Anda di halaman 1dari 38

ANALISI NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK DAN FILM

KETIKA CINTA BERTASBIH

Untuk Memenuhi Salah satu Tugas Teori Sastra yang Diampuh Oleh:

Nori Anggraini M.A

Disusun Oleh:

Nama: Soni Harsono


Kelas: A1 Semester 2
Nim: 1788201054

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2018
Kata Pengantar

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-nya terutama
nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga saya dapat menyelesaikan makalah “Analisis
Psikologi dan sosiologi dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk dan Film Ketika Cinta Bertasbih”.

Makalah ini merupakan salah satu tugas akhir semester mata kuliah teori sastra. Saya
mengucapkan terimakasih kepada ibu Nori Anggraini S.Pd, M.A. selaku dosen pengampuh mata
kuliah teori sastra.

Akhirnya saya menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah
ini, maka dari itu saya mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini

Tangerang, 26 Mei 2018

penulis
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................ .................................................i


Daftar Isi ........................................... ..............................................ii
Bab I Pendahuluan........................... ..............................................
1.1. Latar Belakang Masalah ....... ..............................................1
1.2. Rumusan Masalah ................. ..............................................2
1.3. Tujuan Penelitian................... ..............................................3
Bab II Landasan Teori .......... ..............................................
2.1. Psikologi Sastra ...................... .............................................4
2.2. Sosiologi Sastra..................................................................7
Bab III Pembahasan.............................................................
3.1. sinopsis novel Ronggeng Dukuh Paruk...............................9
3.2. Unsur Instrinsik novel Ronggeng Dukuh Paruk...............10
3.3. Unsur Ekstrinsik novel Ronggeng Dukuh Paruk..............21
3.4. Aspek psikologis tokoh utama dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk.....................................................................22
3.5. Sinopsis film Ketika Cinta Bertasbih...............................23
3.6. Unsur instrinsik Film Ketika Cinta Bertasbih.................25
3.7. Unsur ekstrinsik film Ketika Cinta Bertasbih.................32
Bab IV Penutup.................................................................
4.1. Kesimpulan......................................................................34
4.2. Saran...............................................................................34
Bab V.................................................................................
Daftar Pustaka...........................................................................35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sastra merupakan bentuk kreatif dan produktif dalam menghasilkan sebuah teks yang
memiliki nilai rasa estetis serta mencerminkan realitas sosial kemasyarakatan. Istilah
„sastra‟ dipakai untuk menyebut gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua
masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidak
merupakan keharusan. Hal ini berarti bahwa sastra merupakan gejala yang universal
(Jabrohim (ed), 2003 : 9).
Sebagai wujud seni budaya, sastra memiliki dunia sendiri yang merupakan
pengejawantahan kehidupan sebagai hasil pengamatan sastrawan terhadap kehidupan
sekitarnya. Dalam kaitannya dengan sastra pada umumnya orang sepakat bahwa sastra
dipahami sebagai satu bentuk kegiatan manusia yang tergolong pada karya seni yang
menggunakan bahasa sebagai bahan. Jadi, bahan merupakan karakteristik sastra sebagai
karya seni. Namun, pertanyaan demikian belum akan menjawab secara memuaskan
tentang apakah sastra itu. Sebagai satu sistem, sastra merupakan satu kebulatan dalam
arti dapat dilihat dari berbagai sisi. Di antaranya adalah sisi bahan. Elis (dalam Jabrohim
(ed), 2003: 10) mengemukakan tentang konsep sastra bahwa (teks) sastra tidak
ditentukan oleh bentuk strukturnya tetapi oleh bahasa yang digunakan oleh masyarakat.
Ini menunjukkan pengertian bahwa bahasa yang dipakai mengandung fungsi yang lebih
umum daripada dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.
Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil dari imajinasi pengarang
serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena itu, kehadiran
karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat. Pengarang sebagai subjek
individual mencoba mengahasilkan pandangan dunianya (vision du monde) kepada
subjek kolektifnya. Signifikansi yang dilaborasikan subjek individual terhadap realitas
sosial di sekitarnya menunjukkan sebuah karya sastra berakar pada kultur tertentu dan
masyarakat tertentu. Keberadaan sastra yang demikian itu, menjadikan sastra dapat
diposisikan sebagai dokumen sosialnya (Jabrohim (ed), 2003: 59).
Di antara genre utama karya sastra yaitu puisi, prosa, dan drama, genre prosalah,
khususnya novel yang dianggap paling dominan dalam menampilkan unsur-unsur sosial.
Alasan yang dapat dikemukakan, di antaranya: a) novel menampilkan unsur-unsur cerita
yang paling lengkap, memiliki media yang paling luas, menyajikan masalah-masalah
kemasyarakatan yang paling luas, b) bahasa novel cenderung merupakan bahasa sehari-
hari, bahasa yang paling umum digunakan dalam masyarakat. Oleh karena itulah,
dikatakan bahwa novel merupakan genre yang paling sosiologis dan responsif sebab
sangat peka terhadap fluktuasi sosiohistoris (Ratna, 2006: 335-336).
Sosiologi sastra adalah cabang penelitian sastra yang bersifat reflektif. Penelitian ini
banyak diminati oleh peneliti yang ingin melihat sastra sebagai cermin masyarakat
(Endraswara, 2003: 77). Sosiologi sastra diterapkan dalam penelitian ini karena tujuan
dari sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya
dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan
dalam hal ini karya sastra dikonstuksikan secara imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya
tidak bisa dipahami di luar kerangka empirisnya dan karya sastra bukan semata-mata
merupakan gejala individual tetapi gejala sosial (Ratna, 2003: 11).
Kelebihan Novel Ketika Cinta Bertasbih merupakan novel yang mengajarkan kepada
pembaca untuk mencintai ilmu agama, kehidupan masyarakat yang bersahaja, dan selalu
terbuka kepada segala kemungkinan ketika Allah telah menghendaki (Salma, 2009:
Diakses 22 Februari 2010). Dalam novel ini diceritakan bagaimana para tokohnya
menjalani hidup dengan selalu berpedoman pada Al-Quran dan Al Hadist. Selain itu para
tokoh dalam cerita ini juga bisa hidup berdampingan dengan rukun dan saling
menyayangi walaupun terdapat perbedaan suku, budaya dan kelas sosial.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Sosiologi Sastra?
2. Apa pengertian Psikologi Sastra?
3. Apa Sinopsis Novel Ronggeng Dukuh paruk
4. Bagaimana unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk
5. Bagaimana unsur Ekstrinsik Novel Ronggeng Dukuh Paruk
6. Bagaimana Psikologis Novel Ronggeng Dukuh Paruk
7. Apa Sinopsis Film Ketika Cinta Bertasbih?
8. Bagaimana unsur Intrinsik Film Ketika Cinta Bertasbih?
9. Bagaiman unsur Ekstrinsik Film Ketika Cinta Bertasbih?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian Sosiologi Sastra
2. Untuk mengetahui pengertian Psikologi Sastra
3. Untuk mengetahui sinopsis Novel Ronggeng Dukuh paruk
4. Untuk mengetahui unsur Intrinsik Novel Ronggeng Dukuh paruk
5. Untuk mengetahui unsur Ekstrinsik Nove Ronggeng Dukuh Paruk
6. Untuk mengetahui Psikologi Novel Ronggeng Dukuh Paruk
7. Untuk mengetahui Sinopsis Film Ketika Cinta Bertasbih
8. Untuk mengetahui unsusr Intrinsik FilmKetika Cinta Bertasbih
9. Untuk mengetahui unsur Ekstrinsik Film Ketika Cinta Bertasbih
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Sosiologi Sastra

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia( 1989: 855 ). sosiologi sastra merupakan
pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari atau mengenai sastra karya para
kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan pengarang yang dipengaruhi oleh status
lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik dan soaialnya, kondisi ekonimi serta
khalayak yang ditujunya.

Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan kemasyarakatan umum yang merupakan hasil


terakhir daripada perkembangan ilmu pengetahuan. Sosiologi lahir pada saat-saat terakhir
perkembangan ilmu pengetahuan, oleh karena sosiologi didasarkan pada kemajuan-kemajuan
yang telah dicapai ilmu-ilmu pengetahuan lainnya. Selanjutnya Camte berkata bahwa sosiologi
dibentuk berdasarkan pengamatan dan tidak pada spekulasi-spekulasi perihal keadaan
masyarakat dan hasil- hasil observasi tersebut harus disusun secara sistematis dan motodologis
(Suekanto, 1982: 4 ).

Sastra dapat dipandang sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis pada suatu kurun
waktu tertentu langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat istiadat zaman itu. Pengarang
mengubah karyanya selaku seorang warga masyarakat pula ( Luxenburg, Bal, dan Willem G. W.
terjemahan Dick Hartoko. 1084: 23 ).Lebih lanjut dikatakan bahwa hubungan antara sastra dan
masyarakat dapat diteliti dengan cara:

1. Faktor – faktor di luar teks, gejala kontek sastra, teks itu tidak ditinjau. Penelitian ini
menfokuskan pada kedudukan pengarang dalam masyarakat, pembaca, penerbitan dan
seterusnya. Faktor-faktor konteks ini dipelajari oleh sosiologi sastra empiris yang tidak
dipelajari, yang tidak menggunakan pendekatan ilmu sastra.
2. Hal-hal yang bersangkutan dengan sastra diberi aturan dengan jelas, tetapi diteliti dengan
metode-metode dari ilmu sosiologi. Tentu saja ilmu sastra dapat mempergunakan hasil
sosiologi sastra, khususnya bila ingin meniti persepsi para pembaca.
3. Hubungan antara (aspek-aspek ) teks sastra dan susunan masyarakat sejauh mana system
masyarakat serta jaringan sosial dan karyanya, melainkan juga menilai pandangan
pengarang.

Pendekatan sosiologi sastra jelas merupakan hubungan antara satra dan masyarakat, literature is
an exspreesion of society, artinya sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Maksudnya
masyarakat mau tidak mau harus mencerminkan dan mengespresikan hidup ( Wellek and
Werren, 1990: 110 ).

Hubungan yang nyata antara sastra dan masyarakat oleh Wellek dan Werren dapat diteliti
melalui:

1. Sosiologi Pengarang

Menyangkut masalah pengarang sebagai penghasil Karya satra. Mempermasalahkan status


sosial, ideologi sosial pengarang, dan ketertiban pengarang di luar karya sastra.

2. Sosiologi Karya Sastra

Menyangkut eksistensi karya itu sendiri, yang memuat isi karya sastra, tujuan, serta hal-hal lain
yang tersirat dalam karya sastra itu sendiri, dan yang berkaitan masalah-masalah sosial.

3. Sosiologi Pembaca

Mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya tersebut, yakni sejauh mana
dampak sosial sastra bagi masyarakat pembacanya ( Wellek dan Werren, 1990: 111 ).

Beberapa pengertian dan pendapat di atas menyimpulkan bahwa pendekatan sosiologi


sastra adalah pendekatan terhadap karya sastra dengan tidak meninggalkan segi-segi masyarakat,
termasuk latar belakang kehidupan pengarang dan pembaca karya sastra.
Karya sastra kita kenal sebagai karya imajinasi yang lahir bukan atas kekososngan jiwa
namun juga atas realitas yang terjadi di sekeliling penarang. Hal ini tentu tidak lepas dari unsure
yang membangun karya sastra tersebut yang meliputi unur intrinsik (unsure yang membangun
karya sastra dari dalam dan unsure ekstrinsik (unsure yang membangun karya sastra dari luar).
Salah satu contoh kajian sktrinsik karya sastra adalag konflik sosial yang hal tersebut tercakup
dalam kajian sosiologi sastra.

Sosiologi sastra merupakan kajian ilmiah dan objektif mengenai manusia dalam
masyarakat , mengenai lembaga dan proses sosial . Sosiologi mengkaji struktur sosial dan proses
sosial termasuk didalamnya perubahan-perubahan sosial yang mempelajari lembaga sosial.
agama, ekonomi, politik dan sebagainya secara bersamaan dan membentuk struktur sosial guna
memperoleh gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan lingkungannya,
mekanisme kemasyarakatan dan kebudayaan. Sastra sebagaimana sosiologi berurusan dengan
manusia ; karena keberadaannya dalam masyarakat untuk dinikmati dan dimanfaatkan oleh
masyarakat itu sendiri. Sastra sebagai lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai
mediumnya karena bahasa merupakan wujud dari ungkapan sosial yang menampilkan gambaran
kehidupan.

Menurut Wolf terjemahan Faruk mengatakan, “Sosiologi kesenian dan kesusastraan


merupakan suatu disiplin ilmu yang tanpa bentuk; tidak terdefinisikan dengan baik , terdiri dari
sejumlah studi empiris dan berbagai percobaan pada teori yang agak lebih general; yang masing-
masing hanya mempunyai kesamaan dalam hal bahwa semuanya berurusan dengan antara seni
dan kesusasteraan dengan masyarakat ( 199 : 3 ).

Ragam Sosiologi Sastra

Mengenai ragam pendekatan terhadap karya sastra kajian sosiologis mempunyai tiga
klasifikasi ( Wellek dan Warren : 1986 ) (a) Sosiologi pengarang (b) Sosiologi karya sastra (c)
Sosiologi sastra dalam sosiologi pengarang . wilayahya mencakup dan memasukkan status sosial
, ideologi sosial dan lain sebagainya menyangkut pengarang, dalam hal ini berhubungan posisi
sosial pengarang dalam masyarakat dan hubungannya dengan rnasyarakat sastra : mengenai
sosiologi karya sastra , yaitu mempennasalahkan karya sastra itu sendiri dengan kata lain
menganalisis struktar karya dalam hubungannya antara karya seni dengan kenyataan dengan
tujuan menjelaskan apa yang dilakukan dalam proses membaca dan memahami karya sastra ”
sosiologi sastra, wilayah cakupannya dan memasalahkan pembaca sebagai penyambut dan
penghayat karya sastra serta pengaruh sosial karya sastra terhadap pembaca atau dengan kata lain
memasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap masyarakat.

Penelaahan unsur sosiologis karya sastra khususnya roman juga dikaitkan dengan sistem
kemasyarakatan karena dalam sistem ini terjadi interaksi sosial yang cenderung menghasilkan
suatu kebudayaan .Dimana di dalamnya mengatur cara manusia hidup berkelompok clan
berinteraksi dalam jalinan hidup bermasyarakat. Hal ini berpengaruh terhadap kehidupan
manusia yang mengalarni berbagai modernisasi. Manusia dalam menjalani kehidupan manusia
harus menyadari akan kefanaan hidup itu sendiri.

2.2 Pengertian Psikologi Sastra


Dilihat dari katanya, sudah dapat dilihat bahwa psikologi sastra merupakan ilmu
interdisipliner. Ada pun ilu yang digabungkan adala ilmu psikologi dan ilmu sastra. Lebih jauh
mengenai psikologi sastra Wellek dan Warren (1968: 81) menyatakan istilah “psikologi sastra”
mempunyai empatkemungkinan pengertian. Yang pertama adalah studi psikologi pengarang
sebagai tipe atau sebagai pribadi, yang kedua adalah studi proses kreatif. Yang ketiga studi tipe
dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan yang keempat mempelajari
dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca).

Bukan hal yang baru bila ada dua ilmu yang digabungkan untuk membahas sebuah masalah.
Hal ini juga berlaku untuk psikologi sastra. Berkenaan dengan hal tersebut, Semi menyatakan
hubungan antara psikologi dengan sastra sebenarnya telah lama ada, semenjak usia ilmu itu
sendiri. Akan tetapi penggunaan psikologi sebagai sebuah pendekatan dalam penelitian sastra
belum lama dilakukan (Semi , 1993: 76).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan psikologi sastra merupakan
kajian yang bersifat interdisipliner antara ilmu sastra dan ilmu psikologi, yaitu sebuah
pendekatan yang dari dalamnya kita dapat mengetahui watak atau kepribadian yang beragam dari
tokoh dalam karya sastra tersebut, dan pendekatan psikologi sastra ini berorientasi pada
pandangan bahwa sebuah karya sastra selalu membahas kehidupan manusia yang perilakunya
beragam.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sinopsis novel Ronggeng Dukuh Paruk

Dukuh Paruk adalah sebuah desa yang terletak di pedukuhan yang sangat terpencil dan
jauh dari manusia-manusia modern. Di desa yang keadaannya kering kerontang terdapat
penduduk yang mempercayai bahwa mereka keturunan dari Ki Secamenggala, seorang
bromocorah yang dianggap sebagai nenek moyang mereka.
Srintil merupakan anak pembuat tempe bongkrek yang menjadi piatu akibat bencana
tempe bongkrek. Sejak kecil srintil dirawat oleh kakek dan neneknya. Saat usianya masih anak-
anak ia memiliki seorang teman Rasus, Warta, dan Darsun. Ketiganya sangat senang melihat
srintil menari bak ronggeng. Meskipun masih kecil, srintil sangat pandai menari.
Kemampuan srintil menari ronggeng akhirnya diketahui oleh kakeknya, dan ia
menyampaikannya kepada Kertarreja, seorang dukun ronggeng. Kehadiran Srintil, yang saat itu
berusia sebelas tahun, merupakan peristiwa yang ditunggu-tunggu oleh penduduk dukuh paruk.
Kemampuan srintil menari ronggeng, menghidupkan kembali tradisi yang selama ini telah
hilang.
Sebagaimana adat Dukuh Paruk, untuk menjadi seorang ronggeng srintil harus melewati
tahap-tahap yang tidak mudah. Srintil harus diserahkan kepada dukun ronggeng, karena ia harus
mendapat perawatan khusus. Srintil juga harus dimandikan di depan cungkup makam Ki
Secamenggala, dan yang terakhir adalah prosesi bukak kelambu. Pada prosesi bukak kelambu
srintil harus menyerahkan keperawanannya pada lelaki manapun yang sanggup memenuhi syarat
yang telah ditentukan.
Sejak Srintil menjadi ronggeng, ia semakin jauh dari Rasus dan Rasus merasa kehilangan
sosok emaknya. Sejak saat itu pula Rasus memilih untuk keluar dari desa yang telah
membesarkannya. Di dusun Dawuan inilah Rasus mampu mengubah pandangan hidupnya dan
menghilangkan semua peristiwa yang selama ini membayangi dan menyakitkan hatinya.
Selama di Dawuan kehidupan Rasus pun berubah, ia menjadi seorang Tobang para
tentara. Saat ia bermalam di dukuh paruk untuk menemani neneknya yang sudah tua, srintil
berkata pada Rasus bahwa ia ingin menjadi pendamping hidupnya dan ia rela meninggalkan
profesinya sebagai ronggeng di dukuh paruk tetapi Rasus menolaknya. Akhirnya, saat semua
masih terlelap dalam tidurnya Rasus meninggalkan sepenuhnya desa Dukuh Paruk dan berbagai
macam kenangannya di desa yang telah mendesah.

3.2. Unsur Intrinsik novel Ronggeng Dukuh Paruk

1. Tema
Tema dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” yaitu “Kasih Tak Sampai”. Mengapa “Kasih Tak
Sampai”? karena cerita dalam novel tersebut bercerita tentang harapan ronggeng Srintil untuk
dapat hidup bersama dengan lelaki yang sangat dicintai dan didambakan sejak kecil, karena dia
memang teman bermainnya, yaitu Rasus. Namun Rasus tidak mau menerima ajakan Srintil untuk
menikah, karena bagi Rasus, Ronggeng adalah milik masyarakat, milik orang banyak, dan milik
semua orang. Maka Rasus merasa akan sangat egois jika harus menikahi Srintil. Meskipun
sebenarnya hati Rasus sangat sakit ketika harus mengatakan hal itu kepada Srintil. Srintilpun
sebenarnya tahu perasaan Rasus, bahwa dia masih sangat mencintainya. Namun Rasus tidak mau
mengakuinya dan lebih memilih pergi meninggalkan Srintil, neneknya yang sudah tua, dan
Dukuh Paruk.

2. Alur
Alur yang diguna Alur atau jalannya cerita dalam novel “Ronggeng Dukuh Paruk” menggunakan
alur maju yang disertai dengan “flash back” atau kembali ( mundur ) kemasa lalu, baik yang
dialami oleh tokoh utama atau pemeran lainya. Dalam cerita ini yakni ditengah-tengah cerita
pengarang menceritakan kembali masa lalu yang sempat dialami oleh pemeran cerita. Seperti
menceritakan kembali terjadinya peristiwa tempe bongrek sebelas tahun yang lalu atau semasa
bayinya Srintil, yakni :

“ Orang-orang Dukuh Paruk pulang kerumah masing-masing. Mereka, baik lelaki maupun
perempuan, membawa kenangan yang dalam. Malam itu kenangan atas Srintil meliputi semua
orang Dukuh Paruk. Penampilan Srintil malam itu mengingatkan kembali bencana yang
menimpa Dukuh Paruk sebelas tahun yang lalu........Sebelas tahun yang lalu ketika Srintil masih
bayi. Dukuh Paruk yang kecil basah kuyup tersiram hujab lebat…”.
3. Latar

· Latar Tempat :

a. Dukuh Paruk. “dua puluh tiga rumah berada di pedukuhan itu, dihuni oleh orang-orang
seketurunan…”.

b. Ladang/ Kebun “ditepi kampung, tiga anak sedang bersusah payah mencabut sebatang
singkong. Yakni Rasus, Darsun dan Warta…”.

c. Dibawah pohon nangka. “dipelataran yang membatu dibawah pohon nangka,...Srintil


menari dan bertembang. Gendang, gong dan calung mulut mengiringinya..”.

d. Rumah Nyai Kartareja. “di dalam rumah. Nyai Kartareja sedang merias Srintil. Tubuhnya
yang kecil dan masih lurus tertutup kain sampai ke dada …”.

e. Perkuburan. “rombongan bergerak menuju perkuburan dukuh paruk. Kartareja berjalan


paling depan membawa pedupan….”.

f. Pasar Dawuan. “Perkenalanku dengan pedagang singkong di pasar memungkinkan aku


mendapat upah…”.

g. Di Markas Tentara. “pada hari pertama menjadi tobang, banyak hal baru yang
kurasakan…”

h. Di Hutan. “Sampai di hutan, perburuan langsung dimulai. Dalam hal ini aku kecewa karena
tiga orang tentara yang kuiringkan sama sekali tak berpengalaman dalam hal berburu…”.

i. Rumah Sakarya.”kulihat dua orang perampok tetap tinggal diluar rumah, satu dibelakang
dan lainya dihalaman…..Sakarya yang terkejut langsung mengerti…”.

j. Rumah Nenek “selagi orang-orang Dukuh Paruk mengerumuni rumah Kartareja, aku duduk
berdekatan dengan Srintil di beranda rumah neneku sendiri”.

k. Rumah Sakum “Sakum tak terusik oleh hiruk pikuk anak-anaknya, jemarinya terus
bekerja..…Sakum berhenti mendadak ketika Srintil melangkah mendekatinya ”.

l. Rumah Tarim “panas udara mulai reda ketika Marsusi diterima oleh Kakek Tarim….”.

m. Lapangan bola deka kantor Kecamatan.” Malam itu semangat kota kecil dawuan berpusat
dilapangan sepak bola dekat kantor Kecamatan. Sebuah panggung lebar…..”
n. Di Alaswangkal “hampir setengah hari ketika rombonhan dari Dukuh Paruk memasuki
kampung Alaswangkal. Pemukiman penduduk…”.

o. Kantor Polisi “dikantor itu ternyata bukan hanya polisi, melainkan tentara juga ada disana
mereka segera mengenal siapa yang sedang melangkah…”

p. Di Penjara/ Tahanan “ Saya Prajurit Dua Rasus. Saya ingin berjumpa Komandan kompleks
tahanan ini secara pribadi…”.

q. Di Sawah “di tengah sawah, seratus meter diSebelah barat dukuh paruk.Bajus memimpin..”

r. Di Pantai “sampai dipantai Bajus memilih tempat yang agak terpencil buat memarkir
jipnya…”

s. Di Vila “...Bajus membelokan mobilnya ke halaman sebuah vila mungil yang ternyata
kemudian sudah disewanya….”

t. Rumah Sakit “…ketegangan yang meliputi hatiku hanpir berakhir ketika becak berhenti di
gerbang rumah sakit tentara….”

· Latar Waktu :

a. Sore hari “ ketiganya patuh. Ceria dibawah pohon nangka itu sampai matahari menyentuh
garis cakrawala.” (Tohari,Ahmad, 2008:7)

b. Malam hari “ jadi pada malam yang bening itu, tak ada anak Dukuh Paruk yang keluar
halaman...” (Tohari,Ahmad, 2008:7)

c. Pagi hari “ menjelang fajar tiba, kudengar burung sikakat mencecet si rumpun aur di
belakang rumah.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)

· Latar Suasana :

1. Tenang, tentram

“Sakarya merasa hawa dingin bertiup di kuduknya. Suara hiruk-pikuk bergalau dalam telinga.
Dan tiba-tiba Sakarya terkejut oleh sinar menyilaukan yang masuk matanya. Matahari pagi
muncul di balik awan. “Ah, boleh jadi benar, kematianku sudah dekat,” gumam Sakarya. Aneh,
Sakarya merasakan ketentraman dalam hati setelah bergumam demikian.”

2. Gembira, bangga, bahagia


“Kegembiraan itu lahir dan berkembang dari Dukuh Paruk. Berita cepat tersiar bahwa pada
malam perayaan Agustusan nanti Srintil akan kembali meronggeng. Kurang dua hari lagi, tetapi
sudah banyak orang bersiap-siap. Anka-anak mulai bertanya tentang uang jajan kepada orangtua
mereka. Para pedagang, dari pedagang toko sampai pedagang pecel bersiap dengan modal
tambahan. Juga tukang lotre putar yang selalu menggunakan kesempatan ketika banyak orang
berhimpun.”

3. Tegang, genting

“Kenapa Jenganten?”

“Pusing, Nyai, pusing! Oh, hk. Napasku sesak. Dadaku sesak!”

Nyai Kartareja merangkul Srintil. Dia langsung mengerti masalahnya genting karena Srintil tidak
lagi menguasai berat badannya sendiri.

4. Tokoh dan Penokohan


1. Rasus : bersahabat, penyayang, pendendam, pemberani

Bukti bahwa Rasus bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)

Bukti bahwa Rasus penyayang “ Suatu saat ku bayangkan emak ingin pulang ke Dukuh Paruk.”
(Tohari,Ahmad, 2008:49)

Bukti bahwa Rasus pendendam “ Nenek menjadi korban balas dendamku terhadap Dukuh
Paruk......” (Tohari,Ahmad, 2008:47)

Bukti bahwa Rasus pemberani “ Aku mengutuk sengit mengapa kopral Pujo belum juga muncul.
Karena tidak sabar menunggu, maka timbul keberanianku” (Tohari,Ahmad, 2008:61)

2. Srintil : Bersahabat, seorang ronggeng, agresif, Dewasa

Bukti bahwa Srintil bersahabat “ Sebelum berlari pulang. Srintil minta jaminan besok hari Rasus
dan dua orang temannya akan bersedia kembali bermain bersama.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)

Bukti bahwa Srintil seorang Ronggeng “ ......., Srintil mulai menari. Matanya setengah terpeja.
Sakarya yang berdiri di samping Kartsreja memperhatikan ulah cucunya dengan seksama. Dia
ingin membuktikan bahwa dalam tubuh Srintil telah bersemayam indang ronggeng.”
(Tohari,Ahmad, 2008:10)

Bukti bahwa Srintil agresif “ aku tak bergerak sedikit pun ketika Srintil merangkulku,
menciumiku. Nafasnya terdengar begitu cepat.” (Tohari,Ahmad, 2008:38)

Bukti bahwa Srintil dewasa “ dia tidak mengharapkan uang. Bahkan suatu ketika dia mulai
berceloteh tentang bayi, tentang perkawinan.” (Tohari,Ahmad, 2008:53)

3. Dursun : bersahabat

Bukti bahwa Dursun bersahabat Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)

4. Warta : bersahabat, perhatian dan penghibur

Bukti bahwa Warta bersahabat “ Di tepi kampung, tiga orang anak laki-laki sedang bersusah
payah mencabut sebatang singkong.” (Tohari,Ahmad, 2008:4)

Bukti bahwa Warta perhatian dan penghibur “Rasus, kau boleh sakit hati. Kau boleh cemburu.
Tetapi selagi kau tak mempunyai sebuah ringgit emas, semuanya menjadi sia-sia.”
(Tohari,Ahmad, 2008:37)

“Tidak apa-apa Warta. Percayalah sahabatku, tak ada yang salah pada diriku. Aku terharu.
Suaramu memang bisa membuat siapa pun merasa begitu terharu.” (Tohari,Ahmad, 2008:37)

5. Sakarya (Kakek Srintil): Penyayang, tega

Bukti bahwa Sakarya penyayang “dibawah lampu minyak yang bersinar redup. Sakarya, kamitua
di pedukuhan kecil itu masih merenungi ulah cucunya sore tadi.” (Tohari,Ahmad, 2008:8)

Bukti bahwa Sakarya tega “Jangkrik!” sahutku dalam hati. “kamu si tua bangka dengan cara
memperdagangkan Srintil.” (Tohari,Ahmad, 2008:63)

6. Ki Secamenggala : nenek moyang asal Dukuh Paruk

Buktinya adalah “hanya Sakarya yang cepat tanggap. Kakek Srintil itu percaya penuh Roh Ki
Secamenggala telah memasuki tubuh Kartareja.....” (Tohari,Ahmad, 2008:27)

7. Kartareja dan Nyai Kartareja : mistis, egois


Bukti bahwa Kartareja dan Nyai Karateja mistis “Satu hal disembunykan oleh Nyai Kartareja
terhadap siapa pun. Itu ketika dia meniuokan mantra pekasih ke ubun-ubun Srintil.”
(Tohari,Ahmad, 2008:9)

“Tiba giliran bagi Kartareja. Setelah komat-kamit sebentar, laki-laki itu memberi aba-aba....”
(Tohari,Ahmad, 2008:26)

8. Sakum : hebat

Bukti bahwa Sakum hebat “ Sakum, dengan mata buta mampu mengikuti secata seksama
pagelaran ronggeng.” (Tohari,Ahmad, 2008:9)

9. Nenek Rasus : linglung

Bukti bahwa Nenek Rasus pikun “ Ah, semakin tua nenekku. Kurus dan makin bungkuk. Kasian,
Nenek tidak bisa banyak bertanya kepadaku. Linglung dia.” (Tohari,Ahmad, 2008:62)

10. Santayib (Ayah Srintil) : bertanggungjawab, keras kepala

Bukti bahwa Santayib bertanggungjawab “ Meski Santayiborang yang paling akhir pergi tidur,
namun dia pulalah pertama kali terjaga di Dukuh Paruk.....” (Tohari,Ahmad, 2008:12)

Bukti bahwa Santayib keras kepala “Kalian, orang Dukuh Paruk. Buka matamu, ini Santayib!
Aku telah menelan seraup tempe bongrek yang kalian katakan beracun. Dasar kalian semua, asu
buntung! Aku tetap segar bugar meski perutku penuh tempe bingrek. Kalian mau mampus,
mampuslah! Jangan katakan tempeku mengandung racun......” (Tohari,Ahmad, 2008:15)

11. Istri Santayib : Keibuan, prihatin

Bukti bahwa Istri Santayib keibuan “ Srintil bayi yang tahu diri. Rupanya dia tahu aku harus
melayani sampean setiap pagi.” (Tohari,Ahmad, 2008:12)

Bukti bahwa Istri Santayib prihatin “Srintil kang. Bersama siapakah nanti anak kita, kang?”
(Tohari,Ahmad, 2008:16)

12. Dower : mengusahakan segala macam cara

Bukti bahwa Dower mengusahakan “ pada saja baru ada dua buah perak. Saya bermaksud
menyerahkannya kepadamu sebagai panjar. Masih ada waktu satu hari lagi. Barangkali besok
bisa kuperoleh seringgit emas.” (Tohari,Ahmad, 2008:34)
“Aku datang lagi kek. Meski bukan sekeping ringgit emas yang kubawa, kuharap engkau mau
menerimanya.” (Tohari,Ahmad, 2008:41)

13. Sulam : penjudi dan berandal, sombong

Bukti bahwa Sulam penjudi dan berandal “ Dia juga kenal siapa Sulam adanya; anak seorang
lurah kaya dari seberang kampung. Meski sangat muda, Sulam dikenal sebagai penjudi dan
berandal.” (Tohari,Ahmad, 2008:42)

Bukti bahwa Sulam sombong “ Sebuah pertanyaan yang menghina, kecuali engkau belum
mengenalku. Tentu saja aku membawa sebuah ringgit emas. Bukan rupiah perak, apalagi kerbau
seperti anak pecikalan ini.” (Tohari,Ahmad, 2008:42)

14. Siti : alim

Bukti bahwa Siti alim “hw, jangan samakan Siti dengan gadis-gadis di Dukuh Paruk. Dia marah
karena kau memperlakukannya secara tidak senonoh.” (Siti meleparkan singkong ke arah Rasus)
(Tohari,Ahmad, 2008:50)

15. Sersan Slamet : penyuruh, tegas

Bukti bahwa Sersan Slamet penyuruh “Pekerjaan dimulai.peti-prti logam serta barang lainnya
diangkat ke atas pundak dan kubawa ke sebuah rumah....” (Tohari,Ahmad, 2008:54)

Bukti bahwa Sersan Slamet tegas “Katakan; ya! Kami tentara. Kami memerlukan ketegasan
dalam setiap sikap,” kata Sersan Slamet tegas (Tohari,Ahmad, 2008:55)

16. Kopral Pujo : penakut

Bukti bahwa Kopral Pujo penakut “ mengecewakan. Ternyata Kopral Pujo tidak lebih berani
daripada aku......” (Tohari,Ahmad, 2008:60)

17. Tampi : penyayang, sabar.

Bukti bahwa Tampi penyayang dan sabar :

“Bagaimana Srin?” tanya Tampi setelah melangkahi pintu bilik. “Ini kubawakan untukmu
pisang raja yang matang pohon. Wangi sekali,”

18. Masusi. Jahat, hidung belang, pendendam.

Bukti :
“ Dan Marsusi terkejut ketika sadar dirinya kini berada hanya beberapa jengkal dari Dilam. Dan
dia berada dalam bilik itu, terus terang dalam rangka tujuan yang sama. Bila Dilam telah
mencelakakan pemilik ladang yang telah meracuni kerbaunya, maka Marsusi akan membuat
celaka seorang anak Dukuh Paruk yang telah mempermalukannya, menampik hajatnya.
Pandangan mata Marsusi baur. Terbayang oleh Srintil memegang dada sambil terbatuk
mengeluarkan darah segar. Ada beling dan paku-paku berhamburan dari mulutnya. Matanya
terbeliak mengerikan. Kemudian terbayang keranda diusung menuju pekuburan diiringi tangis
semua warga Dukuh Paruk. Marsusi menggeleng-gelengkan kepala. Menelan ludah dan
membunuh rokoknya di lantai. Seperti halnya Dilam, pada saat itu pun Marsusui ingin segera
pulang. Tetapi bayangan Srintil ketika menampiknya kelihatan lagi di depan mata. Urat-urat
pipinya menggumpal. Pada saat itu terdengar suara dari dalam. Kakaek Tarim memamnggilnya.”

19.Diding. Kacung Tamir yang tunduk dan patuh pada majikan demi uang yangakan di bawanya
pulang untuk anak istrinya.

Bukti :

“Pak, malam ini aku tidak ikut pulang ke penginapan. Aku dan Diding.”

“He? Mengapa aku?” sela Diding.

“Sudahlah, nanti uang makanku buat kamu.”

“Kamu tidak ikut krmbsli ke Eling-eling?”

“Satu malam saja, Pak. Ah, malah saya bisa bekerja gasik besok pagi. Percayalah, Pak.”

“Mau ke Dukuh Paruk, kan? Bajul cilik kamu!”

“He...he...he.”

20. Tamir. Laki-laki hidung belang yang datang dari kota Jakarta dalam pekerjaannya
pengukuran tanah untuk pembuatan jalan di Dukuh Paruk Pecikalan. Dia seorang laki-laki
petualang perempuan yang patah hati oleh Srintil.

Bukti :

“Pada hari ke tiga ketika Bajus dan teman-temannya sedang berada di sebuah warung minuman
di Dawuan, Tamir membuat pengakuan segar.
“Siapa yang percaya padaku ketika kemarin aku pergi ke Dukuh Paruk hendak buang haja?”

“Bajingan! Jadi apa perlumu kesana? Menemui perempuan itu?” tanya Bajus.

“Jangan marah dulu, Pak. Pokoknya aku memperoleh ilmu penting. Aku tahu namanya : Srintil.”

“Srintil? Nama yang aneh.”

“Tak apa, kan? Yang penting bagaimana orangnya.”

“Lalu?”

“Dia tidak punya suami. Ini!”

Semua diam, seakan cerita yang keluar dari mulut Tamir memerlukan kekhususan buat
memahaminya. Dan Tamir cengar-cengir.

21. Bajus. Bujang tua yang baik kepada Srintil namun jauh dari perkiraan. Srintil sempat akan
dijadikannya umpan demi proyek tendernya lolos.

Bukti :

“Ya, andaikan benar dia tidak bersuami, lalu kamu mau apa?” sela Diding.

“Ah, berita apapun memang tak penting bagimu kecuali berita pembayaran gaji. Namun siapa
tahu Pak Bjus menyukai keteranganku. Siapa tahu, Pak.”

“Hus! Aku memang perjaka lapuk. Aku memang tertua diantara kalian. Namun mestinya tidak
harus menjadi sasaran untuk celoteh semacam ini.”

22. Darman. Aparat kepolisian yang membantu maksud dan tujuan Marsusi kepada Srintil demi
satu truk kayu bakar.

Bukti :

“Begini, Mas Darman. Aku memerlukan sedikit keterangan tentang Srintil,” kata Marsusui
dengan suara rendah.

“Srintil?” tanya Darman. Kepalanya condong ke depan dan matanya membulat.

“Betul, Mas. Sampai kapankah kiranya Srintil dikenai wajib lapor?”


“Wah, nanti dulu. Mengapa sampean bertanya tentang Srintil?”

“Terus terang, ini berhubungan dengan keadaanku yang sudah menjadi dada.”

“Ah, ya. Lalu mengapa Srintil?”

Kata-kata Darman terputus dan berlanjut dalam hatinya; selagi semua orang bekerja keras
menghapus jejak koneksitas dengan orang-orang yang terlibat peristiwa 1965, mengapa Marsusi
berbuat sebaliknya?”

“Mas Darman, sesungguhnya aku malu terus terang. Tetapi bagaimana ya, aku benar-benar tidak
bisa melupakannya.”

“Baik Pak Marsusi. Asal sampean camkan, situasinya bisa berkekmbang demikian rupa sehingga
dapat menyulitkan diriku.”

“Oh, aku sadar betul, Mas Darman. Akan ku jaga sekuat tenaga agar segala kaibat tindakanku,
akulah yang menanggung, aku seorang. Sekarang katakan, kapan kiranya Srintil bebas dari waib
melapor.”

23. Pak Blengur. Bos besar pemegang tender pembuatan jalan, jembatan dan gedung bupati
(majikan Bajus). Lelaki petualang cinta dari satu perempuan ke perempuan lainya namun
terketuk hati dan kesadarannya karena Srintil.

Bukti :

“Ternyata rapat berlangsung tidak hanya dua jam saja. Bajus berdiri dan melongok ke dalam.
Dilihatnya Blengur sedang berbincang sambil berdiri dengan seorang pejabat penting yang
berkantor di Eling-eling. Tak sabar, Bajus masuk. Dengan kesopanan seorang kacung diambilnya
tas dari tangan Blengur, lalu berdiri menunggu. Keduanya kemudian keluar.

“Kok mereka pulang, Pak,” taya Bajus ketika melihat banyak mobil keluar meninggalkan hotel.
“Sudah tak ada acara lagi?”

‘Tidak ada. Bupati tidak menghendaki ada pesta. Wah, kebetulan. Aku pun tak menghendaki
pesta. Aku hanya ingin beristirahat.”

“Kita bisa ngomong-ngomong sebenyar di sini, Pak?”

“Soal apa?”
“Biasa, Pak. Kepada siapa lagi kalau bukan pada Bapak saya minta pekerjaan. Nah, ini
bagaimana Pak?”

Blengur memperhatikan dua foto yang baru diserahkan kepadanya oleh Bajus. Kepalanya
miringk ke kiri dan ke kanan, seakan lupa benda yang dipegangnya hanya berdimensi dua.
Perempuan dalam foto ini langsung menjebak dengan kesan yang kuat.”

24. Lurah Pecikalan (kepala desa). Bijaksana dan peduli akan penduduknya.

Bukti:

“Lurah pecikalan yang tua dan kuno sesungguhnya merasa malu bila da priyayi proyek seperti
Bajus masuk ke tengah kemelaratan Dukuh Paruk. Tentang kemelaratan di pedukuhan terpencil
itu secara resmi bisa dihubungkan dengan kemampuannya sebagai kepala desa. Maka tanpa
mengingat Dukuh Paruk yang waktu dihubungkan dengan keberingasan orang-orang komunis,
Lurah Pecikalan menyetujui keinginan Srintil yang disampaikan lewat Kartareja. Bahkan lurah
tua itu memberi keterangan tentang beberapa orang yang hendak menjual rumah. Mereka adalah
para penerima uang ganti rugi tanah dan bermaksud membangun rumah baru yang permanen.”

5. Gaya Bahasa

Gaya Bahasa yang terlihat dalam novel ini kadang membingungkan, karena terdapat bahasa jawa
dan mantra-mantra jawa.

Misalnya :

Uluk-uluk perkutut manggung

Teka saka negndi,

Teka saba tanah sabrang

Pakanmu apa

Pakanku madu tawon

Manis madu tawon,

Ora manis kaya putuku, Srintil

6. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan oleh Pengarang dalam penulisan novel “Ronggeng Dukuh
Paruk” ini adalah menggunakan sudut pandang orang pertama sebagai pelaku utama seperti
adanya kata “aku” dan sudut pandang pengganti orang ketiga baik dalam cerita maupun diluar
cerita. Bukti pengarang menggunakan kata ganti orang ketiga adalah seperti adanya kata “ dia
dan –nya” dan menyebutkan nama tokoh secara langsung.

7. Amanat
Amanat atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui novel
“Ronggeng Dukuh Paruk” ini adalah: agar kita semua mau dan mampu melihat seseorang itu
tidak hanya dari luarnya saja melainkan juga dari hatinya. Dan agar kita mau berpikir mengenai
tragedi-tragedi kemanusiaan yang terjadi disekeliling kita. Pesan lain mungkin juga seperti
jangan menyia-nyiakan orang yang telah sepenuh hati mencintai kita, karena belum tentu suatu
saat nanti kita dapat menemukan orang yang mencintai kita seperti itu.
Dan adat bagaimanapun tetap harus berlaku dalam kehidupan yang meyakininya, karena jika
memang suatu daerah mempercayai adat yang berlaku, maka harus dijalankan dengan sebaik-
baiknya. Karena pada setiap keyakinan pasti ada suatu hal yang akan terjadi jika suatu adat
kebiasaan tidak dilaksanakan. Serta jangan gampang terpengaruh dengan keadaan duniawi
karena suatu saat penyesalan akan datang dalam hidupmu, segala sesuatu akan kembali
kepadaNya. Kehidupan fana dalam hura-hura dunia dapat mencekam masa depanmu!

3.3 Unsur Ekstrinsik


a. Keagamaan (relegius)

Dalam novel ini, unsur keagamaan tidak terlalu diperlihatkan karena warga Dukuh Paruk lebih
mempercayai adanya nenek moyang dan hal-hal animisme lainnya

b. Kebudayaan

Dalam novel ini, banyak terdapat unsur kebudayaan seperti: menari, menyanyi sambil nyawer,
memberikan sesaji kepada nenek moyang

c. Sosial

Dalam novel ini, unsur sosial kemasyarakatan lebih cenderung ke arah ronggeng. Karena segala
sesuatu yang berhubungan dengan hubungan antar manusia lebih diutamakan untuk ronggeng
karena bagi mereka, adanya sosok ronggeng merupakan kebanggaan tersendiri di Dukuh Paruk

d. Ekonomi

Dalam novel ini sering terlihat dalam pergantian judul maupun pergantian bab, yang mana
mengggambarkan kemiskinan masyarakat “Dukuh Paruk” yang terletak ditengah-tengah
pematang sawah. Penggambaran ini tampak jelas terlihat seperti : digambarkan luasnya ribuan
hektar sawah yang mengelilingi desa telah tujuh bulan kering kerontang,…. Sampai anak-anak
kecil rela bersusah payah mencabut singkong yang terpendam dalam ditanah kapur,,, itulah
sedikit gambaran keadaan ekonmi yang sedang dialami oleh masyarakat “Dukuh Paruk”, dan
keadaan itulah yang sebenarnya ingin ditunjukan oleh pengarang kepada pembaca.

e. Latar belakang pengarang

Ahmad Tohari adalah sebuah nama besar dan langka di dalam khasanah kesusastraan Indonesia.
Dari karya sastra yang saya baca, nama Ahmad Tohari langgeng dan cepat nempel di kalangan
pembaca. Ketika mendengar namanya, maka asosiasi yang muncul dari pengarang ini adalah
lokalitas, tema keislaman, dan nilai kehidupan kesederhanaan. Ronggeng Dukuh Paruk adalah
salah satu bibel Ahmad Tohari. Dengan hadirnya serangkaian karya Ahmad sebagai juru bicara
kesusastraan bertema lokal. Pengetahuan Ahmad Tohari mengenai dunia ronggeng dan
filosofinya menegaskan bahwa Ahmad Tohari adalah wakil dari suara orang-orang yang satu
daerah asalnya.

3.4 Aspek Psikologis Tokoh Utama dalam Novel Ronggeng Dukuh


Paru

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, analisis karya jika dilihat dari sisi psikologisnya dapat
diperhatikan melalui tingkah laku tokoh yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Melalui
psikologi, proses pemahaman karakter tokoh dapat diketahui secara lebih mendalam. Dengan
kata lain, psikologi dapat menjelaskan proses kreatifitas. Teori psikologi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud.

Kejiwaan tokoh utama dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk ini dapat dilihat dari beberapa
konflik dan peristiwa yang dialami oleh tokoh utama berikut ini. Seperti telah dijelaskan di atas
bahwa yang menjadi tokoh utama dalam novel ini adalah Rasus.
Pada saat itu Rasus menyaksikan kebangkitan Srintil sebagai ronggeng. Semua orang
bergantian memberikan kesenangan untuk Sritil, mulai dari memberikan pelayanan seperti tuan
putri sampai mengabulkan segala permintaannya. Rasus yang melihat itu merasa terganggu. Id
yang berupa rasa cinta dalam diri Rasus pun muncul. Id yang ada dalam diri Rasus
menginginkan cinta Srintil. Rasus sangat mencintai Srintil bagaimanapun juga. Dapat dibilang
dia cinta mati dengannya. Ego yang dalam fungsinya berpegang pada prinsip kenyataan atau
realitas, memberikan realitas bahwa kalau Rasus sangat mencintai Srintil, dia dapat memberikan
apa saja yang berharga untuknya. Oleh karena itu, ego dalam diri Rasus bersedia memberikan
apa saja untuk Srintil. Mulai dari mangga, jeruk, sampai keris ayahnya. Ini terlihat pada:

Keris bekas milik ayah tidak lebih dari dua jengkal tanganku. Sarungnya berlapis kuningan
atau suasa. Tangkainya terbuat dari kayu walikukun, berbentuk aneh. Bila diperhatikan benar,
tangkai keris itu mirip kemaluan laki-laki. Meskipun aku bernama Rasus yang lahir di Dukuh
Paruk, aku tidak tahu-menahu tentang keris. Aku tidak tahu kegunaannya. Maka tidak sedikit
pun aku merasa sayang menyerahkannya kepada Srintil. Yang kuperlukan sekarang adalah
waktu yang baik untuk melakukan penyerahan itu. (RDP: 40)

3.5 Sinopsis film Ketika Cinta Bertasbih

Khairul Azzam adalah pemuda cerdas yang terlahir di sebuah desa di Jawa Tengah dan
merupakan anak tertua dari empat bersaudara. Dari kecil Azzam sudah memiliki prestasi di
sekolahnya, ia selalu mendapatkan juara pertama di kelasnya. Di tingkat Aliyah prestasi Azzam
pun semakin gemilang. Berkat ketekunan dan kesungguhannya belajar ia mendapat beasiswa
kuliah di Al-Azhar-Kairo.
Baru setahun di Kairo prestasi Azzam sangat membanggakan ayahnya bahkan ia
memdapat nilai yang Jayyid Jiddan (lulus dengan sempurna), namun ajal tidak memandang siapa
pun, ia datang kepada siapa saja yang telah digariskan tuhan. Itu pula yang terjad dengan ayah
Azzam, setelah menempuh perkuliahan selama setahun ia mendapat berita bahwa ayahnya telah
menangkap Sang Pencinta untuk selamanya. Itulah awal dari menurunnya prestasi Azzam di
kampus. Sebagai anak tertua Azzam mau tidak mau harus bertanggung jawab atas kehidupan
keluarganya, dikarenakan adiknya masih kecil-kecil. Sementara itu, dia sendiri harus
menyelesaikan studinya di Negara orang. Akhirnya dia mulai membagi waktu untuk belajar dan
mencari nafkah. Ia mulai membuat tempe dan bakso yang ia pasarkan di lingkungan KBRI di
Kairo. Berkat keahlian dan keuletannya dalam memasak, Azzam menjadi populer dan dekat
dengan kalangan staf KBRI di Cairo. Tapi hal itu berimbas pada kuliah Azzam, sudah 9 tahun
berlalu, ia belum juga menyelesaikan kuliahnya.
Seringnya Azzam mendapatkan job di KBRI Kairo mempertemukan ia dengan Puteri
Duta Besar, Eliana Pramesthi Alam. Eliana adalah lulusan EHESS Perancis yang melanjutkan S-
2 nya di American University in Cairo. Selain cerdas, Eliana juga terkenal di kalangan
mahasiswa karena kecantikannya. Ia bahkan pernah diminta main di salah satu film produksi
Hollywood, juga untuk Film layar lebar dan Sinetron di Jakarta. Segudang prestasi dan juga
kecantikan Eliana membuat Azzam menaruh hati pada Eliana. Tetapi Azzam urung menjalin
hubungan lebih dekat dengan Eliana, karena selain sifat dan kehidupannya yang sedikit bertolak
belakang dengan Azzam, juga karena nasihat dari Pak Ali, supir KBRI yang sangat dekat dengan
keluarga Eliana.
Apa yang dikatakan Pak Ali cukup terngiang-ngiang di benaknya, bahwa ada seorang
gadis yang lebih cocok untuk Azzam. Azzam disarankan untuk buru-buru mengkhitbah
(melamar) seorang mahasiswa cantik yang tak kalah cerdasnya dengan Eliana. Dia bernama
Anna Althafunnisa, S-1 dari Kuliyyatul Banaat di Alexandria dan sedang mengambil S-2 di
Kuliyyatul Banaat Al Azhar – Cairo, yang juga menguasai bahasa Inggris, Arab dan Mandarin.
menurut Pak Ali, kelebihan Anna dari Eliana adalah bahwa Anna memakai jilbab dan sholehah,
bapaknya seorang Kiai Pesantren bernama Kiai Luthfi Hakim.
Ada keinginan Khaerul Azzam untuk menghkhitbah Anna walaupun ia belum pernah
bertemu atau melihat Anna. Karena tidak punya biaya untuk pulang ke Indonesia, Pak Ali
menyarankan supaya melamar lewat pamannya yang ada di Cairo, yaitu Ustadz Mujab, dimana
Azzam sudah sangat mengenal ustadz itu. Dengan niat penuh dia pun datang ke ustadz Mujab
untuk mengkhitbah Anna Althafunnisa. Tapi ternyata lamaran itu ditolak atas dasar status.
Karena S-1 Azzam yang tidak juga selesai, dan lebih dikenal karena jualan tempe dan bakso.
Selain itu, Anna telah dikhitbah lebih dulu oleh seorang pria yang alih-alih adalah Furqan,
sahabat Azzam yang juga mahasiswa dari keluarga kaya yang juga cerdas di mana dalam waktu
dekat akan menyelesaikan S-2 nya. Azzam bisa menerima alasan itu, meskipun hatinya cukup
perih.
Tetapi kemudian Furqan mendapat musibah yang sangat menghancurkan harapan-
harapan hidupnya. Hal tersebut membuatnya menghadapi dilemma antara ia harus tetap
menikahi Anna yang telah dikhitbahnya, tetapi itu juga sekaligus akan dapat menghancurkan
hidup Anna.
Sementara itu Ayyatul Husna, adik Azzam yang sering mengirim berita dari kampung,
membawa kabar yang cukup meringankan hati Azzam. Agar Azzam tidak perlu lagi mengirim
uang ke kampung dan lebih berkonsentrasi menyelesaikan kuliahnya. Karena selain Husna telah
lulus kuliah di UNS, ia juga sudah bekerja sebagai Psikolog. Keahlian Husna dalam menulis
sudah membuahkan hasil. Penghasilan Husna cukup dapat membiayai kebutuhan adiknya yang
mengambil program D-3, serta adik bontotnya yang bernama Sarah yang masih mondok di
Pesantren.
Azzam yang sudah sangat rindu dengan keluarganya memutuskan untuk serius dalam
belajar, hingga akhirnya berhasil lulus. Azzam pun menepati janjinya ke keluarganya untuk
kembali ke kampung dan segera mencari jodoh di sana, memenuhi amanat ibunya. Walaupun
sebenarnya masih terbersit sedikit harapan untuk tetap mendapatkan hati Anna.

3.6 Unsur Intrinsik film ketika cinta bertasbih:


1.Tema
Tema dalam novel ini adalah Perjuangan dan arti hidup untuk meraih kebahagiaan.

2.Latar
a. Latar Tempat
Yang menjadi latar tempat dalam novel ini adalah di daerah kota Alexandria. Seperti Hotel
Al Haram, tempat Azzam menginap sewaktu Kedutaan besar republik Indonesia mengadakan
acara “pekan promosi wisata dan budaya Indonesia di Alexandria”. Acara makan malam di
sebuah taman pantai El Muntazah, lobby hotel. Pantai Cleopatra dimana tempat Azzam dan Pak
Ali berbincang-bincang menikmati udara pagi setelah shalat subuh. Toko buku di El Manshiya,
dimana Azzam bertemu Furqan untuk kedua kalinya. Flat Azzam dan teman-temannya dari
Indonesia di Hay El Asher. Masjid Ridhwan biasanya tempat Azzam menunaikan shalat subuh.
Universitas Al Azhar. Meridien hotel, tempat Furqan menenangkan dirinya untuk fokus tesis.
Pasar Sayyeda Zainab, dimana tempat biasa Azzam berbelanja peralatan bakso dan tempe. Flat
Anna dan teman-temannya dari Indonesia di Abdur Rasul. Kantor mabahits tempat pertahanan
dan keamanan, penjara dan rumah sakit.
Seperti berikut gambaran di dalam ceritanya: “ia mengalihkan pandangannya jauh ketengah
laut mediterania. Nan jauh di sana ia melihat tiga kapal yang tampak kecil dan hitam. Kapal-
kapal itu ada yang sedang menuju Alexandria, ada juga yang sedang meninggalkan
Alexandria…”. Selain itu juga diceritakan pula sebuah taman di Indonesia yaitu Taman Mini
Indonesia indah, makam Bonoloyo di Solo, rumah Anna di pesantren Daarul Quran, serta rumah
Azzam dan keluarga di Indonesia.
b. Latar Waktu
Latar waktu dalam cerita ini tidak dijelaskan secara langsung oleh pengarang, namun dapat
ditarik kesimpulan cerita ini berlangsung ketika Azzam mulai menuntut ilmu pada jenjang
perguruan tinggi di Universitas Al Azhar, Cairo. Sampai akhirnya ia harus bekerja keras untuk
mempertahankan kuliahnya sampai selesai beserta keluarganya yang ada di Indonesia. Seperti
petikan berikut: “Dan akan ia buka kembali saat nanti sudah pulang ke Indonesia. Setelah ia
sudah selesai S1 dan adik-adiknya sudah bisa ia percaya mampu meraih masa depannya”.
“Padahal ia sudah sembilan tahun di Mesir. Ia sama sekali tidak memperdulikan hal itu. Baginya,
yang penting ia telah melakukan hal yang benar. Benar untuk dirinya, ibunya, adik-adiknya dan
agamanya.
dalam novel ini adalah cinta islami.

3. Penokohan/perwatakan.
a. Abdullah Khairul Azzam
Seorang mahasiswa yang sederhana, kreatif, mampu menyelesaikan masalah, berani
mengambil resiko, pantang menyerah dan berjiwa usaha yang tinggi. setiap ada peluang sedikit
untuk melakukan manuver bisnis pasti dimanfaatkan secara baik tidak peduli resikonya tinggi,
asal ada kemauan pasti ada jalan.
Selain itu Azzam merupakan kakak yang sangat peduli terhadap ibu dan adik - adiknya,
walaupun mengorbankan kuliahnya untuk bekerja, Azzam bangga karena pada akhirnya dapat
mengantarkan adik - adiknya menggapai cita - cita. Husna adiknya yang pertama berhasil
menjadi psikolog dan penulis terbaik nasional. Lia adik keduanya lulus P GSD, dan menjadi guru
favorit di SDIT Al Kautsar Solo. Dan adik bungsunya Sarah, hampir khatam Al Quran di
Pesantren Al Quran di Kudus. Sosok seorang Azzam sebagai kakak mencerminkan betapa
besarnya kasih sayang dan pengorbanan kepada adik -adiknya patut dijadikan contoh.
1. Kreatif
“Biarlah masyarakat Indonesia di Cairo tahunya saya adalah mahasiswa Al-Azhar yang tidak
lulus-lulus karena lebih senang bisnis tempe, bakso, dan katering.”
2. Rajin
“Mungkin saat itu mas khairul sedang capek. Letih. Orang kalau letih itu bisa tidak jernih
pikirannya. Cobalah ingat, kemarin ia kerja sejak pagi sampai malam.”
3. Tanggung jawab
“Allah belum mengizinkan aku menikah. Aku masih harus memperhatikan adik-adikku sampai
ke gerbang masa depan yang jelas dan cerah”.
“ia langsung teringat akan tanggung jawabnya sebagai kakak tertua. Ia menangis. Ia merasakan
betapa sayangnya Allah kepadanya. Allah masih ingin ia focus pada tanggung jawabnya
membiayai adik-adiknya.”
“aku sama sekali tak menyangka bahwa kau menghidupi adik-aduknyamu di Indonesia.

4. Mandiri
“Saat itu ia sendiri sedang sangat memdrlukan datangnya sumber rejeki untuk mempertahankan
hidupnya, dan juga adik-adiknya. Jadilah ia terjun total dalam bisnis membuat bakso.
5. Penolong
“Baiklah, sekarang masalah Bantu membantu. Bukan bisnis. Saya ingin murni membantu, jadi
saya tidak akan mengharapkan apapun dari mbak.
“O, ya sudah. Semoga bisa dilacak.”sahut Azzam sambil menutup pintu taksi. Taksi perlahan
bergerak. Pikiran Azzam juga bergerak bagaimana mendapatkan kembali kitab itu.
6. Soleh
“Ia membenarkan tindakannya itu dengan berpikir bahwa datangnya azan yang memanggilnya
itu lebih dulu dari datangnya dering telpon itu. Dan dia harus mendahulukan yang datang lebih
dulu.
7. Cerdas
“Ia adalah prototype anak Indonesia yang pintar, cerdas, dan bersahaja, namun lahir dari
kalangan keluarga pas-pasan; jadi, sangat khas Indonesia! Kecerdasan azzam kian terbukti
tatkala ditahun pertama menimba ilmu di Al-Azhar ia memperoleh predikat jayyid
jiddan(istimewa), dan oleh karenanya ia mendapat beasiswa dari majlis A’la.”

b. Eliana Pramesthi Alam


Seorang putri tunggal dari duta besar negara Indonesia yang berada di Mesir, keberadaannya
disana untuk menemani kedua orangtuanya serta melanjutkan S2 nya di American University in
Cairo (AUC). Berwatak keras, sombong, ketus, dan egois. Gadis yang bersuara merdu, fostur
tubuh yang indah dan cantik ini juga dianugrahi sosok yang cerdas, pintar, suka debat dan sangat
gemar menulis opini dalam bahasa inggris sehingga banyak meraih berbagai macam prestasi.
Eliana yang lama tinggal di Paris membuat kehidupannya jauh berbeda dengan wanita-wanita
Indonesia yang mengambil studi di Cairo. Kesabaran dan kesalihan Azzam mampu meredup
keangkuhan Eliana dengan menjelaskan kembali beberapa nilai agama yang selama ini dianggap
remeh dan dilalaikan oleh Eliana.
1. Cantik
“Wajahnya yang putih dengan mata yang bulat jernih memancarkan pesona yang mampu
menghangatkan aliran darah setiap pemuda yang menatapnya.”
2. Pintar
“Tulisannya rapi, runtut, berkarakter, tajam dan kuat datanya. Orang dengan pengetahuan
memadai, akan menilai tulisannya merupakan perpaduan pandangan seorang jurnalis, sastrawan
dan diplomat ulung.”
3. Emosi
“ia memang orang yang mudah emosi jika ada sedikit saja hal yang tidak sesuai dengan suasana
hatinya.”
4. Peremeh
“Ah shalat itu gampang! Yang penting ini. Ada tugas penting untuk mas khairul malam ini.
Tugas terakhir. Aku janji!” sahut Eliana nerocos tanpa rasa dosa karena menggampangkan
shalat.” (hal.46)

c. Anna Althafunnisa
Mahasiswi Indonesia yang menempuh kuliah S2 di Cairo. Dari keluarga kiyai terhormat di
Klaten. Anna memiliki watak sederhana dan sedikit tertutup. Prestasi yang diraih Anna tidak
sedikit dari kecil, sampai kuliah di Kuliyyatul Banat al-Azhar ia pun sering menulis dimajalah
salah satunya Al Wa’yu Al Islami, banyak artikel yang dia muat di sana. Anna yang telah
menikah dengan Furqan dan belum pernah dinafkahi batinnya sama sekali membuat furqan harus
jujur bahwa ia divonis penyakit AIDS meskipun sesungguhnya itu negatif. Akhirnya Anna
bercerai dari Furqan dan menikah dengan Azzam yang telah lama mengidamkan sosoknya.
1. Pintar
“Anna adalah bintangnya pesantren Daarul Quran. Sejak kecil ia menghiasi dirinya dengan
prestasi dan prestasi selain dengan akhlak mulia tentunya. Ia menyelesaikan S1-nya di
Alexandria dengan predikat mumtaz.”
2. Solehah
“Kalau kamu mendapatkan Ana, kamu telah mendapatkan surga sebelum surga.”
3. Sederhana
“Dan Ana lebih memilih menutup diri dari kegiatan-kegiatan yang bersifat glamour.”
4. Santun
“Anna menunggu Bu Nafis sampai beranda. Begitu bu Nafis mendekat Anna langsung meraih
tangan perempuan setengah baya itu dan menciumnya penuh rasa ta’zim.”
5. Cantik
“Kedua matanya yang sedikit merah mengguratkan kelelahan. Namun sama sekali tidak
mengurangi pesona kecantikannya.”
d. Furqan
Seorang mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh pendidikan Magister di al-al-Azhar
Cairo. Ia berasal dari keluarga kaya. Salah satu anak konglomerat di Jakarta, sehingga kuliahnya
berjalan lurus dan cepat diselesaikan tanpa hambatan. Tokoh Furqan ditampilkan istimewa
karena selain materi yang dia punya, penampilan ia juga menarik. Wataknya yang tidak sombong
dan baik hati membuat dia bisa berteman dengan siapa saja. Kelalaian pun membuat Furqan
terjebak dalam sebuah masalah yang mana akhirnya dia harus bercerai dari Anna, dan akhirnya
menjalin hubungan dengan Eliana yang telah berubah menjadi muslimah.
1. Ramah
“Setelah berpelukan, Furqan mengajak Azzam menemani makan roti kibdah disamping sebuah
masjid tua sambil berbincang-bincang.”
2. Glamour
“Furqan langsung merasakan kesejukan dan kemewahan kamarnya. Kemewahan Eropa
kontemporer hasil perkawinan arsitektur Italia dan Turki moder.
3. Intelek
“Furqan lebih dikenal sebagai intelek muda yang sering diminta menjadi nara sumber di pelbagai
kelompok kajian…..”
4. Ceroboh
“Ini teguran dari Allah atas cara hidupmu yang menurutku sudah tidak wajar sebagai seorang
penuntut ilmu.”

D. Alur
Cara yang digunakan dalam cerita ini adalah alur progresif, yaitu jalan cerita atau
peristiwa yang diceritakan bersifat kronologis, atau secara runtut cerita dimulai dari tahap awal
(penyituasian, pengenalan, pemuuk membuat jamuan makanan khas Indonesia pun sangat
mengagumi sosok Azzam.
Dilanjutkan dengan tahap tengah Azzam yang mengidamkan seorang wanita solehah
bernama Anna pun harus direlakan untuk sahabatnya. Furqan yang telah mengenal Anna terlebih
dahulu ternyata menaruh perhatian juga terhadapat Eliana. Karena sebab inilah yang membuat
Furqan menjadi bingung, akan tetapi Furqan telah melamar Anna melalui pamannya ust.Mujab.
Azzam dengan kekurangannya pun tak berdaya menghadapi percintaan ini. Hanya dengan
kebesaran dan doa kepada Allahlah ia serahkan.
Klimaks dari cerita ini, dengan pertimbangan xang lama akhirnya Anna menerima
lamaran Furqan. Furqan yang terjebak dalam musibah pemerasan, dan divonis terkena AIDS
harus merahasiakan semua ini pada Anna. Pernikahan Anna dan Furqan tidak pernah bahagia.
Perceraian pun harus dialami oleh Anna dan Furqan.
Tahap akhir dikisahkan melalui Husna, adik Azzam di Indonesia. Terjadilah pertemuan
antara Azzam dan Anna. Anna yang pernah sekilas mengenal Azzam di Cairo, sesungguhnya
menaruh perhatian khusus. hanya saja pertemuan itu sangatlah singkat. Diakhiri dengan Anna
yang telah bercerai dari Furqan dan belum pernah mendapat nafkah batin dari mantan suaminya
pun mendapat restu dari kedua orang tuanya untuk menikah dengan Azzam. Furqan
dipertemukan kembali dengan Eliana yang telah berubah menjadi muslimah, dan semua vonis
tentang penyakit AIDS itu ternyata tidak benar. (munculan konflik), tengah (konflik meningkat,
klimaks), dan akhir (penyelesaian).

5. Sudut pandang
Sudut pandang orang ketiga

6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa denotasi. Namun banyak ditemui beberapa gaya bahasa dalam cerita ini.
Diantaranya gaya bahasa simile seperti ungkapan “gadis itu adalah kilau matahari di musim
semi”. Metafora seperti ungkapan “ia menjadi buah bibir dikalangan mahasiswa dan masyarakat
Mesir”.
Banyak pula terdapat ungkapan bahasa asing seperti bahasa arab “anta ya Azzam kaif
hal? ”ana bi khair. Alhamdulillah. Andak ful shoya? “thob’an ‘andi. “aisy kam kilo?”khomsah
wa’isyrin kilo kal ‘adah.” Bahasa inggris “good afternoon sir, can I help u”. Bahasa jawa “sir,
ojo lali yo. Ojo kok ke neng kene. Ora tak ijini! Wis aku tak turu ndisik!”.
Pengarang banyak mengutip ayat al quran, hadits, doa nabi, dan pepatah dari seorang
penyair. Al quran “tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di
laut dengan nikmat Allah, agar diperhatikan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda
kebesaran-Nya. Sungguh pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya bagi setiap
orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur”. Hadits “Sesungguhnya Allah itu indah dan
mencintai keindahan”. Doa nabi Yunus “la ila ha illa anta, subhanaka inni kuntu minadzalimin”.
Pepatah dari seorang penyair seperti james Allen. Ungkapan dan untaian kata dari seorang tokoh
dan dari kitab-kitab ilmiah seperti kaya ibnu Athaillah As Sakandari. Selain itu terdapat bahasa
yang diungkapkan melalui surat seperti surat Tiara untuk Fadhil, dan surat Husna untuk
kakaknya Azzam dan ungkapan lewat sms.

7. Amanat
• Terkadang cinta tidak harus memiliki
• Kesempatan harus dimanfaatkan sebaik mungkin, tidak perlu takut akan resiko. Karena resiko
membuat kita lebih matang untuk melangkah maju.
• Setiap ada kemauan, pasti ada jalan.
• Sesama muslim adalah saudara, yang saling peduli.
• Sayangilah dirimu, beri ia kesempatan untuk menjadi yang semestinya ia
inginkan.
• Pilihan itu ada, namun tergantung siap atau tidak kita menanggung resiko dari pilihan yang kita
itu.
• Teguh pendirian, rela berkorban adalah kunci sukses masa depan.
• Lebih baik diam, daripada berbicara yang tidak perlu.
• Buah pengorbanan lebih berharga daripada sesuatu yang dengan mudah di dapat tanpa
pengorbanan.
• Cinta yang haqiqih adalah cinta yang berdasarkan pilihan hati, bukan hanya karena nafsu ingin
memiliki.

3.7 Unsur Ekstrinsik fim Ketika cinta Bertasbih

1. Biografi Pengarang
Habiburrahman el-Shirazy (lahir di Semarang 30 September 1976) adalah sarjana Universitas
Al-Azhar, Kairo, Mesir dikenal sebagai dai, novelis, penyair, dan suami dari Muyasaratun
Sa’idah. Memulai pendidikannya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil belajar kitab kuning di
Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak. Tahun 1992 ia merantau ke Surakarta untuk
belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu
melanjutkan Fakultas Ushuluddin, Jurusan Hadist Universitas Al-Azhar, Kairo dan selesai Tahun
1999. Tahun 2001 lulus Postgraduate Diploma S2 di The Institute for Islamic Studies, Kairo.
Selama di Kairo, ia telah menghasilkan beberapa naskah drama dan menyutradarainya,
di antaranya: Wa Islama (1999), Darah Syuhada (2000). Tulisannya berjudul, Membaca
Insanniyah al Islam dimuat dalam buku Wacana Islam Universal (1998). Beberapa karya
terjemahan yang telah ia hasilkan seperti Ar-Rasul (2001), Biografi Umar bin Abdul Aziz
(2002), Menyucikan Jiwa (2005), Rihlah ilallah (2004), dll. Cerpen-cerpennya dimuat dalam
antologi Ketika Duka Tersenyum (2001), Merah di Jenin (2002), Ketika Cinta Menemukanmu
(2004), dll.
Karya-karyanya banyak diminati tak hanya di Indonesia, tapi juga negara-negara
tetangga seperti Malaysia, Singapura dan Brunei. Karya-karya fiksinya dinilai dapat membangun
jiwa dan menumbuhkan semangat berprestasi pembaca. Diantara karya-karyanya yang telah
beredar dipasaran adalah Ayat-Ayat Cinta (2004), Di Atas Sajadah Cinta (2004), Ketika Cinta
Berbuah Surga (2005), Pudarnya Pesona Cleopatra (2005), Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007),
Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007) dan Dalam Mihrab Cinta (2007). Kini sedang merampungkan
Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, dan Bulan Madu di Yerussalem.
(disadur dari Wikipedia.com)

2. Latar Belakang Sejarah dan Sosial


Habiburrahman el-Shirazy, menulis cerita berdasarkan pengalaman hidupnya yang
pernah bersekolah di Universitas Al Azhar, Mesir. Selain sebagai media dakwahnya, novel ini
juga mencakup banyak cerita yang menggambarkan hidup seorang lelaki Indonesia. Sebagai
contoh, novelnya yang lain yaitu Ayat-ayat Cinta. Dan dari segi ekonominya, pengarang
tergolong menengah ke atas dilihat dari latar petualangan pendidikannya, mulai dari pendidikan
menengah di MTs Futuhiyyah 1 hingga S2 di The Institute for Islamic Studies Kairo.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

sosiologi sastra merupakan pengetahuan tentang sifat dan perkembangan masyarakat dari
atau mengenai sastra karya para kritikus dan sejarawan yang terutama mengungkapkan
pengarang yang dipengaruhi oleh status lapisan masyarakat tempat ia berasal, ideologi politik
dan soaialnya, kondisi ekonimi serta khalayak yang ditujunya. psikologi, yaitu sebuah
pendekatan yang dari dalamnya kita dapat mengetahui watak atau kepribadian yang beragam dari
tokoh dalam karya sastra tersebut, dan pendekatan psikologi sastra ini berorientasi pada
pandangan bahwa sebuah karya sastra selalu membahas kehidupan manusia yang perilakunya
beragam.

4.2 Saran

Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat menjelaskan dengan secara jelas hasil dari
kesimpulan sinopsis ini. Semoga dengan dibuatnya malakah ini pembaca dapat memahami
unsur-unsur didalamnya. Semoga dengan dibuat makalah ini kita dapat lebih memaham apa itu
unsur psikologi sastra dan sosiologi sastra.
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/sosiologi-sastra/

http://www.rumpunsastra.com/2014/10/sinopsis-novel-ronggeng-dukuh-paruk.html

http://azisatria69.blogspot.co.id/2016/04/alif-lam-mim-3-2015-sinopsis-dan-review.html

Anda mungkin juga menyukai