik ) Jurnal Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia. 8, 55–66.

LAMPIRAN
Sapardi Djoko Damono
Duka-Mu Abadi (Sepilihan Sajak); Cet-1-2017- Gramedia Pustaka Utama: Jakarta
ISBN 978-602-03-3952-1

Anda mungkin juga menyukai