DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
SASTRA INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan amanah untuk menyelesaikan tugas
ini. Selawat dan salam tidak pernah lupa untuk kami curahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis berhasil menganalisis naskah
drama yang berjudul “Fragmen Burung” karya Roz Zaky, menggunakan
pendekatan semiotika. Analisis ini dibuat dengan tujuan melengkapi penugasan
ujian tengah semester mata kuliah Kajian Drama.
Penulis menyadari bahwa hasil analisis ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu penulis dengan tangan terbuka untuk segala kritik dan saran guna perbaikan
untuk penelitian selanjutnya. Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat
bermanfaat dan berguna bagi peneliti yang membutuhkan.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR ISI……………………………………………………………...….…....ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………...…….…..……….3
2.1 METODE…………………………………………….……...……….6
2.2 LANDASAN TEORI…………………………………...………...….6
BAB IV PENUTUP……………………………………………………………..13
4.1 KESIMPULAN……………………………………………………...13
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….……..14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Secara umum karya sastra dibagi menjadi 3 genre yaitu prosa, puisi, dan
drama. Drama sebagai karya sastra bertujuan menggambarkan kehidupan dengan
mengemukakan tikaian dari emosi lewat lakuan dan dialog dan drama lazimnya
3
dipentaskan (Sudjiman, 1983: 20). Drama yang merupakan tiruan kehidupan
manusia yang diproyeksikan di panggung. Melihat drama, penonton seolah melihat
kejadian dalam masyarakat, kadang-kadang konflik yang disajikan dalam drama
sama dengan konflik batin mereka sendiri. Menurut (Waluyo, 2001: 1) drama
adalah potret kehidupan manusia, potret suka duka, pahit manis, dan hitam putih
kehidupan manusia. Sedangkan menurut Mouton (dikutip Sohleh dan Saptaria,
2008: 2) mendefinisikan drama sebagai kehidupan yang dilukiskan dengan gerak.
Sementara, Ferdinand (dalam Azhari (Ed), 2008: 2) memberi kebebasan dalam
drama untuk melahirkan kehendak dengan action selain itu. Vallhagen (dalam
Azhari (Ed), 2008 : 2) juga membatasi drama sebagai kesenian untuk melukiskan
sifat manusia dengan gerak. Dengan membaca naskah drama pembaca dapat
mendapatkan kesenangan positif dan memperkaya batin untuk menemukan nilai-
nilai atau pesan-pesan yang terkandung dari naskah drama itu sendiri.
Naskah drama yang dianalisis dalam penelitian ini adalah naskah drama
Fragmen Pasar Burung karya Roz Zaky yang ditulis pada tahun 2017. Penelitian
ini dilakukan menggunakan pendekatan semiotika guna menyelidiki semua bentuk
tanda-tanda yang terdapat dalam naskah drama dan agar dapat mengetahui pesan
atau makna yang hendak disampaikan pengarang.
4
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Naskah Drama
Fragmen Pasar Burung Karya Roz Zaky dalam buku Antologi Naskah Teater Cut
Out, Tahun 2017.
5
BAB II
2.1 METODE
6
adanya hubungan alamiah. Di samping ketiga tanda itu, ada tanda yang disebut
dengan gejala, yaitu penanda yang menunjukan petandanya belum pasti.
Berdasarkan tanda-tanda itu, dicari tanda-tanda yang penting untuk pemaknaan
sastra, apakah tanda itu ikon, indeks, atau simbol.
7
BAB III
Untuk menemukan suatu makna suatu karya sastra, analisis struktur harus
dilanjutkan dengan analisis semiotik. Pendekatan strukturalisme sangat berdekatan
dengan pendekatan semiotik karena setelah dianalisis menggunakan pendekatan
strukturalisme, untuk mengetahui makna suatu karya sastra harus dilakukan analisis
lagi menggunakan pendekatan semiotik. Oleh karena itu untuk memudah analisis
naskah drama menggunakan pendekatan semiotik, peneliti dapat menganalisisnya
dengan pendekatan strukturalisme. Setelah itu penulis menentukan makna naskah
drama tersebut.
”Di pasar burung, burung menjadi pemeran utama, tapi penguasa panggung justru
sangkar dan pedagang burung.”
Dalam kutipan kalimat tersebut tempat yang menjadi latar adegan adalah pasar
burung. Burung-burung menjadi pemeran utama, namun yang memiliki kuasa atas
mereka adalah sangkar dan pedagang burung. Dalam adegan diatas penulis seolah-
olah ingin memotret kekuasan yang dimiliki oleh sang pemilik kuasa. Burung
disimbolkan sebagai individu-individu yang terkekang oleh sistem yang ada,
mereka terkurung didalam sangkar atas perintah si yang empunya kuasa. Di realitas
sosial yang ada, hal tersebut sering terjadi. Misal hubungan yang terjadi antara
bawahan dengan atasan, dimana bawahan diharuskan tunduk dengan segala
perintah yang diinginkan oleh atasan yang memiliki kekuasaan. Dan misalnya di
sistem kenegaraan dimana yang memiliki jabatan tinggi memiliki hal untuk
mengatur bawahannya.
8
” di sisi kanan panggung, lima sosok tubuh hitam tanpa wajah bersila. di ribaan
mereka lima sangkar burung berukuran kecil bertinggung. di kepala mereka lima
sangkar lebih besar dijunjung. mereka membentuk semacam pagar sangkar.
Di sisi kiri panggung , lima sosok tubuh hitam tanpa wajah juga bersila. Di ribaan
mereka lima sangkar berukuran kecil berrtinggung. Di kepala mereka lima sangkar
lebih besar dijunjung membentuk semacam pagar sangkar. mereka adalah jiwa-
jiwa yang terperangkap dalam sangkar.
Bagian tengah panggung, enam tubuh hitam tanpa wajah berdiri melingkar
memeluk sangkar berukuran besar. Mereka adalah jiwa-jiwa pilihan yang
terperangkap dalam sangkar, yang akan dipajang di tembok panggung sebagai
lambang kekuasaan pedagang burung. dalam kuasa sangkar dan pedagang
burung. tubuh-tubuh itu menjadi burung yang tidak memiliki kebebasan kehendak.
Mereka hanya boleh bersuara mengikuti kehendak penguasa panggung."
9
“Demikian. Pedagang burung itu menyapa satu per satu tubuh-tubuh tanpa wajah
yang telah menjadi sangkar, wadah dari suara kekuasaannya. Wajah pedagang
burung itu berpinda-pindah dari senyum ke tawa, berganti-ganti.”
Dalam penggalan teks tersebut semakin jelas bahwa pedagang burung memiliki
kekuasaan tertinggi. Sangkar yang berisi burung disimbolkan sebagai kotak suara
yang mewadahi suara kekuasannya.
10
menghampiri ke sangkar yang paling besar dan membeli burung dalam sangkar
tersebut. Penjual burung merasa heran namun ia tidak terlalu mempersoalkan
tentang pandangannya yang salah. Bagi penjual burung, bagi penguasa yang
terpenting adalah mendapatkan keuntungan.
11
denga napa yang dikehendaki penjual burung. ketidaksesuaian suara yang
dihasilkan burung tersebut menyimbolkan munculnya pemberontakan terhadap
kesewenang-wenangan yang selama ini dilakukan oleh penguasa. Pemuda berdasi
disimbolkan sebagai kelompok yang membantu dan mendukung untuk melawan
kesewenang-wenangan dan penindasan yang selama ini terjadi.
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
13
DAFTAR PUSTAKA
San, Suyadi. Drama Konsep Teori dan kajain. Medan: CV. Pertama Mitra Sari,
2013
Akbar, Akhmad Zaini, 1997. Kritik Sosial, Pers, Politik Indonesia dalam Kritik
Sosial dan
Zaky, Roz. (2017). Fragmen Burung. In A. N. Teater, Cut Out Derdikalisasi Makna
(pp. 161- 173). Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta
14