Anda di halaman 1dari 99

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Novel

2.1.1 Pengertian Novel

Novel merupakan salah satu karya fiksi. Novel berasal dari bahasa Latin

novellus yang juga diturunkan dari kata novies yang berarti baru. Dikatakan

baru karena novel lahir setelah adanya karya-karya sastra lain sebelum novel itu

ada. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 969) Novel adalah karangan

panjang berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang

dengan orang lain disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap

pelaku. Hal ini berarti, novel merupakan karangan yang berisikan paparan atau

rangkaian kehidupan manusia dengan berbagai permasalahan dalam ceritanya.


Sumarjo dan Saini (1988: 29) mengemukakan, Novel merupakan suatu

cerita dengan (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks,

suasana cerita yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula. Namun

ukuran luas disini juga tidak mutlak demikian, karena bisa juga yang luas hanya

salah satu unsur fiksinya saja, misalnya temanya, karakter, setting, dan lain-

lainnya hanya satu saja.


Terkait novel sebagai karya sastra, Tarigan (2011: 167) mengemukakan

bahwa Novel adalah suatu cerita prosa yang bersifat fiktif dalam panjang

tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak, serta adegan kehidupan nyata yang

representatif dalam suatu alur atau keadaan yang kacau atau khusus. Dengan kata

lain, novel dapat dikatakan sebagai cerita rekaan yang melukiskan kehidupan

1
2

tokoh dengan berbagai konflik yang terjadi di dalamnya, seperti yang terjadi pada

kenyataan sehari-hari.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa novel

adalah suatu cerita rekaan yang menggambarkan kisah hidup tokoh dalam

rangkaian peristiwa yang kompleks. Novel merupakan cerita rekaan hasil

imajinasi seorang pengarang yang menggunakan bahasa sebagai medianya, dan


12
dituangkan ke dalam bentuk tulisan.

2.1.2 Unsur Intrinsik Novel

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri. Unsur intrinsik novel merupakan unsur-unsur yang secara langsung turut

serta membangun cerita, unsur tersebut meliputi, tema, tokoh dan penokohan,

alur, latar, sudut pandang, bahasa atau gaya bahasa.

Sebuah novel harus lengkap dan utuh. Artinya, sebuah novel harus

memenuhi berbagai unsur intrinsik. Jakob dan Saini (1994: 37) menjelaskan

bahwa, Unsur intrinsik yaitu, peristiwa (alur/plot), tokoh cerita (karakter), tema

cerita, suasana (mood dan atmosfer cerita), latar cerita (setting), sudut pandang

cerita (point of view), dan gaya bahasa (style) pengarangnya. Lebih lanjut Tarigan

(2009: 180) menyatakan bahwa, Yang mencakup unsur fisik yaitu, (1) tema, (2)

sudut pandang, (3) tokoh, (4) alur, dan (5) bahasa.

Unsur intrinsik yang dikemukakan oleh Jakob dan Saini, dan Tarigan pada

dasarnya memiliki kesamaan. Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan

bahwa unsur intrinsik novel terdiri dari: peristiwa (alur/plot), tokoh cerita
3

(karakter), tema cerita, suasana (mood dan atmosfer cerita), latar cerita (setting),

sudut pandang cerita (point of view), dan gaya bahasa (style).

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis paparkan unsur intrinsik

novel secara ringkas sebagai berikut.

(1) Alur dan Tahapan Alur


Alur merupakan unsur fiksi yang penting, bahkan banyak orang

menganggap alur sebagai unsur fiksi yang terpenting dibandingkan dengan unsur

fiksi lainnya. Alur atau disebut juga plot merupakan rangkaian peristiwa yang

memiliki hubungan sebab akibat sehingga menjadi kesatuan yang padu dan utuh.

Sebuah cerita selalu memiliki awal dan akhir, antara awal dan akhir itulah

terbentuknya alur.
Stanton dalam Nurgiyantoro (2010: 113) menyatakan bahwa, Plot adalah

cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan

secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa

yang lain. Lebih lanjut Keny dalam Nurgiyantoro (2010: 113) mengemukakan

bahwa, Plot sebagai peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang

tidak bersifat sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu

berdasarkan kaitan sebab akibat. Artinya, setiap peristiwa dalam sebuah karya

sastra itu sangat berkaitan, antara peristiwa satu dengan peristiwa lainnya saling

mendukung.
Dari pengertian di atas, terlihat bahwa alur (plot) adalah rangkaian peristiwa

dalam karya sastra yang memiliki hubungan sebab akibat untuk mencapai efek

tertentu. Misalnya dimaksudkan untuk menjaga suspense cerita, dan untuk

mencari efek kejutan.


4

Peristiwa-peristiwa dalam alur dapat diklasifikasikan menjadi tahapan-

tahapan. Beberapa ahli membuat berbagai jenis tahapan alur, namun semuanya

mengacu pada arah yang sama. Hal ini sejalan dengan Tarigan (2011: 127) yang

berpendapat bahwa, Tahapan alur dalam sebuah cerita rekaan terdiri atas: (1)

eksposisi, (2) komplikasi, (3) resolusi, (4) klimaks. Artinya, sebuah cerita novel

selalu diawali dengan paparan, diikuti dengan terjadinya komplikasi dari berbagai

paparan tersebut, kemudian ada solusi dari komplikasi yang terjadi yang

menghasilkan klimaks dari sebuah cerita tersebut.


Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alur dari sebuah

novel dimulai dengan sebuah eksposisi atau paparan mengenai tokoh, dan latar,

kemudian terjadi kerumitan dengan munculnya berbagai konflik, dilanjutkan

dengan resolusi, kemudian terjadi peristiwa yang merupakan puncak dari cerita

itu.

(2) Tokoh Cerita

Tokoh cerita adalah sosok yang mengalami berbagai peristiwa yang terjadi

dalam sebuah karya fiksi.Tokoh digambarkan beraneka ragam berdasarkan sifat

dan kedudukan tokoh yang dibutuhkan untuk mencapai efek tertentu.


Tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya

naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010: 165). Dengan

kata lain, segala sesuatu yang diekspresikan oleh tokoh cerita itu memiliki kualitas

moral yang dapat menimbulkan berbagai penafsiran dari pembacanya.


Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita dapat dibedakan berdasarkan pemerannya

atau watak yang diperankannya. Berdasarkan perannya tokoh dibagi menjadi


5

tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh yang memiliki peranan penting di

dalam suatu cerita disebut tokoh inti, sedangkan tokoh yang memiliki peranan

tidak penting, hanya melengkapi dan menduduki pelaku utama disebut tokoh

tambahan (Aminuddin, 2013: 79-80). Artinya, tokoh cerita terbagi ke dalam

beberapa kelompok disesuaikan dengan kebutuhan dari cerita itu sendiri.


Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh

protagonis dan tokoh antagonis. Menurut Altenbernd dan Lewis Tokoh

protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer

disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai

yang ideal dengan kita (Nurgiyantoro, 2010 : 178). Tokoh antagonis merupakan

tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tidak

langsung, bersifat fisik maupun batin. Tokoh antagonis merupakan tokoh yang

menyebabkan terjadinya konflik, ketegangan dalam sebuah cerita fiksi.


Tokoh cerita memiliki watak masing-masing yang digambarkan oleh

pengarangnya. Tokoh-tokoh itu memiliki watak yang sama dengan manusia pada

umumnya, seperti baik, jahat, jujur, pembohong, sabar, berani, pengecut, licik, dan

lain-lain. Watak para tokoh seperti itu sengaja dibuat oleh pengarang untuk

mendukung cerita sehingga dapat tersaji menjadi lebih menarik.


Berdasarkan pendapat di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tokoh

dapat dibedakan berdasarkan peran dan wataknya. Berdasarkan perannya tokoh

terbagi menjadi tokoh inti dan tokoh tambahan, berdasarkan wataknya tokoh

dapat dibedakan menjadi tokoh protagonis dan tokoh antagonis.

(3) Latar

Latar atau setting disebut juga sebagai landas tumpu, menyaran pada

pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya


6

peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010: 216).

Latar dalam karya fiksi terbagi ke dalam latar fisik dan latar spiritual. Latar fisik

itu sendiri meliputi latar tempat, waktu, dan suasana.


Latar dalam karya fiksi tidak terbatas pada penempatan lokasi-lokasi

tertentu, atau sesuatu yang bersifat fisik saja, tetapi juga yang berwujud tata cara,

adat istiadat, kepercayaan, dan nilai-nilai yang berlaku di tempat yang

bersangkutan. Hal-hal tersebut merupakan latar spiritual (spiritual setting). Latar

spiritual adalah nilai-nilai yang melingkupi dan dimiliki oleh latar fisik (Keny

dalam Nurgiyantoro, 2010: 219). Maksudnya, latar spiritual merupakan latar yang

memiliki nilai-nilai tertentu, seperti latar budaya yang dapat memberikan efek

tertentu pada sebuah cerita.


Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa latar merupakan

seluruh keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana, sebagai lokasi dan

situasi yang melingkupi tokoh-tokoh dalam karya sastra. Dengan kata lain, latar

merupakan salah satu unsur intrinsik dalam karya sastra yang sangat berpengaruh

terhadap kualitas dari karya sastra itu sendiri.

(4) Sudut pandang (Point of view)

Sudut pandang dalam karya fiksi menyoalkan siapa yang menceritakan, atau

dari posisi mana (siapa) peristiwa dan tindakan itu dilihat. Sudut pandang

merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana

untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk

cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca (Abrams dalam Nurgiyantoro,

2010: 248). Sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat,

yang sengaja dipilih pengarang untuk mengungkapkan gagasan ceritanya.


7

Sudut pandang cerita itu sendiri secara garis besar dapat dibedakan ke

dalam dua macam: persona pertama, first person, gaya aku, dan persona ketiga,

third person, gaya dia. Jadi, dari sudut pandang aku dan dia, dengan

berbagai variasinya, sebuah cerita dikisahkan (Nurgiyantoro, 2010: 249).

Artinya, pengarang dapat menggunakan berbagai sudut pandang pada karyanya,

seperti sudut pandang aku sebagai sudut pandang orang pertama, dan sudut

pandang dia sebagai sudut pandang orang ketiga.


Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa

sudut pandang atau point of view merupakan cara atau pandangan pengarang

sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa

yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.

(5) Gaya Bahasa

Istilah gaya di angkat dari istilah style yang berasal dari bahasa latin dan

mengandung arti leksikal alat untuk menulis, dalam karya sastra istilah gaya

mengandung pengertian cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya

dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta mampu

menuansakan makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan

emosi pembaca (Aminudin, 2013: 72). Dengan demikian, dalam menganalisis

stile harus memperhatikan (1) pilihan kata dari setiap pengarang (2) penataan kata

dalam kalimatnya, dan (3) nuansa makna serta suasana penuturan yang di

tampilkannya (Aminudin 2013: 73). Gaya berhubungan erat dengan pengarang

dalam menampilkan gagasan-gagasannya, melalui gaya pengarang dapat

mengespresikan ide, pengalaman, dan pengetahuannya. Maksudnya, setiap

pengarang selalu memiliki gaya yang berbeda dalam bentuk penyampainnya


8

sehingga akan ditemukan keunikan dan kekhasan pengarang dalam

penciptaannya.
Stile atau gaya bahasa sebuah novel, mencakup seluruh penggunaan unsur

bahasa dalam novel. Dengan demikian, unsur stile berupa berbagai unsur yang

mendukung terwujudnya bentuk lahir pengungkapan bentuk bahasa tersebut.

Leech dan Short mengatakan bahwa Unsur stile (stilistics catogones) terdiri dari

unsur (katagori) leksikal, gramatikal, bahasa figuratif, konteks dan kohesi

(Nurgiyantoro, 1981: 75-80). Maksudnya, stile merupakan unsur terbentuknya

berbagai ungkapan dalam bentuk bahasa yang terdapat pada sebuah karya sastra.
Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa stile atau gaya

bahasa merupakan cara pengucapan bahasa prosa atau bagaimana seseorang

pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan dikemukakan dalam sebuah karya

sastra yang dibuatnya.

(6) Tema

Tema adalah ide sebuah cerita, mencari arti novel pada dasarnya adalah

mencari tema yang terkandung di dalam cerita novel tersebut. Stanton dan Keny

menyatakan bahwa, Tema (theme) adalah makna yang terkandung dalam sebuah

cerita (Nurgiyantoro, 2010: 67). Dengan kata lain, tema merupakan gagasan

utama yang terdapat dalam sebuah cerita.


Lebih lanjut ahli lain mengatakan bahwa, Tema adalah pandangan hidup

yang tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai-nilai

tertentu yang membentuk atau membangun dasar gagasan utama dari suatu karya

sastra (Brook dalam Tarigan, 2011: 25). Maksudnya, tema merupakan pokok

pikiran yang memiliki nilai-nilai tertentu dalam membangun sebuah karya sastra.
9

Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tema adalah

pandangan hidup yang tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau

rangkaian nilai-nilai tertentu yang membentuk atau gagasan utama dari suatu

karya sastra. Dengan kata lain, tema merupakan sebuah inti dari karya sastra yang

memiliki nilai-nilai dan tujuan tertentu.

2.1.3 Unsur Ekstrinsik Novel

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra itu,

tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya

sastra. Secara lebih khusus dikatakan juga sebagai unsur-unsur yang

mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi

bagian di dalamnya. Walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup berpengaruh

terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Dikatakan demikian karena,

unsur ektrinsik tidak tercantum langsung seperti layaknya unsur intrinsik, unsur

ekstrinsik hadir secara tersirat dalam sebuah karya sastra.

Seperti unsur intrinsik, unsur ekstrinsik juga terdiri dari sejumlah unsur.

Unsur-unsur ekstrinsik antara lain adalah keadaan subjektivitas individu

pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang

kesemuanya itu akan mempengaruhi karya sastra yang ditulisnya (Wellek dan

Werren dalam Nurgiyantoro, 2010: 24). Unsur intrinsik berikutnya adalah

psikologi. Psikologi pengarang sangat berpengaruh terhadap tingkat kreativitasnya

hasil karyanya. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan

sosial juga akan berpengaruh terhadap karya sastra.


10

Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa unsur ekstrinsik

merupakan unsur pembangun karya sastra yang tidak kalah pentingnya

dibandingkan dengan unsur intrinsik dalam membangun karya sastra. Dengan

demikian, unsur ekstrinsik juga sangat berperan penting terhadap kualitas dari

sebuah karya sastra.

2.2 Unsur Stile

2.2.1 Pengertian Stile

Unsur stile hadir bertolak dari adanya asumsi tentang bahasa yang

mempunyai peranan penting dalam sebuah karya sastra. Sebuah karya sastra tidak

bisa lepas dari bahasa. Keindahan sebuah karya sastra sebagian besar disebabkan

kemampuan penulis dalam mengeksploitasi bahasa sebagai media dari karya

sastra.

Stile lahir dari bahasa, sehingga stile dianggap jembatan untuk memahami

bahasa dan sastra. Stile diharapkan dapat dijadikan sebagai penghubung dalam

membangun hubungan antara bahasa dan sastra. Stile adalah cara pengucapan

bahasa dalam prosa atau cara sorang pengarang mungungkapkan sesuatu yang

akan dikemukakan (Abrams dalam Nurgiantoro 2010: 276). Stile di tandai oleh

ciri-ciri formal kebahasaan seperti pilihan kata, struktur kalimat, bentuk-bentuk

bahasa figuratif dan penggunaan kohesi (Leech & Short dalam Nurgiantoro 2010:

276). Artinya, stile merupakan kajian yang bersumber dari bahasa sebagai media

dari sebuah karya sastra.


11

Stile adalah cara pengucapan bahasa dalam prosa, Kajian stile dalam

sebuah novel dilakukan dengan menganalisis unsur-unsurnya, sehingga dapat

mengetahui kontribusi masing-masing unsur untuk mencapai efek estetis dan

unsur yang dominan (Nurgiantoro, 2010: 289). Unsur stile terdiri dari unsur

fonologi, sintaksis, leksikal, retorika (rhetorical, yang berupa karakteristik

penggunaan bahasa figuratif, pencitraan) (Abrams dalam Nurgiantoro 2010: 289),

dengan demikian stile mengkaji berbagai tanda, tidak hanya mengkaji tentang

gaya bahasa figuratif, tetapi juga mengkaji unsur fonologi, sintaksis dan leksikal.

Stile merupakan cara seorang pengarang menyampaikan gagasannya

dengan menggunakan media bahasa yang indah dan harmonis serta menuansakan

makna dan suasana yang dapat menyentuh daya intelektual dan emosi pembaca

(Aminuddin 2013: 72). Analisis dari pendekatan stile tidak hanya tertuju pada

analisis pemakaian gaya bahasa yang indah dan menarik, tetapi juga tehadap

kehandalan penulis dalam mengekspresikan gagasan lewat bahasa secara kreatif.

Unsur stile terdiri dari unsur leksikal, garamatikal, figures of speech, dan konteks

dan kohesi (Leech dan Short dalam Nurgiantoro 2010: 289). Dengan demikian,

analisis stile sangat penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kualitas

karya sastra itu di lihat dari penggunaan bahasanya.

Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa stile merupakan

cara penggunaan bahasa dari seseorang dalam konteks tertentu dan untuk tujuan

tertentu. Analisis stile dapat dilakukan terhadap berbagai tanda linguistik yang

terdapat dalam sebuah karya tulis, baik itu karya sastra maupun karya tulis ilmiah.

Akan tetapi analisis stile lebih banyak dilakukan untuk menganalisis karya sastra.
12

Hal itu terjadi karena bahasa dalam sebuah karya sastra sangat beragam, dan

sangat memperhatikan unsur keindahan.

2.2.2 Hal-hal yang Dianalisis dengan Pendekatan Stile

Kaitannya dengan karya sastra, kajian stile digunakan sebagai metode

teknik analisis yang memberikan informasi tentang karakteristik khusus suatu

karya sastra. Melalui kajian stile ini, diharapkan dapat memperoleh hasil yang

memenuhi kriteria objektivitas dan keilmiahan. Pada kritik sastra, prosedur

analisis yang digunakan dalam kajian stile, di antaranya analisis leksikal, analisis

gramatikal, analisis figuratif, analisis kohesi yang di paparkan dalam karya sastra.

Unsur stile terdiri dari unsur leksikal, garamatikal, figures of speech, dan konteks

dan kohesi (Leech dan Short dalam Nurgiantoro 2010: 289). Dengan kata lain,

analisis stile dapat mengkaji unsur bahasa, baik itu bahasa karya sastra maupun

bahasa dalam karya ilmiah.

(1) Unsur Leksikal

Unsur leksikal yang dimaksud sama pengertiannya dengan diksi, yaitu

yang mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih

oleh pengarang. Masalah ketepatan itu sendiri secara sederhana dapat

dipertimbangkan dari segi bentuk dan makna, yaitu untuk mendukung tujuan

estetis karya sastra. Dengan demikian pengarang mampu mengomunikasikan

makna, pesan, dan mengungkapan gagasan dalam karya sastra.

Analisis ini mengacu pada penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja

dipilih oleh pengarang. Masalah pemilihan kata dapat melalui pertimbangan-


13

pertimbangan formal tertentu pertama pertimbangan fonologis dan kedua

pertimbangan mode (Chapman dalam Nurgiantoro 2010: 290). Pertimbangan

fonologis, misalnya untuk kepentingan alitrasi, irama, dan efek bunyi tertentu,

khusus digunakan dalam karya puisi sedangkan pertimbangan segi mode, bentuk,

dan makna yang dipergunakan sebagai sarana mengkonsentrasikan gagasan.

Pemilihan kata dalam karya satra berperan penting untuk mencapai efek

estetis yang di inginkan. Contoh Jam berapa?, Kenapa?ada apa?. Pemilihan

kata pada kalimat tersebut tergolong pada kalimat interogratif karena pada kalimat

tersebut menggunakan kata tanya berapa, kenapa, dan apa. Dengan demikian,

untuk memperoleh efek yang diinginkan dalam karya sastra dapat digunakan

pemilihan kata yang tepat sehingga ada keterpaduan cerita.

(2) Unsur Gramatikal

Analisis unsur Gramatikal menyaran pada pengertian struktur kalimat.

Pengarang dapat mengkreasikan bahasa dengan bentuk kalimat yang dipengaruhi

oleh pilihan kata. Secara formal memang tak ada batas berapa jumlah kata yang

seharusnya dalam sebuah kalimat (Chapman dalam Nurgiantoro 2010: 293).

Sehingga ada berbagai bentuk penyimpangan kebahasaan, termasuk

penyimpangan struktur kalimat.

Penyimpangan struktur kalimat itu sendiri dapat bermacam-macam

wujudnya mungkin berupa pembalikan, pemendekan, pengulangan, penghilangan

unsur tertentu, dan lain-lain yang kesemuanya tentu dimaksud untuk mendapatkan

efek estetis tertentu disamping itu juga untuk menekankan pesan tertentu
14

(Nurgiantoro 2010: 293). Ada tidaknya penyimpangan struktur kalimat merupakan

salah satu unsur yang dapat dikaji jika bermaksud menganalisis unsur gramatikal

dalam karya sastra.

Analisis kalimat disamping bentuk-bentuk penyimpangan di atas dapat

dilakukan dengan cara-cara berikut, baik diambil sebagian maupun seluruh

(Nurgiantoro, 2010: 294).

1. Kompleksitas kalimat: sederhana atau komleks struktur kalimat yang

digunakan, bagaimana keadaannya secara keseluruhan? berapakah jumlah

kata perkalimat? Bagaimanakah variasi variasi penampilan struktur kalimat

yang sederhana dan kompleks itu?


2. Jenis kalimat: jenis kalimat yang dipergunakan kalimar deklaratif (kalimat

yang menyatakan sesuatu), kalimat impertaif (kalimat yang mengandung

makna perintah atau larangan), kalimat interogratif (kalimat yang

mengandung makna pertanyaan), kalimat minor (kalimat yang tak lengkap

fungtor-fungtornya).
3. Jenis klausa dan frase: klausa dan frase yang menonjol, sederhana atau

komplek. Jenis klausa dan frase dibatasi yang paling dominan.

Dari kutipan diatas, terlihat bahwa unsur gramatikal selain penyimpangan

struktur kalimat juga menganalisis kompleksitas kalimat, jenis kalimat, dan jenis

klausa dan frase.

Penyimpangan struktur kalimat dapat diungkapkan dalam bentuk kalimat

yang berbeda-beda sehingga diperoleh nilai estetis. Contoh redup senja masih

menghunus sisa-sisa cahaya matahari. Jenis kalimat tersebut merupakan kalimat


15

deklaratif karena kalimat tersebut menyatakan sesuatu yang berisi informasi di

sore hari.

(3) Unsur Retorika

Analisis retorika merupakan suatu cara penggunaan bahasa untuk

memperoleh efek estetis. Pengungkapan bahasa dalam karya sastra mencerminkan

sikap dan perasaan pengarang untuk mempengaruhi perasaan pembaca yang

tercermin dalam nada. Unsur stile berwujud retorika meliputi penggunaan bahasa

figuratif (figurative languange) dan wujud pencitraan (imageri) (Abrams dalam

Nurgiantoro 2010: 296). Analisis ini mengacu pada pemajasan, penyiasatan

struktur, dan pencitraan.

Pemajasan (figure of trought) merupakan teknik pengungkapan bahasa,

penggayabahasaan, yang maknanya tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata

yang mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan, makna yang

tersirat. Majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan

maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan.

Pengarang banyak yang memanfaatkan majas (gaya bahasa) untuk

menjelaskan gagasan pada karya sastra hasil karangannya. Pengarang

memanfaaatkan gaya bahasa untuk memberikan nilai estetika yang tinggi terhadap

hasil karya yang dibuatnya. Gaya bahasa adalah cara pengucapan bahasa dalam

prosa, atau bagaimana seorang pengarang mengungkapkan sesuatu yang akan

dikemukakan (Abrams dalam Nurgiyantoro, 2010: 276). Dengan demikian,

untuk memberikan nilai keindahan pada sebuah karya sastra, pengarang banyak

menggunakan majas (gaya bahasa).


16

Lebih lanjut Dale dalam Tarigan (2009: 4) mengemukakan, gaya bahasa


adalah bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan
jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal lain
yang lebih umum. Secara singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat
mengubah serta menimbulkan konotasi tertentu.

Dengan demikian, sebuah karya sastra akan terasa lebih indah apabila

dalam paparan ceritanya menggunakan majas (gaya bahasa). Majas dapat

memberikan efek estetis dan nilai lebih pada sebuah karya sastra.

Gaya bahasa adalah cara pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas

yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa). Sebuah

gaya bahasa yang baik harus mengandung tiga unsur berikut: kejujuran, sopan

santun, dan menarik (Keraf dalam Tarigan, 2009: 5). Dengan demikian, seorang

pengarang harus mampu mengungkapkan gagasan dengan menggunakan gaya

bahasa yang jujur, sopan, dan menarik demi menghasilkan karya sastra yang

bagus dan memiliki nilai keindahan dalam segi pengungkapan bahasa.

Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa gaya bahasa

merupakan cara pengungkapan bahasa dalam prosa, yang menjadi suatu ciri khas

seorang pengarang untuk memberikan kesan keindahan pada hasil karyanya.

Dengan kata lain, gaya bahasa merupakan suatu ciri khas seorang pengarang

dalam mengungkapkan gagasannya dalam sebuah karya sastra untuk memberikan

efek keindahan.

Pengarang banyak yang memanfaatkan gaya bahasa untuk menjelaskan

gagasan pada karya sastra hasil karangannya. Pengarang memanfaaatkan gaya

bahasa untuk memberikan nilai estetika yang tinggi terhadap hasil karya yang

dibuatnya. Bentuk pengungkapan yang menggunakan bahasa kias (majas)


17

jumlahnya relatif banyak. Bentuk-bentuk gaya bahasa (majas) antara lain,

perbandingan, pertentangan, pertautan, dan pengulangan.

Gaya bahasa perbandingan adalah gaya bahasa kiasan yang menyamakan

sesuatu hal dengan hal lain menggunakan kata-kata pembanding seperti, laksana,

bagai, bak, dan lain-lain. majas perbandingan merupakan majas yang

membandingkan suatu hal dengan hal lain menggunakan kata pembanding.

Contoh perjalanan hidup manusia laksana sungai yang mengalir menyusuri

tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak kedalamannya, yang rela

menerima segala sampah, dan yang akhirnya berhenti ketika bertemu dengan

laut. Dari contoh tersebut terlihat hal yang dibandingkan, yaitu perjalanan hidup

manusia dengan sungai yang mengalir. Majas atau gaya bahasa yang termasuk ke

dalam gaya bahasa perbandingan yaitu, gaya perumpamaan, metafora,

personifikasi, depersonifikasi, alegori, antitesis, pleonasme, tautologi, perifrasis,

antisifasi, dan koreksio.

Selain gaya bahasa perbandingan juga terdapat gaya bahasa pertentangan.

Gaya bahasa pertentangaan yaitu gaya bahasa yang menggunakan kata-kata yang

berlebihan. Contoh sempurna sekali, tiada kekurangan suatu apapun. Dari contoh

tersebut terlihat hal yang sangat berlebihan, karena sudah kita ketahui bahwa yang

namanya sempurna itu tidak ada sedikitpun kekurangan namun dalam kalimat

tersebut masih diungkapkan dengan cara yang berlebihan. Gaya bahasa

pertentangan terdiri dari gaya bahasa hiperbola, litotes, ironi, oksimoron,

paronomasia, paralepsis, zeugma dan lain-lain.


18

Kelompok gaya bahasa lainnya yaitu gaya bahasa pertautan. Gaya bahasa

pertautan ialah gaya bahasa yang menggunakan nama suatu barang bagi sesuatu

barang lain dan berkaitan. Contoh terkadang pena justru lebih tajam daripada

pedang. Dari contoh tersebut terlihat bahwa sebuah pena yang dikaitkan dengan

pedang, padahal antara pena dengan pedang itu sangat berbeda. Gaya bahasa

pertautan terdiri dari metonomia, sinekdoke, alusio, eufemisme, efonim, efifet dan

lain-lain.

Selain gaya bahasa perbandingan, pertentangan, pertautan, ada juga gaya

bahasa perulangan. Gaya bahasa perulangan ialah gaya bahasa yang mengalami

perulangan bunyi, suku kata, frase, atau bagian kalimat yang dianggap penting

untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai.

Contoh : Kura-kura dalam perahu

Sudah gaharu cendana pula

Pura-pura tidak tahu

Sudah tahu bertanya pula

Dari contoh tersebut terlihat ada beberapa pengulangan bunyi sehingga disebut

majas perulangan. Majas perulangan terdiri dari majas aliterasi, asonansi,

antanaklasis, kiasmus, epizeukis, tautotes, anafora dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari sekian banyak

majas dapat dikelompokan ke dalam empat kelompok yaitu perbandingan,

pertentangan, pertautan, dan perulangan. Dengan demikian, seorang pengarang

dapat menggunakan berbagai jenis majas (gaya bahasa) yang terbagi ke dalam
19

empat kelompok, untuk memberikan efek lebih dan nilai keindahan pada sebuah

karya sastra yang dibuatnya.

(4) Unsur kohesi

Analisis Kohesi merujuk pada penghubung antarunsur sebuah teks yang

menghubungkan makna dan referensi. Hubungan semantik merupakan bentuk

hubungan yang esensial dalam kohesi yang mengaitkan makna-makna dalam

sebuah teks (Halliday dan Hasan dalam Nurgiantoro 2010: 306). Penanda kohesi

yang berupa kata-kata tugas seperti, kemudian, sedang, tetapi, namun, melainkan,

dan sebagainya. Sedangkan penghubung antar kalimat jadi, dengan demikian,

akan tetapi, oleh karena itu, di samping itu. Penggunaan penanda kohesi dalam

karya fiksi haruslah tetap mendukung kejelasan hubungan makna.

Kohesi mengenal adanya adanya prinsip (reduction), yaitu yang

memungkinkan kita untuk menyingkat apa yang akan disebut kembali atau untuk

menghindari pengulangan bentuk yang sama (Leech dan Short dalam

Nurgiantoro, 2010: 307). Penyingkatan atau pengurangan dilakukan jika sesuatu

yang dituturkan sebelumnya panjang sehingga menyebabkan tidak efisien dan

efektif. Jadi, penyingkatan dan penggantian dapat terjadi pada penggunaan bentuk

persona.

Wujud kohesi yang merupakan penyingkatan dan pengulangan, misalnya

pada penggunaan kata mereka pada contoh berikut.

Lihatlah, berjuta-juta manusia yang mengiringi kami mereka ini belum


lelah dengan dosa-dosanya. Pandanglah tangis mereka. Kami ingin mereka
tetap menangis. Karena memang demikian kehendak mereka. Jangan
sampai tangis mereka diubah menjadi kebahagiaan oleh kesucian Wisraw
dan Sukesi, yang kini sudah diambang sastra jendra. (Anak Bajang
Menggiring Angin, dalam Nurgiantoro 2010: 308).
20

Kata mereka diatas untuk menggantikan kelompok kata yang relatif

panjang yaitu berjuta-juta manusia yang mengiringi kami, jadi kata mereka

berfungsi untuk mempersingkat penutur.

Dari berbagai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, hal-hal yang

dianalisis dengan menggunakan pendekatan stile dapat bersifat leksikal (diksi,

frekuensi penggunaan kelas kata tertentu), gramatikal (tipe struktur kalimat),

retorika (majas, penyiasatan struktur, citraan), dan kohesi. Dengan demikian, stile

merupakan kajian yang menganalisis berbagai unsur-unsur kebahasaan yang

terkandung dalam sebuah karya.

2.3 Pembelajaran Sastra

2.3.1 Tujuan Pembelajaran Sastra

Menurut Moody yang dijelaskan kembali oleh Waluyo (2002: 170),

Tujuan pembelajaran sastra dapat dibagi menjadi empat, yaitu informasi, konsep,

perspektif, dan apresiasi. Pertama yaitu informasi, yaitu tujuan yang berkaitan

dengan pemahaman pengetahuan dasar tentang sastra. Menurut Waluyo (2002:

49), Informasi yang perlu ditanyakan dalam aspek ini antara lain tentang apa itu

sastra; unsur-unsur yang membangun karya sastra; siapa pengarangnya; di mana

karya itu diciptakan; kapan waktunya dan sebagainya.

Kedua, konsep yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman terhadap

pengertian-pengertian pokok mengenai suatu hal. Dalam hal ini, siswa dapat

mengenal terminologi dari setiap aspek. Konsep yang perlu dipahami siswa antara
21

lain: macam-macam aliran sastra, macam-macam genre sastra, bagaimana genre

sastra itu diciptakan, serta ciri-ciri yang membedakannya.

Ketiga perspektif, yaitu tujuan yang berkaitan dengan kemampuan untuk

memandang bagaimana sebuah karya sastra itu diciptakan menurut perspektif

pikiran siswa, misalnya bagus atau tidaknya imajinasi karya sastra yang

dibacanya.

Keempat apresiasi, yaitu tujuan yang berkaitan dengan pemahaman,

penghayatan, penikmatan, dan penghargaan siswa terhadap karya sastra. Dengan

kata lain, pembelajaran sastra bertujuan agar siswa mampu memahami,

menghargai, memberi penilaian, dan mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung

dalam sebuah karya sastra.

Kurikulum 2006 menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran sastra di sekolah

adalah dikuasainya kompetensi sastra pada siswa, yaitu kemampuan siswa dalam

mengapresiasi karya sastra melalui kegiatan mendengarkan, menonton, membaca,

dan melisankan hasil sastra; mendiskusikan, memahami, dan menggunakan

pengertian teknis konvensi kesusastraan dan sejarah sastra untuk menjelaskan,

meresensi, menilai dan menganalisis hasil sastra, dan mampu memerankan drama,

serta menulis puisi, cerpen, novel, dan drama. Hal ini berarti, siswa dituntut untuk

memahami teori sastra dan sejarah sastra. Kemudian siswa juga harus mampu

menikmati karya sastra, memahami karya sastra, mengalami kegiatan bersastra

dan mengapresiasi karya sastra.

Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan

pembelajaran sastra itu selain agar siswa mengetahui tentang teori sastra juga
22

bertujuan agar siswa mampu memahami, menghargai, dan menilai karya sastra,

serta mampu mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra

kepada kehidupan sehari-hari.

2.3.2 Pemilihan Bahan Pembelajaran Sastra

Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan yang memerlukan waktu

yang cukup lama dan harus dilakukan secara sistematis. Rahmanto (1988: 26)

mengemukakan bahwa, Sesuai dengan tingkat kemampuan para siswa, karya

sastra yang akan disajikan hendaknya juga diklasifikasikan berdasarkan tingkat

kesukarannya dan kriteria-kriteria tertentu lainnya. Dengan demikian,

pembelajaran sastra harus dilakukan dan disesuaikan dengan tingkat pemahaman

siswa.

Rahmanto dalam bukunya Metode Pegajaran sastra (1988: 27-33)

mengemukakan bahwa, dalam pemilihan bahan pembelajaran sastra aspek-aspek

yang harus diperhatikan adalah dari sudut bahasa, kematangan jiwa, dan dari

sudut latar belakang kebudayaan para siswa. Supaya lebih jelas, faktor-faktor

pemilihan bahan pembelajaran sastra ini akan diuraikan secara singkat sebagai

berikut.

(1) Bahasa

Penggunaan bahasa yang dimiliki oleh siswa (peserta didik) berbeda-beda

sesuai dengan tahap perkembangannya. Perbedaan tersebut yang harus mendasari

dalam pemilihan bahan untuk pembelajaran oleh seorang guru. Penggunaan


23

bahasa yang dikuasai oleh peserta didik berpengaruh terhadap pemahaman karya

sastra .

Oleh karena itu agar pembelajaran karya sastra dapat tercapai dengan baik,

maka harus memperhitungkan kosa kata dan tata bahasa, mempertimbangkan

situasi dan pengertian isi wacana termasuk referensi yang ada, memperhatikan

cara penulis menuangkan ide-idenya, hubungan antar kalimat dalam wacana

sehingga pembaca dapat memahami kata-kata yang digunakan.

(2) Psikologi (Kematangan Jiwa)

Dalam memilih bahan pembelajaran sastra, perlu dipertimbangkan

kematangan jiwa (psikologis) peserta didik. Hal ini perlu diperhatikan karena

sangat besar pengaruhnya terhadap minat, daya ingat, kemauan mengerjakan

tugas, kesiapan bekerja sama dan kemungkinan pemahaman situasi dan

pemecahan problem-problem yang dihadapi. Tahap-tahap tersebut adalah sebagai

berikut.

1) Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun).


Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih

penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.Hal ini terjadi karena anak-anak

masih polos dan belum banyak terpengaruh oleh lingkungan luar.


2) Tahap romantik (10 sampai 12 tahun).
Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke

relitas atau kenyataan.Pada tahap ini anak telah menyenangi ceritera-ceritera

kepahlawanan, petualangan dan bahkan kejahatan.


3) Tahap realistik (13 sampai 16 tahun).
Pada tahap ini anak sudah benar-benar terlepas dari dunia fantasi, dan sangat

berminat pada realitas atau apa yang benar-benar terjadi. Mereka berusaha
24

mengetahui dan siap mengikuti dengan teliti akan fakta-fakta untuk memahami

masalah-masalah dalam kehidupan.


4) Tahap generalistik (umur 16 tahun dan selanjutnya).
Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada hal-hal praktis

saja tetapi juga berminat untuk menemukan konsep-konsep abstrak dengan

menganalisis suatu fenomena. Mereka berusaha menemukan dan merumuskan

penyebab utama fenomena itu yang kadang-kadang mengarah ke pemikiran dalam

menentukan keputusan-keputusan moral.


Dari uraian di atas kita bisa menentukan psikologi siswa di sekolah sesuai

dengan uraian nomor 1 sampai 4 yang telah dijelaskan. Oleh sebab itu, pemilihan

bahan pembelajaran novel untuk siswa di sekolah harus memperhatikan ciri-ciri

psikologi agar didapat bahan pengajaran sastra yang sesuai dengan tingkatannya.

(3) Latar Belakang Budaya

Suatu karya sastra termasuk novel tidak terlepas dari latar belakang budaya

seperti: geografi, sejarah, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara

berpikir, nilai-nilai masyarakat, seni, moral, dan sebagainya. Guru sastra

hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip

mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh para siswa.

Hal itu perlu dilakukan agar siswa mudah memahami isi dari karya sastra,

sehingga tujuan dari pembelajaran sastra akan mudah tercapai.


Hal tersebut bukan berarti peserta didik tidak boleh belajar dan tidak boleh

diberi bahan pembelajaran sastra yang latar belakang budayanya belum dikenal,

sebab pendidikan juga bertujuan memperkenalkan peserta didik pada dunia

termasuk budayanya. Peserta didik bisa mengetahui budaya yang ia belum tahu

dari sebuah karya sastra yang dipelajari.


25

Dari uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam memilih

karya sastra seorang guru harus menyesuaikan dengan latar budaya yang dimiliki

daerah dimana guru tersebut mengajar. Hal tersebut harus dilakukan agar siswa

mudah memahami karya sastra yang dijadikan bahan pembelajaran.Selain itu,

bahan pembelajaran sastra harus sesuai dengan faktor psikologi siswa, karena

faktor psikologis sangat sastra. Kemudian bahasa yang digunakan dalam karya

sastra harus sesuai dengan kemampuan dan latar belakang dari siswa itu sendiri,

agar siswa berpengaruh terhadap minat dan kemampuan siswa dalam

mengapresiasi karya mudah memahami dan mengapresiasi.


26

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif. Metode deskriptif adalah Suatu metode yang ditujukan untuk

memecahkan masalah yang ada dengan menentukan dan menafsirkan data yang

tersedia, kemudian dianalisis dan diinterpretasikan (Surachmad, 2004: 139-147).

Lebih lanjut Arikunto (2010: 29) mengemukakan bahwa, Metode deskriptif

adalah metode yang berusaha mendeskripsikan fakta apa adanya. Melalui metode

deskriptif penulis akan mendeskripsikan unsur gramatikal dan figuratif yang

dibatasi ke dalam penggunaan jenis kalimat dan majas (gaya bahasa) yang

terkandung dalam novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan.

Metode deskriptif merupakan metode yang dilakukan dengan cara

mendeskripsikan fakta-fakta (fakta yang terdapat pada karya sastra), setelah itu

dilanjutkan dengan analisis. Dalam metode ini, peneliti tidak hanya menguraikan

fakta-fakta yang terdapat pada karya sastra, namun peneliti juga harus
27

memberikan pemahaman dan penjelasan tentangjenis kalimat dan penggunaan

majas (gaya bahasa) yang terkandung dalam novel Gadis Portugis karya

Mappajarungi Manan.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

3.2.1 Populasi Penelitian 38

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2010: 115).

Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1094) Populasi

adalah sekelompok orang, benda atau hal yang menjadi sumber pengambilan

sampel; sekumpulan yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang berkaitan dengan

masalah peneitian. Dengan demikian, populasi merupakan seluruh subjek dalam

pengambilan sampel.

Berdasarkan uraian di atas, populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

unsur gramatikal dan unsur figuratif dalam novel Gadis Portugis karya

Mappajarungi Manan.

3.2.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian populasi yang akan diteliti (Arikunto, 2010: 174).

Sedangkan menurut Semi (2012: 51) yaitu, Sampel dapat diartikan sebagai

contoh, monster, atau wakil dari suatu populasi. Dengan demikian, sampel adalah

sebagian objek yang diambil dari populasi penelitian, makateknik pengambilan


28

sampel dalam penelitian ini sampel purposif. Artinya, tidak semua karakteristik

yang ada pada populasi diteliti tetapi hanya dipilih sebagian dengan

pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel purposif ditujukan untuk

pengambilan sampel dari kalimat dan sampel total untuk pengambilan sampel dari

sisi unsur gramatikal dan unsur figuratif.

Dalam pengambilan sampel total, peneliti menentukan sampel secara

keseluruhan. Sedangkan dalam pengambilan sampel kalimat peneliti akan

menentukan dengan cara memilih kalimat deklaratif. Karena pemilihan sampel

purposif harus sesuai dengan tujuan penelitian. Pernyataan tersebut sesuai dengan

pendapat Arikunto (2010: 183) Sampel purposif adalah sampel bertujuan

dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random

atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Dengan demikian

dalam pengambilan sampel kalimat menggunakan sampel purposif.

3.3 Teknik Penelitian

Teknik penelitianyang dilakukan merupakan teknik pengumpulandata

kualitatif. Data didapat dalam bentuk tulisan yang dicatat kemudian dikumpulkan

dan dipelajari sumber tulisan yang dapat dijadikan acuan dalam hubungannya

dengan objek yang akan diteliti yaitu mengenai struktur kalimat dan pemajasan

yang terdapat dalam novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan.Adapun

teknik pengumpulan data yang penulis gunakan yaitu teknik analisis teks. Teknik

ini digunakan untuk menganalisis novel Gadis Portugis karya Mappajarungi

Manan. Adapun langkah-langkah penelitian sebagai berikut.


29

1. Peneliti membaca novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan dengan

cermat.
2. Peneliti memaparkan unsur intrinsik novel Gadis Portugis karya

Mappajarungi Manan
3. Peneliti menganalisis penggunaan unsur stile yang berupa unsur gramatikal

dan figuratif yang terdapat dalam novel Gadis Portugis karya Mappajarungi

Manan.
4. Peneliti mengklasifikasikan jenis unsur stile yang berupa kalimat dan majas

(gaya bahasa) terdapat dalam novel Gadis Portugis karya Mappajarungi

Manan.
5. Peneliti menentukan kelayakan novel Gadis Portugis karya Mappajarungi

Manan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di tingkat sekolah dari

unsur stile.

3.4 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah unsur stile.

Untuk lebih jelas tentang buku tersebut, di bawah ini penulis paparkan

identitasnya.

1. Judul buku : Gadis Portugis


2. Nama pengarang : Mappajarungi Manan
3. Penerbit : Najah
4. Tahun terbit : 2011
5. Ukuran buku : 19 cm x 14 cm
6. Jumlah halaman : 440 halaman
7. Desain : Sampul Gambar berwarna kuning dengan
gambar rumah adat Makasar dan gadis Portugis.

3.5 Instrumen Penelitian

3.5.1 Instrumen Pengumpulan Data


30

Data yang terkumpul dalam penelitian ini adalah data unsur stile novel

Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan, data tersebut sebagai berikut.

(1) Unsur gramatikal

Unsur gramatikal yang dimaksud struktur kalimat dalam karya sastra.

Struktur kalimat yang diteliti yaitu menentukan penyimpangan sebuah kalimat

berupa pembalikan, pemendekan, pengulangan, dan penghilangan. selain

penyimpangan kalimat untuk memperoleh efek estetis dikaji tentang kompleksitas

kalimat (sederhana atau komplek struktur kalimat yang digunakan), jenis kalimat

(kalimat yang digunakan kalimat deklaratif, kalimat interogratif, kalimat imperatif

dan kalimat minor), jenis klausa dan frase (sederhana atau kompleks dalam

penggunaan frase dan klausa yang dominan). Unsur gramatikal yang dikaji adalah

jenis kalimat berupa kalimat deklaratif dalam novel gadis portugis karya

Mappajarungi Manan.

(2) Unsur figuratif

Unsur figuraif yang dimaksud pemajasan, pencitraan, penyiasatan struktur.

Bentuk figuratif yang diteliti yaitu pemajasan, diantaranya majas perbandingan,

pertentangan, pertautan, dan pengulangan dalam novel gadis portugis karya

Mappajarungi Manan.

3.5.2 Instrumen Analisis Data


31

Setelah data didapat, kemudian data-data tersebut diolah berdasarkan teori

sastra. Dari Hasil pengolahan tersebut diperoleh data unsur gramatikal dan unsur

figuratif yang terdapat dalam novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan.

Data tentang kalimat dan pemajasan dalam novel tersebut layak digunakan

sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra dengan menggunakan pemahaman

penulis terhadap novel sebagai bahan ajar di sekolah.

BAB IV
32

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1 Pengantar

Pada bagian ini penulis akan memaparkan data dan hasil analisis data yang

telah diperoleh dari penelitian. Seperti yang penulis paparkan pada bab I bahwa

penulis melakukan analisis stile novel Gadis Portugis karya Mappajarungi

Manan. Pada penelitian ini penulis membuat data berupa unsur stile yang dibatasi

ke dalam unsur gramatikal berupa kalimat dan bahasa figuratif berupa majas (gaya

bahasa) yang terdapat dalam novel Gadis portugis karya Mappajrungi Manan.

4.2 Deskripsi Penggarang

Berdasarkan biodata pengarang yang dikutip dari halaman belakang novel

Gadis Portugis dapat dideskripsikan sebagai berikut. Mappajarungi Manan adalah

novelis yang lahir di desa Rate-Rate, Kendari, pada 13 Oktober 1979. Beliau

merupakan Sarjana lulusan Universitas Sulawesi tenggara dan Magister

komunikasi di Universitas Padjadjaran, Bandung. Selain dikenal sebagai novelis,

juga dikenal sebagai wartawan dan penikmat puisi.

Mappajarungi Manan, saat masih duduk di bangku kelas 3 STM negeri

Kendari, Ia sudah menjadi wartawan di Koran lokal mingguan Media Kita tahun

1986. Tahun 1990, Ia bekerja di harian umum Pelita, lalu pindah keharian Media

Indonesia tahun 1992. Tahun 1999-2000, Ia menjadi pimpinan umum tabloid pro

Demokrasi di kendari. Tahun 2001-2004 menjadi wartawan majalah Gatra. Tahun


33

2004 menjadi redaktur rakyat pos dan majalah mingguan eskpos tahun 2005. Pada

tahun 2005-2011, Ia menjadi pemimin umum tabloid Urban.

Demikian riwayat singkat biografi pengarang novel Gadis Portugis. Beliau

kini aktif mengelola lembaga Institut Sinergi Indonesia yang bergerak di bibang

pelatihan dan penelitian. Mudah-mudahan dengan biografi pengarang ini dapat

menambah pengetahuan tentang pengarang.

44

1.3 Analisis Unsur Intrinsik Novel Gadis Portugis Karya Mappajarungi

Manan

4.3.1 Sinopsis

Pada abad XVI, Kerajaan Gowa mencapai puncak kejayaan di tangan sang

raja besar dan karismatik yaitu Sultan Hasanudin. Di bawah kekuasaannya,

Pelabuhan Makasar menjadi bandar internasional yang sangat ramai. Berbagai

suku bangsa, seperti Portugis, spanyol, Inggris, Cina, Arab, dan Melayu hidup

serta menetap di sana. Kondisi ekonomi Gowa demikian makmur.

Salah satu pahlawan yang berdiri di balik kejayaan tersebut adalah peran

penting Karaeng Caddi, seorang pemuda pintar dan gagah berani, putra

bangsawan Karaeng Pallangga. Kendati pun masih muda, tapi telah beberapa kali

Ia dipercaya sang Sultan memadamkan pemberontakan di daerah-daerah

taklukkan Gowa.

Karaeng Caddi seorang putra mahkota Karaeng Pallangga yang

dipersiapkan menjadi penerus ayahnya menjadi karaeng di Pallangga, salah satu

wilayah kerajaan gowa. Sebagai putra mahkota, Karaeng Caddi dituntut untuk
34

belajar tata pemerintahan pada seorang ulama di kerajaaan Wajo yaitu Puang

Abdul Fattah. Tuntutan untuk belajar, keinginan untuk terjun membela kerajaan

Gowa di garis depan melawan belanda yang telah berlangsung sengit, serta kisah

cintanya dengan seorang gadis Potugis menjadi pertimbangan yang berat. Namun,

akhirnya Karaeng Caddi mengikuti saran Ayahnya untuk berangkat ke Paneki

kerajaan Wajo untuk menuntut ilmu.

Selain ketangkasannya dalam berperang, Ia juga luwes bergaul dengan

pembesar-pembesar dan konglomerat-konglomerat dari berbagai bangsa. Sampai

akhirnya, Ia dipertemukan dengan putri seorang pembesar dari Portugis yang

bernama Elis Pareira. Benih-benih cinta pun muncul diantara mereka. Saking

kuatnya debaran-debaran perasaan tersebut, Karaeng Caddi melanggar batas-batas

adat istiadat yang telah dipegangnya bertahun-tahun dengan melakukan hubungan

asmara secara sembunyi-sembunyi dengan Elis seorang gadis Portogis.

Gadis Portugis yang bernama Elis merupakan putri bangsawan Portugis

yang sudah lama menetap di Gowa. Namun dalam percintaannya dengan Elis,

Karaeng Caddi berusaha menutupi dari kedua orang tuanya karena bertolak

belakang dengan adat istiadat di kerajaan Pallangga. Anak bangsawan Gowa harus

menikah dengan bangsawan Gowa lagi tidak boleh dari kalangan biasa apalagi

orang luar.

Karaeng Caddi menuntut ilmu di Wajo kepada Puang Guru. Banyak ilmu

yang diberikan oleh Puang guru seperti ilmu pemerintahan, taktik perang, serta

adat istiadat. Selama menuntut ilmu di Waji Karaeng Caddi di temani oleh

pengawalnya Ali Dan Rani. Karaeng Caddi belajar dengan sungguh-sungguh


35

walau hatinya bergejolak untuk segera pulang ke Pallangga. Namun dia tidak

berani pulang tanpa perintah Puang Guru.

Selama di Wajo, Karaeng Caddi dibayang-bayangi oleh pasukan koalisi

Belanda yaitu prajurit kerajaan Bone. Dalam perjalanan pulang dari Wajo dengan

melewati jalur darat, Karaeng Caddi berhasil menghentikan pasukan darat

Kerajaan Bone yang dipimpin oleh Arung Palakka yang ingin menghancurkan

basis logistik kerajaan Gowa di Bantaeng.

Selama perjalanan menuju Gowa Karaeng Caddi beserta pengikutnya

mengalami banyak pertempuran melawan Belanda. Walaupun Karaeng Caddi

memenangkan pertempuran selama perjalanan tetapi masih banyak daerah yang di

kuasai oleh Belanda. Dalam pertempurannya Karaeng Caddi mendapat banyak

dukungan dari rakyat Gowa.

Setiba di kerajaan Gowa, Karaeng Caddi bersama Elis Pareira kekasihnya

yang menolak kembali ke Portugis dan dijodohkan oleh Karaeng Pallangga Ayah

Karaeng Caddi. Karaeng Caddi dengan sesama orang Portugis mengangkat

senjata bersama dengan pasukan yang lain melanjutkan perlawanan. Meskipun

kemudian Sultan Hasanuddin terpaksa menandatangi perjanjian Bungaya yang

menjadi pertanda jatuhnya Kerajaan Gowa ketangan Belanda, mereka tetap

melancarkan serangan gerilya secara sporadis. Dalam peperangan kerajaan Gowa

dan Belanda Karaeng Pallangga dan istrinya gugur dalam pertempuran.

Sampai akhirnya Karaeng Caddi berserta Elis, Andi Basse dan

pengikutnya mengikuti jejak Karaeng Naba dan Karaeng Galesong meninggalkan

tanah Gowa. Karaeng Caddi berencana akan menikahi Elis dan memilih
36

menyusuri Tanjung Benoa dan akhirnya menetap di Timor Leste yang diberi nama

Pantai Makassar.

4.3.2 Tema

Tema merupakan dasar dalam sebuah cerita, peranannya sangat penting

dalam tujuan yang akan dicapai dalam suatu cerita. Tema dalam novel Gadis

Portugis Karya Mappajarungi Manan yaitu peristiwa kehidupan dan peperangan

antara Gowa dan Bone yang disebabkan oleh ketamakan yang menimbulkan

perang saudara.

Peristiwa kehidupan yang digambarkan oleh Tokoh Karaeng Caddi dan

Elis Pareira tentang percintaan mereka yang berbenturan dengan adat istiadat yang

di anut Karaeng Caddi khususnya kerajaaan Makasar. Karaeng caddi merupakan

putra mahkota kerajaan Makassar sedangkan Elis putri bangsawan Portugis yang

memiliki perbedaan agama dan adat istiadat tetapi karena keteguhan cinta mereka

dapat bersatu. Di bawah ini merupakan kutipan tema.

Jadi, jika seorang ana matola kawin dengan perempuan biasa, anaknya
akan menjadi ana cere iseng. Ana cere iseng, jika melakukan pernikahan
lagi dengan perempuan biasa, akan menjadi ana cere dua, yaitu anak
lapisan kedua, dan begitu seterusnya hingga nanti menjadi manusia biasa,
yaitu bangsawan terendah yang disebut ampo cinaga. (halaman: 32)

Peperangan yang terjadi di Makassar disebabkan perebutan daerah

kekuasaan. Arung Palaka yang dibantu oleh Belanda ingin menguasai Makassar

sebagai pelabuhan bandar internasional. Arung Palakka mengalami kekalahan.

Berikut kutipan peperangan yang terjadi.

Arung Palakka tak mampu lagi berdiri. Secepat itu pula, beberapa prajurit
Bugis yang ada di tempat itu memapah dan melarikan arung Palakka ke
37

garis pertahanan mereka. Karaeng Caddi melarang untuk mengejar. Ia


memerintahkan prajuritnya untuk membersihkan dan mengusir pasukan
gabungan itu keluar dari Emererasa. Pekik teriakan kemenangan
pembebasan wilayah-wilayah Emererasa dari serbuan pasukan pimpinan
Belanda. Pasukan Arng Palakka melariakn diri. (halaman: 362)

Berasarkan sifatnya tema di atas tergolong tema tradisional karena ada

kaitan antara kebenaran dan kejahatan. Sedangkan berdasarkan kedudukannya

tema di atas termasuk tema utama.

4.3.3 Alur

Alur yang terdapat pada novel Gadis Portugis Karya Mappajarungi Manan

disebabkan oleh beberapa tahapan alur, Berikut tahapan alur ceritnya.

Tahap pertama dalam novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Mannan

adalah tahap penyituasian. Tahap ini berisi pelukisan tokoh dan sejumlah

informasi penting berupa penunjukan dan pengenalan situasi latar berikut

kutipannya.

Fajar menyemburat dari tidur semalam. Ayam jantan terus berkokok


bersahahut-sahutan menyambut sinar pagi.seorang pemuda, berpakaian
merah, berdiri di atas kolong rumah. Badan tinggi semampai, berisi, dan
padat. Gagah dengan kumis tipis menghiasi atas bibirnya yang kemerahan
serta cambang yang tipis. Kulit agak kuning langsat. (halaman: 1)

Tahap kedua yaitu tahap pemunculan masalah, yaitu ketika daeng

Nyampa bercerita kepada Karaeng Caddi, bahwa di Makassar memiliki adat

istiadat tentang perkawinan. Orang bangsawan harus menikah dengan bangsawan

lagi, jika orang bangsawan menikah dengan orang biasa maka anaknya akan berda

dilapisan tengah. Karaeng Caddi merasa bingung dengn adat tersebut karena dia
38

menciantai gadis Portugis. Masalah kedua yang muncul yaitu peperanan antara

Gowa dengan Belanda berikut kutipannya.

Jadi, jika seorang ana matola kawin dengan perempuah biasa, anaknya
akan menjadi ana cere siseng. Anak cere iseng, jika melakukan pernikahan
lagi dengan perempuan biasa, akan menjadi anacere dua, yaitu anak
lapisan kedua, dan begitu seterusnya hingga nantinya menjadi manusia
biasa, yaitu bangsawan terendah yang disebut ampo cinaga. (halaman: 32)

Akhir-akhir ini, situasi kerajaan Gowa makin genting saja. Tiap hari, para
Karaeng saling bertemu utuk meningkatkan komunkasi melihat situasi
perubahan Gowa. Pedagang-pedagang dari luar negeri, seperti Inggris,
Portugis, Gujarat, serta Cina merasa resah berada di Gowa karena
rongrongan pihak Belanda, apalagi arung Pallaka telah berkoalisi dengan
Belanda. Pasukan-pasukan Gowa yang terdiri dari oeang-orang Bugis
melakukan desersi dan bergabung pada pihak koalisi Belanda. (halaman:
81)

Tahap ketiga dalam novel ini adalah tahap peningkatan konflik yaitu

ketika ayah Elis tidak merestui hubungannya dengan Karaeng Caddi karena adat

istiadat yang berbeda. Elis merupakan keturunan Portugis sedangkan Karaeng

Caddi putra mahkota Pallangga. Konflik kedua muncul pada saat peperangan

melawan Belanda yang dipimpin oleh Karaeng Caddi berkut kutipannya.

Elis, papa menginginkan engkau melanjutkan turunan Papa dari darah


Portugis itu sendiri. Papa tidak mau cucu Papa nantinya dari lain ras,kata
orang tua itu dengan suara sengit sambil menggebrak meja. (halaman:
172)

Karaeng Caddi membagi pasukannya, sayap kanan dipimpin oleh rani


berjumlah dua puluh lima prajurut, sementara Karaeng Caddi berada di
garis tengah di depan memimpin langsung lima belas orang. Serangan
yang akan dibangu membentuk setengah lingkaran yang terus merangsak
mendekati sasaran. (halaman: 337)
39

Tahap keempat adalah tahap klimaks, yaitu ketika terjadi peperangan

oranga Portugis di usir dari Makassar begitupun orang tua Elis. Sedangkan Elis

berada di pengungsian terpisah dengan keluarganya dan akhirnya Elis Bertemu

dengan Karaeng Caddi, Elis pun dibawa ke Pallangga dan dijodohkan oleh orang

tua Karang Caddi. Sedangkan akhir dari Peperangan melawan Belanda Pasukan

Karang Caddi memilih mundur dan hijrah ke Timor Leste berikut kutipannya.

Nak Elis, aku sudah menanyai Daengmu, Caddi. Ia senang menjadikan


dia engkau istrinya. Nah, bagaimana dengan engkau? Apakah engkau
bersedia?

Elis merenung. Entah apa yang ada dibenaknya.

jawablah pertanyaan Paman ini, pinta Karaeng Pallngga dengan lembut.


Air mata Elis menetes. Semua terdiam. Mereka saling berpandangan.

Paman, saya menangis bahagia. Bahagia sekali. (halaman: 393)

Setelah istirahat seharian penuh, atas saran lurah Beneoa itu, berlayarlah
rombongan Karaeng Caddi menuju timur menyongsong matahari terbit.
(halaman: 437)

Selain tahapan di atas, alur dibangun oleh beberapa peristiwa yang

menimbulkan konflik, berikut peristiwa yang membentuk alur.

Karaeng Caddi merupakan putra mahkota Kerajaan Pallangga yang berada

di daerah Makassar. Di pemuda yang tampan dan pintar, terbukti pada saat usia

17 tahun sudah diberi kepercayaan untuk memimpin peperangan. Karaeng Caddi

memiliki seorang adik yang bernama Andi Basse.


40

Karaeng Caddi mencintai seorang gadis Portogis yang bernama Elis

Pareira namun cinta mereka terhalang oleg adat istiadat yang ada di kerjaan

Pallangga, ynag menyatakan bahwa bangsawan Pallangga harus beristrikan

bangsawan keturunan Pallangga lagi. Dibalik keresahan cintanya dengan Elis.

Karaeng Caddi harus menuntut ilmu ke Wajo kepada Puang guru untuk

mempersiakan dirinya dalam menghadapi peperangan dengan Bone demi

mempertahankan Kerajaan Pallangga.

Selama menuntut ilmu di Wajo, Karaeng Caddi merasa resah dengan

keadaan di Pallangga. Setelah mendapat restu dari puang guru, Karaeng Caddi

kembali ke Pallangga. Namun selama di perjalanan telah terjadi banyak serangan

dari Bone yang dibantu oleh Belanda terhadap kerajaan Makassar. Dengan

bantuan para pengawalnya Karaeng Caddi memberikan perlawanan terhadap

musuh, sebagian musuh mundur setelah mendapat perlawanan dari pihak Karaeng

Caddi.

Pihak Belanda ingin menguasai daerah Makassar karena daerah kondisi

ekonominya makmur. Makassar merupakan bandar internasional yang ramai.

Pihak Belanda ingin menguasai daerah Makassar, untuk melancarkan strateginya

banyak daerah-daerah disekitar Makassar dihasut oleh Bealanda untuk

meruntuhkan kerajaan yang ada di Makasar.

Setiba di Pallangga Karaeng Caddi harus mempersiapkan peperangan

dengan Bone yang dipimpin oleh Arung Palakka. Kerajaan-kerajaan yang ada di

Makassar bersatu untuk berperang, dalam peperangan Karaeng Caddi mendapat

kemenangan namun pihak Bone dibantu oleh Belanda maka Kerajaan-kerajaan di


41

Makassar lumpuh banyak para pemimpinnya pergi meninggalkan Makassar. Kini

daerah Makassar dikuasai oleh Belanda.

Pada akhirnya Karaeng Caddi mengikuti Karaeng-Karaeng yang lain

untuk hijrah ke pulau lain. Karaeng Caddi pergi ke Timor Leste bersama

kekasihnya Elis dan beberapa pengikutnya. Merekapun hidup bahagia dipulau itu

yang sekatang di berinama pulau Makassar.

Diatas merupakan beberapa urutan peristiwa yang menyebabkan konflik.

Cerita di atas dibangun oleh dua konflik yaitu yang pertama perbedaan adat

istiadat dari pasangan Karaeng Caddi dan Elis, yang kedua peperangan dengan

Belanda untuk mempertahankan kerajaan Gowa. Klimaks cerita Karaeng Caddi

dan Elis akan menikah dan pergi ke Timor Leste.

Dari beberapa uraian di atas dapat disimpulan novel Gadis Portugis Karya

Mappajarungi Mannan termasuk pada jenis alur mundur, karena menceritakan

peperangan pada masa penjajahan Belanda.

4.3.4 Penokohan

Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan kedalam tokoh

Antagonis dan Protagonis. Tokoh yang termasuk kedalam tokoh protagonis yaitu

Karaeng Caddi, Elis Pareira, Andi Basse. Sedangkan yang termasuk kedalam

tokoh antagonis adalah Arung Palakka.

(1) Karaeng Caddi

Karaeng Caddi termasuk tokoh protagonis. Karaeng Caddi adalah putra

mahkota dari kerajaan Pallangga yang di persiapkan orang tuanya untuk menjadi
42

pengganti raja di Pallangga, maka dia dikirim ke wajo untuk menuntut ilmu. Sifat

kaareng Caddi sabar, baik, rela berkorban untuk keluarga dan kerajaannya. Dari

awal cerita sampai akhir cerita Karaeng Caddi digambarkan baik maka tokoh ini

termasuk pada tokoh sederhana terlihat dari kutipan di bawah ini.

Puang maafkan anakmu ini. Doakn saya agar mati dimedan perang. Mati
sebagai pejuang bangsa, mati membela kebenaran, mati dengan cara
terhormat, kata karaeng Caddi. Air mata lelaki tua dalam pelukan Kareng
Caddi itu tak mampu lag terbendung. (halaman: 312)
(1) Elis Pareira

Elis Pareira termasuk tokoh protagonist. Elis Pareira adalah putra

bangsawan Portugis yang menetap di Makasar karena orang tuanya pemasok

rempah-rempah ke Portugis. Dia seorang putri bangsawan cerdas yang sangat

dicintai oleh Karaeng Caddi. Elis Pareira memiliki sifat pintar, penyayang, baik

dan penurut. Di awal cerita Elis menunjukan sifat baik dan penyayang tetapi saat

timbul konflik Elis memiliki sifat tidak patuh kepada orang tua sehingga Dia pergi

dari rumahnya, tetapi di akhir cerita Elis menjadi penurut kembali. Dia sangat

patuhterhadap Calon mertuanya walaupun beda adat istiadatnya terlihat dari

kutipan di bawah ini.

Tidak hanya itu, Karaeng Bau mengajari calon menantunya cara


pelayanan pada suami bila masa haid datang serta berbagai aturan-aturan
Makassar yang sangat menghormati adat istiadat dalam berumah tangga.
Kendatipun Elis adalah perempuan Barat, tetapi dengan senang hati
menerima petuah-petuah dari calon mertuanya. (halaman: 397)

(2) Arung Palakka

Arung Pallaka termasuk ke dalam tokoh Antagonis. Dia adalah pemimpin

pasukan Bugis yang bersekutu dengan Belanda untuk merebut Gowa. Arung

Pallaka memiliki sifat serakah dan jahat karena membunuh orang pribumi. Dari
43

mulai timbulnya konflik sampai akhir cerita Arung Pallaka memiliki sifat jahat

dan serakah dapat terlihat dari di bawah ini.

Seketika itu juga, tanpa mengeluarkan kata-kata, Arung Palakka


menyerang Karaeng Caddi dengan keris lekuknya. Perkelahian bagai
ayam petarung yang tak berhenti. Perkelahian yang diselingi tembakan-
tembakan meriam dari kapal dan pinggir pantai yang dilakukan oleh
pihak Belanda ke arah kedudukan pasukan Gowa. (halaman: 361)

Dari kutipan di atas dapat disimpulkan Karaeng Caddi memiliki sifat rela

berkorban demi bangsanya , Elis Pareira memiliki sifat rendah diri mau menerima

dan beradaptasi dengan lingkungan walaupun adat istiadat yang berbeda, Arung

Palakka orang yang serakah sertamudah dipengaruhi oleh Pihak Belanda. Konflik

yang terjadi dalam cerita disebabkan oleh tokoh antagonis dan protagonis.

4.3.5 Latar

Berdasarkan jenisnya latar yaitu latar tempat, latar waktu, dan latar sosial.

Di bawah ini merupakan latar tempa dalam Novel Gadis Portugis karya

Mappajarungi Manan.

Di kolong rumah pamannya, Karaeng Caddi melihat saudara sepupunya,


Daeng Bora. Bora langsung berdiri. (halaman: 19)

Elis balik dan menuntunnya ketaman di samping rumah dengan angin


siang yang bertiup sepoi-sepoi. Segar terasa dua pasang kekasih bertemu.
(halaman: 97)
Gawat, Karaeng, di tepi pantai, berkibar bendera Belanda.(halaman:
332)
Ada, Tuan. Beliau ada di dalam mesjid. (halaman: 253)
Di dapur istana yang cukup luas, ramai pula para perempuan dewasa
mengiris-ngiris daging, lalu mencucinya dan meniriskannya. (halaman:
130)
44

Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan latar tempat yang terdapat

dalam novel yaitu di kolong rumah pamannya, di samping rumah, di tepi pantai,

di dalam mesjid dan di istana. Di bawah ini merupakan latar waktu dalam Novel

Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan.

Pagi itu, rasa yang ada dalam diri Karaeng Caddi teus bergejolak.
(halaman: 7)
Karaeng sekarang pukul 10.00 siang.(halaman: 88)
Iya Ayah, kemungkinan malam ini hingga pagi, perjalanan masih dalam
wilayah aman. Besok pagi baru kita memasuki wilayah Bone.(halaman:
155)
Dalam keremangan malam, di pembaringan, bayangan wajah Elis Pareira
bagai menyapu matanya, tersenyum menatap. (halaman: 260)

Dari beberapa kutipan di atas dapat disimpulkan latar waktu yang terdapat

dalam novel pagi, siang, dan malam. Penekanan latar waktu lebih dominan siang

dan malam. Di bawah ini merupakan latar sosial dalam Novel Gadis Portugis

karya Mappajarungi Manan.

Dalam adat Bugis, status perkawinan aga lebih keras dibanding Makassar.
Misalnya perkawinan itu harus sederajat. Bila terjadi percampuran, orang
Bugis sulit unutk menerima. Bugis membangun sistem status berdasarkan
percampuran darah. Mereka menganalogikan seperti percampuran logam
mulia dan ligam biasa. (halaman: 31)

Sama dengan sistem kekerabatan di Makassar yang punya ana tino


(bangsawan) dan ana cere (anak biasa), di Bugispun demikian. mereka
memiliki tingkatan seperti ana matola, anak dari garis keturunan Ibu
Bapaknya bangsawan. (halaman; 31)

Jadi, jika seorang ana matola kawin dengan perempuan biasa, anaknya
akan menjadi ana cere iseng. Ana cere iseng, jika melakukan pernikahan
lagi dengan perempuan biasa, akan menjadi ana cere dua, yaitu anak
lapisan kedua, dan begitu seterusnya hingga nanti menjadi manusia biasa,
yaitu bangsawan terendah yang disebut ampo cinaga. (halaman: 32)

Dari beberapa kutipan di atas latar sosial yang ada dalam novel lebih

mendominasi tentang adat istiadat yang berhubungan dengan status sosial tokoh.
45

Latar sosial berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan dalam

kehidupan misalnya tingkatan rendah, menengah, atau atas.

4.3.6 Sudut Pandang

Pengisahan cerita dalam novel ini menggunakan sudut pandang persona

ketiga. Memanggil tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama. Dibawah ini

kutipan tokoh protagonis dengan menyebut nama dalam narasi.

KaraengCaddi berjalan menuju halama istananya yang terbuat dari


kayu-kayu kokoh yang dikirim dari Borneo. Istana panggung khas
Makassar. Warna coklat tua sangat artistik. Beberapa pekerja, yang adadi
halaman itu dan tengah membersihkan rumput, membungkuk memberi
hormat. (halaman: 14)

Dalam cerita ini sudut pandang yang digunakan persona ketiga mahatahu.

Karena pengarang mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan tindakan

termasuk motivasi yang melatar belakanginya. Pengarang mampu menceritakan

yang bersifat fisik maupun sesuatu yang ada di dalam hati.

4.3.7 Bahasa

Gaya bahasa yang terdapat dalam novel terbagi atas unsur leksikal, unsur

gramatikal, figuratif, dan kohesi. Dalam penggunaan gaya bahasa dalam karya

satra terdapat penyimpangan namun penyimpangan tersebut untuk memperoleh


46

nilai estetis. Di bawah ini kutipan gaya bahasa dalam penggunan unsur pemajasan

dalam novel.

Malam itu makin sunyi. Semua diam membisu, hanya terdengar isak tangis
ibu hasan dan suara tokek yng sekali-sekali berbunyi. Hasan berusaha
berdiri, tapi Ali menginjak bahunya. (halaman: 61)

Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas

perbandingan jenis pleonasme. Dikatakan demikian, karena pada kalimat tersebut

terdapat kata yang berlebihan. Ungkapan semua diam membisu, kata diam dan

membisu bisa di gunakan salah satunya karena diam sudah menyatakan membisu

sebaliknya kata membisu sudah menyatakan diam.

Di atas merupakan salah kutipan penggunaan gaya bahasa terutama dalam

pemajasan. Selain banyak penggunaan pemajasan unsur kalimat yang dignakan

dalam novel ini sederhana sehingga mudah dipahami oleh pembaca. Di bawah ini

kutipan penggunaan kalimat.

Kenapa tidak langsung ke Makkah?. (halaman: 34)

Kalimat interogatif di atas memberikan kata tanya kenapa. Kata tanya

kenapa menghendaki jawaban yang diawali dengan kata karena atau dengan kata

lain, kata tanya karena berfungsi menanyakan sebab dan alasan. Kalimat di atas

mengharapkan jawaban yag di awali karena.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, penggunaan bahasa sastra yang

digunakan pengarang dalam novel cukup beragam baik dari unsur kalimat

maupun unsur pemajasan. Sehingga menimbulkan nilai estetis bagi pembaca.

1.4 Analisis Penggunaan Unsur Gramatikal


47

4.4.1 Data Unsur Gramatikal

Pada novel Gadis Portugis pengarang menggunakan unsur Gramatikal

untuk memberikan nilai keindahan pada karyanya. Salah satu unsur Garamatikal

yang digunakan pengarang dalam novel tersebut yaitu jenis kalimat. Jenis kalimat

yang digunakan adalah kalimat deklaratif, dalam sebuah novel pemaparan narasi

dalam bentuk kalimat deklaratif berdasarkan fungsinya memberikan informasi dan

pernyataan sehingga makna yang diungkapkan dalan narasi dapat dipahami oleh

pembaca. Di bawah ini penulis kutip kalimat deklaratif yang digunakan pada

novel Gadis Portugis.

Kutipan 1

Karaeng Pallangga menceritakan kepada anaknya bahwa di Wajo itu dia


memiliki seorang sahabat. Sahabatnya itu termasuk pembesar di Kerajaan
Wajo. Tapi, di bukan putra mahkota. Maka, ia banyak keliling dunia
menuntut ilmu lainnya. Dia sangat menguasai ilmu-ilmu tersebut. Karaeng
Pallanga mengaku pernah bersama-sama dengannya melakukan perjalana
ke Kerajaan Inggris, Portugis, Cyylong, India, lalu Cina. Ketika pulang,
Tuan Guru Abdul Fatah mampir di Makkah dan memperdalam ilmu
agamanya. (halaman: 11)

Pada kalimat tersebut Karaeng Pallangga memberikan informasi kepada

anaknya Karaeng Caddi bahwa dia memiliki sahabat yang menguasai banyak ilmu

termasuk ilmu agama. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa informasi

dapat memberikan makna atau pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada

pembaca. Kalimat deklaratif di atas berupa kalimat yang memberikan informasi,

berdasarkan fungsinya memberitahukan sesuatu kepada seseorang sehingga

mendapatkan perhatian dari orang lain.

Kutipan 2
48

Rata-rata pekerja yang ada di istana Karaeng Pallangga adalah orang-


orang yang dari luar Gowa Namun, Karaeng Pallngga tidak
memperlakukan mereka sebagai budak pada umumnya. Demikian pula
Karaeng Caddi, kadang suka bercengkraman dengan para pekerja di
istananya. Ia lantas menunjuk salah seorang penngawal yang berdiri
disudut istana sambil memegang pedang dan perisai. (halaman:14)

Kalimat di atas menyatakan bahwa Karaeng Pallangga dan Karaeng Caddi

selalu memperlakukan budaknya dengan baik. Dari kutipan di atas dapat

disimpulkan bahwa informasi tersebut dapat memberikan makna mengenai

gambaran Kerajaan Pallangga yang selalu menghormati budaknya. Kalimat

deklaratif di atas kalimat yang menyatakan sesuatu, berdasarkan fungsinya

kalimat tersebut menyatakan informasi untuk mendapatkan pandangan dari orang

lain.

Kutipan 3

Umur Karaeng Caddi telah memasuki 20 tahun, padahal ketika perang


Pallangga ditugaskan Sultan untuk pemadamkan pemberontakan di kaki
gunung Bawakareng, Ia mempercayakan anaknya untuk memimpin misi
itu. Saat itu, umur Karaeng Caddi baru 17 tahun. Hal itu merupakan ujian
dari pelajaran taktik perang dan ilmu silat yang telah ditamatkannya.
Akhirnya Karaeng Pallangga bangga dengan keberhasilan itu. Karaeng
Caddi menjadi pusat perhatian anak-anak Karaeng lain. (halaman: 18)

Pada kalimat tersebut pengarang memberikan informasi secara leluasa

kepada pembacanya melalui naratif sehingga pembaca akan lebih mengetahui

karakter dari Karaeng Caddi. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa

makna yang ingin disampaikan pengarang berupa pemaparan tokoh utamanya.

Kalimat deklaratif di atas kalimat yang memberikan informasi, informasi yang

diberikan pada kalimat di atas tidak memerlukan respon tertentu.

Kutipan 4
49

Dalam adat Bugis, status perkawinan agak lebih keras dibandingkan


Makassar. Misalnya, perkawinan itu harus sederajat. Bila terjadi
percampuran, orang Bugis sulit untuk menerima. Bugis membangun
sistem status berdasarkan percampuran darah. Mereka menganalogikan
seperti pencampuran logam mulia dan logam biasa. (halaman: 31)

Pada kalimat di atas pengarang memberikan informasi berupa adat

perkawinan yang ada di Bugis. Perkawinan di Bugis harus sederajat jika tidak

sederajat maka tidak akan diterima oleh orang Bugis lainnya. Dari kutipan di atas

dapat disimpulkan bahwapengarang ingin menyampaikan informasi tersebut

supaya pembaca mengetahui adat perkawinan di Bugis, pengarang menyampaikan

secara naratif supaya lebih jelas. Kalimat deklaratif di atas kalimat yang

memberikan informasi, menyampaikan informasi faktual mengenai adat

pernikahan.

Kutipan 5

Tingkatan itu dibagi menjadi dua subbagian yaitu ana sengeng dan ana
rajeng. Lapisan kedua dibagi menjadi dua gelar. Status derajat seorang
anak hasil perkawinan lelaki berderejat tinggi dengan perempuan
bersetatus lebih rendah akan berada dilapisan tengah diantara status
kedua orang tuanya. (halaman: 31)

Pada kalimat di atas informasi yang diberikan berupa subbagian dalam

perkawinan sederajat dan yang tidak sederajat. Dari kutipan di atas pembaca dapat

mengetahui sistem pernikahan di Makassar, informasi tersebut tidak memerlukan

respontetapi tanggapan yang diberikan berupa perhatian. Kalimat deklaratif di atas

kalimat yang memberikan informasi, menyampaikan informasi faktual mengenai

tigkatan pernikahan di Makassar.

Kutipan 6
50

Jadi, jika seorang anak matola kawin dengan perempuan biasa, anaknya
akan menjadi ana cere siseng. Ana cere siseng, jika meakukan pernikahan
lagi dengan perempuan biasa, akan menjadi ana cere dua, yaitu
analapisan kedua, dan begitu seterusnya hingga nantinya menjadi
manusia biasa, yaitu bangsawan terendah yang disebut ampo cinaga.
(halaman: 32)

Pada kalimat di atas menyampaikan informasi faktual akibat pernikahan

beda status, ada perbedaan golongan dalam suatu pernikahan jika bangsawan

menikah dengan orang biasa. Makna dari kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa

perkawinan harus sesuai derajatnya. Kalimat deklaratif di atas kalimat yang

memberikan informasi.

Kutipan 7

Haram hukumnya laki-laki, apalagi dibawah derajat kebangsawanan,


melihat langsung putri Karaeng. Itu tandanya menantang maut. Ia tidak
mau merusak acara pelantikan prajurit Pallangga yang akan membela
Gowa dengan menangkap prajurityang berbuat kurang ajar terhadap
adiknya. Ia sempat menyaksikan adiknya berpandangan mata dan
tersenyum kepada salah seorang prajurit. Dadanya bergemuruh, tapi
ditahannya. (halaman: 54)

Pada Kalimat diatas memberikan informasi bahwa putri Pallangga tidak

boleh behubungan dengan orang biasa. Penyampaian pesan pada kalimat di atas

untuk memperjelas makna yang ingin disampaikan pengarang pada pembaca.

Kalimat deklaratif di atas kalimat berupa pernyataan, pernyataan pada kalimat di

atas berhubungan dengan perbedaan derajat dalam kerajaan.

Kutipan 8

Gedung mewah bercat putih yang ada di depan mereka itu merupakan
rumah tinggal pengusaha Portugis yang telah puluhan tahun pula
menetap di Juppandang. Hanya sekitar satu kilometer dari pelabuhan
rakyat paotere. Boleh dikata setap minggu atau bila waktu senggang,
Karaeng berkunjung kerumah itu. Suasana sangat akrab. Dari samping
51

rumah itu,beberapa orang keluar menarik bendi untuk dibawa kehalaman.


Salah seorang pekerja di rumah itu kaget melihat kedatangan Karaeng
Caddi.(halaman: 95)

Pada kalimat di atas Informasi mengenai gambaran rumah pengusaha

Portugis yang mewah yang terletak di daerah Juppandang. Dari kalimat di atas

dapat disimpulkan pengarang ingin menyampaikan efek estetis suasana tempat

yang diinformasikan melalui narasi sehingga pengarang dapat lebih leluasa dalam

menggambarkannya.Kalimat deklaratif di atas merupakan kalimat yang

memberikan informasi.

Kutipan 9

Benjamin Pareira pengusaha bangsa Portugis yang terbilang sukses. Ia


banyak membantu Kerajaan Gowa dalam melakukan desain dan
rehabilitasi beberapa benteng yang terbentang dari selatan ke utara pantai
Makassar. Selain itu juga membeli hasil bumi lalu mengekspor ke Eropa,
namun, usaha bangsa-bagsa Portugis itu selalu mendapat gangguan dari
pihak Belanda pula.(halaman: 96)

Pada kalimat di atas memberikan pernyataan faktual mengenai Benjamin

Pareira. Benjamin pareira merupakan pengusaha Portugis yang sering membantu

Kerajaan Gowa. Dari kutipan di atas dapat disimpulkan pengarang ingin

menyampaikan gambaran mengenai tokoh Benjamin Pareira yang diungkapkan

secara narasi supaya makna yang disampaikan lebi leluasa. Kalimat deklaratif di

atas merupakan kalimat yang memberikan pernyataan.

Kutipan 10

Didapur istana yang cukup luas, ramai pula para perempuan dewasa
mengiris-ngiris daging, lalu mencucinya dan meniriskan. Di samping
kolong istana berdiri tenda tempat penabuh gendang dan meniup seruling
memainkan musik khas Makassar, sinrilik, misalnya, dan kecapi. Anak-
52

anak berlarian gembira. Pembesar Pallangga, Bajeng, serta daerah


sekitarnya berdatangan. Menghadiri pesta nan meriah itu. (halaman: 130)

Pada kalimat di atas memberikan informasi yang diberikan mengenai latar

dapur istana pada saat itu. Dari kalimat di atas dapat diperoleh informasi dapur

istana yang digambarkan ketika akan mengadaakan pesta, banyak para perempuan

yang sedang memasak di sana. Berdasarkan fungsinya kutipan di atas digunakan

untuk mendapat efek estetis penggambaran latar istana. Kalimat deklaratif di atas

merupakan kalimat yang memberikan informasi.

Kutipan 11

Tampak pula seorang pria muda yang tak kalah gagahnya, kulit putih
bersih, yakni putra mahkota Kerajaan Gowa, I Mappasossong Daeng
Nguraga. Karaeng Caddi sering memanggilnya Amir, padahal nama
lengkapnya Amir Hamzah. Kendatipun masih belia dan berumur 17 tahun,
Amir Hamzah yang merupakan putra mahkota kerajaan Gowa, sering
dikirim untuk memadamkan pemberontakan di berbagai wilayah yang ada
di bawah kekuasaan Gowa. (halaman: 135)

Pada kalimat di atas memberikan informasi yang diberikan mengenai

gambaran tokoh Air Hamzah. Amir Hamzah merupakan putra mahkota Kerajaan

Gowa yang tidak kalah gagah dengan Karaeng Caddi. Penggambaran tokoh di

atas disampaikan pengarang untuk memberiakan makna tertentu pada pembaca

sehingga menghasilkan nilai estetis. Kalimat deklaratif di atas merupakan kalimat

yang memberikan informasi.

Kutipan 12

Di ruang tamu istana Karaeng Pallangga telah siap santapan. Usai


menunaikan Sholat Maghrib, ketiga pemuda bangsawan Gowapun
53

melahap hidangan yang disediakan. Makan malam dengan sup konro


menjadikan menu malam itu sangat nikmat. (halaman: 153)

Pada kalimat di atas memberikan Informasi yang digambarkan menganai

latar di Istana Pallangga. Latar yang digambarkan mengenai ruang tamu istana

tempat Karaeng Pallangga makan malam bersama bangsawan gowa lainnya.

Pelukisan latar pada kalimat di atas disampaikan untuk mendapat efek estetis pada

pembaca. Kalimat deklaratif di atas merupakan kalimat yang memberikan

informasi.

Kutipan 13

Awak perahu itu hanya lima orang. Tampak ketika mereka semua berdiri
di sisi perahu itu yang hanya memiliki satu tiang layar. Terlihat di depan
seorang pria memakai ikat kepala yang tak lain adalah Ambo Kagi. Ali
danRani lebih dulu turun keperahu itu membawa perbekalan, seperti ayam
yang masih hidup, beras, serta beberapa sayuran. (halaman: 157)

Pada kalimat di atas memberikan pernyataan faktual mengenai jumlah

awak yang berada dalam perahu yang sedang berlayar. Dalam pelayaran tersebut

digambarkan suasana perahu dan perbekalannya. Pernyataan dalam kalimat di atas

tidak memerlukan respon khusus dari pembaca tetapi berupa perhatian. Kalimat

deklaratif di atas merupakan kalimat pernyataan.

Kutipan 14

Kendatipun lebih muda dari Karaeng Caddi, Amir Hamzah memiliki


wawasan pengetahuan yang cukup luas. Ia di gemleng oleh guru-guru
istana Gowa dan sering dikirim beberapa bulan ke berbagai daerah guna
mempelajari ilmu keagamaan, bela diri, serta berbagai ilmu pemerintahan.
Sama halnya dengan Karaeng Caddi, Ia juga memiliki ramah kepada para
prajurit. Ia sependapat dengan Karaeng Caddi bahwa seorang prajurit
adalah kekuatan utama menjaga kedaulatan negara dan menjadi tumpuan
bagi para panglima. Karena itu, Ia sangat memperhatikan kesejahtraan dan
kebutuahan hidup para prajuritnya. Sebab, sehebat apa pun strategi yang
54

dibuat untuk berperang, jika prajurit tak tangguh, maka akan sia-sia.
(halaman: 143)

Pada kalimat di atas memberikan informasi yang diberikan pada kalimat di

atas mengenai tokoh Amir Hamzah. Amir Hamzah sangat menghormati

Prajuritnya karena prajurit akan menentukan kemenangan dalam peperangan. Dari

kutipan di atas dapat disimpulkan bahwa penggambaran tokoh untuk mendapat

nilai estetis suatu cerita. Kalimat deklaratif di atas memberikan informasi.

Kutipan 15

Selama ini, penduduk Portugis di Makassar sangat menolak bila anak


perempuannya menikah dengan laki-laki di luar bangsa Portugis.
Kendatipun mereka telah berpuluh-puluh tahun menetap di Kerajaan
Gowa, tapi dalam urusan menikahkan anak perempuan, mereka tetap
menjodohkan dengan laki-laki dari kaum mereka sendiri. Namun
sepertinya, Elis akan mendobrak nilai-nilai tradisi mereka dengan menolak
larangan Ayahnya untuk melanjutkan hubungan asmaranya dengan pria
Pallangga, putra mahkota dari Karang Pallangga. (halaman: 173)

Pada kalimat di atas memberikan Pernyataan menganai kebiasaan orang

Portugis harus menikah lagi dengan orang Portugis. Walaupun mereka tinggal

lama di Gowa untuk urusan menikah mereka memiliki nilai tradisi. Dari kutipan

di atas dapat disimpulkan pengrang ingin menyampaikan makna tertentu pada

cerita untuk mendapat nilai estetis. Kalimat deklaratif di atas merupakan kalimat

yang memberikan pernyataan.

Kutipan 16

Puang Guru pun menjelaskan tentang struktur pemerintahan di


Kerajaan-Kerajaan Makassar. Ia juga menceritakan struktur kerajaan
kecil. Sebagai contoh, federasi dan konfederasi. Sebab, keduanya hampir
sama dengan struktur kerajaan yang lebih kecil. Menurutnya, di Wajo,
penguasa di sebut Arung Matoa. Arung Matoa merupakan raja dari anak
laki-laki. Arung matoa dibantu oleh dewan sebanyak enam orang. Berbeda
55

dengan di Gowa yang dibantu oleh sembilan dewa (Bate salapang). Tapi,
dari enam orang dewan di Wajo itu, ada pula anggota dewan dari kalangan
perempuan.(halaman: 264)

Pada kalimat di atas memberikan informasi yang diberikan oleh Puang

Guru mengenai kerajaan-kerajaan besar dan kecil yang ada di Makassar. Informasi

yang diberikan kepada pembaca mengenai kerajaan yang berada di Makassar,

informasi yang diberikan oleh pengarang berfungsi untuk menyampaikan pesan

kepada pembaca mengenai gambaran kerajaan Makassar saat itu. Kalimat

deklaratif di atas merupakan kalimat yang memberikan informasi.

Kutipan 17

Perumahan yang ada di kampung Peneki itu tidak jauh berbeda dengan
rumah-rumah penduduk orang Makassar. Rumah panggung, terbuat dari
kayu kokoh dan tahan lama. Kerangka rumah Bugis-makassar berbentuk
huruf H yang terdiridari beberapa tiang balok yang dirakit. Tianglah
yang menopang lantai dan atap. Sementara, dindingnya dijepit, lalu diikat
pada tiang luar. (halaman: 269)

Pada kalimat di atas memberikan informasi yang gambaran mengenai

perumahan yang berada di Bugis dan Makassar. Gambaran yang diungkapkan

oleh pengarang untuk memberi informasi pada pembaca supaya pesan cerita

tersampaikan dengan baik. Kalimat deklaratif di atas merupakan kalimat

inforrmasi.

Kutipan 18

Ada dua jenis pengikut, pengikut dari kalangan klien biasa, dan pengikut
dari kalangan bangsawan. Biasanya, pengikut dari kalangan bangsawan
lebih tepat disebut pendukung karena memiliki pengikut sendiri. Melalui
bangsawan inilah strukturpengikut terbangun beberapa kelompok pengikut
bersatu melalui pemimpin masing-masing dibawah satu patron lebih
56

tinggi, contoh, pengikut ayahhandamu memiliki pengikut, tetapi Ayah


handamu mengikut kepada sultan. (halaman: 280)

Pada kalimat di atas memberikan informasi yang berupa klien atau

pengikut dalam kalangan kerajaan. Pengikut terbagi atas dua yaitu pengikut biasa

dan pengikut bangsawan. Pada informasi di atas dapat disimpulkan pengarang

ingin menyampaikan makna mengenai pengikut terhadap pembacanya. Kalimat

deklaratif di atas merupakan kalimat yang memberikan informasi.

Kutipan 19

Puang Guru pun bercerita tentang awal pertengahan abad XV. Pada abad
itu imperium Gowa sudah mulai melebarkan sayapnya dan melakukan
penaklukan kerajaan-kerajaan yang ada di sekitarnya. pengembangan
maritim ditingkatkan. Ketika itu, Makassar sudah menjalin hubungan
dengan kerajaan-kerajaan, seperti Johor, Demak, dan Ternate. Bangsa-
bangsa dari belahan dunia lain, seperti Inggris, Portugis, Spanyol, Arab,
India, dan Cina serta orang-orang asing telah menetap di Makassar
sehingga terus Meningkat sebagai kota perdagangan yang maju di timur.
(halaman: 302)

Pada kalimat di atas pernyataan berupa masa kejayaan Kerajaan Gowa

pada abad XV, kerajaan Gowa pada saat itu sudah menguasai maritim

perdagangan. Pada kalimat di atas dapat disimpulkan pernyataan yang diberikan

untuk menyampaikan makna dari perjuangan Gowa pada saat itu. Kalimat

deklaratif di atas kalimat yang memberikan pernyataan.

Kutipan 20

Di halaman umah Puang lolo, cukup ramai terlihat. Dari jarak seratus
meter, tampak dengan jelas Puang Lolo dengan pakaian kemewahan
berdiri menyambut kedatangan Karaeng Caddi. Puang Lolo
berpenampilan menawan dengan topi serat daun lontar keemasan serta
pakaian jas kurung warna biru dengan kancing terbuat dari bahan emas
pula. Tidak hanya, itu di atas rumah, dari balik jendela, istri-istrinya
sedang melihat ke halaman. (halaman: 319)
57

Pada kalimat di atas memberikan informasi yang digambarkan mengenai

latar, suasana dan tokoh. latar yang digambarkan mengenai halaman rumah Puang

Lolo dan suasananya yang ramai. Penggambaran tokoh Puang Lolo dengan

pakaian mewahnya disampaikan secara mendetail. Dari kalimat di atas dapat

disimpulkan pengarang ingin penyampaikan efek estetis tokoh sehingga pembaca

dapat mengetahui gambaran tokoh Puang Lolo. Kalimat deklaratif di atas kalimat

yang memberikan informasi.

Kutipan 21

Pasukan yang dipimpin oleh Karaeng Caddi berjalan dengan


mengibarkan panji-panji perang Goa. Panji bergambar burung
merentangkan sayap berkibar-kibar ditiup oleh angin laut yang berhembus
deburan-deburan ombak yang membentur karang terdengar seakan-akan
memberi semangat kepada pasukan yang akan melakukan serangan balik.
(halaman: 337)

Pada kalimat di atas memerikan informasi mengenai susana peperangan

yang dipimpin oleh Karaeng Caddi. Dari kalimat tersebut dapat diperoleh

informasi mengenai susana peperangan yang digambarkan oleh pengarang.

Pembaca akan merasakan suasana peperangan melalui informasi yang diberikan

pengarang. Kalimat deklaratif di atas merupakan kalimat yang memberikan

informasi.

Kutipan 22

Karena gencarnya dua agama yang akan masuk di Makassar, maka raja
Gowa ketika itu, meminta kepada Portugis di Makkasar dan utusan sultan
Johor, agar mengirim masing-masing ulama dan pendeta. Raja Gowa
58

XIV, I Mangarangi Daeng Manrabia Sultan Alaudin bersumpah bahwa


siapa saja utusan yang lebih dulu tibadi Makassar, maka Gowa akan
memeluk agama dari utusan yang tiba itu. Ternyata, yang tiba lebih dulu
dari Malakaadalah utusan ulama Islam, padahal sama-sama berangkat dari
Malaka. Maka resmilah Islam jadi agama kerajaan Gowa. (halaman: 303)

Pada kalimat di atas memberikan Informasi yang digambarkan berupa

agama yang masuk dikerajaan Gowa. Pada saat itu ada dua agama yang masuk

yaitu Islam dan Hindu, karena sumpah sang sultan maka agama yang dipilih pada

saat itu adalah Islam sebab ulama yang diundang tiba lebih dulu. Dari kalimat di

atas dapat di simpulkan pengarang ingin menyampaikan makna khusus mengenai

keadaan agama pada saat itu sehingga pembaca akan lebih memahami tentang

penyebaran agama Islam pada saat itu. Kalimat deklaratif di atas merupakan

kalimat yang memberikan informasi.

Kutipan 23

Saat Raja Gowa XV, I Manuntungi Daeng Mattola Karaeng Lakiung


sultan Malikul Said memadamkan pemberontakan di Bone, banyak
pembesar Bone yang di hukum dan di jadikan tawanan, termasuk orang
tua Arung Pallaka. Karena itulah, diam-diam Arung Palakka memendam
bara dendam dalam hati. Apalagi, Arung Palakka tidak banyak
mendapatkan pelajaran Agama Islam, api dendam itu terus dipelihara,
walaupun Ia merupakan teman sepermainan Somba Mangape oyya I
Mallobasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Sultan hasnudin. (halaman:
304)

Pada kalimat di atas memberikan informasi gambaran mengenai awalnya

terjadi peperangan antara sultan Gowa dengan Arumg Palakka. Dendam Arung

Palakka menyebabkan peperangan yang hebat, walaupun mereka bersahabat tetapi

peperangan tidak dapat dihentikan karena Arung Palakka tidak banyak

mendapatkan pelajaran agama Islam. Dapat disimpulkan bahwa penggambaran


59

suasana yang diberikan pengarang untuk mendapatkan nilai estetis pada

pembacanya. Kalimat deklaratif di atas merupakan kalimat yang memberika

informasi.

Kutipan 24

Kabar terlukanya Arung Palakka saat bertempur dengan Karaeng Caddi


di Emererasa begitu cepat tersiar ke semuaprajurit penyokong Belanda.
Cornelis speelman merasakawatir bila Arung palakka tewas. Kini, dari
laporan mata-mata yang dikirim Karaeng Baso, Arung Palakka sedang
dirawat di kapal kebesaran Belanda bersama Conelis Speelma. (halaman:
365)

Pada kalimat di atas memberikan pernyataan faktual mengenai kalahnya

Arung Palakka. Arung Palakka kalah dalam peperangan melawan Karaeng Caddi.

Pada kalimat tersebut pembaca akan mendapatkan makna mengenai ketangguhan

Karaeng Caddi dalam melawan musuhnya. Kalimat deklaratif di atas merupakan

kalimat pernyataan.

Kutipan 25

Ibu kota Kerajaan Gowa, Sombaopu, tidak seperti biasanya. Istana Sultan
dipenuhi dengan para karaeng dari berbagai wilayah yang masih setia
kepada Gowa. Pagi yang cerah, ditengah gempuran pasukan Belanda yang
makin menyemut di Pantai Makassar hingga ke selatan pantai Barombong.
(halaman: 370)

Pada kalimat di atas memberikan informasi mengenai gambaran latar

tempat kerajaan. Kerajaan Gowa mengalami kekalahan akibat serangan dari

Belanda, sehingga para petinggi kerajaan berkumpul untuk merundingkan

keadaan Gowa pada saat itu. Dapat disimpulkan pengarang ingin menyampaikan

informasi untuk mendapatkan efek estetis pada pembacanya sehingga pembaca


60

dapat memahami suasana saat itu. Kalimat deklaratif di atas merupakan kalimat

yang memberikan informasi.

Kutipan 26

Kondisi keamanan Gowa tidak lagi stabil. Jiwa tidak lagi tenang. Di
pinggiran sungai Jenrberang, Karang caddi, andi Basse, Elis pareira
menempati rumah sederhana. Tak seperti ketika di istananya di Pallangga.
Namun, para pengikutnya masih setia dan karaeng Caddi telah di angkat
menjadi karaeng Pallangga menggantikan Ayahnya. (halaman: 408)

Pada kalimat di atas mengenai pernyataan kondisi Gowa yang tak stabil,

Gowa mengalami kekalahan dalam menghadapi Belanda. Karaeng Pallangga pun

tewas dalam peperangan. Pada kalimat di atas dapat disimpulkan bahwa makna

yang ingin disampaikan pengarang supaya pembaca mengetahui peperangan yang

terjadi saat itu. Kalimat deklaratif di atas merupakan kalimat yang pernyataan.

Kutipan 27

Pasukan Belanda semaki menyemut mengelilingi Sombaopu. Karaeng


Caddi tak mungkin menyambung nyawa, mati bersama adik dan
kekasihnya, Elis Pareira. Apalagi, telah lebih dari tiga ratus anak
buahnya gugur. Prajurit-prajurit Makassar telah banyak yang mundur dari
benteng Sombaopu, meriam anak makassar telah jatuh ke tangan Belanda.
Karaeng Karungrung dan pasukannya Arung Palakka yang kini sudah
berada dekat benteng dan saling berhadapan. (halaman: 418)

Pada kalimat di atas memberikan informasi mengenai kekalahan pasukan

Karaeng Caddi dalam melawan musushnya. Karaeng Caddi akhirnya mundur

karena sudah tiga ratus prajuritnya gugur dalam pertempuran. Dari kalimat di atas

dapat disimpulkan bahwa informasi yang diberikan oleh pengarang untuk

menyampikan makna peperangan terhadap pembacanya, dalam peperangan ada


61

yang kalah dan ada yang menang. Kalimat deklaratif di atas memberikan

informasi

Kutipan 28

Dalam pengungsiannya di daerah danau mawang, Karaeng caddi tetap


didampingi para pasukan setianya yang berjanji sehidup semati dalam
melakukn perlawanan perang. Di antaranya Rani, ali, momo yang tak
sedikitpun jauh dari Karaeng caddi. (halaman:420)

Pada kalimat di atas memberikan pernyataan faktual mengenai

pengungsian Karaeng Caddi dengan prajuritnya. Pengarang menyampaikan

informasi keberadaan Karaeng Caddi setelah mundur dalam peperangan. Kalimat

deklaratif di atas merupakan kalimat pernyataan.

Kutipan 29

Setelah istirahat sehari penuh, atas saran lurah Benoa itu, berlayarlah
rombongan Karaeng caddi menuju timur menyongsong matahari terbit. Di
tempat itulah, mereka menetap. Membangun perkampungan di pantai
hingga menjorik ke daratan. Elis pun menikah dengan pujaan hatinya.
Hidup damai sebagai petani dan nelayan. Perkampungan itu mereka
namakan Pantai Makassar.(halaman: 437)

Pada kalimat di atas memberiakn pernyataan mengenai Elis dan Karaeng

Caddi. Setelah mereka mengungsi bersama prajuritnya Karaeng Caddi dan Elis

menikah dan tinggal di Pantai Makassar. Dari kalimat di atas dapat disimpulkan

bahwa mundurnya Karaeng Caddi pada pertempuran bukan berarti kalah tetapi

ingin melindungi prajurit dan keluarganya. Kalimat deklaratif di atas merupakan

kalimat pernyataan.

4.4.2 Rangkuman Unsur Gramatikal


62

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan kalimat deklaratif di atas, penulis

menyimpulkan bahwa terdapat beberapa kalimat informasi dan kalimat

pernyataan yang digunakan oleh pengarang dalam mengungkapkan pikirannya

dalam novel tersebut. Penggunaan kalimat tersebut bertujuan untuk memberikan

nilai estetis dan memberikan makna yang mendalam kepada pembacanya. Selain

itu pemilihan kalimat tersebut sangat sederhana dan mudah untuk dipahami.

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan kalimat di atas, penulis

mengunakan kalimat deklaratif dengan tujuan untuk memberikan kemudahan

kepada pembaca dalam memahami dan mengapresiasi isi novel tersebut. Penulis

dapat menyimpulkan bahwa novel Gadis Portugis karya Mappajaringi Manan

dalam kalimat deklaratif digunakan sangat efektif sehingga ide dan gagasan

dalam cerita dapat dipamami dengan mudah oleh pembaca. Berdasarkan

fungsinya kalimat yang memberikan informasi terdiri dari 20 buah sedangkan

kalimat yang memberikan pernyataan terdiri dari 9 buah, sehingga jumlah

keseluruhan kalimat deklaratif 29 buah. Dari uaraian di atas dapat di simpulkan

bahwa kalimat yang memberikan informasi lebih dominan digunakan daripada

kalimat yang berbentuk pernyataan.

4.5 Analisis Unsur Figuratif

4.5.1 Data Unsur Figuratif

Dalam menuangkan gagasan atau ide pada sebuah karya sastra seorang

pengarang memiliki berbagai pilihan dalam menggunakan unsur Figuratif. Salah

satu unsur figuratif yang digunakan dalam novel Gadis Portugis adalah
63

pemajasan. Di bawah ini penulis kutip pemajasan yang terdapat dalam novel

Gadis Portugis.

Kutipan 1

Fajar menyemburat dari tidur semalam. Ayam jantan terus berkokok


bersahut-sahutan menyambut sinar pagi. Seorang pemuda, dengan pakaian
merah, berdiri dibawah kolong rumah. Badan tinggi semampai, berisi, dan
padat. Gagah dengan kulit tipis menghiasi atas bibisnya yang kemerahan
serta cambang yang tipis. Kulit agak kuning langsat. (halaman: 7)

Pada kalimat tersebut terdapat ungkapan sifat-sifat insani pada benda tak

bernyawa. ungkapan Fajar menyemburat dari tidur semalam dalam kaliamat

tersebut fajar seolah-olah bisa tidur dan bangun layaknya manusia hingga

menimbulkan kesan yang lebih indah pada pembaca. Majas yang digunakan pada

kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan dengan jenis personifikasi.

Kutipan 2

Anakku, ilmu yang ada dalam dirimu itu bagai sebutir pasir di padang
pasir, tak ada artinya. Ilmu pengetahuan itu, seluruh isi dunia ini tak
cukup untuk menampungnya. Kamu ingat kata-kata karaeng
Pattingalloang? Semakin kau belajar dan adasetitik ilmu dibenakmu, maka
kau akan merasa haus, lalu terus menerus untuk belajar, kata Karaeng
Pallangga menasehati anaknya. Karaeng Caddi hanya diam dan membisu.
(halaman: 10)

Pada kalimat tersebut terdapat ungkapan yang membandingkan dua hal

yang berlainan yang sengaja dianggap sama seperti ungkapan bagai sebutir pasir

di padang pasir, tak ada artinya. Padang pasir pada kalimat tersebut

diumpamakan sebagai ilmu yang belum ada artinya. Majas yang digunakan ada

kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 3
64

Mentari begitu terik seakan-akan membakar kulit. Daeng Bora


memerintahkan memerintahkanpelayannya untuk menyiapkan makan
siang.
Sudah siap, Daeng, kata pelayan laki-laki membungkuk di dekat tangga
dapur.
O ya, Daeng, Pamanku kemana?
Tadi dibelakang melihat-lihat kandang ayam jagonya. Mungkin tak lama
lagi akan datang..... (halaman: 23)

Pada kalimat tersebut terdapat ungkapan yang menginsankan. Ungkapan

mentari begitu terik seakan-akan membakar kulit menimbulkan efek estetis pada

pembaca. Majas yang digunakan pada kalimat tersebut adalah majas perbandingan

jenis personifikasi.

Kutipan 4

Masih banyak di antara mereka melakukan perbuatan yang


bertentangan dengan agama, misalnya mabuk-mabukan, main judi, dan
sabung ayam. Mereka juga mudah berkelahi. Untung saja perkelahian
tersebut jarang menimbulkan korban karena para pelakunya kebal dengan
senjata tajam. Sehingga, perkelahian hanya menghasilkan capek dan napas
yang ngos-ngosan, lalu di damaikan. (halaman: 26)

Pada kalimat di atas susunan ungkapannya mengandung penekanan dan

mengandung urutan-urutan pemikiran yang semakin meningkat kepentingannya.

Ungkapan misalnya mabuk-mabukan, main judi, dan sabung ayam. Mereka juga

mudah berkelahi. Urutan pemikiran yang ada dalam kalimat tersebut dimulai dari

mabuk, main judi, sabung ayam, sampai berkelahi. Majas yang digunakan pada

kalimat tersebut di atas adalah majas pertentangan jenis klimaks.

Kutipan 5

Anakku, ingatlah pepatah tua-tua kita. Dalam merantau di negeri orang,


walaupun itu masih taklukan gowa, jagalah selalu ujung lidah untuk
bergaul. Perkuatlah kelaki-lakianmuuntukmenjaga malu serta pertajamlah
selalu ujung badik untuk keamanan. (halaman: 34)
65

Pada kalimat tersebut terdapat melekatnya kata insani. Ungkapan jagalah

selalu ujung lidah untuk bergaul. Ujung lidah pada kalimat tersebut seolah-olah

dapat bergaul. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas

perbandingan jenis personifikasi.

Kutipan 6

Aku ingatkan lagi, bahwa dalam merantau, jangan sekali-sekali ikut hawa
napsu, jika kau ikuti hal yang demikian, sama saja kamu menumpangi
perahu bocor, akan tenggelam di rantau dan tidak akan kembali lagi.
Nasihat itu sangat menyentak hati nurani Karaeng Caddi. (halaman: 34)

Pada kalimat tersebut membandingkan dua hal yang berbeda yang sengaja

dianggap sama. Ungkapan sama saja kamu menumpangi perahu bocor, akan

tenggelam di rantau dan tidak akan kembali lagi. Perahu bocor dibandingkan

dengan hawa napsu yang tidak dapat dijaga. Majas yang digunakan dalam kalimat

tersebut diatas adalah majas perbandinagn jenis perumpamaan.

Kutipan 7

Jikalau itu terjadi, pasukan Bone yang masuk lewat Bulu Kumbang tidak
mungkin bisa keselayar karena di pagar betis oleh pendukung Gowa
dibantu oleh Kajang. Jadi, mereka tak dapat lewati itu. Nah, kita akan
antisipasi pasukan Bone itu dengan memotong langsung ke Barat di kaki
Gunung Tinggimoncong itu papar Iskandar. (halaman: 40)

Pada kalimat tersebut terdapat kalimat pengandaian yang secara eksplisit

memanfaatkan kata jikalau. Ungkapan Jikalau itu terjadi, pasukan Bone yang

masuk lewat Bulu Kumbang tidak mungkin bisa ke selayar karena di pagar betis

oleh pendukung Gowa dibantu oleh Kajang. Majas yang digunakan dalam kalimat

tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis depersonifikasi.

Kutipan 8
66

Iya, tapi sekarang mata-mata melapor bahwa ia melihat apel besar


pasukan Bugis di Sinjai telah mencapai dua puluh ribu prajurit.
Sementara pasukan di Malino kurang dari tujuh ribu prajurit, terang
Iskandar lagi. (halaman: 41)

Pada kalimat tersebut membandingkan dua hal yang berbeda dan dianggap

sama. Ungkapan tapi sekarang mata-mata melapor bahwa ia melihat apel besar

pasukan Bugis di Sinjai telah mencapai dua puluh ribu prajurit. Apel besar dalam

kalimat tersebut dibandingkan dengan pasukan Bugis yang sangat banyak

mencapai dua puluh ribu. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas

adalah majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 9

Api lampu minyak yang menyala ditiap sudut kamar terlihat menari-nari
dengan hembusan angin yang lewat celah-celah jendela.
Mana Andi Basse? tanya Karaeng Pallangga.
Dari tadi, Dia tidur di kamarnya setelah seharian belajar
menaribpakkaren, jelas Karaeng Bau. (halaman: 46)

Pada kalimat tersebut seolah-olah benda mati dapat beraktivitas seperti

manusia. Ungkapan Api lampu minyak yang menyala ditiap sudut kamar terlihat

menari-nari dengan hembusan angin yang lewat celah-celah jendela. Api yang

menyala seakan-akan dapat menari seperti manusia, tetapi kalimat tersebut

menimbulkan efek keindahan pada pembaca. Majas yang digunakan dalam

kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis personifikasi.

Kutipan 10

Suara yang lantang dan menggema dibacakan oleh pimpinan pasukan yang
akan dikirim dari Pallangga menuju medan perang. Suara keras itu di
sertai sinarmatahari yang mulai menggigit kulit. Namun angin sepoi-sepoi
menangkis hawa panas yang ditimbulkan terik matahari. Di halaman
depan istana karaeng pallangga, berbaris dua ratus prajurit yang
67

bersumpah untuk berjuang hingga titik darah penghabisan bagi kejayaan


gowa. (halaman: 49)

Pada kalimat tersebut benda mati seolah-olah dapat bergerak seperti

makhluk hidup. Ungkapan Suara keras itu di sertai sinar matahari yang mulai

menggigit kulit. Sinar matahari seakan-akan dapat menggigit manusia karena

teriknya. Ungkapan Namun angin sepoi-sepoi menangkis hawa panas yang

ditimbulkan terik matahari. Angin seolah-olah hidup dapat mengikis panasnya

matahari. Dua kalimat tersebut menimbulkan keindahan pada pembaca. Majas

yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis

personifikasi.

Kutipan 11

Karaeng Caddi merasa hatinya bagai tersayat sembilu. Hal itu akan
membuat aib di keluarga. Senyum adiknya kepada salah satu prajurit yang
sangat di kenalnya. Prajurit yang terbilang gagah dan memiliki pengabdian
yang cukup pada Gowa. (halaman: 56)
Pada kalimat tersebut diumpamakan dua hal yang berbeda tapi dianggap

memiliki kesamaan. Ungkapan Karaeng Caddi merasa hatinya bagai tersayat

sembilu. Kata bagai pada kalimat tersebut membandingkan perasaan Karaeng

Caddi yang begitu sakit seperti di sayat oleh sembilu. Majas yang digunakan

dalam kalimat di atas adalah majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 12

Malam itu makin sunyi. Semua diam membisu, hanya terdengar isak tangis
ibu hasan dan suara tokek yng sekali-sekali berbunyi. Hasan berusaha
berdiri, tapi ani menginjak bahunya. (halaman: 61)

Pada kalimat tersebut terdapat kata yang berlebihan. Ungkapan semua

diam membisu, kata diam dan membisu bisa di gunakan salah satunya karena
68

diam sudah menyatakan membisu sebaliknya kata membisu sudah menyatakan

diam. Majas yang digunakan dalam kalimat di atas adalah majas perbandingan

jenis pleonasme.

Kutipan 13

Melihat kedatangan tiga orang mengendarai kuda, beberapa prajurit


mengangkat obor. Cahaya obor itu terpantul dimainkan riak gelombang
sungai. Kepala mereka celingak-celinguk ingin tahu. Tapi, melihat Ali
yang berada di depan, semuanya langsung tenang. Mereka tertunduk, tidak
ada yang berkata-kata melihat Hasan tanganya terikat dan diseret dengan
kuda yang di tumpangi Rani. (halalaman: 63)

Pada kalimat tersebut benda mati seolah-olah dapt bergerak. Ungkapan

Cahaya obor itu terpantul dimainkan riak gelombang sungai. Gelombang sungai

solah-olah dapat bergerak dan memainkan cahaya dari obor, kalimat tersebut

menimbulkan efek estetis pada pambaca. Majas yang digunakan dalam kalimat di

atas adalah majas perbandingan jenis personifikasi.

Kutipan 14

Prajurit yang ada di atas kapal itu hanya mampu mengangguk. Rani tak
juga melepas ikatan di tangan Hasan. Ia bagaikan menarik sapi gembala
yang akan menuju rumah potong hewan. Para prajurit hanya mngikuti
dengan delik mata kearah Hasan karena mereka mengetahui siapa Hasan.
(halaman: 63)

Pada kalimat tersebut membandingkan dua hal yang berbeda seolah-olah

sama. Ungkapan Ia bagaikan menarik sapi gembala yang akan menuju rumah

potong hewan. Kata bagaikan membandingkankalimat tersebut secara eksplisit.

Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan

jenis personifikasi.

Kutipan 15
69

Kami memilih mati di laut dari pada pulang tanpa kemenangan. Suara
teriakan anak buah kapal yang disambut yang lain dengan teriakan
betul!. (halaman: 66)

Pada kalimat tersebut terdapat kata yang berlawanan yaitu kata mati dan

kemenangan. Ungkapan Kami memilih mati di laut dari pada pulang tanpa

kemenangan, menunjukan berlawanan antara memilih mati atau menang. Majas

yang digunakan dalam kalimat di atas adalah majas pertentangan jenis oksimoron.

Kutipan 16

Angin sepoi-sepoi bertiup, terik mentari begitu bersinar, tapi terasa sejuk
dengan suara burung-burung laut beterbangan. Dua panglima perang
Gowa itu duduk di anjungan kapal. Juru masak kapal datang membawa
makanan untuk Karaeng Galesong dan Daeng Bora. (halaman: 72)

Pada kalimat yang berlawanan antara kalimat terik mentari begitu

bersinar dan kalimat tapi terasa sejuk dengan suara burung-burung laut

beterbangan. Terik mentari tidak terasa panas tapi menjadi sejuk, seharusnya

suasana terasa panas. Namun, pada kalimat tersebut menimbulkan efek estetis

pada pembaca. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas

pertentangan jenis oksimoron.

Kutipan 17

Belum sempat Karaeng Caddi beranjak dari duduknya di balai-balai yang


terbuat ari kayu jati itu, Andi Basse datang tergesa-gesa turun dari bendi.
Rambutnya sepinggag dibiarkan tergerai tak beraturan. Ia tak
menghiraukan Ayahnya dan Karaeng Caddi, tapi rona wajahnya memerah
karena terlihat penuh nafsu amarah yang akan meledak-ledak. Ia terus
menaiki tangga.(halaman: 78)

Pada kalimat tersebut terdapat kata yang bukan arti sebenarnya tetapi

melukiskan yang membandingkan. Ungkapan tapi rona wajahnya memerah

karena terlihat penuh nafsu amarah yang akan meledak-ledak, rona wajahnya
70

memerah melukiskan kemarahan pada Andi Basse. Majas yang digunakan dalam

kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis metafora.

Kutipan 18

Tidak kejam, anakku. Itulah cara menjaga kehormatan. Karena orang


yang tak memilikikehormatan ibarat binatang saja yang berjalan. Ia
hanya merupakan manusia, tapi tingkahnya bagai binatang jelas ibunya
sambil membelai rambutnya yang bersandar dibahunya. (halaman: 83)
Pada kalimat tersebut ada penekanan eksplisit yang menggunakan kata

ibarat dan bagai yang membandingkan dua hal berlawanan. Ungkapan Karena

orang yang tak memiliki kehormatan ibarat binatang saja yang berjalan. Ia

hanya merupakan manusia, tapi tingkahnya bagai binatang. Kalimat tersebut

menyatakan tingkah manusia yang tidak memilikikehormatan tidak berbeda

dengan binatang. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah

majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 19

Karaeng Caddi mengendarai kudanya menyusuri pinggiran sungan


jeneberang. Ia didampingi dua pengawal setianya. Sabtu pagi itu, ketika
mentari belum mengeluarkan sinarnya, ia pamit pada ayah ibunya akan
menuju keperbatasan kota sombaopu, ibu kota kerajaan Gowa. Namun di
tengah perjalanan, lamat-lamat telingaya mendengar suara riuh rendah,
seperti pertunjukan yang seru. (halaman: 87)

Pada kalimat tersebut perbandingan secara eksplisit menggunakan kata

seperti. Ungkapan lamat-lamat telingaya mendengar suara riuh rendah, seperti

pertunjukan yang seru. Suara riuh yang di dengar tida berbeda jauh dengna

pertunjukan yang seru. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas

adalah majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 20
71

Senyum manis tersungging dari bibir manis Elis. Tunik yang


dikenakannya menyentuh lantai. ketika berjalan, ia mengangkat tuniknya
yang berwarna merah marun. Sangat anggun sebagai anak pembesar
Portugis. Rambut ikal kemerah-merahan dengan hidung mancung dan
kulit putih tubuh padat dan langsing setinggi tubuh Karaeng Caddi.
(halaman: 96)

Pada kalimat tersebut melukiskan suatu gambaran yang jelas. Ungkapan

Senyum manis tersungging dari bibir manis Elis dan kalimat Rambut ikal

kemerah-merahan dengan hidung mancung dan kulit putih tubuh padat dan

langsing setinggi tubuh Karaeng Caddi melukiskan kecantikan Elis yang

digambarkan secara jelas. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas

adalah majas perbandingan jenis metafora.

Kutipan 21

Elis memanggilpenjaga kuda dan menyuruhnya menyiapkan kudanya.


Matahari mulai tergelincir dari atas kepala. Angin pantai losari bertiup
menyejukan Elis mengendarai kudanya dengansantai. Mereka berjalan,
tapak-tapak kuda terdengar berirama. Namun tiba-tiba kuda Karaeng
Caddi terlihat gelisah. Karaeng Caddi mencoba menenangkan, tapi tak
juga berhasil melihat hal itu , Rani dan Ali juga tampak gelisah. (halaman:
102)

Pada kalimat tersebut terdapat sifat insani. Ungkapan Matahari mulai

tergelincir dari atas kepala, matahari tidak mungkin tergelincir dari kepala. Majas

yang digunakan dalam kalimat di atas adalah majas perbandingan jenis

personifikasi.

Kutipan 22

Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, bagai kilat, Ali dan Rani
bergerak ke depan. Karaeng Caddi menjaga Elis. Terlihat dua kuda berlari
kencang ke arah mereka ditunggangi laki-laki itu. Ada empat orang
mengejar keduanya dengan mengendarai kuda. (halaman: 103)
72

Pada kalimat tersebut membandingan dua hal yang hakikatnya berlainan.

kalimat Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, bagai kilat, Ali dan Rani

bergerak ke depan, kata bagai menunjukan perbandingan secara eksplisit. Majas

yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis

perumpamaan.

Kutipan 23

Karaeng Caddi hanya tertawa mendengar pujian kekasihnya itu. Mereka


terus berjalan menyusuri pantai. Ombak berkejaran menimbulkan buih-
buih di pinggir pantai. Burung-burung camar bersahut-sahutan bagai
menyambut kedatangan mereka. Elis melompat dari kudanya, lalu
menuntunnya. Demikian pula Karaeng Caddi turun dar kudanya. Kedua
kudanya itu dilepas. Tampak kuda karaeng Caddi, dinar, hanya berdiri di
samping kuda Elis. Mereka mungkin mengerti perasaan tuannya.
(halaman: 105)

Pada kalimat Ombak berkejaran menimbulkan buih-buih di pinggir pantai

menyatakan majas perbandingan jenis majas personifikasi. Dikatakan demikian,

karena terdapat sifat insani ombak seolah-olah makhluk hidup yang berkejar-

kejaran. Sedangkan kalimat Burung-burung camar bersahut-sahutan bagai

menyambut kedatangan mereka menyatakan majas perbandingan jenis

perumpamaan, dikatakan demikian, karena kalimat tersebut menggunakan kata

bagai yang membandingan dua hal yang pada hakikatnya berlainan.

Kutipan 24

Menghadap kelaut, Elis merentangkan kedua tangannya setara bahu bagai


akan terbang ke laut bebas. Ujung tuniknya merapat ke pasir hingga basah
kena hempasan ombak. Rambutnya kemerahan bagai melambai-lambai
tertiup angin. Karaeng Caddi duduk di pasir itu. Ia membuka arung
sutranya dan membentangkan di atas pasir. (halaman: 105)
73

Kalimat Rambutnya kemerahan bagai melambai-lambai tertiup angin

menyatakan majas perbandingan jenis perumpamaan. Dikatakan demikian, karena

pada kalimat tersebut menggunakan kata bagai yang membandingkan dua hal

berlainan.

Kutipan 25

Oh....Daeng, Aku makin sayang pada dirimu degan ketegasan yang ada
padamu, kata Elis dengan bangga. Desiran angin yang meniup daun-
daun nyiur yang ada di pantai yang ada di sekitar mereka menambah
kemesraan, ditingkahi dengan kicauan burung-burung pantai yang terus
beterbangan.sinar matahari berpendar di atas air laut. (halaman: 108)

Kalimat Desiran angin yang meniup daun-daun nyiur yang ada di pantai

yang ada di sekitar mereka menambah kemesraan, ditingkahi dengan kicauan

burung-burung pantai yang terus beterbangan. sinar matahari berpendar di atas

air laut. Kalimat tersebut melukiskan suatu gambaran yang jelas melalui

komparasi untuk menciptakan suatu kesan yang indah terhadap pembaca. Majas

yang digunakan pada kalimat di atas adalah majas perbandingan jenis metafora

Kutipan 26

Sinar matahari menjelang petang itu menyemburat warna keemasan


bercampur merah. Sinar kemerahan membalut tubuh kedua Karaeng yang
berbaju merah, tampak gagang badik Karaeng segera berkilauan tertimpa
sinar matahari. (halaman: 115)

Ungkapan Sinar matahari menjelang petang itu menyemburat warna

keemasan bercampur merah. Sinar kemerahan membalut tubuh kedua Karaeng

yang berbaju merah, tampak gagang badik Karaeng segera berkilauan tertimpa

sinar matahari. Ungkapan tersebut melukiskan suatu gambaran di petang hari

yang di paparkan secara jelas walau pun tdak menggunakan kata eksplisit tetapi
74

tidak menghilangkan efek keindahan pada ungkapan tersebut. Majas yang

digunakan pada kalimat di atas adalah majas perbandingan jenis metafora.

Kutipan 27

Hari masih buta, kabut menyelimuti usai subuh. Dingin terasa menusuk
tulang. Tapi sudah terdengan hiruk pikuk di sekitar istana Karaeng
Pallangga. Puluhan ekor kambing dan sapi tersembelih sudah. Pekerja pria
lalu memotong-motong daging dekat istal kuda. Agak jauh dari istana.
(halaman: 130)

Pada kalimat tersebut terdapat sifat insani yang menyatakan benda mati

seolah-olah makhluk hidup. Ungkapan hari masih buta, kabut menyelimuti usai

subuh. Dingin terasa menusuk tulang. Kata kabut menyelimuti dan menusuk

tulang dibandingkan seperti manusia karena yang dapat menyelimuti dan

menusuk adalah makhluk hidup. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di

atas adalah majas perbandingan jenis personifikasi.

Kutipan 28

waktunya belum jelas, tapi dalam setahun ini. Ayah ku kemungkinan


hanya akan menuntun saja, kata Iskandar
Insya Allah, saudaraku, kalau waktu mengijinkan aku akan hadir, kata
Karaeng Caddi. (halaman: 132)

Pada kalimat tersebut terdapat sifat insani kepada benda-benda yang tidak

bernyawa. Ungkapan kalau waktu mengijinkan aku akan hadir. Pada kalimat

tersebut waktu seolah-olah memiliki kewenangan seperti manusia untuk memberi

ijin. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas

perbandingan jenis personifikasi.

Kutipan 29

Tampaklah sosok pria yang anggun dan berwibawa. Tatapan matanya


tidak sayu, bagai elang yang siap menerkam. Ia murah senyum.
75

Kepalanya memakai penutup kain yang tegak, khas panglima perang


Makasar. (halaman: 134)

Pada kalimat tersebut menggunakan kata eksplisit untung membandingkan

dua hal yang berlainan. Ungkapan Tatapan matanya tidak sayu, bagai elang yang

siap menerkam. Tatapan mata dibandingkan dengan elang yang akan menerkam

ungkapan tersebut dua hal yang berlainan tetapi dengan menggunakan kata bagai

dianggap sama. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah

majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 30

Jangan khawatir saudaraku. Hamba sebagai orang Pallanggabagai


daun kayu yang tertiup angin, kata Karaeng Caddi
Akupun demikian, bagai batang kayu yang mengikuti arus angin,
tambah Iskandar. (halaman: 142)

Ungkapan Jangan khawatir saudaraku. Hamba sebagai orang

Pallangga bagai daun kayu yang tertiup angin, Akupun demikian, bagai

batang kayu yang mengikuti arus angin. Pada dua kalimat tersebut terdapat kata

eksplisit yang membandingkann dua hal yang berbeda tetapi dianggap sama. Kata

eksplisit yang digunakan dalam kalimat tersebut yaitu bagai. Majas yang

digunakan pada kalimat tersebut adalah majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 31

Bumi terasa bergetar bagai guntur bergemuruh. Burung-burung yang ada


di atas pohon beterbangan mendengar suara Karaeng Caddi yang keras dan
lantang. (halaman: 145)

Pada kalimat tersebut terdapat kalimat perbandingan yang dijelaskan

secara eksplisit menggunakan kata bagai. Ungkapan Bumi terasa bergetar bagai

guntur bergemuruh. Bumi bergetar dibandingkan dengan guntur yang bergemuruh


76

padahal pernyataan tersebut berlainan untuk mendapat efek estetis digunakan kata

bagai. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas

perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 32

Laju perahu terus membelah laut yang cukup tenang dimalam itu. Awak
kapal lainnya duduk-duduk mengamati laut yang teduh. Lajunya sungguh
tenang bagai diayun perlahan melewati Pantai Barongbong. Tampak
Pantai Barongbong berdiri kokoh menghadap laut. Benteng itu gelap,
hanya disinari oleh rembulan. (halaman: 160)

Pada kalimat tersebut menyatakan sifat insani pada kalimat pertama dan ke

tiga sedangkan pada kalimat ke dua dinyatakan kalimat perbandingan secara

emplisit yang menggunakan kata bagai. Ungkapan Laju perahu terus membelah

laut yang cukup tenang dimalam itu. Awak kapal lainnya duduk-duduk mengamati

laut yang teduh dan Tampak Pantai Barongbong berdiri kokoh menghadap laut.

Benteng itu gelap, hanya disinari oleh rembulan. Kalimat tersebut dinyatakan

majas personifikasi karena perahu dapat membelah lautan dan pantai berdiri

kokoh seolah-olah dapat dilakukan oleh benda mati. Ungkapan Lajunya sungguh

tenang bagai diayun perlahan melewati Pantai Barongbong dinyatakan majas

perumpamaan karena membandingan dua hal yang sama dengan menggunakan

kata bagai. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas

perbandingan jenis personifikasi dan perumpamaan.

Kutipan 33

Bintang-bintang dilangit masih menampakan sinarnya. Perjalanan


memecah gelombang tak terasa. Rasa kantuk menyerang keduanya. Mulut
Karaeng Caddi terlihat menguap. (halaman: 169)
77

Pada kalimat tersebut menggambarkan sifat insani. Ungkapan Perjalanan

memecah gelombang tak terasa. Perjalanan yang dilakukan selah-olah bernyawa

mampu memecah gelombang, padahal gelombang tidak dapat dipecahkan oleh

perjalanan. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas

perbandingan jenis personifikasi.

Kutipan 34

Suara cangkir pecah membentur tembok. Semua yang duduk dikursi


terdiam. Mulutnya bagai terkunci, kaku menatap gadis yang sesenggukan.
Sementara, Elis yang baru membanting cangkir di tembok dalam ruang
makan itu menundukan wajahnya. Kedua tangannya bertumpu di meja
makan. Tubuhnya terguncang dengan isak tangis. Perempuan setengah
baya beranjak dari kursinyadan mendekati putrinya dengan belaian
lembut. (halaman: 171)

Pada kalimat tersebut menggunakan kata bagai yang membandingkan

sesutu yang berlainan tetapi dianggap sama. Ungkapan Semua yang duduk dikursi

terdiam. Mulutnya bagai terkunci, kaku menatap gadis yang sesenggukan. Mulut

yang terdiam dibandingkan dengan kunci yang yang tertutup rapat sehingga

kalimat tersebut menimbulkan efek estetis pada pembaca. Majas yang digunakan

dalam kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 35

Benjamin ketaman itu, lalu duduk termenung. Matahari kian bersinar,


mulai menggigit kulit. Tapi tersapu oleh hembusan angin laut yang semilir.
Ia bangkit kembali, lalu menuju ruangan dalam. (halaman: 182)

Pada kalimat tersebut terdapat sifat insani, benda mati seperti makhluk

hidup. Ungkapan Mataharikian bersinar, mulai menggigit kulit. Matahari

dibandingkan dengan makhluk hidup yang dapat menggigit. Majas yang


78

digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis

personifikasi.

Kutipan 36

Tuan Ronald beranjak dari kursinya. Emma dan Elis juga demikian.
Mereka berjalan kehalaman rumah. Sinar rembulan di malam itu menerpa
teras. Suara lolongan anjing menjadikan suasana terasa menakutkan.
Namun, rembulan menghaus rasa takut dengan sinarnya yang terang.
Tuan Ronald duduk sambil mengambil cerutu dari kotak meja. (halaman:
206)

Ungkapan Tuan Ronald beranjak dari kursinya. Emma dan Elis juga

demikian. Mereka berjalan ke halaman rumah. Sinar rembulan di malam itu

menerpa teras. Suara lolongan anjing menjadikan suasana terasa menakutkan.

Namun, rembulan menghaus rasa takut dengan sinarnya yang terang. Tuan

Ronald duduk sambil mengambil cerutu dari kotak meja. pada ungkapan tersebut

melukiskan suatu keadaan dengan jelas melalui komparasi. Majas yang diganakan

pada kalimat di atas merupakan majas perbandingan jenis metafora.

Kutipan 37

Ah...senangnya kau, Lis, kenal merekakata Emma sambil menyandarkan


kepalanya di sandaran kursi gazebo, menatap bulan yang menyiram raut
wajahnya yang cantik. (halaman: 207)

Pada kalimat tersebut terdapat sifat insani gagasan yang diungkapkan

seolah bernyawa. Ungkapan menatap bulan yang menyiram raut wajahnya yang

cantik. Bulan pada kalimat tersebut dapat menyiram raut wajah, seperti yang

dilakukan oleh manusia. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas

adalah majas perbandingan jenis personifikasi.


79

Kutipan 38

Hmm... jikalau Aku berada di sisi Karaeng Caddi, hatiku tenang dan
bahagia.Ujar Elis seraya memandangi rembulan dan ribuan bintang
berkilau bagai berlian. (halaman: 207 )

Pada kalimat tersebut membandingkan dua hal yang berbeda tetapi di

anggap sama. Ungkapan Ujar Elis seraya memandangi rembulan dan ribuan

bintang berkilau bagai berlian. Rembulan dan ribuan bintang di bandingkan

dengan berlian padahal dua hal tersebut berbeda. Kalimat tersebut menimbulkan

efek estetis pada pembaca. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas

adalah majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 39

Angin agak mereda. Perahu yang ditumpangi oleh mereka itu terus
membelah Teluk Bone. Nelayan di sekitar laut itu kembali dari menangkap
ikan. Perahu jenis pelang terlihat beriringan kembali ke bibir pantai
dengan awak yang bernyanyi rupanya mereka menangkap ikan cukup
banyak kata Ambo Kagi sambil memperhatikan sebuah perahu pelang.
(halaman: 212)

Pada kalimat menggambarkan sifat insani benda mati dianggap bernyawa

seperti makhluk hidup. Ungkapan Perahu yang ditumpangi oleh mereka itu terus

membelah Teluk Bone. Perahu pada kalimat tersebut dianggap mampu membelah

Teluk Bone. Majas yang digunakan dalam kalimat di atas adalah majas

perbandingan jenis personifikasi.

Kutipan 40

Matahari mulai tergelincir ke barat. Sinarnya menyilaukan mata dari


pantulan ombak laut yang berayun-ayun. (halaman: 214)
80

Ungkapan Matahari mulai tergelincir ke barat. Sinarnya menyilaukan

mata dari pantulan ombak laut yang berayun-ayun. Dikatakan demikian, kerana

pada kalimat tersebut menggambarkan keadaan dengan kontras, walau tidak

menggunakan kata ekplisit tidak mengubah nilai estetis pada kalimat tersebut.

Majas yang digunakan dalam kalimat di atas adalah majas perbandingan jenis

metafora.

Kutipan 41

Dalam keremangan malam. Di pembaringan, bayangan wajah Elis


Pareira bagai menyapu matanya, tersenyum menatap. Ingin rasanya
memeluk Elis yang tampak dalam bayangan di depannya. Rasa rindu
menyelimuti jiwanya. Ia hanya berselimutkan gelap malam yang
pikirannya dirasuki tentang cintanya, harapannya kepada Elis, serta
baktinya kepada negaranya. (halaman: 260)

Pada kalimat tersebut terdapat kalimat eksplisit yaitu kata bagai yang

membandingkan dua hal yang berbeda. Ungkapan Di pembaringan, bayangan

wajah Elis Pareira bagai menyapu matanya, tersenyum menatap. Bayangan

wajah Elis mampu menyapu mata, seolah-olah seperti manusia. Majas yang

digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis

perumpamaan.

Kutipan 42

Karaeng Caddi makin antusias mendengar penjelasan dari Puang Guru. Ia


sekali-kali bertanya, maka mengalirlah jawaban-jawaban bak air, kata-
kata yang culup jelas dan mudah dimengerti oleh Karaeng Caddi.
(halaman: 263)

Pada kalimat tersebut terdapat perbandingan dua hal yang berlainan tetapi

di anggap sama. Jawaban dari pertanyaan yang banyak dibandingkan dengan air

yang mengalir, pernyataan tersebut hal yang berbeda tetapi dengan menggunakan
81

kata bak dianggap sama. Majas yang digunakan pada kalimat di atas menyatakan

majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 43

Lamat-lamat angin membawa suara merdu dari petikan kecapi. Denting


kecapi itu membuatnya penasara. Dicarinya sumber suara itu. ah...itu dia
dari arah pohon asam, batin karaeng Caddi. Ia melangkahkan kakinya
sekitar seratus langkah. Sosok pria yang memetik kecapi itu tak lain adalah
Momo. (halaman: 293)

Pada kalimat tersebut melukiskan suatu keadaan dengan jelas. Ungkapan

Lamat-lamat angin membawa suara merdu dari petikan kecapi. Denting kecapi

itu membuatnya penasara. Kalimat tersebut memberikan efek estetis dengan

melukiskan suatu gambaran suara petikan kecapi. Majas yang digunakan dalam

kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis metafora.

Kutipan 44

Mentari pagi bersinar dengan lembut. Angin pagi bertiup. Senyum wajah
Karaeng Caddi tampak bersinar. Doja saya berterima kasih selama Saya
disini. Kalau sempat, jalan-jalanlah ke Makasar, kata Karaeng Caddi saat
berpapasan dengan Doja di pintu mesjid. (halaman: 307)

Pada kalimat tersebut melukiskan suasana pagi dengan angin yang sejuk

yang digambarkan secara jelas. Kalimat tersebut menimbulkan efek estetis pada

pembaca. Majas yang digunakan pada kalimat di atas menyatakan majas

perbandingan jenis metafora.

Kutipan 45

Karaeng Caddi menghentak perut kuda itu. Perlahan-lahan, kudanya


berjalan. Puluhan warga kampung mengikutinya di belakang kudanya.
Anak-anak berlari-larian di sisi Karaeng Caddi sambil menatap kearahnya.
Ada yang berjatuhan kesandung batu karena matanya melihat ke arah
82

Karaeng Caddi, tapi bangkit lagi dan berlari. Ibarat mereka mengiringi
pengantin hingga ke gerbang kampung itu. (halaman: 314)

Pada kalimat tersebut terdapat dua hal yang berbeda tetapi dianggap sama

karena menggunakan kata eksplisit yaitu ibarat. Ungkapan Ibarat mereka

mengiringi pengantin hingga ke gerbang kampung itu. Penggunaan kata ibarat

lebih pada kalimat tersebut digunakan untuk membandingkan hakikat yang

berlainan yang dianggap sama. Majas yang digunakan dalam kalimat di atas

adalah majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 46

Malam telah menyelimuti kampung itu. Air laut telah pasang. Deburan-
deburan ombak terdengar dari arah Puang Lolo. Karaeng Caddi usai
melaksanakan shalat Isya dan makan malam. Pertanda Ia harus bersiap-
siapke kapal. (halaman: 323)

Ungkapan malam telah menyelimuti kampung itu. Air laut telah pasang.

Deburan-deburan ombak terdengar dari arah Puang Lolo. Kalimat tersebut

terdapat sifat insani benda yang tidak bernyawa dianggap seperti makhluk hidup.

Malam pada kalimat tersebut dapat menyelimuti kampung merupakan suatu yang

tidak mungkin dilakukan oleh malam. menyatakan majas perbandingan jenis

personifikasi.

Kutipan 47

Karaeng Caddi tertidur pulas di anjungan kapal itu dengan ayunan


ombak serta sinar bintang menyinari tubuhnyayang terbungkus kain sutra
keperakan berkilau terkena sinar bintang yang redup. Tak ada lagi suara
petikan kecapi. Momo, Ali, dan Rani tertidur dilantai kapal beserta
sebagian awak kapal dan nakhoda yang mabuk. (halaman: 331)
83

Pada ungkapan tersebut menggambarkan suatu keadaan di atas kapal untuk

mencapai efek estetis suasana kapal dipudukan dengan ayunan ombak dan sinar

bintang yang menyinari. Majas yang digunakan pada kalimat di atasmenyatakan

majas perbandingan jenis metafora.

Kutipan 48

Sayang, ada beberapa prajurit Belanda dari Bone yang tak mempan
tusukan badik Karaeng Caddi. Para prajurit itu berbalik arah menyerbu
Karaeng Caddi. Bagai anjing liar mereka mengamuk dan menyerang
Karaeng Caddi. Namun, tiga prajurit itu bagai menusuk angin. Mereka
kepayahan sendiri. Kembali panglima perang dari Pallangga itu dengan
mudah menusukan badiknya. (halaman: 339)

Pada ungkapan di atas terdapat kata eksplisit bagai yang membandingkan

dua hal yang berbeda tetapi dianggap sama ungkapan yang terdapat kata eksplisit

bagai menusuk angin dan bagai anjing liar. Majas yang digunakan pada kalimat di

atas menyatakan majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 49

Tampak langit tak cerah. Mendung menyelimuti. Matahari tidak


menampakan cahayanya. Suasana Pallangga dan sekitarnya bagai kota
mati. Masyarakat lebih banyak berdiam diri di rumah. Karaeng Caddi
bersama pasukannya tetap menjaga keamanan kendatipun dentuman-
dentuman meriam-meriam Belanda terus memombardir posisi pasukan
kerajaan Gowa. Perlawanan terus dilakukan. Perang yang tak kunjung usai
telah berlangsung bertahun-tahun. (halaman: 375)

Pada kalimat tersebut terdapat perbandingan dua hal yang di anggap

berbeda. Ungkapan Tampak langit tak cerah. Mendung menyelimuti. Matahari

tidak menampakan cahayanya. Suasana Pallangga dan sekitarnya bagai kota

mati. Susana Kerajaan Pallangga dibandingkan dengan kota mati dengan

menggunakan kata bagai sehingga memperkuat pernyataan akan kehancuran


84

Pallangga. Majas yang digunakan dalam kalimatdi atas adalah majas

perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 50

Sombayya, engkau laksana angin, kami bagai daun yang bertiup. Engkau
laksana angin sungai, kami batang kayu yang hanyut, kami hormati
keputusan sombayya, tapi biarkan kami mengobarkan semangar
perlawanan kami diluar Gowa, kata Karaeng Galesong sambil mencabut
badiknya dan mengacungkan ke atas. (halaman: 380)

Pada kalimat di atas menggunakan kata bagai dan laksana yang

menyatakan dua hal yang berbeda tetapi dianggap memiliki kesamaan. Majas

yang digunakan pada kalimat di atas menyatakan majas perbandingan jenis

perumpamaan.

Kutipan 51

Kabut menyelimuti Pallangga di subuh hari itu. Sebelum ayam jantan


berkokok, Elis dan Andi Basse ke belakang istana, ke sumur untuk mandi.
Ini kali pertama Elis diajak oleh Andi Base untuk ke masjid guna belajar
menunaikan ibadah sholat subuh. (halaman: 398)

Pada kalimat tersebut terdapat sifat insani benda tidak bernyawa dianggap

sama dengan makhuk hidup. Ungkapan Kabut menyelimuti Pallangga di subuh

hari itu. Kabut dibandingkan dengan manusia yang mampu menyelimuti, untuk

mencapai efek estetis maka digunakan perbandingan tersebut. Majas yang

digunakan dalam kalimat di atas adalah majas perbandingan jenis personifikasi.

Kutipan 52

Kita melawan musuh bagai memetik jamur di musim hujan. Mematahkan


pertahanan musuh di utara, muncul musuh di selatan, timur, dan barat,
kata Karaeng Caddi. (halaman: 400)
85

Pada kalimat tersebut tedapat perbandingan dua hal yang berbeda tetapi

memiliki kesamaan. Unakapan Kita melawan musuh bagai memetik jamur di

musim hujan. Kalimat tersebut menggunakan kata eksplisit bagai untuk

membandingkan dua hal yang berbeda antara melawan musuh dengan memetik

jamur di musim hujun. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas

adalah majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 53

Karaeng caddi terus memacu kudanya sambil berteriak-teriak. Kuda makin


kencang. Sebagian prajuritberjalan kaki tertinggal jauh dibelakang. Sekitar
seratus prajurit berkuda yang mampu mengimbangi laju kencang kuda
tuannya, bagai kesurupan memacu kuda tanpa menghiraukan rintangan-
rintangan kayu dijalan itu. (halaman: 402)

Pada kalimat tersebut membandingkan antara memacu kuda yang kencang

dengan kesurupan, kata tersebut memiliki perbedaan tetapi dengan menggunakan

kata bagai dianggap sama. Majas yang digunakan pada kalimat di atasmenyatakan

majas perbandingan jenis perumpamaan.

Kutipan 54

Adiknya dan elis berlari menyelamatkan diri dan keluar dari arena
pertempuran. Beberapa orang prajurit musuh yang mencoba untuk
mengejar dan menangkapnya, tak luput dari amukan Karaeng Caddi.
Amukan yang luar biasa, benar-benar bagai ayam jantan yang bersabung
nyawa tak takut mati. Ia tak memikirkan lagi ancaman-ancaman, bagai tak
mendengar. Tiada kompromi.(halaman: 404)

Pada kalimat tersebut tedapat perbandingan yang menyatakan hal yang

berbeda tetapi dianggap sama. Ungkapan Amukan yang luar biasa, benar-benar

bagai ayam jantan yang bersabung nyawa tak takut mati. Amukan yang luar biasa
86

dibandingkan dengan ayam yang tidak takut mati saat bersabung dengan

menggunakan kata bagai hal berbeda tersebut dianggap memiliki kesamaan.

Majas yang digunakan dalam kalimat di atas adalah majas perbandingan jenis

perumpamaan.

Kutipan 55

Karaeng Caddi tetap diam membisu. Diguncang-guncang tubuhnya, tak


juga bergerak. Tiba-tiba, tubuh pria itu roboh di tanah. Elis pun berteriak
histeris. (halaman: 405)

Pada kalmat tersebut terdapat kata yang berlebihan yangsebenarnya tidak

diperlukan. Ungkapan Karaeng Caddi tetap diam membisu. Diam sudah

menyatakan membisu sehingga tidak diperlukan kata membisu. Majas yang

digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan jenis

pleonasme.

Kutipan 56

Angin semilir bertiup sepoi-sepoi. Pengikat kepala Karaeng Caddi


bergerak-gerak seiring ia menapaki anak tangga menuruni rumah itu.
Dengan derap langkah pasti, ia berjalan menuju kuda putihnya. Senyum
dan anggukan elis mengiringi keberangkatannya. (halaman: 409)

Pada kalimat tesebut melukiskan suatu gambaran dengan jelas. Suatu

gagasan dinyatakan objek dibandingkan dengan suasana yang dianggap

kenyataan. Majas yang digunakan pada kalimat di atas menyatakan majas

perbandingan jenis metafora.

Kutipan 57

Suasana perang disambut ingar-bingar. Kedua pihak seakan-akan


menciptakan musik yang indah sehingga sulit untuk mengetahui dan
mempercayai, bahwa malam itu adalah malam yang sangat mengerikan
87

bagai neraka, yang suaranya tidak pernah didengar sekalipun oleh perang
sepanjang pengalaman belanda berperang. (halaman: 47)

Kalimat bahwa malam itu adalah malam yang sangat mengerikan bagai

neraka. Pada kalimat tersebut menyatakan dua hal yang berlaian tetapi dianggap

sama. Majas yang digunakan pada kalimat di atas menyatakan majas pebandingan

jenis perumpamaan.

Kutipan 58

Diam-diam, Karaeng Caddi menemui Daeng Bora di sisi Danau Mawang


menjelang maghrib. Saat itu, air danau tenang. Tak ada air yang membuat
riak air. Sunyi. Cahaya matahari kuning menyapu tubuh karaeng Caddi
dan Daeng Bora. Karaeng Caddi menghela nafas panjang.(halaman: 421)

Pada kalimat tersebut terdapat sifat insani. Ungkapan Cahaya matahari

kuning menyapu tubuh karaeng Caddi dan Daeng Bora. Cahaya matahari

memiliki sifat insani seperti makhluk hidup yaitu dapat menyapu tubuh Karaeng

Caddi. Majas yang digunakan dalam kalimat di atas adalah majas perbandingan

jenis personifikasi.

Kutipan 59

Mendengar apa yang barusan dikatakan oleh saudara sepupunya itu,


Karaeng Caddi merasakan bagai meneguk segelas air di tengah padang
pasir yang cukup luas. Perasaan hatinya menjadi sejuk. baiklah, Aku
kembali di tempatku. Secepatnya Engkau siapkan dua armada pinisi itu,
pamit Karaeng Caddi. Ia pun kembali keperistirahatannya. (halaman: 417)

Pada kalimat tersebut membandingkan dua hal yang berbeda tetapi

dianggap memiliki kesamaan diperjelas dengn kata eksplisit. Ungkapan Karaeng

Caddi merasakan bagai meneguk segelas air di tengah padang pasir yang cukup

luas. Kalimat tersebut menggunakan kata eksplisit untuk mendapatkan efek


88

estetis. keadaan Karaeng Caddi dibandingkan dengan padang pasir yang luas.

Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas adalah majas perbandingan

jenis personifikasi.

Kutipan 60

Karaeng caddi diam membisu menatap cahaya lampu di depannya. Ia pun


mengangkat wajahnya dan menatap dalam-dalam kekasihnya yang masih
meneteskan air mata. (halaman: 422)

Pada kalimat tersebut terdapat kata yang mubazir yang sebenarnya tidak

perlu. Ungkapan Karaeng caddi diam membisu menatap cahaya lampu di

depannya. Pada kaliam tersebut terdapat kata diam dan membisu spara tidak

mubazir kalimat tersebut dapat menggunakan salah satunya. Majas yang

digunakan dalam kalimat di atas adalah majas perbandingan jenis pleonasme.

Kutipan 61

Deru ombak, kemilau air tertimpa cahaya bulan di subuh hari itu. Angin
darat bertiup manja seakan-akan mendorong semangat rombonagn
prajurit itu meninggalkan tanah tumpah darah mereka. Entah berapa
banyak dari para wanita dan sebagai prajurit meneteteskan air mata
berpisah dengn tanah air. Mereka tak mampu lagi bertahan, tinggal
melawan atau mati bermandikan darah. (halaman: 427)

Pada kalimat tersebut memiliki dua gagasan, gagasan pertama Deru

ombak, kemilau air tertimpa cahaya bulan di subuh hari itu. Gagasan yang ke dua

angin darat bertiup manja seakan-akan mendorong semangat rombonagn praju.

Majas yang digunakan pada kalimat di atas menyatakan majas perbandingan jenis

metafora.

Kutipan 62

Seiring deengan layar berkembang, saat itu pula mentari terlihat muncul
dari peraduannya. Ayam jantan yang dibawa oleh prajurit berkokok di atas
89

kapal. Laju kapal memecah ombak. Meninggal Pantai Barombong,


meninggalkan Gowa, entah kapan kembali.(halaman: 428)

Pada kalimat tersebut terdapat sifat insani yang dimiliki makhluk hidup.

Ungkapan Laju kapal memecah ombak. Laju kapal dibandingkan dengan sifat

makhluk hidup yang mampu memecahkan, tetapi kalimat tersebut memiliki nilai

estetis terhadap pembaca. Majas yang digunakan dalam kalimat tersebut di atas

adalah majas perbandingan jenis personifikasi.

4.5.2 Rangkuman Unsur figuratif

Berdasarkan hasil penelitian penggunaan pemajasan di atas, penulis

menyimpulkan bahwa terdapat beberapa jenis pemajasan yang digunakan oleh

pengarang dalam mengungkapkan pikirannya dalam novel tersebut. Jenis

pemajasan yang digunakannya adalah majas perbandingan dan pertentangan.

Penggunaan majas tersebut bertujuan untuk memberikan nilai estetis dan

memberikan kesan yang mendalam kepada pembacanya. Selain itu penggunaan

bahasa pada setiap majas tersebut sangat sederhana dan mudah untuk dipahami.

Berdasarkan hasil penelitian pemajasan yang terdapat pada novel gadis

portugis karya Mappajarungi Manan penulis membuat sebuah tabel rekapitulasi

dengan tujuan untuk mempermudah dalam menghitung persentase penggunaan

pemajasan pada novel tersebut. Berikut adalah tabel rekapitulasi pemajasan.

Tabel 4.1
Rekapitulasi Penggunaan Pemajasan
No Rumpun Jenis Majas Jumlah
1 Perbandingan Personifikasi 21
Perumpamaan 24
Pleonasme 3
90

Metafora 11
Defersonifikasi 1
2 Pertentangan Oksimoron 2
Klimaks 1

Dari tabel hasil rekapitulasi penggunaan pemajasan di atas, penulis dapat

menyimpulkan bahwa pengarang novel Gadis Portugis menggunakan beragam

jenis majas. Majas yang lebih dominan digunakan adalah majas perbandingan dan

pertentangan. Majas perbandingan dengan jenis majas personifikasi 21 buah,

majas perumpamaan 24 buah, majas pleonasme 3 buah, majas metafora 11 buah,

dan defersonifikasi 1. Majas pertentangan dengan jenis majas oksimoron 2 buah

dan klimaks 1, dengan itu maka jumlah majas perbandingan ada 60 buah dan

majas pertentangan ada 3 buah jadi jumlah pemajasan dalam novel Gadis

Portugis ada 63 buah. Dari uraian di atas dapat disimpulkan majas perumpamaan

lebih banyak digunakan oleh pengarang untuk menimbulkan efek estetis pada

novel.

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian

(1) Penggunaan Kalimat

Kalimat merupakan bentuk bahasa yang memiliki intonasi yang disertai

oleh jeda. Berdasarkan fungsinya kalimat dapat memberikan informasi dan

pernyataan. Pengarang memberikan informasi melalui narasi dengan

menggunakan kalimat deklaratif yang efektif bertujuan supaya pembaca dapat

memahami novel dengan baik. Kalimat deklaratif pada novel Gadis Portugis
91

terdapat 29 buah yang terdiri dari kalimat informasi 20 buah dan kalimat

pernyataan 9 buah.

Cerita yang tedapat dalam novel bertujuan untuk memberikan informasi

kepada pembaca mengenai peperangan yang terjadi di Makassar. Pernyataan yang

diberikan pengarang melalui narasi menguatkan kejadian yang terjadi pada saat

itu. Dengan menggunakan kalimat informasi dan pernyataan yang efektif

diharapkan pembaca dapat lebih memahami cerita dengan jelas.

Secara umum unsur kalimat berkaitan dengan unsur intrinsik. Dalam

memaparkan unsur intrinsik pengarang banyak menggunakan jenis kalimat. Salah

satu kalimat yang digunakan yaitu kalimat deklaratif, penyampaian situasi dan

masalah dalam cerita disampaikan oleh kalimat deklaratif. Informasi yang

diberikan melalui kalimat deklaratif seperti pengenalan tokoh, situsi latar, dan

terjadnya konflik dalam cerita.

Untuk membangun unsur intrinsik diperlukan penggunaan kalimat yang

efektif, maka pengarang lebih banyak menggunakan kalimat deklaratif untuk

menyampaikan informasi kejadian peperangan di Makassar dan memberikan

pernyataan dengan kalimat deklaratif supaya yang disampaikan dalam cerita

sesuai dengan sejarah.

Pada novel ini pengarang mengambil sudut pandang murni dari sisi

Kerajaan Gowa dan menempatkan Kerajaan Bone dan tokoh Arung Palakka

sebagai tokoh yang benar-benar antagonis tanpa mengkaji lebih dalam sejarah

hubungan Kerajaan Bone-Gowa sebelum Perang Makassar. Tentu dalam perang,

lawan selalu menjadi pihak yang salah secara total. Namun sebagai pembaca
92

sejarah, seharusnya kita bisa melihat dengan sudut pandang yang lebih lebar,

dengan literature dari banyak sumber.

(2) Penggunaan Pemajasan

Pemajasan adalah penggunakan dalam bentuk bahasa lisan maupun tulisan

yang dipakai dalam suatu karya dengan tujuan untuk memberikan kesan

keindahan yang mewakili perasaan dan pikiran pengarang terhadap karya sastra

yang dihasilkannya. Majas yang terdapat pada novel Gadis Portugis terdapat 63

buah yang terdiri dari majas perbandingan dengan jenis majas personifikasi 21

buah, majas perumpamaan 24 buah, majas pleonasme 3 buah, majas metafora 11

buah, dan defersonifikasi 1. Majas pertentangan dengan jenis majas oksimoron 2

buah dan klimaks 1, dengan itu maka jumlah majas perbandingan ada 60 buah dan

majas pertentangan ada 3 buah.

Penggunaan majas yang diberikan pengarang sangat beragam, seperti

majas perbandingan yang terdiri dari majas perumpamaan, personifikasi,

depersonifikasi, dan pleonasme. Kemudian majas pertentangan terdiri dari

beberapa jenis majas seperti majas oksimoron dan klimaks. Majas yang sering

muncul adalah majas perbandingan.Pengarang lebih menonjolkan majas

perbandingan bertujuan untuk memberikan efek keindahan dan memperlihatkan

jiwa, dan kepribadian pengarang.Dengan menggunakan majas perbandingan

pengarang memiliki ciri khas dalam mengungkapkan pikirannya. Penyampaian

ide dan gagasan menjadi lebih indah dengan menggunakan majas perbandingan.
93

Pemajasan memiliki keterkaitan dengan unsur intrinsik terutama dengan

gaya bahasa. Pengarang menggunakan bahasa Makassar dan bahasa Indonesia.

Penggunaan bahasa Makassar lebih dominan digunakan pada istilah seperti

royong, anak cere, sinrilik, konro, massita elong, pajoga. Penggunaan istilah

tersebut bertujuan supaya pembaca banyak memahami bahasa selain bahasa

Indonesia.

Pengarang novel ini telah mengangkat latar sejarah Makassar yang akan

menambah wawasan kita tentang sejarah di Nusantara. Dengan menggunakan

unsur pemajasan dalam cerita tidak mengurangi nilai sejarah yang terdapat dalam

novel tersebut. Penggunaan istilah dan pemajasan dalam novel menunjukan

beragamnya gaya bahasa yang digunakan oleh pengarang.

Dari uraian diatas dapat penulis dapat menyimpulkan penggunaan

pemajasan dan kalimat mempunyai hubungan yang erat. Semakin beragam

pemajasan yang digunakan maka semakin kaya kosakata yang digunakan dalam

kalimat. Penggunaan gaya bahasa merupakan suatu teknik penting dalam

meningkatkan kemampuan menyusun kalimat.

4.7 Analisis Kelayakan Novel Gadis Portugis Karya Mappajarungi Manan

sebagai Pemilihan Bahan Pembelajaran

Penggunaan kalimat deklaratif pada novel Gadis Portugis tepat untuk

dijadikan bahan pembelajaran apresiasi sastra disekolah. Dikatakan demikian,

karena penggunaan kalimat deklaratif sangat efektif, informasi yang diungkapkan

melalui kalimat deklaratif disampaikan secara jelas dan pernyataan yang diberikan
94

sesuai dengan fakta pada saat itu, sehingga siswa akan mudah memahami isi novel

melalui kalimat yang digunakan oleh pengarang. Majas yang digunakan oleh

pengarang dalam novel Gadis Portugis merupakan jenis majas yang sering

dijadikan bahan pembelajaran satra di sekolah. Selain itu, penggunaan bahasa

yang sederhana dalam setiap majas akan memudahkan siswa dalam memahami

novel tersebut.

Dengan demikian, sesuai dengan tujuan pembelajaran sastra untuk

memberikan informasi, konsep, perspektif, dan apresiasi Novel Gadis Portugis

tepat untuk dijadikan bahan pembelajaran apresiasi sastra di sekolah. Maka novel

Gadis Portugis memenuhi kriteria tujuan pembelajaran sastra baik itu dari aspek

penggunaan kalimat dan gaya bahasa.

Setelah melakukan analisis penggunaan kalimat dan pemajasan dalam

novel Gadis Portugis yang tepat digunakan sebagai bahan pembelajaran apresiasi

satra di sekolah, untuk menentukan jenjang pendidikan dapat dilihat dari faktor

bahasa, faktor psikologis, dan faktor latar belakang budaya, berikut uraiannya.

(1) Faktor Bahasa

Pemilihan bahan pembelajaran sastra harus sesuai dengan masa

perkembangan siswa. Bahasa yang mudah dipahami akan memudahkan siswa

untuk mengapresiasi karya sastra tersebut. Dalam novel Gadis Portugis karya

Mappajarungi Manan, pengarang banyak menggunakan kalimat yang efektif dan

gaya bahasa yang sederhana sehingga siswa dapat memahami isi novel dengan

mudah. Informasi yang diberikan pengarang melalui kalimatdeklaratif

memberikan kemudahan kepada siswa untuk memahami karya satra dengan baik.
95

Sedangkan gaya bahasa yang digunakan pengarang memberi efek estetis untuk

menarik minat siswa dalam mgapresiasi karya sastra. Berdasarkan hal tersebut

berarti novel ini dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran apresiasi sastra di

SMA.

(2) Faktor Psikologis

Dilihat dari aspek psikologis novel Gadis Portugis karya Mappajarungi

Manan dapat digunakan bahan pembelajara apresiasi sastra pada siswa SMA,

karena siswa SMA sudah berpikir realistis dan mampu memecahkan masalah

sendiri. Seperti yang terkandung dalam Novel tersebut harus mampu mengambil

keputusan dengan cepat dalam keadaan yang sulit. Sedangkan dari tahap

generalistik novel tersebut menceritakan fenomena peperangan yang terjadi harus

ditemukan penyebabnya.

(3) Faktor Latar Belakang Budaya

Bahan pengajaran sastra dilihat dari aspek latar belakang budaya harus

memerhatikan unsur budaya, sejarah, dan kepercayaan.Ditinjau dari latar belakang

budaya, novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan berlatarkan budaya

Makassar, menceritakan sejarah Kerajaan Makassar dalam melawan Belanda,

kepercayaan yang di anut pada saat itu yaitu agama Islam, sehingga siswa bisa

mengetahui budaya dan sejarah peperangan dalam melawan Belanda yang

sebelumnya tidak diketahui. Berdasarkan paparan tersebut maka novel tersebut

tepat digunakan di SMA.


96

Dari beberapa uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa novel

Gadis Prtugis karya Mappajarungi Manan tepat untuk dijadikan bahan

pembelajaran apresiasi sastra dijenjang pendidikan SMA. Dikatakan demikian,

karena isi dari novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan memenuhi

kriteria bahan pembelajaran sastra baik itu dari aspek penggunaan bahasa, aspek

psikologi, dan aspek latar budaya.

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul Analisis Stile Novel Gadis

Portugis Karya Mappajarungi Manan sebagai Upaya Pemilihan Bahan

Pembelajaran Apresiasi Sastra di Sekolah . Penulis menguraikan beberapa

simpulan sebagai berikut.


97

1. Novel Gadis Portugis Karya Mappajarungi Manan bercerita tentang

kepahlawanan bangsawan Makassar dalam perang melawan Belanda yang

ingin memonopoli perdagangan rempah-rempah di bandar terbesar di

nusantara setelah jatuhnya Malaka. Pada saat itu banyak perwakilan dagang

dari berbagai negara di Eropa yang berkantor di Makassar, mereka difasilitasi

dengan baik oleh Kerajaan Gowa termasuk pendirian rumah ibadah bagi

ummat kristiani. Sampai akhirnya Belanda memaksa untuk memonopoli

perdagangan rempah-rempah, yang kemudian dijawab dengan genderang

perang oleh Kerajaan Gowa. Selain itu novel ini bercerita tentang percintaan

antara putra Pallangga dengan gadis Portugis, saat gendrang peperangan

antara Makassar dan Belanda cinta mereka bertahan di tengah perbedaan adat

istiadat Gowa dan Portugis. Dibangun dengan unsur intrinsik cerita novel ini

menjadi mudah untuk memahami kandungan sejarah yang ada didalamnya.


2. Novel Gadis Portugis terdiri dari penggunaan kalimat dengan pendekatan stile

di antaranya penggunaan kalimat deklaratif, sedangkan unsur gaya bahasa

yang dapat diteliti dengan menggunakan pendekatan stile diantaranya

penggunaan majas. Kalimat deklaratif yang digunakan pengarang sebanyak


108
29 buah, terdiri dari kalimat yang memberikan informasi 20 buah dan yang

memberikan pernyataan 9 buah, Kalimat informasi lebih banyak digunakan

dari pada kalimat pernyataan. Dikatakan demikian, Penggunaan kalimat

tersebut bertujuan untuk memberikan nilai estetis dan memberikan makna

yang mendalam kepada pembacanya tentang nilai sejarah yang ada

didalamnya. Selain itu pemilihan kalimat tersebut sangat sederhana dan

mudah untuk dipahami.


98

3. Pemajasan yang digunakan dalam novel Gadis Portugis karya Mappajarungi

Manan sebanyak 63 buah. Majas yang digunakan majas perbandingan

sebanyak 60 buah yang terdiri dari majas personifikasi, perumpamaan,

pleonasme, defersonifikasi, dan metafora. Majas pertentangan sebanyak 3

buah yang terdiri dari majas klimaks dan oksimoron. Majas yang sering

digunakan dalam novel Gadis Portugis adalah majas perbandingan jenis

perumpamaan. Dikatakan demikian, Penggunaan majas tersebut bertujuan

untuk memberikan efek estetis dan memberikan kesan yang mendalam kepada

pembacanya. Dengan penggunaan pemajasan tersebut cerita sejarah yang

disampaikan menjadi lebih menarik. Selain itu penggunaan bahasa pada majas

tersebut sederhana tetapi tidak menghilangkan nilai keindahan pada novel.


4. Novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan tepat untuk dijadikan bahan

pembelajaran apresiasi sastra disekolah. Dikatakan demikian, karena dilihat

dari tujuan pembelajaran struktur kalimat yang digunakan oleh pengarang

sangat efektif, terutama dalam penggunaan kalimat deklaratif. Informasi yang

diberikan dalam kalimat sangat jelas dan mudah dipahami. Unsur pemajasan

yang digunakan sangat beragam dan mudah dipahami karena bahasa yang

disampaikan sederhana.
5. Novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan tepat digunakan bahan

pembelajaran apresiasi sastra dijenjang SMA. Dikatakan demikian, karena

novel tersebut menyajikan cerita kehidupan yang komplek. Berdasarkan

tujuan pembelajaran novel Gadis Portugis dapat memberikan informasi,

konsep, perspektif, dan apresiasi yang dapat dilihat dari penggunaan kalimat

dan pemajasan. Selain itu nilai-nilai budaya dan nilai sejarah yang terkandung
99

dalam novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan juga sesuai dengan

latar budaya kita. Dilihat dari unsur psikologis novel tersebut sesuai dengan

tahapan siswa SMA yang sudah mulai realistik selalu berpikir kritis, sehingga

siswa akan mudah memahami isi dari karya sastra dan akan mempermudah

pencapaian tujuan pembelajaran apresiasi sastra di SMA.

5.2 Saran

Pada bagian akhir ini penulis memberikan beberapa saran sehubungan

dengan penelitian yang telah dilakukan. Adapun saran yang ingin disampaikan

sebagai berikut.

1. Penulis berharap novel Gadis Portugis karya Mappajarungi Manan dapat

dijadikan sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra di sekolah. Hal itu

karena berdasarkan penelitian, novel tersebut tepat dijadikan bahan

pembelajaran apresiasi sastra. Novel Gadis Portugis menggunakan kalimat

yang efektif dan majas (gaya bahasa) yang beragam dan mudah untuk

dipahami sehingga akan menarik minat siswa untuk mempelajarinya. Novel

tersebut tepat digunakan pada jenjang pendidikan SMA karena sesuai dengan

unsur bahasa, psikologis, dan latar belakang budaya siswa SMA.


2. Sebagai upaya menarik minat siswa terhadap pembelajaran sastra, hendaknya

kita memilih karya sastra yang sesuai dengan perkembangan sastra di

Indonesia dan menganalisis kelayakannya untuk dijadikan bahan pembelajaran

sastra di SMA.
3. Untuk bahan pembelajaran sastra di SMA hendaknya kita menggunakan

novel, karena novel menyajikan cerita yang lebih komplek mengenai

kehidupan tokoh dengan berbagai problematika kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai