Anda di halaman 1dari 71

ANALISIS NASKAH

KAPAI-KAPAI KARYA ARIFIN C NOER

MAKALAH
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Apresiasi Drama
Karya Ilmiah
yang diampu oleh Drs.Juhardi.M.Pd
Pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

oleh
Kelompok 1
1. Meli Handayani 2288201001
2. Anjeli Putri Damayanti 2288201002
3. Meli Meta Sari 2288201004
4. Melinda Fitriyani 2288201005
5. Nabila Nathania 2288201006

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KOTABUMI
LAMPUNG UTARA
2023.
1. Pendahuluan

Puji dan syukur yang tak terhingga ini kami ucapkan, karena

berkat rahmat dan karunia dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, saya

dipermudah untuk dapat menyelesaikan makalah sederhana dengan

judul “Analisis Naskah Kapai-Kapai karya Arifin C Noer “Shalawat

dan salam semoga senantiasa tetap terlimpah atas Nabi Muhammad

Shallallahu Alaihi wa Sallam, juga kepada keluarga, para sahabat, dan

seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Aamiin Allahumma

Aamiin.

Kami benar-benar sangat berterima kasih kepada Bapak

Drs.Juhardi.M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah ini, yang telah

membimbing dan mengarahkan kami sehingga dapat menyusun

makalah ini. Terima kasih pula kepada teman-teman yang terus

mengingatkan dan menyemangati kami.

Kami telah menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali

kesalahan dalam penyusunan makalah ini, baik yang Kami ketahui

maupun tidak. Hal ini dikarenakan kurangnya wawasan dan

pengetahuan dari kami. Oleh karena itu, kami sangat berharap rekan-

rekan pembaca dapat memberikan kritik dan sarannya agar kami

dapat memperbaiki makalah yang penuh kekurangan ini. Kami


berharap makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang

membutuhkannya.

A. Hakikat Pendekatan Pada Naskah Drama

Pendekatan didefinisikan sebagai cara menghampiri suatu objek.

Siswantor menyebutkan bahwa pendekatan adalah alat untuk

menangkap fenomena sebelum dilakukan kegiatan analisis atas

sebuah karya (2010: 47). Sedangkan cara mengumpulkan dan

menganalisis data, disebut dengan metode (Ratna, 2011: 53). Namun,

secara lebih luas, pendekatan mengimplikasikan cara-cara memahami

hakikat ilmu tertentu. Jika dihubungkan dengan penelitian karya

sastra di Indonesia, dengan adanya pendekatan, peneliti diharuskan

memiliki bekal dalam mengkaji sastra. Bukan hanya kajian yang

bersifat praktis, melainkan juga teoretis. Pendekatan juga

mengarahkan penelusuran sumber-sumber sekunder sehingga peneliti

dapat memprediksikan literatur yang harus dimiliki. Hal itu

disebabkan karya sastra di Indonesia tidak pernah terlepas dari

kebudayaan dan unsur-unsur lain di masyarakat.

Pradotokusumo (2005: 63) menyebutkan empat jenis pendekatan

yang

dapat digunakan dalam mengkaji karya sastra:

1) pendekatan objektif yang menekankan pada karya itu sendiri;

2) pendekatan ekspresif yang menekankan pada diri penulis;

3) pendekatan mimetik yang menekankan pada semesta; dan

4) pendekatan pragmatik yang menekankan pada pembaca.

Pendekatan yang dianggap paling tepat dalam menganalisis karya


sastra ialah pendekatan objektif yang menjelaskan kaitan unsur-unsur

dalam struktur sebuah cerita.

Karya sastra merupakan sebuah struktur. Berstruktur yang

dimaksud yaitu tersusun dari unsur-unsur yang bersistem, yang di

antara unsur-unsurnya memiliki hubungan timbal balik dan saling

menentukan. Menurut Pradopo, ada beberapa ciri struktur karya

sastra. Pertama, struktur merupakan keseluruhan yang bulat, yaitu

unsur-unsur pembentuknya tidak dapat berdiri sendiri-sendiri di luar

struktur. Kedua, struktur berisi gagasan transformasi yang bersifat

dinamis. Ketiga, struktur tersebut mengatur diri sendiri, dalam arti

struktur tersebut tidak membutuhkan bantuan dari luar dirinya untuk

mensahkan prosedur transformasinya. Setiap unsur dalam struktur

karya sastra memiliki fungsi masingmasing (1993: 118). Abrams

dalam Nurgiyantoro mengartikan struktur karya sastra sebagai

susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang

menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan

yang indah. Sedangkan Nurgiyantoro sendiri mengemukakan bahwa

strukturalisme dapat dipandangsebagai salah satu pendekatan

penelitian kesastraan yang menekankan pada kajian hubungan

antarunsur pembangun karya yang bersangkutan. Ia pun

menambahkan, analisis struktural karya sastra dapat dilakukan dengan

mengidentifikasi, mengkaji, dan mendeskripsikan fungsi dan

hubungan antarunsur intrinsik fiksi. Mula-mula diidentifikasi dan

dideskripsikan, misalnya, bagaimana keadaan peristiwa-peristiwa,

plot, tokoh dan penokohan, latar, sudut pandang, dan lainlain. Unsur-
unsur tersebut kemudian dijelaskan fungsi-fungsinya dalam

menunjang makna keseluruhan dari karya sastra (2005: 36 – 37).

B. Struktur Naskah Drama

Berkaitan dengan pendekatan struktural yang akan diterapkan,

maka pemahaman makna dari sebuah karya sastra menjadi tujuan

utama. Untuk memahami isi dari sebuah naskah drama secara

terperinci, harus diketahui struktur unsur-unsur intrinsik

pembentuknya. Unsur-unsur tersebut saling terkait satu sama lain

sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh. Menurut Milawati

(2011: 72), berdasarkan standar kompetensi yang harus dikuasai oleh

anak dalam pemahaman drama yaitu mengidentifikasi unsur intrisik

yang terdiri dari unsur-unsur pembangun struktur tokoh,

sifat/karakter, alur, latar/setting, tema dan amanat. Tarigan (1993: 74)

menyebutkan unsur-unsur drama, antara lain:1) alur; 2) penokohan; 3)

dialog; 4) aneka sarana kesastraan dan kedramaan. Waluyo

menyebutkan enam unsur dalam struktur naskah drama, yakni: 1)

alur; 2) penokohan; 3) dialog; 4) setting; 5) tema; dan 6) amanat

(2008, 6 – 28). Namun, dalam penelitian ini akan dibahas secara lebih

rinci. Struktur intrinsik pembangun drama yang akan dikaji, antara

lain: tema, penokohan dan perwatakan, plot/alur, latar/setting, dialog,

petunjuk teknis, serta amanat

2. Analisis Naskah Kapai-Kapai karya Arifin C Noer

 Tema
Setiap karya sastra yang diciptakan pasti memiliki tema. Tema

tersebut dapat secara implisit maupun eksplisit tertuang dalam jalinan

cerita. Suroto (1989: 88) menyebutkan bahwa tema adalah pokok

pikiran atau pokok persoalan yang hendak disampaikan oleh

pengarang kepada pembaca melalui jalinan cerita yang dibuatnya.

Jalinan yang disampaikan tersebut tentulah memiliki pokok. Pokok

cerita adalah sesuatu yang diceritakan oleh pengarang. Tema berada

dalam pokok cerita. Dengan kata lain, tema adalah pokok pikiran atau

pokok persoalan dibalik pokok cerita. Tak jauh berbeda, Sudjiman

menyatakan tema adalah gagasan yang mendasari cerita (1988: 51).

Berkaitan dengan drama, Waluyo (2002: 24 – 25) mengungkapkan

pengertian tema sebagai gagasan pokok yang terkandung dalam

drama. Tema berhubungan dengan premis dan nada dasar yang

dikemukakan pengarangnya. Premis dapat disebut sebagai landasan

pokok yang menentukan arah tujuan lakon dan merupakan landasan

bagi pola konstruksi lakon. Sedangkan nada dasar dapat disamakan

dengan jiwa atau suasana yang mendasari sebuah lakon. Interpretasi

pentonton terhadap nada dasar suatu naskah drama dapat bervariasi.

Oleh karena itu, naskah drama bersifat multi interpretable. Hal itu

dapat disebabkan oleh latar belakang pengetahuan yang berbeda-beda

dari penonton. Waluyo juga mengemukakan bahwa drama yang besar

adalah drama yang mengangkat tema abadi Maksudnya, tema tersebut

bersifat interpersonal dan dapat diterima di segala kurun waktu. Ada

pula yang mendefinisikan tema sebagai gagasan pokok yang

mendasari terbentuknya cerita secara umum, yang dapat terbangun


dari subtemasubtema (Wirajaya dan Sudarmawarti, 2008: 15).

Pengertian tema juga diperoleh dari pendapat Stanton dan Kenny

(dalam Nurgiyantoro, 2005: 66). Menurut mereka, tema adalah makna

yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema juga didefinisikan

sebagai gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan

yang terkandung dalam teks sebagai struktur semantis dan yang

menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan

(Hartoko dan Rahmanto dalam Nurgiyantoro, 2005: 68).

Penentuan tema berdasar pada nurani pengarangnya. Banyak hal

yang dapat memengaruhi pengarang dalam menentukan tema dari

karya-karyanya. Latar belakang budaya, pendidikan, maupun

pengetahuan dapat menjadi dasar pembentukan tema. Hal itu juga

mendapat pengaruh dari aliran filsafat yang dianut oleh pengarang.

Waluyo (2002: 26 – 28) menyebutkan beberapa aliran filsafat yang

mendasari penciptaan naskah drama, sebagai berikut.

a. Aliran Klasik

Naskah drama berwujud dialog yang panjang-panjang dan isi

cerita yang bertema duka. Lakonnya bersifat statis dan diselingi

dengan monolog.

b. Aliran Romantik

Naskah drama beraliran romantik ini seringkali berupa cerita-

cerita yang tidak logis. Isi dramanya fantastis dan tokohnya bersifat

sentimentil.

c. Aliran Realisme
Aliran ini menginspirasi terciptanya drama-drama realis yang isi

ceritanya mirip dengan kehidupan sehari-hari. Ada dua macam aliran

realisme, yaitu aliran realisme sosial dan aliran realisme psikologis.

Realisme sosial menggambarkan problem sosial yang sangat

berpengaruh terhadap kondisi psikis pelaku. Sedangkan realisme

psikologis menekankan pada unsur kejiwaan secara apa adanya. Rasa

senang, sedih, kecewa, bahagia, dilukiskan dengan apa adanya.

d. Aliran Ekspresionisme

Aliran ekspresionisme didasarkan pada perubahan sosial,

pergantian adegan dilakukan dengan cepat, serta fragmen cerita

disajikan secara filmis dan ekstrim.

e. Aliran Eksistensialisme

Naskah yang dilatarbelakangi aliran ini mendapat pengaruh yang

besar dari filsafat eksistensialisme negara-negara barat. Jadi, intisari

dari uraian tersebut ialah memandang tema sebagai makna yang

termuat secara implisit dalam sebuah karya sastra.

 Penokohan dan Perwatakan

Drama bukanlah kehidupan sesungguhnya, tetapi hanya tiruan

kehidupan yang dikemas dalam bentuk yang artistic (Boulton, 1983:

80). Istilah penokohan merujuk pada pelaku cerita. Sedangkan

perwatakan menunjuk padasifat tokoh-tokoh dalam cerita. Tokoh

ialah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berperan dalam

berbagai peristiwa di cerita (Sudjiman, 1988: 16). Jones dalam

Nurgiyantoro (2005: 165) menyatakan penokohan sebagai pelukisan


yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Sependapat dengan Jones, Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 165)

menyebutkan tokoh cerita ialah orang yang ditampilkan dalam suatu

karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki ciri

khas dalam mengekspresikan wataknya dalam tindakan-tindakannya.

Oemarjati menyebutkan bahwa melalui penokohan, pengarang dapat

mengungkapkan alasan logis terhadap tingkah laku tokohnya. Tokoh-

tokoh tersebut yang kemudian membawakan tema dalam keseluruhan

latar dan alur cerita (dalam Dewojati, 2010: 169). Untuk membuat

tokoh yang meyakinkan, pengarang harus mengerti dengan benar

tabiat manusia, serta kebiasaan bertindak dan berujar di masyarakat

(Sudjiman, 1988: 27). Menurut Wirajaya dan Sudarmawari,

penokohan yang terdapat dalam drama tersebut mengungkapkan

perwatakan berdasarkan keadaan fisik, psikis, dan sosiologis (2008:

15). Pengertian tokoh juga diambil dari pendapat Kosasih (2003:

270). Ia menyebutkan bahwa tokoh adalah orang-orang yang berperan

dalam suatu drama. Kosasih juga membedakan tokoh menjadi tiga

golongan berdasarkan perannya dalam jalan cerita.

a. Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang mendukung jalannya cerita.

b. Tokoh antagonis, yaitu tokoh penentang cerita.

c. Tokoh tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis

maupun untuk tokoh antagonis.

Suroto mengungkapkan, yang dimaksud penokohan yaitu cara

pengarang menyampaikan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan


bagaimana tokohtokoh tersebut. Ia juga menjabarkan cara melukiskan

watak tokoh dalam cerita, sebagai berikut.

a. Secara analitik, pengarang menjelaskan secara langsung karakter

tokohnya.

b. Secara dramatik, pengarang tidak secara lugas menjabarkan watak

tokoh, melainkan menggambarkannya melalui setting peristiwa,

dialog antartokoh dan tingkah laku tokoh tersebut.

c. Secara analitik dan dramatik, pengarang menjelaskan secara langsung

yang didukung penggambarannya melalui reaksi-reaksi tokoh. Antara

penjelasan dan penggambaran harus terdapat kesesuaian agar

mendukung jalan cerita (1989: 93 – 94).

Harymawan (dalam Dewojati, 2010: 169) menyatakan bahwa

karakter mempunyai sifat multidimensional. Dimensi yang dimaksud

meliputi dimensi fisiologis, dimensi sosiologis, dan dimensi psiologis.

Wirajaya dan Sudarmawarti juga mengungkapkan cara melukiskan

watak tokoh, yaitu dengan cara:

a. melukiskan bentuk fisik tokoh secara langsung,

b. melukiskan jalan pikiran tokoh,

c. melukiskan reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa yang terjadi,

d. melukiskan keadaan di sekitar tokoh, dan

e. melukiskan anggapan tokoh tersebut terhadap tokoh lain (2008: 56 –

57).

Dari pendapat-pendapat tersebut, maka pengertian penokohan

ialah penggambaran tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerita naskah


drama. Sedangkan perwatakan ialah penjelasan mengenai karakter

tokoh-tokoh tersebut.

 Plot atau Alur

Suatu lakon hendaknya bergerak maju dari suatu permulaan melalui

pertengahan menuju suatu akhir (Tarigan, 1993: 75). Dalam

Nurgiyantoro (2005: 113). Sejalan dengan pendapat tersebut, Suroto

(1989: 89 – 90) menyebutkan bahwa plot merupakan suatu jalan

cerita yang berupa peristiwaperistiwa yang disusun menurut hukum

sebab akibat dari awal sampai akhir cerita. Suroto menyampaikan

urutan pola plot secara tradisional, yaitu: a) perkenalan; b) pertikaian;

c) perumitan; d) klimaks; dan e) pelarian. Wirajaya dan Sudarmawarti

juga mengungkapkan bahwa alur adalah rangkaian cerita yang

merupakan jalinan konflik antartokoh yang berlawanan. Alur drama

terdiri atas: a) perkenalan; b) pertikaian; c) klimaks; d) peleraian; dan

e) penyelesaian (2008: 15).

Menurut Yustinah dan Iskak, plot dalam drama meliputi: a)

pemaparan/eksposisi; b) komplikasi; c) klimaks; d)

peleraian/antiklimaks; dan e) penyelesaian (2008: 28). Waluyo (2002:

147) menyampaikan plot sebagai kerangka dari awal hingga akhir

yang merupakan jalinan konflik antar tokohnya. Ia membagi tahapan

plot menjadi tujuh, yaitu a) eksposisi; b) inciting moment (saat

perkenalan); c) rising action; d) complication; e)climax; f) falling

action; dan g) denonement (penyelesaian).

1. Tahap situation, berarti tahap penyituasian. Waluyo menyebutnya

sebagai eksposisi, yang berarti paparan awal cerita. Tahap ini berisi
pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini

merupakan tahap pembukaan cerita, pemberian informasi awal,

pengenalan tokoh, watak, dan latar cerita. Di tahap ini pembaca dapat

mengetahui bentuk cerita tersebut termasuk novel, cerpen, atau

naskah drama. Tujuan dari adanya tahap ini adalah untuk memberikan

gambaran awal kepada pembaca sehingga pembaca tidak bingung

mengikuti cerita. Selain itu, juga menjadi landas tumpu cerita untuk

memasuki tahap selanjutnya.

2. Tahap generating circumstances, disebut juga inciting moment. Tahap

ini merupakan tahap pemunculan masalah atau peristiwa yang

berpotensi menimbulkan konflik. Pengarang mulai memunculkan

peristiwa-peristiwa yang mengandung masalah yang nantinya akan

dikembangkan menjadi konflik. Peristiwa-peristiwa tersebut

dihadirkan berdasarkan kebutuhan konflik yang akan ditimbulkan.

Semakin banyak peristiwa atau masalah yang dihadirkan, semakin

rumit dan kompleks konflik yang akan timbul. Konflik-konflik yang

timbul tersebut akan semakin berkembang dan ruwet atau kompleks

hingga akhirnya mencapai puncak.

3. Tahap rising action atau disebut juga tahap peningkatan konflik. Pada

tahap ini, konflik yang mulai muncul pada tahap sebelumnya semakin

berkembang dan terus-menerus muncul. Konflik-konflik tersebut

semakin tak terkendali dan tak dapat dihindari. Peristiwa-peristiwa

dalam cerita semakin mencekam dan menegangkan. Keadaan konflik

yang semakin ruwet tersebut oleh Waluyo (2002: 148) disebut

complication.
4. Tahap climax merupakan puncak penggawatan. Pada tahap ini semua

konflik mencapai puncaknya. Klimaks ini dilihat dari sudut tokoh

utama yang menjadi pelaku atau penderita konflik utama cerita.

Apabila yang mengalami puncak konflik adalah tokoh pembantu

maka ini bukan disebut klimaks cerita. Pada tahap klimaks,

ketegangan cerita mencapai puncak. Puncak ketegangan atau klimaks

ini dapat saja terjadi lebih dari satu kali, namun klimaks utama

tetaplah satu. Jumlah klimaks tersebut tergantung dari cerita yang

dihadirkan.

5. Tahap denoument (denonement) disebut juga tahap penyelesaian.

Konflik yang telah mencapai puncak tersebut menurun dan

mengalami penyelesaian. Termasuk dalam tahap ini adalah falling

action atau penurunan ketegangan yang dapat juga disebut

antiklimaks. Ketegangan mengendor dan emosi yang telah mencapai

puncak berangsur-angsur turun untuk mencapai batas bawah.

Dalam struktur karya satra, plot memiliki beberapa jenis. Jenis-

jenis plot ialah sebagai berikut.

a. Menurut Suroto (1989: 91), secara kualitatif alur dibedakan menjadi

alur rapat dan alur renggang. Sedangkan scara kuantitatif, alur

dibedakannmenjadi alur tunggal dan alur ganda.

b. Menurut Kosasih (2003: 271), ada tiga jenis alur, yaitu:

(1). alur maju;

(2). alur mundur; dan

(3). alur campuran

 Setting
Setting sering disebut juga dengan latar cerita (Waluyo, 2002:

23). Latar memberikan informasi mengenai situasi ruang dan tempat

serta berfungsi sebagai proyeksi keadaan batin para tokoh (Sudjiman,

1988: 46). Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005: 216) menyebutkan

setting sebagai landasan tumpu, mengacu pada pengertian tempat,

hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa

yang diceritakan. Pendapat Suroto pun sejalan. Menurutnya, setting

atau latar adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta

suasana terjadinya peristiwa (1989: 94). Pendapat Wirajaya dan

Sudarmawarti (2008: 15) mengenai pengertian latar, yaitu gambaran

tempat, waktu, dan keadaan jalannya cerita. Pengertian yang serupa

disampaikan oleh Kosasih (2003: 273), yaitu latar merupakan

keterangan mengenai tempat, ruang, dan waktu di dalam naskah

drama.

Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2005: 219) menyebutkan bahwa latar

tidak hanya berkaitan dengan lokasi atau sesuatu yang bersifat fisik,

tetapi juga yang berwujud adat istiadat, tata cara, kepercayaan, dan

nilai-nilai yang berlaku di tempat yang bersagkutan. Nurgiyantoro

(2005: 227) membagi latar menjadi tiga, yaitu latar tempat, waktu,

dan sosial.

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Penggunaan latar tempat

dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak

tak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang

bersangkutan. Keberhasilan latar tempat ditentukan oleh ketepatan


deskripsi, fungsi dan keterpaduannya dengan unsur latar yang lain

sehingga semuanya bersifat saling mengisi. Ketepatan, ketelitian, dan

kerealistisan deskripsi tempat sangat mempengaruhi persepsi

pembaca terhadap cerita.

Latar waktu biasanya berhubungan dengan masalah “kapan”

terjadinya peristiwa dalam karya fiksi. Latar waktu dalam fiksi bisa

menjadi dominan dan fungsional jika digarap secara teliti, apalagi jika

latar waktu tersebut berhubungan dengan sejarah. Penggarapan unsur

sejarah menjadi sebuah karya fiksi menyebabkan waktu yang

diceritakan bersifat khas, tipikal, dan menjadi sangat fungsional

(Nurgiyantoro, 2005: 230-231). Penggarapan latar waktu haruslah

sesuai dengan waktu nyata. Jika terjadi ketidaksesuaian waktu

peristiwa antara yang terjadi di dunia nyata dengan yang terjadi di

dalam karya fiksi maka akan menyebabkan cerita tak wajar, bahkan

apabila cerita tersebut tidak masuk akal pembaca akan merasa

dibohongi. Inilah yang dalam fiksi disebut anakronisme, yaitu waktu

dalam fiksi tidak cocok dengan urutan waktu atau sejarah dalam dunia

nyata.

Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial

masyarakat yang diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat

berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan

hidup, cara berpikir dan bersikap, serta hal lain yang tergolong latar

spiritual. Selain itu, latar sosial juga berhubungan dengan status tokoh

yang bersangkutan. Latar sosial berperan menentukan apakah sebuah

latar, khususnya latar tempat, menjadi khas dan tipikal, serta lebih
fungsional. Deskripsi latar tempat harus sekaligus disertai dengan

deskripsi latar sosial, tingkah laku kehidupan sosial masyarakat di

tempat yang bersangkutan.

Jadi, latar adalah keseluruhan keterangan aspek lingkungan

cerita, baik tempat, waktu, maupun sosial. Latar berfungsi sebagai

dasar cerita, terutama mendukung penggambaran watak tokoh cerita.

Tanpa adanya latar, cerita akan sulit untuk diimajinasikan dan terlihat

tidak nyata atau tidak realistis. Sementara itu, Montaque dan

Henshaw (Waluyo, 2002: 198) mengemukakan tiga fungsi latar, yaitu

(1) mempertegas watak para pelaku; (2) memberikan tekanan pada

tema cerita; dan (3) memperjelas tema yang disampaikan.

Berdasarkan pengungkapan tersebut, latar berhubungan erat dengan

perwatakan dan tema cerita. Penggambaran latar yang detil dan teliti

akan mengokohkan atau memantapkan watak pelaku, mempermudah

pembaca mengenali cerita, serta menegaskan eksistensi tema dalam

cerita.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan setting/latar yaitu

pelukisan keadaan tempat, ruang, dan waktu terjadinya peristiwa

dalam cerita di naskah drama.

 Amanat

Menurut Siswanti (2008:161-162) menyatakan bahwa “Amanat


ialah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca dan pendengar, didalam
karya sastra modern, amanat ini biasanya tersirat di dalam karya
sastra lama pada umumnya amanat tersura. Sedangkan Menurut
Wahyudi Siswanto (2008:161-162), pengertian amanat adalah suatu
gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang ingin disampaikan
pengarang kepada pembaca dan pendengar. Di dalam karya sastra
modern, amanat tersebut umumnya tersirat. Dan di dalam karya sastra
lama, umumnya amanat tersurat.
Berkaitan dengan penjelasan amanat di atas maka amanat naskah
drama kapai-kapai adalah
Melalui lakon Kapai-Kapai, pengarang ingin mengungkapkan
pentingnya pondasi agama dalam kehidupan seseorang. Pesan
tersebut diungkapkan dalam dialog-dialog tokoh kakek (hal. 19-23).

Kutipan:
Kakek: Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari
adalah agama. Tak ada obat yang paling mujarab selain agama.
Abu: Saya tidak sakit.
Kakek: Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah
selain agama.
Abu: Saya tidak cape.
Kakek: Segala teka-teki silang pasti tertebak oleh agama. (Kapai-
Kapai: 19)
Kakek: Tuhan.
Abu: Tuhan.
Kakek: Yang menciptakan kita.
Abu: Tuhan.
Kakek: Yakinlah.
Abu: Kalau begitu Dia yang memulai segala ini ?
Kakek: Juga yang akan mengakhiri segalanya.
Abu: Mulai dan mengakhiri ?
Kakek: Membangun dan meruntuhkan sekaligus.
Abu: Saya jadi bodoh.
Kakek: Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal
disisipkan dalam salah satu tulang igamu. Dialah-Tuhan.
Abu: Tuhan.
Kakek: Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan
seisinya. Maka bersyukurlah kau kepadaNya. Maka bersembahlah
kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya. Maka
perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala
larangan-laranganNya. Barang siapa melanggar neraka hukumannya.
Barang siapa patuh sorga
upahnya. (Kapai-Kapai: 21 – 22). Pengarang mendeskripsikan
kehidupan seseorang yang tidak memiliki pengetahuan agama yang
baik akan berakhir seperti kehidupan tokoh Abu.
Kebodohan Abu membuat hidupnya sengsara. Ia hanya menjadi
pesuruh dengan kondisi miskin yang menghimpit keluarganya. Tanpa
dasar agama, ia sangat mudah diperdaya oleh Emak. Abu terbuai
dengan mimpi-mimpi yang diciptakan Emak. Sebuah harapan kosong
tentang adanya Cermin Tipu Daya yang dapat menghalau segala
macam bala berhasil ditanamkan pada pikiran Abu. Didorong oleh
penderitaan hidupnya, Abu hanya menggantungkan harapan pada
Cermin Tipu Daya.
Abu: Cermin tipu daya adalah penangkis segala bala. Penyelamat
segala pangeran dalam dongeng purbakala. (Kapai-Kapai: 20)
Tekanan hidup yang datang, mereka lupakan dengan melakukan
hubungan seksual. Dengan berdalih tidak akan mampu memenuhi
kebutuhan anaknya, Abu dan Iyem juga tega mengakhiri hidup bayi-
bayi mereka. Tiga anak dan satu cucu telah mereka renggut
kehidupannya. Selain itu, mereka pun menghalalkan daging babi
untuk dimakan. Tidak lain, semua itu karena tidak adanya
pemahaman mengenai hal yang baik dan buruk.

3. Penutup

Sebagaimana yang telah diuraikan dalam bagian analisis unsur


naskah drama kapai-Kapai, maka dapat ditarik kesimpulan seperti
berikut ini. Carita dalam naskah drama Kapai Kipai di bangun atas
unsur-unsur struktural yang saling mengkait. Artinya antara unsur
yang satu dengan unsur yang lain tidak dapat dipisahkah begitu saja.
Dan, keterkaitan unsur-unsur itu membentuk makna yang
menyeluruh. Alur Yang ada dalam Kapai Kapai ini adalah alur lurus.
Tampak pada adanya puncak-puncak krisis dalam adegan-adegan
tertentu, sehingga alur dalam drama ini tidak datar. Dengan kata lain,
alur bergerak ke puncak cerita dengan adanya panonjolan-penonjolan
peristiwa sebagai suspence. Banyak hal yang secara mulus
dimanfaatkan sebagai media untuk mengalihkan persoalan dari dunia
nyata ke dunia khayal atau sebaliknya yang kadang-kadang
mengejutkan. Adegan-Adegan yang muncul begitu menarik untuk
disimak dan kadang-kadang menyayat hati, karena adegan itu yang
bertentangan dengan rasa perikemanusiaan. penyelesaiannya atau
bahkan cerita ini tidak akan pernah selesai seperti halnya impian-
impian manusia yang takkan pernah hilang sebelum manusia yang
bersangkutan meninggal dunia.

DAFTAR PUSTAKA
Dewojati, C. 2010. Drama: Sejarah, Teori, dan Penerapannya.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Damhudi, D. 2011. Bahan Ajar Teori dan Pementasan Drama/Teater


(online).
(my.opera.com/imdedidamhudi/blog/2011/02/20/bahan-ajar-teori-
danpementasan-drama-teater, diakses 26 Februari 2012 pukul 07:26).
KAPAI-KAPAI
Karya : Arifin C. Noer

Drama lima babak

Para pelaku :
Abu
Iyem
Emak
Yang Kelam
Bulan
Majikan
Kakek
Jin
Putri
Pangeran
Bel
Pasukan Yang Kelam
Kelompok Kakek
Seribu Bulan Yang Goyang-Goyang
Gelandangan
Tanjidor dll

BAGIAN PERTAMA
Dongeng Emak
Emak : Ketika prajurit-prajurit dengan tombak-tombaknya mengepung istana cahaya itu, sang
Pangeran Rupawan menyelinap diantara pokok-pokok puspa, sementara air dalam kolam berkilau
mengandung cahaya purnama. Adapun sang Putri Jelita, dengan debaran jantung dalam dadanya yang
baru tumbuh, melambaikan setangan sutranya dibalik tirai merjan, dijendela yang sedang mulai
ditutup oleh dayang- dayangnya. Melentik air dari matanya bagai butir-butir mutiara.

Abu : Dan sang Pangeran, Mak ?

Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ? Duhai, seratus ujung tombak yang tajam berkilat membidik pada
satu arah ; purnama di angkasa berkerut wajahnya lantaran cemas, air kolam pun seketika membeku,
segala bunga pucat lesi mengatupkan kelopaknya, dan...

Abu : Dan Sang Pangeran selamat, Mak ?

Emak : Selalu selamat. Selalu selamat.

Abu : Dan bahagia dia, Mak ?

Emak : Selalu bahagia. Selalu bahagia.

Abu : Dan sang Putri, Mak ?


Emak : Dan sang Putri, Nak ? Malam itu merasa lega hatinya dari tindihan kecemasan. Ia pun
berguling-guling bersama Sang Pangeran dalam mimpi yang sangat panjang, diaman seribu bulan
menyelimuti kedua tubuh yang indah itu penuh cahaya.

Abu : Dan bahagia, Mak ?

Emak : Selalu bahagia. Selalu bahagia.

Majikan : Abu !

Emak : Sekarang kau harus tidur. Anak yang ganteng mesti tidur sore-sore.

Abu : Sang Pangeran juga tidur sore-sore, Mak ?

Emak : Tentu. Sang Pangeran juga tidur sore-sore karena dia anak yang ganteng. Kau seperti Sang
Pangeran Rupawan.
Majikan : Abu !

Abu : Mak ?

Majikan : Abu !

Abu : Bagaimana keduanya bisa senantiasa selamat ?

Majikan : Abu !

Emak : Berkat cermin tipu daya.

Abu : Berkat Cermin Tipu Daya, Mak ?

Majikan : Abu !

Emak : Semuanya berkat Cermin Tipu Daya.

Abu : Cuma berkat itu ?

Majikan : Abu !

Emak : Cuma berkat itu.

Abu : Cuma.

Majikan : Abu ! Abu !

Abu : .... di mana cermin itu dapat diperoleh, Mak ?

Emak : Jauh nun di sana kala semuanya belum ada (KELUAR)

Majikan : Bangsat ! Tuli kamu ?

Abu : Mak ?
2
Yang Kelam : Ini adalah tahun 1930 dan bukan tahun 1919. Kau harus segera mengenakan pakaian
pesuruhmu (KELUAR)

Setelah ia mengenakan pakaiannya sebagai pesuruh kantor terdengar gemuruh suara pabrik

Majikan : Abu !

Abu : Hamba, Tuan.

Majikan : Abu !

Abu : Hamba, Tuan.

Majikan : Abu !

Abu : Hamba, Tuan.

Majikan : Abu !

Abu : Hamba, Tuan.

Majikan : Abu !

Abu : Hamba, Tuan.

Majikan : Abu !

Abu : Hamba, Tuan.

Majikan : Abu !

Abu : Hamba, Tuan.


Majikan : Bangsat kamu ! Kerja sudah hampir tiga tahun masih saja kamu melakukan kesalahan yang
sama. Lebih bodoh kamu dari pada kerbau.

Emak : Anak yang ganteng tidak boleh menangis. Apakah kau tidak malu kepada Sang Putri
Rupawan ? Setelah mencuci kaki, kau harus mengenakan pakaianmu yang kotor, nanti emak akan
mendongeng lagi. Sudah bersih kakimu ? Ketika Sang Pangeran turun dari kudanya yang putih
bersinar, ia melihat gua itu dikejauhan. Namanya gua cahaya tapi lebih sering disebut gua hantu.

Abu : (KETAKUTAN)

Emak : Tidak usah takut. Ada Emak. Telah beratus-ratus ksatria dan raja-raja dan pangeran-pangeran
yang mencoba menerobos gua itu, semuanya musnah dibunuh oleh hantu-hantu penjaga harta karun
itu. Di angkasa serombongan mendung yang maha hebat membendung sang surya, sehingga alam
yang siang menjadi gelap gulita. Sayup-sayup kelihatan pintu gua itu bagaikan mulut raksasa dengan
sinar yang memancar dari dalam. Sang Pangeran menggeleng-gelengkan kepala kagum karena tahu
sinar itu adalah sinar permata-permata yang tertimbun disana. Tatkala angin pun sirna, Sang Pangeran
telah memacu kudanya ke arah mulut gua. Tak ada suara kecuali derap kuda dengan ringkiknya.
Ketika kuda itu berada didepan pintu gua, sekonyong-konyong serombongan mendung yang tebal tadi
menyerang mengepung Sang Pangeran. Tahulah kini Sang Pangeran bahwa mendung itu adalah
hantu-hantu.

Abu : Dan Sang Pangeran, Mak ?

Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ?Amboi, berjuta kuku dan taring lancip bagai ujung-ujung belati
rapat mengancam Sang Pangeran ; dari atas dari bawah, dari kiri dari kanan, dari muka dari belakang.
Rupanya hantu- hantu itu berdengus sehingga seketika terjadi topan dasyat yang amat bacin baunya.

Abu : Dan Sang Pangeran, Mak ?

Emak : Dan Sang Pangeran, Nak ? Dengan Cermin Tipu Daya, kuku-kuku dan taring-taring yang
berjuta-juta itu seketika mencair sehingga hujan deraslah yang kini ada. Maka dalam kehujanan itu
pun, Sang Pangeran mengacungkan cerminnya dan terbukalah pintu gua dengan sendirinya. Langit
telah kembali sebagai wajarnya, yang penuh cahaya surya ketika Sang Pangeran memboyong harta
permata itu ke Istana Cahaya dimana Sang Putri menanti dipelaminan.
Abu : Dan bahagia, Mak ?

Emak : Selalu bahagia. Selalu bahagia.

Abu : Dan Sang Putri, Mak ?

Emak : Selalu bahagia. Selalu bahagia.

Abu : Dan Sang Putri, Mak ?

Emak : Sang Putri berdebar menanti dipelaminan, sementara rakyat seluruh kerajaan berpesta. Dan
ketika Sang Pangeran muncul di gerbang Istana Cahaya dengan di iringi kuda-kuda yang mengangkut
peti-peti harta, seketika bergetarlah dada Sang Putri yang baru tumbuh itu dan sekalian rakyat
bersorak-sorak mengelu-elukan. Kedua mempelai itu telah berpadu dalam lautan permata yang sangat
menyilaukan. Lautan harta seharga berjuta-juta nyawa manusia.

Abu : Keduanya bahagia, Mak ?

Emak : Selalu bahagia. Selalu bahagia.

Abu : Berkat Cermin Tipu Daya, Mak ?

Emak : Berkat Cermin Tipu Daya.

Abu : Dimana Cermin itu dapat dibeli, Mak ?

Emak : Jauh nun di ujung dunia... disebuah toko milik Nabi Sulaiman...

Abu : Dan harganya, Mak ?

Emak : Nanti kau sendiri pasti tahu. Nanti. Pasti.

Abu : Bahagia, Mak ?

Emak : Pasti bahagia. Selalu bahagia. Sekarang bayangkan bagaimana kalau kau menjadi Sang
Pangeran Rupawan. Kau niscaya dapat merasakan dengan lebih nyata apabila kau lelap tidur. Nah,
sekarang pejamkan kedua matamu. Tidur. Burung-burung pun sudah tidur. Tidur. Matahari pun sudah
tidur. Tidur. Pohon-pohon pun sudah tidur. Tidur seantero alam telah mendengkur. Tidur.

Emak : Bulan !

Bulan : Ya, Mak.

Emak : Selimuti keduanya.

Bulan : Kalau dia terbangun.

Emak : Tidurkan lagi.

Bulan : Kalau dia terjaga lagi ?

Emak : Mabukkan dia.

Bulan : Kalau sadar lagi ?

Emak : Pingsankan dia.

Bulan : Kalau dia siuman lagi ?

Emak : Itu urusan Yang Kelam. Sekarang Emak akan menyelesaikan karangan Emak yang terakhir.
Aneh sekali dalam roman Emak kali ini Abu telah mulai menemukan kunci teka-teki kita. Ia semakin
menginsyafi bagaimana selama ini ia kita perdayakan. Namun bagaimana pun, Emak tetap berharap ia
akan tetap patuh kepada kita. Sudah menjadi kodratnya bagaimana pun ia memerlukan hiburan dan
hanya kitalah yang mampu memenuhi kebutuhan itu. Tetapi juga ini tidak berarti bahwa kita bisa
bekerja secara improvisasi seperti yang sudah-sudah. Di manakah Yang kelam ?

Yang Kelam : Saya di sini, Mak.

Emak : Kau dengar apa yang baru Emak katakan ?

Yang Kelam : Tak satu kata pun lewat dari telingaku, Mak.
Emak : Satu hal lagi; kita harus sistematik. Selama kita masing-masing tetap pada pos kita, Emak
yakin tak satu pun pekerjaan kita yang meleset.

Yang kelam : Dia tidur ?

Emak : Tidur, tidak. Tidak tidur, tidak. Seperti yang sudah-sudah, seperti yang lain-lain juga, ia sudah
mati tapi ia tidak tahu.

Yang Kelam : Saya beritahu dia ?

Emak : Belum waktunya. Berapa umur kau ?

Yang Kelam : Dua puluh satu.

Emak : Kita perpanjang amat panjang. Pada usiamu yang ke 70 beritahulah dia. Ingat jangan ulang
cara yang usang.

Bulan : Beritahu sekarang saja dia.

Emak : Kau selalu punya belas, Bulan.

Bulan : Dia orang miskin.

Emak : Justru akan kita perkaya. Ah, sudahlah. Kau dapat menolongnya dengan cara yang
menghiburnya. Waktu Emak habis. Emak harus mengarang.

Bulan : (MENYANYI) Andai kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar pun bukan
milikku. Kecantikkanku pun bukan milikku.

Yang Kelam : Jangan nyanyikan nyanyian itu lagi nanti Emak marah lagi.

Bulan : Kau yang salah.

Yang Kelam : Tak ada yang salah.


Bulan : Kau yang salah. Kalau kau tak ada.

Yang Kelam : Adaku bukan minatku. Tapi kalau aku tak ada kau pun dan segala pun tak ada.

Bulan : Kenapa kau tidak memilih tidak ada ?

Yang Kelam : Karena kita ada. Dan begitu saja ada.

Bulan : Karena ada mula, karena ada mula.

Yang Kelam : Maka ada akhir dan akulah itu. Dia dan aku.

Bulan : Karena ada, itulah kesalahannya.


Yang Kelam : Kita hanya menjalani kodrat. Jalanilah kodrat maka kita akan selamat.

Bulan : (MENYANYI) Andai kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar pun bukan
milikku.

Yang Kelam : Jangan menyanyi. Mengeramlah kalau bisa atau diam.

Bulan : Aku hanya bisa menyanyi. Pun begitu nyanyian buakn pula milikku.

Yang kelam : Perempuan cengeng.

Bulan : Lelaki kejam. Kembalikan Cermin Tipu Daya itu.

Yang Kelam : Kau tak akan memilikinya lagi.

Bulan : Sudah satu abad kau pinjam.

Yang Kelam : Dan aku tak akan pernah mengembalikan kepadamu. Ya, sejak satu abad yang lalu Abu
sudah mulai menginsyafi bahwa puncak bahagia ada pada diriku, tatkala ia melihat pada cerminku.

Bulan : Cerminku ! Cerminku !

Yang Kelam : Dulu. Sekarang milikku.


Bulan : Kau kejam. Kau tak punya kasihan. Kalau dia bercermin pada kau hanya malam yang kau
tampilkan.

Yang Kelam : Memang dia hanya punya malam. Akulah dia. Ini pun kodrat. Ia tak dapat melepaskan
diri dari kodrat ini.

Bulan : Konyolnya.

Yang Kelam : Itulah jawaban dari segalanya. Konyol.

ABU BANGUN, MENGIGAU. BULAN DAN YANG KELAM KELUAR.

Bulan : ( MENYANYI) Kalau kau tergoda jangan salahkan daku. Cahayaku memancar pun bukan
milikku. Andai kau mabuk jangan salahkan daku. Kecantikkanku pun bukan milikku.

Iyem : Monyong lu ! Lelaki macam lu ? Kerbau ? Babi ?

Abu : (BINGUNG) Jam berapa, Yem ?

Iyem : Jam berapa ? Beduk sampai coblos dipalu orang juga kau masih enak- enak ngorok. Apa kamu
tidak mau kerja ?

Abu : Bukan begitu.

Iyem : Baik kalau kamu mau enak-enak ngorok biar saya yang kerja. Apa dikira tidak bisa ? Saya kira
saya masih cukup montok untuk melipat seribu lelaki hidung belang di ketiak saya.

Abu : Kau jangan bicara sekasar itu.

Iyem : Kamu lebih kasar lagi. Tidur sama istri kamu masih mimpi yang tidak- tidak. Tuh lihat tikar
basah begitu. Kalau kau sudah bosan dengan saya bilang saja terus terang. Jangan sembunyi-
sembunyi. Ayo, kau mimpi dengan siapa ? Dengan si Ijah yang pantat gede itu ? Bangsat !

Abu : Mimpi ?
Iyem : Jangan main lenong (MENANGIS) Memang saya sudah peot. Habis manis sepah dibuang.

Abu : Jangan bicara begitu.

Iyem : Memang begitu.

Abu : Tidak seperti yang kau bayangkan.

Iyem : Memang begitu.

Abu : Diamlah, Yem.

Iyem : Memang begitu.

Abu : Iyem.

Iyem : Saya bunting kau tidak tahu.

Abu : Bunting ? Kau bunting ?

Iyem : Kata Emak.

Abu : Kau bunting ?

Iyem : Kalau tidak apa namanya ?

Abu : Iyemku. Iyemku (KEDUANYA MENARI)

Iyem : Pepaya bunting isinya setan.


Dimakan dukun dari Sumedang.
Perut aye bunting isinya intan.
Ditimang sayang anak disayang.

Abu : Pohon pisang tidak berduri.


Pagar disusun oleh rembulan.
Mohon abang lahir si putri.
Biar disayang setiap kenalan.

Iyemku. Iyemku.

Iyem : Abuku. Abuku (KEDUANYA BERPELUKKU) Kau masih cinta pada Iyem ?

Abu : Selalu cinta. Selalu cinta.

Iyem : Kau masih sayang pada Iyem ?

Abu : Selalu sayang. Selalu sayang.

Iyem : Iyem minta anu.

Abu : Minta apa, Yem ?

Iyem : Minta anu.

Abu : Anu apa ?

Iyem : Iyem ngidam.

Abu : Minta rujak asam, Yem ?

Iyem : Bukan.

Abu : Apa Iyem ?

Iyem : Kerupuk.

Abu : Kerupuk udang, Yem ?

Iyem : Bukan.

Abu : Kerupuk terigu, Yem ?

Iyem : Bukan.
Abu : Kerupuk plastik, Iyem ?

Iyem : Bukan. Iyem, bilang !

Abu : Iyem.

Iyem : Kepingin.

Abu : Kepingin.

Iyem : Kerupuk.

Abu : Kerupuk.

Iyem : Apa yo ?

Abu : Apa yo ?

Iyem : Apa ?

Abu : Apa ?

Iyem : Kerupuk.

Abu : Kerupuk.

Iyem : Kerbau !

Abu : Kerbau !

Iyem : Horee !

Abu : Berapa kilo, Iyem ?

Iyem : Satu biji.


Abu : Lainnya, Yem ?

Iyem : Anu.

Abu : Anu apa, Iyem ?

Iyem : Cium.

Abu : Berapa kali, Iyem ?

Iyem : Seribu kali (MEREKA BERCIUMAN)

Abu : Bau pete. Kau makan pete ?

Iyem : tadi di rumah si Ipoh. (MEREKA PUN BERCIUMAN)

YANG KELAM BERSAMA PASUKANNYA MEMUKUL LONCENG EMAS KERAS SEKALI.


ARUS WAKTU DERAS MELANDA KEDUANYA. IYEM MELAHIRKAN DAN SETERUSNYA.
ABU TERPUTAR DALAM RODA KERJA RUTINNYA.

Majikan : Abu !

Abu : Ya, Tuan.

Majikan : Abu !

Abu : Ya, Tuan.

Majikan : Abu !

Abu : Ya, Tuan.

SERIBU MAJIKAN MEMRINTAH ABU. MENJERAT LEHER ABU MENJERIT. SERIBU


TANGAN MAJIKAN DI KEPALA ABU.
9

Yang Kelam : Ini adalah tahun 1941. Ini bukan tahun 1919. Dia dilahirkan di Salam, 6 km dari kota
Solo. Dia dibesarkan di Semarang. Kemudian ia pindah ke Tegal. Kemudian ia pindah ke Cirebon.
Kemudian ia pindah ke Jakarta. Kemudian ia akan mati pada tahun 1980.

Iyem : Tidak. Abu jangan hiraukan. Hidup saja hidup. Habis perkara. Terlalu banyak pertanyaan
untuk terlalu sedikit waktu.

**Layar**

BAGIAN KEDUA

Burung, di manakah ujung dunia ?

Abu : Burung, di manakah ujung dunia ?

Burung : Di sana.

Abu : Katak, di manakah ujung dunia ?

Katak : Di sana.

Abu : Rumput, dia manakah ujung dunia ?

Rumput : Di sana.

Abu : Embun, di manakah ujung dunia ?

Embun : Di sana.

Abu : Air, di manakah ujung dunia ?

Air : Di sana. (SEMUA MENERTAWAKAN ABU)


Abu : Batu, di manakah ujung dunia ?

Batu : Di sana. (SEMUA MENERTAWAKAN ABU)

Abu : Jangkerik, di manakah ujung dunia ?

Jangkerik : Di sana. (SEMUA MENERTAWAKAN ABU)

Abu : Kambing, di manakah ujung dunia ?

Kambing : Di sana.

Abu : Kambing, di manakah di sana ?

Kambing : Di sana.

Abu : Pohon, di manakah di sana ?

Pohon : Di sana.

Abu : Kakek, di manakah di sana ?

Kakek : Di sini.

Abu : Di mana ?

Kakek : Di sini.

Abu : Di sini ?

Kakek : Di sana di sini sama saja. Semuanya tak berarti. Yang kau cari adalah agama. Tak ada obat
yang paling mujarab selain agama.

Abu : Saya tidak sakit.


Kakek : Tak ada tempat yang paling teduh dan tak ada obat pelelah selain agama.

Abu : Saya tidak cape.

Kakek : Segala teka-teki silang pasti tertebak oleh agama.

Abu : Saya tak butuh semua itu. Saya butuh Cermin Tipu Daya.

Kakek : Apa itu Cermin Tipu Daya ?

Abu : Cermin Tipu Daya adalah penangkis segala bala. Penyelamat segala Pangeran dalam dongeng
purbakala.

Kakek : Inilah dia. Cermin sejati. Bukan plastik. Terbuat dari air danau purbani. Lihatlah semua
tampak jelas di sini. Lihatlah.

Abu : Wajah siapa itu ?

Kakek : Wajahmu.

Abu : Wajah saya ?

Kakek : Siapa lagi ?

Abu : begini tua ?

Kakek : Kau begitu jernih cahayanya.

Abu : Begini tua. Lebih sengsara dari nyatanya. Begini miskin.

Kakek : Di sini, kau miskin dan kaya sekaligus.

Abu : Saya tidak mengerti.

Kakek : Tak lama lagi kau akan mengerti, kalau mau dengar apa yang saya baca.
Abu : Kalau saya tetap tidak mengerti ?

Kakek : Kau adalah insan yang malang.

Abu : Kalau begitu cobalah bacakan satu baris.

Kakek : Dia Tuhan.

Abu : Tuhan.

Kakek : Tuhan.

Abu : Tuhan.

Kakek : Yang menciptakan kita.

Abu : Tuhan.

Kakek : Yakinlah.

Abu : Kalau begitu Dia yang memulai segala ini ?

Kakek : Juga yang akan mengakhiri segalanya.

Abu : Mulai dan mengakhiri ?

Kakek : Membangun dan meruntuhkan sekaligus.

Abu : Saya jadi bodoh.

Kakek : Kau memang bodoh. Dan ketika kau dihidupkan ajal disisipkan dalam salah satu tulang
igamu. Dialah-Tuhan.

Abu : Tuhan.

Kakek : Dialah-Tuhan. Yang telah menciptakan jagad raya dan seisinya. Maka bersyukurlah kau
kepadaNya. Maka bersembahlah kau kepadaNya. Maka patuhlah kau kepada firman-firmanNya.
Maka perbuatlah segala perintah-perintahNya. Maka jauhilah segala larangan-laranganNya. Barang
siapa melanggra neraka hukumannya. Barang siapa petuh sorga upahnya.

Abu : Neraka ?

Kakek : Api sengsara yang menjilat-jilat.

Abu : Sorga ?

Kakek : Bahagia di atas bahagia.

Abu : Barangkali itu ujung dunia ?

Kakek : Memang salah satu ujungnya. Di sana Sorga. Di situ Neraka.

Abu : Di sana juga tinggal Nabi Sulaiman ?

Kakek : Oya.

Abu : Kalau begitu ada juga Cermin Tipu Daya ?

Kakek : Barangkali. Saya tidak begitu pasti.

Abu : Di jual ?

Kakek : Kalau ada dengan cuma-cuma kua dapat memilikinya.

Abu : Kau pasti ?

Kakek : Kalau ada.

Abu : Kau belum pernah kesana ?

Kakek : Ke sana ke mana ?

Abu : Ke sorga.
Kakek : Siapa pun belum.

Abu : Bagaimana kau tahu Nabi Sulaiman ada di sana ?

Kakek : Kau memang buta huruf. Dalam kitab agama lengkap segala tanda-tanda.

Abu : Kalau begitu tunjukilah saya cara menuju sorga.

Kakek : Bersembahlah kau KepadaNya.

Abu : Baik. Berapa lama saya mesti menyembah ?

Kakek : Sampai kau mati.

Abu : Ha ?

Kakek : Sampai kau mati. Atau dengan kalimat yang lebih baik ; sampai saat kau dilepaskan dari
beban jasmani.

Abu : Lalu kapan saya sempat mengecap sorga ?

Kakek : Ketika kau mati.

Abu : Ha ?

Kakek : Begitulah. Ketika kau mati kau akan sampai ke sana.

Abu : Harus sampai ke batas mati untuk sampai ke sana ?

Kakek : Harus sampai ke batas mati untuk samapai ke sana.

Abu : Harus tidak ada untuk ada ?

LENGKING SULING TAJAM PANJANG.


Iyem : Abu, di mana kau ? Abu ? Abu ? Abu ?

Kekak : Sudah waktu sembahyang. Sampai cahaya menimpa dirimu. ( KELOMPOK KAKEK
DALAM KOOR)
Koor : Inggih

Kakek : Hai manusia.

Koor : Inggih.

Kakek : Hai manusia.

Koor : Inggih

Kakek : Tuhan Pencipta.

Koor : Inggih.

Kakek : Tuhan pengasih.

Koor : Inggih.

Kakek : Tuhan Penuntut.

Koor : Inggih.

Kakek : Turut perintahNya.

Koor : Inggih

Kakek : Ketawalah

Koor : Inggih.

Kakek : Menagislah

Koor : Inggih.
Kakek : Ketawalah dala menangis.

Koor : Inggih.

Kakek : Menangislah dalam ketawa

Koor : Inggih.

Kakek : Apa yang kau cari dalam hidup ini.

Koor : Bahagia.

Kakek : Apa yang kau cari dalam hidup ini.

Koor : Bahagia.

Kakek : Apa yang kau cari dalam hidup ini.

Koor : Bahagia.

Kakek : Apa yang kau cari dalam hatimu sendiri.

Koor : Bahagia.

Kakek : Apa yang di rindu. Apa yang di mau. Apa yang dituju. Bahagia.

Koor : Laras dan padu. Laras dan padu. Diri yang alit dan Diri yang maha. Laras dan padu, pasrah,
sembah, pasrah sembah Bergayut diri padaNya.

Kakek : Mengandung diri dalam keagunganNya. Bahagia kita dalam kebahagianNya. Hai manusia.

Koor : Inggih.

Kakek : Hai manusia.

Koor : Inggih.
Kakek : Menyatulah dalam diriNya.

Koor : Inggih.

Kakek : Padulah dirimu dalam diriNya.

Koor : Inggih. (KELOMPOK KAKEK BERLALU DALAM KOOR)

ABU TEPEKUR. HUTAN SUNYI DALAM BADAI

Iyem : Kau jangan diam saja kayak sandal dobol.

Abu : Ada apa ?

Iyem : Kau betul-betul sandal dobol. Hujan begini deras. Air sudah sampai ke lutut. Rumah ini seperti
tak beratap. Ini bukan lagi bocor. Ya Tuhan. Dengan apa mesti kita hentikan hujan jahanam ini ?
Terlalu banyak musuh kita. Di darat. Di udara. Tuhan. Tuhan.

Abu : ...

Iyem : Ya, Tuhan. Ya, Tuhan. Kau memang sandal dobol. Bajir. Banjir. Banjiiiir (KELUAR)

ABU TEPEKUR

Yang Kelam : Ini adalah tahun 1960. ini bukan tahun 1919. Dia akan mati pada tahun 1980. Sudah
waktunya kerut ditambah pada dahinya.

Abu : Tobat, apa yang telah kau lakukan ?

Yang Kelam : Menyobek kalender.

Abu : Hilang lagi.


6

ABU TEPEKUR, EMAK MUNCUL

Emak : Kau tidak boleh duduk tepekur dengan wajah kusut seperti itu. Nanti kau lekas tua. Coba lihat.
Apa yang terjadi pada wajahmu ?

Abu : Tiba-tiba matahari menyergap tadi dan memberi coreng pada wajah saya.

Emak : Coba kau tengadah. Nah, ia telah memberikan luka terlalu banyak pada dahimu. Ia telah
melipatkan jumlah yang sebenarnya. Kau menangis. Anakku, kau tak boleh seperti itu.

Abu : Aku telah mencarinya tapi aku tak menemukannya.

Emak : Apa yang telah kau lakukan ?

Abu : Aku telah berusaha mencari ujung dunia.

Emak : Buat apa ?

Abu : Aku perlu ke toko Nabi Sulaiman. Aku mau beli Cermin Tipu Daya.

Emak : Kua pasti belum mendapatkannya.

Abu : Aku tidak mendapatkannya.

Emak : Belum.

Abu : Aku tidak mendapatkan apa-apa.

Emak : Belum. Ah, jangan suka beraduh kesah. Yang sangat kau perlukan sekarang adalah rekreasi
banyak-banyak. Emak bawa oleh-oleh. (TEPUK)

ROMBONGAN LENONG
Raja Jin : Hahaha. Akulah raja jin. Jin Bagdad namaku. Aku telah curi Putri Cina paling ayu. Aku
mau persunting dia jadi permaisuriku.

Putri Cina : Akulah Putri Cina yang malang. Yang baru saja tidur bermimpi di atas ranjang. Mimpi
bercumbu dengan seorang Pangeran dari Jepang. Begitu sedang meluap nafsuku dadanya yang
lapang. Dan tangan Pangeran membelai rambutku yang panjang. Tiba-tiba si bandot Raja Jin dari
Bagdad datang. Tak dinyana ia sekonyong bertengger di jendela, di atas permadani terbang. Aduh
Tuhanku Yang Maha Kuasa, tolonglah hambamu yang maha malang. Dari cengkeraman dan ciuman
Raja Jin yang berkumis panjang.

Raja Jin : He Putri Cina Ayu.

Putri Cina : Tolong.

Raja Jin : He Putri Cina Ayu.

Putri Cina : Tolong.

Raja Jin : Lihatlah bulan di atas sahara dan bintang bertebar bagai pijar bara. Lihatlah daunan kurma
melambai tanpa suara. Dan wahai jernih airnya tenang tak bertara. Itulah semua lambang aku punya
gairah asmara. Kuadukan kini dendam nafsuku tanpa pura-pura. Dihadapanmu he Putri Cina bak Si
Gahara.

Putri Cina : Tolong. Maling.

Raja Jin :Akulah Gatotokoco gandrung.

Putri Cina : Maling.

Raja Jin : Akulah Romeo.

Putri Cina : Maling.

Raja Jin : Akulah Pronocitro.

Putri Cina : Maling.


Raja Jin : Akulah Qais yang dahaga di atas sahara.

Putri Cina : Tolong.

Pangeran : Tenang, tuan-tuan. Tenang ! Jangan tajut. Jangan cemas. Tuan-tuan Pangeran Rupawan
telah berada dihadapan tuan-tuan. Inilah lakon secara bahagia akan diselesaikan dengan pertarungan
seru dan penuh ketegangan. Antara Raja Jin Bagdad dan aku Sang Pangeran Tampan. Tenang tuan-
tuan. Putri Cina Ayu akan kuselamatkan. He hidung belang. Jangan ganggu wanita itu.

Raja Jin : Ha, ini pula ikut campur nafsu orang. Minggir.

Pangeran : Minggir.

Raja Jin : Minggir atau kulempar ke laut Hindia. Atau kau ingin lumat karena kuludahi ? Haha.

Pangeran : Ha ha ha.

Raja Jin : Apa ketawa ? Moncong sekecil itu. Minggir.

Pangeran : Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah rabun matamu ?

Raja Jin : Bah ! Kupanggang kau ! Kusate kau ! Kurebus kau ! Kutumbuk kau !

Pangeran : Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah rabun matamu ?

Raja Jin : Bah ! Gua gampar lu ! Gua palu lu !

Pangeran : Tidak kau lihat apa yang terselip pada pinggangku ? Sudah rabun matamu ?

Raja Jin : Oh, oh, oh Cermin Tipu Daya. Cair aku. Cair aku oleh sinarnya. Tolong. Tolooong.

Putri Cina : Terima kasih, Tuan, terima kasih. Pertolongan tuan menyelamatkan diriku sebagai
perawan. Terima kasih tua, oh saya masih tetap bersih. Tuan, maukah tuan, e e, saya ingin jadi istri
tuan.

Pangeran : Tentu. Tentu. Memang begitulah akhir lakon harus berlaku.


Duet : Senantiasa bahagia berkat Cermin Tipu Daya. Sekali lagi jangan lupa berkat Cermin Tipu daya.

ABU BERSUIT KEMUDIAN BERTEPUK TANGAN DENGAN GEMBIRA

Emak : Semangatmu kembali pulih.

Abu : Aku telah lahir kembali.

Emak : Kau bahkan montok.

Abu : Aku kembali jadi bayi.

Emak : Segar.

Abu : serasa pagi hari. Matahari. Angin pagi. Sisa embun. Udara yang bersih.

Emak : Wajahmu merah karena darah yang padat gairah.

Abu : Aku sedikit pun tak goyah oleh pukulan-pukulan waktu.

Emak : Kau tahu berkat apa ?

Abu : Berkat Emak.

Emak : Tidak begitu. Kau harus menyebutnya berkat harapan.

Duet : Ya berkat harapan. Sekali lagi berkat harapan. Hanya harapan. Peganglah selalu harapan. Obat
mujarab bagi seluruh anggota keluarga. Sekali lagi jangan lupa : Harapan.

Majikan : Abu ! Abu !

Abu : (DIAM)
Majikan : Anjing !

Abu : (MERANGKAK) Ya, Tuan.

Majikan : Anjing !

Abu : Ya, Tuan.

Majikan : Anjing !

Abu : Ya, Tuan.

Majikan : Anjing !

Abu : Ya, Tuan. (MERANGKAK)

Majikan : Ini pesangonmu ! Keluar ! Hancur perusahaan !

10

IYEM MENANGIS MENUBRUK ABU

Iyem : Beras kita habis. Mamat dikeluarkan dari sekolahnya. Si Siti ternyata bunting. Lotre kita tidak
kena lagi.

11

Yang Kelam : Satu-satunya kesalahannya adalah kelahirannya dan ia bernama manusia. Sekiranya
Adam yang satu ini tidak memiliki apa yang di sebut impian, niscaya ia dapat merasa aman. Ia tak
akan tahu apa-apa, tak akan pernah mengalami apa-apa, bahkan apa yang disebut mati. Tetapi
semuanya seperti tinta yang terlanjur tumpah, dan lagi buah Kuldi itu pun Ia sajikan di hadapannya.

**Layar**

BAGIAN KETIGA
Matahari melesat, Bulan berpusing-pusing

GEMURUH MESIN. SEBUAH KANTOR. PEKERJA-PEKERJA

Majikan II : Jadi kau adalah ..-

Abu : Ya, Tuan.

Majikan II : Kau jangan lupa. Kau adalah ..-

Abu : Saya, Tuan.

Majikan II : Apa pun yang terjadi kau adalah ..-

Abu : Saya, Tuan.

Majikan II : Siapa namamu ?

Abu : Abu, Tuan.

Majikan II : Bukan. Kau adalah ..-

Abu : Saya, Tuan.

Majikan II : Hafalkan itu.

Abu : Saya, Tuan.

Majikan II : Bagaimana ?

Abu : ..-

Majikan : Bagus. Berapa jumlahnya ?

Abu : Dua pendek satu panjang.


Majikan II : Bagus. Berapa ?

Abu : Dua pendek satu panjang.

Majikan II : Bagus. Siapa namamu sebenarnya ?

Abu : ..-

Majikan II : Siapa ?

Abu : Dua pendek satu panjang.

Majikan : Bagus (MENEKAN BEL ) Nama siapa ini ?

Abu : Bukan nama saya.

Majikan II : (MENEKAN BEL) Ini siapa ?

Abu : Orang lain.

Majikan II : (MENEKAN BEL) Ini ?

Abu : (KETAWA)

Majikan II : Siapa ?

Abu : Saya, Tuan.

Majikan II : Kenapa ketawa ?

Abu : Gampang.

Majikan II : (MENEKAN BEL)

Abu : Saya, Tuan


Majikan II : (MENEKAN BEL)

Abu : Bukan saya, Tuan.

Majikan II : Siapa ?

Abu : Tak peduli saya.

Majikan II : Kau memang sekrup yang baik. (NGEBEL)

Abu : Saya, Tuan.

Majikan II : (MENEKAN BEL)

Abu : Saya, Tuan.

Majikan II : (MENEKAN BEL)

Abu : Saya, Tuan.

Majikan II : Cukup. Besok kau mulai bekerja.

Abu : Saya, Tuan.

ABU KETAWA. KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM LEWAT. ABU MEMANGGIL
BEL.

Bel : Bagaimana ? Senang ?

Abu : Luar biasa. Banyak kau bantu saya.

Bel : Titik titik setrip

Abu : Ada apa ?


Bel : Tidak apa-apa. Saya hanya ingin memanggil namamu.

Abu : Senang saya.

Bel : Tet tet teeeeet.

Abu :Sangat merdu suaramu.

Bel : Tet tet teeeeet.

Abu : Saya yakin saya akan tetap gesit bekerja sampai umur saya 60 tahun. Selama kau tetap ada
maksud saya.

Bel : Tentu. Saya akan tetap setia membantumu.

Abu : Sejak sekarang saya akan bergantung kepadamu.

Bel : Tentu.

Abu : Suaramu jelas lebih lantang daripada jerit Pak Direktur.

Bel : O ya.

Abu : Dulu waktu saya masih bekerja di percetakan betul-betul sial saya. Hampir setiap jam saya kena
marah.

Bel : Kenapa begitu ?

Abu : Tuan saya dulu mempunyai mulut yang lebar tapi suaranya seperti cicit tikus. Setiap dia
memanggil saya selalu seperti tersumbat lehernya. Tentunya saja saya sangat kerap tidak mendengar
panggilannya dan akibatnya dia marah-marah. Padahal kalau dia tahu diri, satu-satunya yang patut
dimarahi adalah lehernya.

Bel : Lucu juga.

Abu : Tapi menyakitkan. Bel.


Bel : Hm ?

Abu : Saya senang sama kamu.

Bel : Saya harap begitu.

Abu : Kehadiranmu sungguh-sungguh membantu pekerjaan saya. Kau telah membuat saya menjadi
seorang yang gesit. Bel.

Bel : Hm ?

Abu : Saya senang sama kamu.

Bel : Tet tet teeeeet.

Abu : Ada apa ?

Bel : Saya senang sama kamu.

KELOMPOK KAKEK LEWAT. YANG KELAM LEWAT. GEMURUH MESIN ROBOT ABU.
BUNYI BEL.

Abu : Saya, Tuan.

BUNYI BEL

Abu : Saya, Tuan.

BUNYI BEL

Abu : Saya, Tuan.

BUNYI BEL DAN ABU MENARI

4
Iyem : Kita bunuh saja (ABU MELUDAH) Kita bunuh saja (ABU MELUDAH) Kita bunuh saja.

Abu : Siapa ?

Iyem : Entah (IYEM MELUDAH)

Abu : Saya ? (IYEM MELUDAH) Kau. Kita bunuh saja.

Iyem : Orok kita saja.

Abu : Kita harus tahan. Setidaknya satu hari lagi anggap saja puasa.

Iyem : Ini hari kelima. Lapar. Lapar. Lapar. Lapar.

Abu : Jangan hitung.

Iyem : Kita bunuh saja.

Abu : Kelinci yang malang.

Iyem : Kita bunuh saja.

Abu : Matanya.

Iyem : Jangan tatap. Kita bunuh saja. Kita bunuh saja.

Abu : Orok itu akan mati juga.

Iyem : Tapi secara perlahan.

Abu : Anakku yang malang, semoga kau yang terakhir.

Iyem : Tapi dia lahir juga.

Abu : Benih kita menetas.


Iyem : Tapi susuku kering.

Abu : Sekarang perlahan.

Iyem : Jangan bantal itu.

Abu : Kapuknya berceceran.

Iyem : Dengan telapak tangan kita.

Abu : Jangan tekan.

Iyem : Aku usap.

Abu : Aku saja.

Iyem : Aku akan mencium mulutnya.

Abu : Kita hisap nafasnya.

Iyem : Hangatnya.

Abu : Tutup matanya.

Iyem : Perlahan.

Abu : Capung itu menggelepar.

Iyem : Patah sayap-sayapnya.

Abu : Perlahan.

Iyem : Tak henti-henti.

Abu : Kita hisap nafasnya.

Iyem : Hangatnya.
Duet : Kita rampok nafasnya. Kira rampok udaranya. Kita rampok waktunya. Kita rampok hari-
harinya. Kita rampok harapannya.

Abu : Kau jangan menangis.

Iyem : Hangatnya.

Abu : Orok itu pun tidak menangis.

Iyem : Kita harus berterimakasih kepadanya.

Abu : Maka anak itu tidak akan pernah kecapean.

Iyem : Kau jangan menangis. (MENANGIS SANGAT)

Abu : Kau jangan menangis. (MENANGIS SANGAT)

Duet : Beratus-ratus orok kita rampok nafasnya. Yang tinggal sesal dan kesunyian.

GEMURUH MESIN. ROBOT-ROBOT (ABU-ABU), BEL-BE


BUNYI BEL

Koor : ( ROBOT-ROBOT ). Saya, Tuan. (BUNYI BEL) . Saya, Tuan. (BUNYI BEL) . Saya, Tuan.
(BUNYI BEL) . Saya, Tuan. (BUNYI BEL) . Saya, Tuan. (BUNYI BEL) . Saya, Tuan.

BUNYI KENTUT

Koor : Saya, Tuan.

BUNYI BEL

Koor : Inggih . (BUNYI BEL) Inggih. (BUNYI BEL) Inggih. (BUNYI KENTUT) Inggih. (KENTUT)
Inggih. (BEL)
Koor : (CAPEK) Inggih. (BEL) (Sangat CAPEK) Inggih. (BUNYI BEL) (SAKIT) Inggih (BEL)
(SANGAT SAKIT) Inggih (BEL) (SANGAT SAKIT) Inggih ( BEL) (SANGAT SAKIT) Inggih
(BEL) (TAK BERTENAGA) Inggih.

TEROR BERJUTA BEL. ROBOT-ROBOT DITEROR. BEL. RPBPT. REBAH. BEL. ROBOT
DUDUK. BEL. ROBOT BERDIRI DST..

6
Bulan : Ya Abu, hanya sahwatlah hiburan sejati.

KEDUANYA BERPANDANGAN. KEDUANYA NAIK SAHWAT.

Abu : Iyem.

Iyem : Abu.

Abu : Iyem.

Iyem : Abu.

SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING. SERIBU MENGELILINGI


MEREKA.

Seribu Bulan : Menyatu dalam nafas rembulan. Mengisap nafas harum rembulan. Goyang-goyangkan
buah rembulan. (KEDUANYA MERANGKAK MUNDUR) Goyang-goyangkan buah rembulan.
Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan peluh rembulan.

Bulan : Awan sepotong dalam kelabu. Membalut tubuh Adam dan Hawa. Tandas-tandaskan sampai
pun tua. Sebelum musnah dirampok waktu.

Seribu Bulan : Goyang-goyangkan buah rembulan. Pejam-pejamkan mata rembulan. Cecer-cecerkan


peluh rembulan.

SUARA NAFAS BERDESA. SUARA DUA EKOR ANJING.

7
YANG KELAM DENGAN PASUKANNYA DATANG. KAMAR BEDAH.

Yang Kelam : Salibkan ! (ABU DISALIB) Salibkan (IYEM PUN )

Abu : Akan di apakan saya ?

Iyem : Akan di apakan saya ?

Yang Kelam : Kalian selalu terlambat mengetahui. Ini adalah tahun 1974 dan bukan tahun 1919. Ini
adalah saat kalian mengalami keajaiban dunia. Kalian akan menyaksikan karya besar dari Seniman
besar (PADA PASUKANNYA) Yang perempuan dulu. Kurangi rambutnya. (IYEM DICABUTI
RAMBUTNYA. IYEM BERONTAK)

Abu : Kau apakan istri saya ? Kau gila !

Iyem : Luar biasa sakitnya. Kau jangan diam saja. Sakitnya.

Yang Kelam : Berhenti dulu. ( PADA IYEM) Apa yang kau rasakan ?

Iyem : Saya merasa sedang dijerumuskan ke dalam sebuah jurang. Sangat gelap. Sangat dalam.
Sedemikian mengawang tubuh saya meluncur. Serasa tubuh saya terbuat dari bulu jambu

Yang Kelam : Apalagi ?

Iyem : Matahari melesat. Bulan berpusing-pusing.

Yang Kelam : Kerjakan keduanya. Mulai mulai dari tulang-tulang sendinya (ABU DAN IYEM
DIPUKULI. MEREKA BERONTAK) Garap rambutnya. Kurang. Sekarang dahinya. Lengkap
wajahnya. Gorok sedikit lehernya. Jangan lupa giginya ! Sekarang matanya

Iyem : Kita terlalu amat lelah.

Abu : Bukan main. Langit seolah menekan pundak.

Iyem : Tiga orang mayat anak kita.


Abu : Seorang lagi mayat cucu kita.

Iyem : Kita terlalu amat lelah.

Abu : Bukan main, siapa pula menusuk-nusuk ini lutut, pinggang seperti digerogoti semut. Jam
berapa sekarang ? (SERENTAK LONCENG, BEL BERBUNYI. MEREKA BERPACU DENGAN
SANG WAKTU). Kalau begitu kita harus bergegas. Segera.

Iyem : Ke mana ?

Abu : Ikut saja. Pasti gembira.

Iyem : Jauhnya. Kemana ?

Abu : Ikut saja.

Iyem : Saya ingin tahu kemana ?

Abu : Ke ujung dunia.

Iyem : Buat apa ?

Abu : Menjumpai Nabi Sulaiman.

Iyem : Apa perlunya ?

Abu : Membeli sesuatu.

Iyem : Apa ?

Abu : Cermin Tipu Daya.

Iyem : Apa itu ?

Abu : Penangkis segala bala. Pembalas dendam.


Iyem : Kepada siapa ?

Abu : Entah. Setidak-tidaknya pada Sang Waktu.

Yang Kelam : Tangkap. Bawa ke kantor.

Majikan : ..-

Abu : Saya, Tuan.

Majikan : Bersama ini kami semua menyatakan penghargaan atas jasa anda yang telah dengan setia
bekerja disisni. Bersama ini kami menyatakan rasa terima kasih kami atas bantuan anda selama
bekerja disini. Bersama ini kami menyatakan bahwa anda telah mendapat hak pensiun.

10

Emak : Bulan.

Bulan : Iya Mak.

Emak : Yang Kelam.

Yang Kelam : Saya, Mak.

Emak : Pekerjaan kita hampir selesai.

Yang Kelam : Sepuluh putaran lagi, Mak.

BAGIAN KEEMPAT

Abu dan Iyem kehujanan

Abu : Derasnya air hujan.


Iyem : Anginnya, anginnya.

Abu : Derasnya hujan.

Iyem : Anginnya, anginnya.

Abu : Sebagian bernama rahmat.

Iyem : Sebagian lagi sudah laknat.

Abu : Semua pintu tertutup.

Iyem : Mata itu melotot memenuhi jendela.

Abu : Tapi kita harus terus melangkah.

Iyem : Kemana ?

Abu : Ke ujung dunia.

Iyem : Masih jauh ?

Abu : Masih ada waktu.

Iyem : Sampai dimana kita ?

Abu : Sampai di sini.

Iyem : Letihnya. Letihnya.

Abu : Tapi kita tak bisa pulang.

Iyem : Kamu yang salah

Abu : Yang punya rumah yang salah.


Iyem : Tidak. Surat perjanjian sewa rumah yang salah.

Abu : Kita tak akan pernah pulang.

Iyem : Anak-anak pun sudah lenyap entah kemana.

Abu : Sebagian di kubur, sebagian kabur.

Iyem : Kita berteduh.

Abu : Di mana ?

Iyem : Tak penting di mana.

Abu : Seluruh teras toko sudah penuh dengan gelandangan, bekas tetangga kita juga.

Iyem : Itu ada teras restoran cina.

Abu : Lumayan.

Iyem : Babi haram.

Abu : Dulu.

Iyem : Sekarang ?

Abu : Halal. Pohon kita makan.

Iyem : Tanah kita makan.

Abu : Besi kita makan.

Iyem : Kehormatan kita makan.

Abu : Kata kita makan.

Iyem : Kalau babi pun musnah kita makan lengan sendiri, ya ?


Abu : Setuju.

Iyem : Jari-jari sendiri kita sate.

Abu : Kuping sendiri kita goreng.

Iyem : Jempol kita rebus.

Abu : Setuju.

Iyem : Setuju.

Abu : Kenapa senyum ?

Iyem : Nggak. Kenapa ketawa ?

Abu : Lucu.

Iyem : Kenapa ?

Abu : Dulu kamu tidak percaya Cermin Tipu Daya.

Iyem : Dulu tidak ada waktu. Anak-anak selalu bengal. Sekarang aku sudah tua. Sudah waktunya
mencoba percaya.

Abu : Tu dia.

Iyem : Apa ?

Abu : Pelabuhan. Aku tidak mau ke sana. Aku tidak mau ke sana. Aku cape, aku cape. Lalu
bagaimana.

Iyem : Mari kita bunuh diri saja.

Abu : Aku tidak berani.


Iyem : Kalau begitu kita disini saja menadahkan tangan, mengemis meminta- minta.

Abu : Tidak. Kita harus melangkah terus. Harus semakin yakin kita. Kita akan mendapatkannya, tak
peduli apa. Kita lebih dulu harus sampai di ujung dunia.

Iyem : Aku cape, aku cape.

Abu : Surya di atas kepala.

Iyem : Sengatnya, sengatnya.

Abu : Pelu langit betapa asemnya.

Iyem : Ke mana kita ?

Abu : Tanya lagi. Ke toko Nabi Sulaiman.

Iyem : Lebih baik kita hentikan saja permainan ini. Ini permainan anak-anak muda. Tubuh kita terlalu
lembek dan tak akan bisa tahan terhadap sengatan sang surya. Kita berhenti di sini saja. Kita
mengemis saja. Kita akan dapat makan juga.

YANG KELAM MUNCUL LALU MENEMPELENG IYEM. BEBERAPA GELANDANGAN


MENGELILINGI MEREKA. ABU DAN IYEM DIGARI MEREKA DISERET. SUNYI. YANG
KELAM MEMBACA PIAGAM TANPA SUARA. ORKES TANPA SUARA. TEPUK TANGAN
TANPA SUARA.

BAGIAN KELIMA

Pintu

GELANDANGAN UMUMNYA CACAT BADAN. SEMUA MENYUARAKAN NAFAS


MEREKA. MEREKA LAPAR. SANGAT LAPAR. MEREKA HAUS. SANGAT HAUS. SANGAT
CAPE.
A : Mari kita mengheningkan cipta bagi arwah-arwah pahlawan kita yang telah gugur di medan juang.
Mengheningkan cipta mulai. (MUSIK) Mengheningkan cipta selesai. Terima kasih.

MEREKA MENYUARAKAN NAFAS. LAPAR. HAUS. CAPE SEKALI.

B : Mari kita bertempur.

Semua : Mari.

B : Kita bertempur mati-matian.

Semua : Setuju.

B : Kita musnahkan musush kita.

Semua : Setuju.

B : Kita gigit tengkuknya.

Semua : Setuju.

B : Majuuuuu !

Semua : Majuuuuu !

B : Gempuuuuur !

Semua : Gempuuuuur !

B : Serbuuuuu !

Semua : Sipa musuh kita ?

B : Siapa, ya ? (SEMUA KETAWA) Mana kambingnya ?

Semua : Yang hitam warnanya ?


B : Siapa ?

Semua : Malam turun.

B : Kita pun berlindung.

Semua : Siang tiba.

B : Terserak kita.

YANG KELAM KONTROL. GELANDANGAN MENJERIT. YANG KELAM HILANG. SEMUA


MENYANYI BERULANG-ULANG

Semua : Tawur ji tawur. Selamat dawa umur.

G : Horee ! Horee ! (NYANYI HENTI) Saya puara-pura nemu dompet.

Semua : Pura-pura nemu dompet.

G : Tebal sekali.

Semua : Apa isinya ?

.. : Kartu penduduk.

Semua : Siapa punya ?

.. : Tidak bernama. E, ada tulisannya. Alias Subroto.

Semua : Apa lagi isinya ?

.. : Banyak. Surat-surat. Surat-surat.


Semua : ( MARAH) Apa lagi isinya ?

: O iya, sejuta.

Semua : Begitu, dong.

.. : Tapi saya punya.

Semua : (MARAH) Apa ?

.. : Saya punya.

Semua : (MARAH) Bilang lagi !

.. : Bukan kalian punya.

Semua : Apa ? Perampok !

Abu : Iyem. Iyem (KELOMPOK KAKEK LEWAT DENGAN KOOR. IYEM IKUT
DIBELAKANGNYA) Sendiri. Persetan ! Itu pasti pintu gua itu.

GELANDANGAN MUNCUL. MEREKA BARU SAJA MAKAN DAGING MENTAH. MEREKA


MEROKOK PENUH ASAP.

.. : Serang !

Semua : Maju !

.. : Gempur !

.. : Jangan beri ampun !

.. : Siapa musush kita ?


Semua : Brengsek ! (TERTAWA)

Abu : Siapa kamu ? (H MENGGELENGKAN KEPALA) Bisu ? (H MENGGELENGKAN


KEPALA) Lalu siapa kamu ? (H MENGGELENGKAN KEPALA) Siapa kamu ?

Semua : Abu.

Abu : Sedang apa kalian ?

Semua : Mencari kambing hitam.

Abu : Persetan buat apa ? Setelah kalian temukan pangkal kemelaratan kalian, lalu kalian cincang-
cincang, setelah puas kalian muntahkan, dendam purba itu, apa yang kalian dapatkan ? Bahkan kalian
habiskan tenaga sia-sia. Persoalannya sangat menyakitkan sekali ; kenapa kalian terlempar kesini ?
Barangkali sunyi yang mendorong Ia menciptakan kita.

Semua : Kenapa ?

Abu : Kita dikutuk !

Semua : Kenapa ?

Abu : Sunyi biang keladinya.

Semua : Kenapa ?

Abu : Tak ada waktu untuk Kenapa. Lebih baik kalian ikut saja. Kita pergi menuju kaki langit.

Semua : Kemana ?

Abu : Ke ujung dunia.

Semua : Ke mana ?
Abu : Ke toko Nabi Sulaiman.

Semua : Buat apa ?

Abu : Untuk membebaskan kita dari kutuk ini.

Semua : Bahagia.

Abu : Ya itu nama khasiatnya.

Semua : Setuju.

Abu : Kita berangkat sekarang. Kita seberangi samudera itu. Sudah kulihat pintu gua itu.

Semua : Kami setuju.

Abu : Kita masuki gua itu. Kita pungut pusaka itu.

Semua : Ya.

Abu : Kita berangkat.

Semua : Kita berangkat.

Abu : Pintu gua.

Semua : Ya.

Abu : Kita berangkat.

Semua : Kita berangkat.

Abu : Pintu gua.

Semua : Ya.

Abu : Ada pintu yang lain.


Semua : Ya.

Abu : Kita masuki.

Semua : Ya.

Abu : Ada pintu yang lain.

Semua : Ya.

Abu : Kita masuki.

Semua : Ya.

Abu : Ada pintu yang lain.

Semua : Ya.

Abu : Kita masuki.

Semua : Ya.

Abu : Ada pintu yang lain.

Semua : Ya.

Abu : Kita masuki.

Semua : Ya. (SUNYI)

Abu : Itu dia.

Semua : Pintu.

Abu : Itu dia.


Semua : Pintu.

Abu : Itu dia.

Semua : Pintu.

Abu : Itu dia.

Semua : Pintu.

Abu : Itu dia.

Semua : Pintu.

Abu : Itu dia.

Semua : Semuanya pintu.

Abu : Semuanya cahaya.

Semua : Semuanya pintu.

Abu : Cermin Tipu Daya.

Semua : Pintu. Pintu. Pintu.

Abu : Cahaya.

Semua : Pintu.

Abu : Mak !

Semua : Mak !

Abu : Mak !

Semua : Mak !
Abu : Emak datang ! Emak datang !

Semua : Emak datang ! Emak datang !

BERSAMA ABU MEREKA GEMBIRA.SEMUANYA BERPESTA. EMAK, YANG KELAM, DAN


BULAN MUNCUL. ABU MENGUCAPKAN PIDATO. SEBELUMNYA IA MENDAPATKAN
MAHKOTA DARI EMAK.

Yang Kelam : (SETELAH MENYERAHKAN CERMIN TIPU DAYA) ini adalah tahun 1980, dan
bukan tahun 1919 sudah waktunya kau mati.

SEMUA BERTEPUK TANGAN. MUNCUL BEL DENGAN GOLOKNYA. EMAK


MENMBAKKAN PISTOLNYA KE ARAH ABU DAN MENYERETNYA. HIRUK RIUH
SEMUANYA BERTEPUK TANGAN MENGIKUTI ABU YANG DISERET.

HAMPIR BERSAMAAN KELOMPOK KAKEK DAN JENAZAH ABU LEWAT. IYEM DI


BELAKANG. SEMUANYA LARUT DALAM KOOR. CAHAYA MENYUSUT. SANDIWARA
BERAKHIR DENGAN AWAL ADEGAN PERTAMA.

TAMAT

Anda mungkin juga menyukai