MAKALAH
“Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Telaah Apresiasi Prosa”
Oleh kelompok
Dosen pembimbing
SUCI MAIZA,SS,M.pd.
2020
1
BAB II
PEMBAHASAN
Karya sastra dibangun oleh unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik (intrinsic)
adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur ekstrinsik (extrinsic) adalah
unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi
bangunan atau sistem organisme karya sastra. (Nurgiyantoro, 2010:23).
A. Unsur Intrinsik
Menurut Mahayana (2006:244), pendekatan intrinsik pada dasarnya sama dengan analisis
struktural. Karya sastra dianggap di dalamnya mempunyai sejumlah elemen atau peralatan
yang saling berkaitan dan masing-masing mempunyai fungsinya sendiri. Pendekatan intrinsik
mencoba menjelaskan fungsi dan keterkaitan elemen (unsur) atau peralatan itu tanpa
menghubungkannya dengan faktor di luar itu, seperti biografi pengarang, latar belakang
penciptaan, atau keadaan dan pengaruh karya sastra kepada pembacanya
Adapun pendekatan objektif menempatkan karya sasrta yang akan diteliti atau dianalisis
itu sebagai objeknya. Mengingat karya sastra yang menjadi objeknya mempunyai unsur-
unsurnya yang satu dengan lainnya tidak dapat dilepaskan, maka unsur-unsur itulah yang
hendak diuraikan pada pendekatan objektif. Masalah subjektivitas peneliti, seperti perasaan
suka atau tidak suka terhadap pengarangnya, temanya, atau gaya bahasanya, disisihkan. Lalu
apa yang dimaksud dengan unsur-unsur bahasa itu dan bagaimana melihat fungsinya masing-
masing? Dalam puisi, larik, bait, diksi, atau majas, citraan, dan sarana retorika lain, dianggap
sebagai unsur-unsur pembangunnya. Dalam drama, unsur-unsur itu, antara lain, dialog, latar,
tokoh, alur, dan tema. Unsur novel, antara lain, tokoh, alur, latar, tema, sudut pandang, dan
pencerita.
2
Unsur intrinsik menurut Nurgiyantoro (2005 : 23) adalah unsur-unsur yang membangun
karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya
sastra. Unsur-unsur yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Peristiwa dalam karya fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari, selalu
diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban peristiwa mampu
menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban
peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa mampu menjalin suatu cerita disebut dengan
tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu disebut dengan penokohan
(Aminuddin 1987 : 79).
Nurgiyantoro (2005: 176-194), menerangkan bahwa peran tokoh-tokoh cerita dalam sebuah
karya fiksi dapat dibedakan kedalam beberapa jenis. Berdasarkan perbedaan sudut pandang dan
tinjauan, seorang tokoh dapat dibedakan yakni :
1. Segi peranan
a) Tokoh Utama adalah tokoh yang diutamakan penceritanya dalam cerita pendek yang
bersangkutan
b) Tokoh Antagonis adalah tokoh yang penyebab terjadinya konflik atau pelaku negatif
2. Segi perwatakannya
a) Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi atau watak
tertentu
3
b) Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi
kehidupannya, sisi kepribadian dan jati dirinya.
a) Tokoh statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan atau
perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi
b) Tokoh berkembang adaalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan
perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa dan plot atau alur yang dikisahkan
a) Tokoh tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan
lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan
b) Tokoh netral adalah tokoh cerita yang beriksistensi demi ceritaa itu sendiri.
Tokoh dalam cerita selalu memiliki watak-watak tertentu. Menurut Aminuddin (1987 :
80-81), dalam upaya memahami watak pelaku, pembaca dapat menelaahnya lewat (1) Tuturan
pengarang terhadap karakteristik pelakunya (2) Gambaran yang diberikan pengarang lewat
gambaran lingkungan kehidupannya maupun caranya berpakaian, (3) Menunjukkan bagaimana
perilakunya, (4) Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri, (5) Memahami
bagaimana jalan pikirannya, (6) Melihat bagaimana tokoh lain berbincang tentangnya, (7)
Melihat bagaimana tokoh yang lain itu memberikan reaksi terhadapnya, dan (8) Melihat
bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.
4
2. Plot/Alur
Plot/Alur merupakan unsur cerita fiksi yang penting, bahkan tak sedikit orang yang
menanggapinya sebagai yang terpenting diantara berbagai unsur cerita fiksi yang lain.
Stanton (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 113) mengemukakan bahwa Plot / Alur adalah cerita yang
berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa
yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Penampilan peristiwa demi peristiwa yang hanya mendasarkan diri pada urusan waktu
saja belum merupakaan Plot. Agar menjadi sebuah Plot, peristiwa-peristiwa ini haruslah diolah
dan disiasati secara kreatif, sehingga hasil pengolahan dan penyiasatannya itu sendiri merupakan
suatu yang indah dan menarik, khususnya dalam kaitannya dengan karya fiksi yang bersangkutan
secara keseluruhan.Setiap cerita mempunyai plot yang merupakan satu kesatuan tindak. Menurut
Nurgiyantoro (2005 : 153-163) plot dapat dikategorikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda
berdasarkan sudut-sudut tinjauan dan kriteria yaitu :
Urutan waktu yang dimaksud adalah waktu terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan
dalam karya fiksi yang bersangkutan. Macam-macam plot berdasarkan urutan waktu yaitu :
Dengan kriteria jumlah dimaksudkan sebagai banyaknya plot cerita yang terdapat dalam sebuah
karya fiksi. Macam-macam plot berdasarkan kriteria jumlah yaitu :
1. Plot tunggal
2. Plot sub-sub plot
5
c) Berdasarkan kriteria kepadatan
1. Plot padat
2. Plot longgar
1. Plot peruntungan
2. Plot tokohan
3. Plot pemikiran
Loban dkk (dalam Aminuddin 1987 : 84 – 85) menggambarkan gerak tahapan alur cerita
seperti halnya gelombang-gelombang itu berawal dari : (1) ekposisi, (2) komplikasi, atau intrik-
intrik awal yang akan berkembang menjadi konflik hingga menjadi konflik, (3) klimaks, (4)
relevasi atau penyikatan tabir suatu problema, dan (5) denovement atau penyelesaian yang
membahagiakan, yang dibedakan dengan catastrophe, yakni penyelesaian yang menyedihkan ;
dan solution yakni penyelesaian yang masih bersifat terbuka karena pembaca sendirilah yang
dipersilakan menyelesaikan lewat daya imajinasinya.
3. Latar / Setting
Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 216) setting atau latar disebut juga sebagai landas
tumpu, mengarah pada pengertian tempat, waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya
peristiwa-peristiwa yang diceritakan.
Unsur latar setting atau dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu: (1) Latar tempat
adalah menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. (2)
6
Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi. (3) Latar sosial adalah latar yang menyarankan pada hal-
hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi (Nurgiyantoro, 2005 : 227-233).
4. Tema
Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiyantoro, 2005:68), tema merupakan gagasan dasar
yang merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang
terkandung didalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan-
persamaan atau perbedaan-perbedaan. Sedangkan menurut Aminuddin (1987 : 91), untuk
memahami tema, pembaca terlebih dahulu harus memahami unsur-unsur signifikasi yang
membangun suatu cerita menyimpulkan makna yang dikandungnya, serta mampu
menghubungkannya dengan tujuan penciptaan pengarangnya.
Menurut Aminuddin (1987 : 92). Dalam upaya pemahaman tema, pembaca perlu memperhatikan
beberapa langkah-langkah berikut :
2) Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca
3) Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang
dibaca
4) Memahami plot ataau alur cerita dalam prosa fiksi yang dibaca
5) Menghubungkan pokok-pokok pikiran yang satu dengan lainnya yang disimpulkan dari
satuan –satuan peristiwa yang terpapar dalam suatu cerita
7
8) Menafsirkan tema dalam cerita yang dibaca serta menyimpulkannya dalam satu dua
kalimat yang diharapkan ide dasar cerita yang dipaparkan yang pengarangnya.
5. Gaya Bahasa
Menurut Booth (dalam Nurgiyantoro, 2005:249) sudut pandang (point of view) merupakan teknik
yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya,
untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca. Sedangkan menurut Abrams (dalam
Nurgiyantoro, 2005:248) Point of view adalah cara dan atau pandangan yang dipergunakan
pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang
membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Sudut pandang adalah cara atau pandangan yang digunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah
karya sastra (Abrams, 1981 : 142). Terdapat beberapa jenis sudat pandang.
Pengarang bercerita tentang keseluruhan kejadian atau peristiwa terutama yang menyangkut diri
tokoh. Tokoh utama sebagai pemapar cerita pada umumnya mempunyai kesempatan yang luas
untuk menguraikan dan menjelaskan tentang dirinya, perasaannya dan pikirannya.
8
2) Pengarang sebagai tokoh sampingan
Orang yang bercerita dalam hal ini adalah seorang tokoh sampingan yang mencerikan peristiwa
yang bertalian, terutama dengan tokoh utama cerita. Sesekali peristiwa itu juga menyangkut
tentang dirinya sebagai pencerita.
Pengarang sebagai orang ketiga yang berada di luar cerita bertindak sebagai pengamat sekaligus
sebagai narator yang menjelaskan peristiwa yang bersangkutan serta suasana perasaan dan
pikiran para pelaku cerita.
Pemain yang bertindak sebagai pelaku utama cerita dan sekaligus sebagai narator yang
menceritakan tentang orang lain di samping tentang dirinya, biasanya keluar masuk cerita, suatu
ketika ia terlibat dalam cerita, tetapi ketika yang lain, ia bertindak sebagai pengamat yang berada
di luar cerita.
7. Amanat
Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan oleh pengarang. Amanat utama harus
merujuk pada tema. Pesan moral lainnya dapat ditemukan tersebar dalam cerita.
2.Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik menurut Nurgiyantoro (2005 : 23) adalah unsur-unsur yang berada di
luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun atau sistem organisme
karya sastra. Atau, dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita
sebuah karya sastra, namun sendiri tidak ikut menjadi bagian di dalamnya. Walaupun demikian,
unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan.
Wellek dan Werren (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 24) mengatakan bahwa unsur ekstrinsik
terdiri dari sejumlah unsur antara lain :
9
1. Biografi Pengarang, Keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup dapat mempengaruhi karya tulisnya dengan kata lain
pengarang juga akan turut menentukan corak karya yang dihasilkannya.
2. Psikologi,Psikologi baik yang berupa psikologi pengarang (yang mencakup proses
kreatifinya), psikologi pembaca, maupun penerapan prinsip psikologi dalam karya dapat
mempengaruhi sebuah karya fiksi.
3. Keadaan Lingkungan Pengarang, Keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik
dan sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra.
4. Pandangan hidup suatu bangsa, berbagai karya seni yang lain dapat mempengaruhi
terhadap karya sastra.
Sumber:
Mahayana, S. Maman. 2006. Bermain Dengan Cerpen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Nurgiyantoro, Burhan. 2005, Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta. PN. Gajah Mada Press.
Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan: Sejarah, Teori, Metode dan Pendekatan.
Yogyakarta: Lamalera.
10