Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sastra adalah sebuah seni yang diciptakan oleh manusia berdasarkan daya

imajinasi. Imajinasi merupakan daya berpikir atau angan-angan manusia. Daya bepikir

dengan imajinasi tinggi akan mampu menghasilkan sebuah karya sastra. Karya satra lahir

karena adanya keinginan dari pengarang untuk mengungkapkan ide, gagasan, dan pesan

tertentu yang diilhami oleh imajinasi dan realitas sosial budaya pengarang. Karya sastra

merupakan fenomena sosial budaya yang melibatkan kreativitas manusia. Karya sastra

lahir dari pengekspresian pengalaman yang telah ada dalam jiwa pengarang secara

mendalam melalui proses imajinasi (Nurgiyantoro, 2010: 57).

Sebuah penelitian yang membicarakan tentang maju tidaknya atau tinggi

rendahnya sebuah kebudayaan tidak hanya ditilik dari karya-karya atau tulisan ilmiah

yang dihasilkannya. Tetapi, penilaian tentang hal tersebut dapat juga dilakukan dengan

melihat karya-karya sastra yang dihasilkan oleh masyarakat yang bersangkutan. Kita

tidak perlu harus terjun masuk ke dalam masyarakat untuk mengetahui kebudayaan suatu

masyarakat. Penelitian dapat dilakukan dengan cara menggali karya-karya fiksi, seperti

buku-buku sastra atau novel. Hal inilah yang membuat perkembangan sastra tidak bisa

dipisahkan dengan pola kehidupan dan pola pikir masyarakatnya. Cara masyarakat untuk

hidup dan bertingkah laku dalam kehidupan sosial mereka bisa sangat mempengaruhi

seorang penulis dalam merefleksikan pemikirannya tentang suatu masalah yang kemudian

bisa diwujudkan dalam suatu kreasi yang kemudian layak disebut sebagai suatu karya

sastra. Dan hal yang serupa juga terjadi pada perkembangan sastra di Indonesia.

Novel adalah suatu bentuk karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai

unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik. Atau definisi novel adalah novel yaitu suatu bentuk

dari sebuah karya sastra, novel merupakan kisah atau cerita fiksi dalam bentuk

tulisan/kata-kata dan memiliki unsur instrinsik dan juga unsur ekstrinsik.


Sebuah novel biasanya mengisahkan atau menceritakan tentang kehidupan

manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan juga sesamanya. Di dalam sebuah

novel, biasanya si pengarang berusaha semaksimal mungkin untuk mengarahkan si

pembaca kepada berbagai macam gambaran realita kehidupan melalui cerita yang

terkandung di dalam novel tersebut

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk reduplikasi dalam novel Sunset Bersama Rosie karya tere-liye?

2. Bagaimana makna reduplikasi dalam novel Sunset Bersama Rosie karya Tere-
Liye?

1.3 tujuan penelitian

1. Mendeskripsikan bentuk bentuk reduplikasi dalam novel Sunset Bersama Rosie


karya Tere-Liye

2. Mengkaji makna reduplikasi dalam novel Sunset Bersama Rosie karya Tere-Liye.

1.4 Manfaal penelitian

1. Menambah wawasan mengenai penggunaan reduplikasi dalam novel Sunset


Bersama Rosie karya Tere-Liye,

2. Dapat menambah pengetahuan dalam menganalisis wacana dalam novel sehingga


dapat mengetahui penggunaan reduplikasi dalam novel Sunset Bersama Rosie karya
Tere-Liye.

3. penelitian ini di harapkan dapat memberikan sumbangsi pemikiran bagi pengembangan

ilmu sastra ,khususnya dibidang ilmu sastra


BABII

KAJIAN TEORI

2.1 Tinjauan Mengenai Sastra


Kesusastraan merupakan ungkapan-ungkapan fakta artistik dan imajinatif sebangai
manifestasi kehidupan manusia dan kehidupan efek yang positif terhadap kehidupan manusia
(esten, 1979:9).
Kesusastraan dalam kamus besar bahasa indonesia (alwi. 2001:882) adalah karya tulis yang
dibangdingkan dengan karya lain memiliki ketentuan,keaslian keartistikkan,keindahan dalam isi
ungkapanya. Untuk melengkapi pengertian tentang sastra maka, wellek (1995:3) mengemukakan
bahwa sastra atau kesusastraan adalah sastra sebagai suatu kegiatan yang kreatif sebuah karya
seni. Artinya adalah kegiatan kreatif yang memanfaatkan bahasa sebagai medianya. Jadi
kesusastraan adalah pengetahuan mengenai hasil seni bahasa perwujudan getaran dalam bentuk
tulisan
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa sastra atau
kesusastraan suatu karya seni yang ditulis dengan menggunakan bahasa sebagai medianya sastra
dapat digunakan sebagai panutan hidup karena memuat nilai-nilai, perasaan, pengalaman, ide-
ide, semangat, keyakinan dan kepercayaan.

2.2 pengertian novel

Ada beberapa pendapat ahli mengenai novel. Pendapat-pendapat tersebut ada yang menyamakan

pengertian antara novel dan roman. Ada juga yang membedakanya. Diantara pendapat-pendapat

tersebut adalah sebagai berikut

Novel merupakan cerita menengah yang menggambarkan realitas kehidupan yang masuk

akal dengan menengahkan tokoh heroik beserta perubahan nasibnya dan terbagi dalam beberapa

episode kehidupan (Herman J. Waluyo, 2002: 36-37).


Sementara itu, Jassin dalam Zulfahnur (1996:67) mengatakan bahwa novel menceritakan

suatu kejadian yang luar biasa dari tokoh cerita, dimana kejadian-kejadian itu menimbulkan

pergolakan batin yang mengubah perjalanan nasib tokohnya.

Lebih lanjut Nugraheni Eko Wardani (2009: 15) mengemukakan bahwa novel adalah

fiksi yang mengungkapkan cerita tentang kehidupan tokoh dengan problematika dan nilai-

nilainya yang mencari nilai otentik dalam dunianya. Novel terdiri dari 50.000 kata atau lebih.

Menurut Semi, Atar bahwa pengertian novel adalah mengungkapkan suatu konsentrasi

kehidupan pada suatu saat tegang dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel merupakan karya

fiksi yang menampilkan aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa novel adalah suatu

cerita fiksi yang menggambarkan kisah hidup tokoh heroik melalui rangkaian peristiwa yang

kompleks dan mengubah nasib tokoh tersebut yang tersusun lebih dari 50.000 kata.

2.3 Unsur-Unsur Novel

Menurut Herman J. Waluyo (2002: 141-225), unsur pembangun novel meliputi: tema

cerita, alur cerita, penokohan (perwatakan), sudut pandang pengarang, setting, adegan, latar

belakang, bahasa, dan dialog.

Lebih lanjut Burhan Nurgiyantoro (2010: 23-320) memberikan pendapat mengenai

unsur-unsur novel yang meliputi: unsur intrinsik (tema, cerita, plot, penokohan, pelataran,

penyudutpandangan, bahasa, moral) dan unsur ekstrinsik (unsur yang berada di luar karya

sastra).

2.3.1 Unsur Intrinsik Novel


Menurut Burhan Nurgiyantoro (2010: 23-320), unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang

membangun karya sastra itu sendiri. Unsur tersebut meliputi tema, alur/plot, tokoh dan

perwatakan, latar/setting, titik pengisahan, gaya pengarang dan amanat.

a. Tema

Gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari suatu karya sastra disebut tema. Atau

gampangnya, tema adalah sesuatu yang menjadi dasar cerita, sesuatu yang menjiwai cerita, atau

sesuatu yang menjadi pokok masalah dalam cerita. Tema merupakan jiwa dari seluruh bagian

cerita. Tema dalam banyak hal bersifat “mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa,

konflik serta situasi tertentu, termasuk pula berbagai unsur intrinsik yang lain.

b. Alur atau plot

Adalah jalinan cerita yang dibuat oleh pengarang dalam menjalin kejadian secara

beruntun atau rangkaian/jalinan antar peristiwa/lakuan dalam cerita. Sebuah cerita sebenarnya

terdiri dari berbagai peristiwa yang memiliki hubungan sebab-akibat. Jalinan sebab-akibat itu

yang dinamakan alur/plot.

c. Tokoh dan perwatakan

Tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang mengalami peristiwa-peristiwa

atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya tokoh berwujud manusia, namun

dapat pula berwujud binatang atau benda yang diinsankan.

Penokohan merupakan penggambaran suatu watak tokoh dalam sebuah novel.

Pengenalan watak dari tiap-tiap pelaku.

d. Latar atau Setting


Latar atau setting adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, suasana dan

lingkungan sosial yang terdapat dalam cerita. Latar berguna untuk memperkuat tema, plot, watak

tokoh dan membangun suasana cerita.

e. Titik Pengisahan atau Sudut Pandang

Titik pengisahaan disebut juga sudut pandang atau juru cerita adalah kedudukan

pengarang dalam bercerita. Hal ini bukan berarti pengarang menceritakan kehidupan pribadinya,

tetapi pengarang menceritakan cerita rekaannya dalam posisi sebagai juru cerita.

f. Gaya

Gaya pengarang dalam mengungkapkan idenya menjadi susunan peristiwa yang disebut

cerita adalah cara-cara khas dari pengarang dalam menyusun bahasa, mengggambarkan tema,

menyusun plot, menggambarkan karakter atau watak, menentukan setting dan memberikan

amanat. Setiap pengarang memiliki gaya masing-masing yang hampir berbeda satu sama lainnya.

Gaya Bahasa adalah caara pengarang dalam mengungkapkan suatu pengertian dalam

kata, kelompok kata atau kalimat. Gaya bahasa sesungguhnya muncul berdasarkan niat

pengarang memperjelas uraiannya dengan bantuan imajinasi, disamping agar ingin pembaca

mampu menerima nilai-nilai yang sama yang ada dalam bahasa yang dilontarkannya. Gaya

bahasa yang digunakannya bisa personifikasi, metafora, alegori, sinekdok atau apa saja.

g. Amanat

Adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Amanat dalam cerita

bisa berupa nasihat, anjuran, atau larangan untuk melakukan/tidak melakukan sesuatu. Yang

jelas, amanat dalam sebuah cerita pasti bersifat positif.

2.3.2 Unsur Ekstrinsik Novel


Menurut Burhan Nurgiantoro (2000:23), unsur-unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang

berada di luar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem

organisme karya sastra.

Sedangkan Suyono (2007:178), unsur ekstrinsik novel adalah unsur luar yang

membangun novel. Yang termasuk unsur luar novel adalah latar belakang pengarang, wilayah

atau tempat terciptanya novel, dan ideologi pengarang yang terkandung dalam novel.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa unsur ekstrinsik adalah

unsur luar yang secara langsung atau tidak langsung membangun novel. Unsur luar novel terdiri

dari latar belakang pengarang, wilayah atau tempat terciptanya novel, dan ideologi pengarang

yang terkandung dalam novel.

2.4 Pengertian Reduplikasi Menurut Para Ahli

 Pengulangan kata adalah proses pembentukan kata dengan mengulang bentuk dasar,baik

secara utuh maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak.

(Soedjito,1995:109)

 Proses pengulangan atau reduplikasi ialah pengulangan satuan gramatik, baik

seluruhnya maupun sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. (Ramlan,

1985: 57)

 Proses pengulangan merupakan pristiwa pembentukan kata dengan jalan mengulang

bentuk dasar, baik seluruhnya maupun sebagian, baik bervariasi fonem maupun tidak,

baik berkombinasi dengan afiks maupun tidak. (Muslich,1996: 48)

 Proses reduplikasi yaitu pengulangan satuan gramatikal, baik seluruh maupun

sebagiannya, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengelulangan disebut kata

ulang, satuan yang diulang merupkan bentuk dasar. (Solichi, 1996: 9)


2.5 Jenis-Jenis Reduplikasi

Kata yang terbentuk dari hasil proses pengulangan dikenal dengan nama kata ulang.

Chaer (2006:286) membagi kata ulang berdasarkan hasil pengulangannya, yaitu

1. Kata ulang utuh atau murni

Kata ulang utuh atau murni merupakan kata ulang yang bagian perulangannya sama

dengan kata dasar yang diulangnya. Dengan kata lain, kata ulang utuh atau murni terjadi apabila

sebuah bentuk dasar mengalami pengulangan seutuhnya. Kata ulang utuh di bagi menjadi

dua,yaitu:

a. Kata yang diulang berupa kata dasar.

· Jalan menjadi jalan-jalan

· Ciri menjadi ciri-ciri

· Muda menjadi muda-muda.

b. Kata yang diulang berupa kata berimbuhan.

· Perumahan menjadi perumahan-perumahan

· Perkebunan menjadi perkebunan-perkebunan

· Kebaikan menjadi kebaikan-kebaikan.

2. Kata ulang berubah bunyi

Kata ulang berubah bunyi merupakan kata ulang yang bagian perulangannya mengalami

perubahan bunyi, baik itu perubahan bunyi vokal maupun bunyi konsonan. Kata ulang jenis ini

terjadi apabila ada pengulangan pada seluruh bentuk dasar, namun terjadi perubahan bunyi.

Kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi vokal:

Contoh :
· bolak-balik

· gerak-gerik

· kelap-kelip

Kata ulang berubah bunyi yang mengalami perubahan bunyi konsonan

Contoh :

· sayur-mayur

· lauk-pauk

· ramah-tamah.

3. Kata ulang sebagian

Kata ulang sebagian merupakan pengulangan yang dilakukan atas suku kata pertama dari sebuah

kata. Dalam pengulangan jenis ini, vokal suku kata pertama diganti dengan vokal e.

Contoh :

· Laki menjadi lelaki,

· Luhur menjadi leluhur,

· Pohon manjadi pepohonan

· Dan saji menjadi sesaji.

4. Kata ulang berimbuhan

Kata ulang berimbuhan merupakan bentuk pengulangan yang disertai dengan pemberian

imbuhan. Chaer (2006:287) membagi kata ulang berimbuhan berdasarkan proses

pembentukannya menjadi tiga, yaitu

a. Sebuah kata dasar mula-mula di beri imbuhan kemudian baru diulang, umpamanya kata

aturan-aturan
b. Sebuah kata dasar mula-mula diulang kemudian baru diberi imbuhan, misalnya kata lari yang

mula-mula diulang sehingga menjadi lari-lari kemudian diberi awalan ber- sehingga menjadi

berlari-lari

c. sebuah kata diulang sekaligus diberi imbuhan, umpamanya kata meter yang sekaligus diulang

dan diberi awalan ber- sehingga menjadi bentuk bermeter-meter.

5. Kata Ulang sebagian

Kata ulang sebagaian adalah kata ulang yang di bentuk dari pengulangan sebagian daru bentuk

dasar.

Contoh:

· Berdesakan menjadi berdesak-desakan

· Berjalan menjadi berrjalan-jalan

· Menulis menjadi menulis-nulis

· Tumbuhan menjadi tumbuh-tumbuhan

6. Kata ulang semu

Kata ulang seemu adalah kata ualang yang menurut bentuknya tergolong kata ulang, tetapi

sebenarnya bukan kata ualang sebab tidak ada dasar ulang.

Contoh :

· Kupu-kupu

· Kura-kura

· Paru-paru

· Gado-gado

2.6 Pembagian Reduplikasi Atau Proses Pengulangan


Dalam bahasa Indonesia, reduplikasi merupakan mekanisme yang penting dalam
pembentukan kata, disamping afiksasi, komposisi dan akronimisasi. Lalu, meskipun reduplikasi
terutama adalah masalah morfologi, masalah pembentukan kata, tetapi tampaknya ada juga
reduplikasi yang menyangkut masalah fonologi, masalah sintaksis dan masalah semantik.
1. Reduplikasi fonologis
Reduplikasi fonologis berlangsung terhadap dasar yang bukan akar atau terhadap bentuk
yang statusnya lebih tinggi dari akar. Status bentuk yang diulang tidak jelas dan reduplikasi
fonologis ini tidak menghasilkan makna gramatikal, melainkan menghasilkan makna leksikal.
Yang termasuk reduplikasi fonologis ini adalah bentuk-bentuk seperti:
- Kuku, dada, pipi, cincin, dan sisi. Bentuk-bentuk tersebut 'bukan' berasal dari ku, da, pi, cin,
dan si. Jadi , bentuk-bentuk tersebut adalah sebuah kata yang bunyi kedua suku katanya sama.
- Foya-foya, tubi-tubi, sema-sema, anai-anai, dan ani-ani. Bentuk-bentuk ini memang jelas
sebagai bentuk ulang, yang diulang secara utuh. Namun, 'bentuk' dasarnya tidak berstatus
sebagai akar yang mandiri. Dalam bahasa Indonesia kini tidak ada akar foya, tubi, sema, anai,
dan ani.
2. Reduplikasi Sintaksis
Reduplikasi sintaksis adalah proses pengulangan terhadap sebuah dasar yang biasanya
berupa akar, tetapi menghasilkan satuan bahasa yang statusnya lebih tinggi daripada sebuah kata.
Kridalaksana (1989) menyebutnya menghasilkan sebuah ‘ulangan kata’, bukan ‘kata ulang
3. Reduplikasi Semantis
Reduplikasi semantis adalah pengulangan “makna” yang sama dari dua buah kata yang
bersinonim. Misalnya ilmu pengetahuan, alim ulama, cerdik cendekia kata ilmu dan kata
pengetahuan memiliki makna yang sama kata alim dan ulama juga memiliki makna yang sama.
Demikian juga kata cerdik dan cendekia.
Termasuk ke dalam bentuk ini adalah bentuk-bentuk seperti segar bugar, muda belia, tua
renta, gelap gulita, dan kering mersik. Namun, bentuk-bentuk seperti ini dalam berbagai buku
tata bahasa dimasukkan ke dalam kelompok reduplikasi berubah bunyi (dwilingga salin suara).
Memang bentuk segar bugar perubahan bunyinya masih bisa dikenali, tetapi bentuk muda belia
dan kering mersik tidak tampak sekali bahwa unsur pertama berasal dari unsur kedua atau
sebaliknya.
2.7 Macam-Macam Cara Pengulangan

1. Pengulangan seluruh

Pengulangan seluruh ialah pengulangan seluruh bentuk dasar, tanpa perubahan fonem

dan tidak berkombinasi dengan dengan proses pembubuhan afiks. Misalnya:

- sepeda : sepeda-sepeda
- kebaikan : kebaikan-kebaikan
- pembangunan : pembangunan-pembangunan
- pengertian : pengertian-pengertian
2. Pengulangan sebagian

Pengulangan sebagian ialah pengulangan sebagian dari bentuk dasarnya Apabila bentuk
dasar itu berupa bentuk kompleks, kemungkinan-kemungkinan bentuknya sebagai berikut :

a. Bentuk meN-. Misalnya


mengambil => mengambil-ambil
membaca => membaca-baca
menjalankan => menjalan-jalankan
mempertunjukkan => mempertunjuk-tunjukkan
Pada kata meN- tidak diulang pada ambil yang kedua karena bentuk asal kata mengambil-

ambil adalah ambil, berawal dengan vokal. Berbeda halnya dengan mengemas-ngemasi. Di sini,

nasal morfem meN- diulang pada ngemasi karena bentuk asal mengemas-ngemasi berawal

dengan konsonan. Bentuk asalnya bukan emas melainkan kemas.

b. Bentuk di – . Misalnya :
diusai => diusai-usai
ditarik => ditarik-tarik
c. Bentuk ber–. Misalnya :
berjalan => berjalan-jalan
bermain => bermain-main
d. Bentuk ter–. Misalnya :
terbatuk => terbatuk-batuk
terbetur => terbentur-bentur
e. Bentuk ber –an. Misalnya :
berhamburan => berhambur-hamburan
berjauhan => berjauh-jauhan
f. Bentuk –an. Misalnya :
minuman => minum-minuman
tumbuhan => tumbuh- tumbuhan
g. Bentuk ke–. Misalnya :
kedua => kedua-dua
ketiga => ketiga-tiga
3. Pengulangan yang berkombinasi dengan proses pembubuhan afiks
Dalam golongan ini bentuk dasar diulang seluruhnya dan berkombinasi dengan proses
pembubuhan afiks, maksudnya pengulangan itu terjadi bersama-sama dengan proses
pembubuhan afiks dan bersama-sama pula mendukung satu fungsi. Misalnya kata ulang kereta-
keretaan. Berdasarkan petunjuk penentuan bentuk dasar nomor 2, ialah bahwa bentuk dasar itu
selalu berupa satuan yang terdapat dalam penggunaan bahasa, dapat ditentukan bahwa bentuk
dasar bagi kata ulang kereta-keretaan dan bukan *keretaan, mengingat satuan *keretaan tidak
terdapat dalam pemakaian bahasa. Yang menjadi masalah, bagaimana proses terbentuknya
bentuk dasar kereta menjadi kereta-keretaan.
Dari faktor arti, pilihan pertama tidak mungkin. Pengulangan bentuk dasar kereta menjadi
kereta-kereta menyatakan makna ‘banyak’, sedangkan pada kereta-keretaan bermakna ‘sesuatu
yang menyerupai apa yang tersebut pada bentuk dasar’. Jelaslah bahwa satu-satunya
kemungkinan ialah pilihan pertama : kata kereta-keretaan terbentuk dari bentuk dasar kereta
yang diulang dan mendapat afiks –an
Beberapa contoh lain, misalnya :
anak => anak-anakan
rumah => rumah-rumahan
Pengulangan dan pembubuhan afiks pada bentuk dasarnya juga terjadi pada :
hitam => kehitam-hitaman
merah => kemerah-merahan
luas => seluas-luasnya
dalam => sedalam-dalamnya
4. Pengulangan dengan perubahan fonem
Kata ulang yang termasuk golongan ini hanya sedikit. Disamping bolak-balik terdapat kata
kebalikan, sebaliknya, dibalik, membalik. Dari perbandingan itu, dapat disimpulkan bahwa kata
bolak-balik dibentuk dari bentuk dasar balik yang diulang seluruhnya dengan perubahan fonem,
ialah dari /a/ menjadi /o/, dan dari /i/ menjadi /a/.
Contoh lain misalnya :
gerak => gerak-gerik
robek => robak-rabik
serba => serba-serbi
Pada gerak-gerik terdapat perubahan fonem, dari fonem /a/ menjadi /i/; pada robak-rabik
terdapat perubahan fonem /o/ menjadi /a/ dan fonem /e/ menjadi /a/ dan /i/; pada serba-serbi
terdapat perubahan fonem /a/ menjadi /i/.
Perubahan fonem juga terdapat pada perubahan fonem konsonan. Misalnya :
lauk => lauk-pauk
ramah => ramah-tamah
sayur => sayur-mayur

Anda mungkin juga menyukai