2013
KATA PENGANTAR
Sejak tahun 2001 rencana perubahan kurikulum sudah sampai ke sekolah. Kurikulum 1994
diganti dengan kurikulum baru yang berorientasi kepada kompetensi. Sementara itu, dalam
rangka pemantapannya, beberapa mata pelajaran yang termasuk muatan nasional sudah
diujicobakan, sehingga masa transisi pembelajaran antara kurikulum lama dengan yang baru
makin terasa.
Balai Pengembangan Bahasa Daerah Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat sejak tahun 2003
sudah mengadakan pemantauan terhadap kenyataan ini, khususnya yang berkaitan dengan (1)
kurikulum, (2) bahan ajar, (3) sarana dan sumber belajar, dan (4) pelaksanaan pengajaran.
Sejalan dengan keluarnya Kurikulum 2013 terdapat tiga jenis kurikulum, yakni Kurikulum
Tingkat Nasional, Kurikulum Tingkat Daerah, dan Kurikulum Tingkat Sekolah. Kurikulum
Tingkat Nasional disusun dan diberlakukan secara nasional. Kurikulum Tingkat Daerah disusun
dan diberlakukan di daerah berdasarkan Kurikulum Tingkat Nasional sesuai dengan kebijakan
daerah masing-masing. Sementara, Kurikulum Tingkat Sekolah disusun dan diberlakukan pada
setiap jenjang sekolah.
Dalam rangka memenuhi Kurikulum Tingkat Daerah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
menyusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa Sunda.
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa Sunda ini dikeluarkan
sebagai arahan atau pedoman bagi guru dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Isinya memuat kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), yang harus
disusun dan dikembangkan lagi oleh guru dan sekolah menjadi kurikulum yang berisi KI, KD,
indikator, pengalaman belajar, lingkup materi, dan jenis evaluasi. Penyusunan kurikulum
tersebut dapat disesuaikan dengan keadaan dan kondisi setempat.
Masih berhubungan dengan keadaan setempat yang berbeda satu dengan lainnya, perlu
dipertimbangkan pengelompokan keadaan (kategorisasi lokal), baik di wilayah pemakaian
bahasa Sunda maupun wilayah yang memiliki dialek bahasa Sunda atau bahasa daerah lain
seperti Melayu-Betawi di daerah Depok dan Bekasi serta Bahasa Cirebon di wilayah Cirebon
dan Indramayu. Bahasa-bahasa tersebut termasuk bahasa daerah yang hidup di Propinsi Jawa
Barat sesuai dengan Peraturan Daerah Jawa Barat No. 5/2003 tentang Pelestarian Bahasa, Sastra,
dan Aksara Daerah.
KIKD ini dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, yang untuk kepentingan
regional Jawa Barat disusun berdasarkan surat edaran Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat dengan Nomor 423/2372/Set-disdik tertanggal 26 Maret 2013 tentang Pembelajaran
Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..
1. Landasan Filosofis.
2. Landasan Teoretis.
3. Landasan Yuridis
1. Kompetensi Inti
2. Mata Pelajaran.
3. Beba Belajar.
4. Kompetensi Dasar.
1. Rasional..
2. Struktur Kurikulum Muatan Lokal
3. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar..
1. Pengertian
..
2. Fungsi
..
3. Tujuan
..
4. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Sunda
5. Arah
Pengembangan.
1. Bahasa Pengantar
Pembelajaran.
2. Pendekatan
Pembelajaran..
3. Pengorganisasian
Materi.
4. Penomoran
Kompetensi
5. Pemanfaatan Media dan Sumber
Belajar.
6. Nacaan Wajib
Sastra..
7. Penilaian
8. Diversifikasi
Kurikulum
9. Pengembangan Materi
Pembelajaran.
NOMOR: 423.5/Kep.674-Disdik/2006
TENTANG
Jawa Barat;
Barat;
Mengingat:
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;
Nasional;
tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah;
1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 67 Tahun 2013
tentang Buku Pelajaran dan Buku Penunjang untuk Pendidikan Dasar dan Menengah
Juni 2005.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
Pendidikan Dasar.
ditetapkan.
Ditetapkan di Bandung,
Pada tanggal 25 Juli 2006
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Pengertian Kurikulum
a. Tantangan Internal
Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan
pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi
standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan.
Tantangan internal lainnya terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari
pertumbuhan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64
tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua
berusia 65 tahun ke atas).
Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat
angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana
mengupayakan agar sumberdaya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat
ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan
melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.
b. Tantangan Eksternal
Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait
dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri
kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan
menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat
industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di World Trade Organization (WTO),
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic
Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan eksternal juga terkait
dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu,
investasi, dan transformasi bidang pendidikan.
1) pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta
didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk
memiliki kompetensi yang sama;
2) pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif
(interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber/ media lainnya);
3) pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat
menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui
internet);
Pelaksanaan kurikulum selama ini telah menempatkan kurikulum sebagai daftar matapelajaran.
Pendekatan Kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah diubah sesuai dengan
kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu dalam Kurikulum 2013 dilakukan penguatan tata
kelola sebagai berikut:
1) tata kerja guru yang bersifat individual diubah menjadi tata kerja yang bersifat kolaboratif;
3) penguatan sarana dan prasarana untuk kepentingan manajemen dan proses pembelajaran.
e. Penguatan Materi
Penguatan materi dilakukan dengan cara pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi
peserta didik.
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta didik yang akan
dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik,
penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di
sekitarnya.
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar bagi
pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang
tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.
Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk
pengembangan kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas.
Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi sebagai berikut.
1. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini
dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan Kurikulum 2013 dikembangkan
berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun
kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih
baik di masa depan. Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu
menjadi kepedulian kurikulum, hal ini mengandung makna bahwa kurikulum adalah
rancangan pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan generasi muda bangsa. Dengan
demikian, tugas mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi tugas utama suatu
kurikulum. Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik,
Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan
luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di
masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan
kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap
permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.
1. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi ini,
prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu yang harus
termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses pendidikan adalah
suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik
dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari
warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai
dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik. Selain
mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan cemerlang dalam akademik,
Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut dipelajari untuk
menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi,
dalam interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa
kini.
B. Landasan Teoretis
Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam
bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan
masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai
dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar
langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar
seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.
C. Landasan Yuridis
A. Kompetensi Inti
Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu.
Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda
dapat dijaga.
Uraian tentang Kompetensi Inti untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah
Tsanawiyah dapat dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 3.1:
B. Mata Pelajaran
Berdasarkan kompetensi inti disusun matapelajaran dan alokasi waktu yang sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan.
Tabel 3.2:
Keterangan:
C. Beban Belajar
Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta didik dalam satu
minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran.
a) Beban belajar di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah dinyatakan dalam jam
pembelajaran per minggu. Beban belajar satu minggu Kelas VII, VIII, dan IX adalah 38 jam
pembelajaran. Durasi setiap satu jam pembelajaran adalah 40 menit.
b) Beban belajar di Kelas VII, VIII, dan IX dalam satu semester paling sedikit 18 minggu dan
paling banyak 20 minggu.
c) Beban belajar di kelas IX pada semester ganjil paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20
minggu.
d) Beban belajar di kelas IX pada semester genap paling sedikit 14 minggu dan paling banyak
16 minggu.
e) Beban belajar dalam satu tahun pelajaran paling sedikit 36 minggu dan paling banyak 40
minggu.
1. D. Kompetensi Dasar
Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan kompetensi dasar
dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri
dari suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan
pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:
1. kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;
2. kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;
3. kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3;
dan
4. kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.
IV. KURIKULUM MUATAN LOKAL MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA
A. Rasional
Sejalan dengan keluarnya Kurikulum 2013 terdapat tiga jenis kurikulum, yakni
Kurikulum Tingkat Nasional, Kurikulum Tingkat Daerah, dan Kurikulum Tingkat Sekolah.
Kurikulum Tingkat Nasional disusun dan diberlakukan secara nasional. Kurikulum Tingkat
Daerah disusun dan diberlakukan di daerah berdasarkan Kurikulum Tingkat Nasional sesuai
dengan kebijakan daerah masing-masing. Sementara, Kurikulum Tingkat Sekolah disusun dan
diberlakukan pada setiap jenjang sekolah.
Dalam rangka memenuhi Kurikulum Tingkat Daerah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat menyusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa Sunda.
Selain disesuaikan dan didasarkan pada struktur Kurikulum Tingkat Nasional 2013, KIKD Mata
Pelajaran Bahasa Sunda didasarkan pada Surat Edaran Kepala Dinas Provinsi Jawa Barat Nomor
423/2372/Set-disdik tertanggal 26 Maret 2013 tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa
Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.
Di samping itu, penyusunan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata
Pelajaran Bahasa Sunda didasari pula oleh Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun
2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah, yang menetapkan bahasa daerah,
antara lain, bahasa Sunda, diajarkan pada pendidikan dasar di Jawa Barat. Kebijakan tersebut
sejalan dengan jiwa UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yang bersumber dari UUD 1945 yang menyangkut Pendidikan dan
Kebudayaan. Sejalan pula dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab III Pasal 7 Ayat 38, yang menyatakan bahwa
dari SD/MI/SDLB, SMP/MTs./ SMPLB, SMA/MAN/SMALB, dan SMK/MAK diberikan
pengajaran muatan lokal yang relevan dan Rekomendasi UNESCO tahun 1999 tentang
pemeliharaan bahasa-bahasa ibu di dunia.
Hal di atas sejalan pula dengan Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, di
antaranya menyatakan bahwa: Bahasa Daerah sebagai muatan lokal dapat secara terpisah apabila
daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran
per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut.
Bahasa Sunda berkedudukan sebagai bahasa daerah, yang juga merupakan bahasa ibu bagi
sebagian besar masyarakat Jawa Barat. Bahasa Sunda juga menjadi bahasa pengantar
pembelajaran di kelas-kelas awal SD/MI. Melalui pembelajaran bahasa Sunda diperkenalkan
kearifan lokal sebagai landasan etnopedagogis.
Berdasarkan kenyataan tersebut, bahasa Sunda sebagai salah satu khasanah dalam
kebhineka-tunggal-ikaan bahasa dan budaya Nusantara akan menjadi landasan bagi pendidikan
karakter dan moral bangsa. Oleh karena itu, bahasa Sunda harus diperkenalkan di Taman Kanak-
kanak (TK)/Raudhatul Athfal (RA) dan di sekolah-sekolah mulai Sekolah Dasar (SD)/Madrasah
Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), sampai
Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliah (MA).
Untuk kepentingan itu, perlu disusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sesuai dengan
satuan pendidikan tersebut.
Pembelajaran bahasa Sunda diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya dan
budaya Sunda, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat Sunda,
dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Sunda diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dalam Bahasa Sunda dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap budaya dan hasil karya sastra Sunda.
Kompetensi inti mata pelajaran Bahasa Sunda yang memiliki kesamaan dengan kompetensi inti
mata pelajaran lainnya merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap
bahasa dan sastra Sunda. Kompetensi Inti ini menjadi dasar bagi peserta didik untuk memahami
dan merespon situasi lokal, regional, dan nasional. Secara substansial terdapat empat Kompetensi
Inti yang sejalan dengan pembentukan kualitas insan yang unggul, yakni (1) sikap keagamaan
(beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghasilkan manusia yang
pengkuh agamana (spiritual quotient), (2) sikap kemasyarakatan (berakhlak mulia) untuk
menghasilkan manusia yang jembar budayana (emotional quotient), (3) menguasai pengetahuan,
teknologi, dan seni (berilmu dan cakap) untuk menghasilkan manusia yang luhung elmuna
(intellectual quotient), dan (4) memiliki keterampilan (kreatif dan mandiri) untuk menghasilkan
manusia yang rancage gawena (actional quotient).
Keempat Kompetensi Inti tersebut merupakan pengejawantahan dari tujuan pendidikan nasional
(Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3), yakni untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar Mata Pelajaran Bahasa Sunda ini, selaras dengan
alasan pengembangan kurikulum 2013, diharapkan peserta didik memiliki
1. Kemampuan berkomunikasi;
2. Kemampuan berpikir jernih dan kritis;
3. Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan;
4. Kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung jawab;
5. Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda;
6. Kemampuan hidup dalam maysrakat yang mengglobal;
7. Minat yang luas dalam kehidupan;
8. Kesiapan untuk bekerja;
9. Kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya; dan
10. Rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.
. Pendidikan Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa Daerah merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang
ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan melalui pemerintah daerah, dalam
hal ini Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.
Kewenangan pemerintah daerah untuk mengembangkan bahasa daerah diperkuat oleh UU nomor
24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pasal 42
Ayat (1) dan Ayat (2) berbunyi sebagai berikut.
Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra
daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat
sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya
Indonesia.
Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah
koordinasi lembaga kebahasaan.
Mengingat kewenangan pemerintah daerah dalam mengembangkan dan membina bahasa daerah,
adanya kebijakan kurikulum tingkat daerah, dan keberagaman pemerintah daerah dalam
menetapkan konten muatan lokal maka untuk Kurikulum 2013 ditetapkan pendidikan bahasa
daerah tetap menjadi wewenang pemerintah daerah. Kurikulum 2013 menyediakan muatan lokal
untuk pendidikan bahasa daerah dan pendidikan seni budaya.
Berkaitan dengan bunyi undang-undang tersebut, maka Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda
termasuk mata pelajaran muatan lokal di wilayah Provinsi Jawa Barat. Kedudukannya dalam
proses pendidikan sama dengan kelompok mata pelajaran inti dan pengembangan diri. Oleh
karena itu, mata pelajaran Bahasa Sunda juga diujikan dan nilainya wajib dicantumkan dalam
buku rapor.
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Surat Keputusan No. 423/2372/Set-disdik
tanggal 26 Maret 2013 tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI,
SMP/MTs, SMA/SMK/MA). Kedudukan Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah dalam
Struktur Kurikulum adalah sebagai berikut.
Kedudukan muatan lokal dalam struktur kurikulum satuan pendidikan SMP/MTs, tampak pada
tabel berikut.
Kewarganegaraan
3. Bahasa Indonesia 6 6 6
4. Matematika 5 5 5
5. Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4
7. Bahasa Inggris 4 4 4
Kelompok B
8. Seni Budaya 3 3 3
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga, 3 3 3
dan Kesehatan
10. Prakarya 2 2 2
11. Bahasa dan Sastra Daerah 2 2 2
Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 40 40 40
1. Pengertian
Kompetensi inti dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Sunda adalah program untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan
sastra Sunda.
2. Fungsi
Standar kompetensi dan kompetensi dasar berfungsi sebagai acuan bagi guru-guru di sekolah
dalam menyusun kurikulum mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda sehingga segi-segi
pengembangan pengetahuan, keterampilan, serta sikap berbahasa dan bersastra Sunda dapat
terprogram secara terpadu.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar ini disusun dengan mempertimbangkan kedudukan
bahasa Sunda sebagai bahasa daerah dan sastra Sunda sebagai sastra Nusantara. Pertimbangan
itu berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran Bahasa Sunda sebagai (1) sarana pembinaan
sosial budaya regional Jawa Barat, (2) sarana peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, (4) sarana pembakuan dan penyebarluasan pemakaian bahasa Sunda untuk berbagai
keperluan, (5) sarana pengembangan penalaran, serta (6) sarana pemahaman aneka ragam
budaya daerah (Sunda).
3. Tujuan
Pertimbangan itu berkonsekuensi pula pada tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Sunda yang
secara umum agar murid mencapai tujuan-tujuan berikut.
2) Murid menghargai dan membanggakan bahasa Sunda sebagai bahasa daerah di Jawa Barat,
yang juga merupakan bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakatnya.
3) Murid memahami bahasa Sunda dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta mampu
menggunakannya secara tepat dan kreatif untuk berbagai konteks (tujuan, keperluan, dan
keadaan).
5) Murid memiliki kemampuan dan kedisiplinan dalam berbahasa Sunda (berbicara, menulis,
dan berpikir).
6) Murid mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra Sunda untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa Sunda, mengembangkan kepribadian, dan memperluas
wawasan kehidupan.
7) Murid menghargai dan membanggakan sastra Sunda sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Sunda.
Kelas VII
KI KD (HASIL REVIU)
7.1 Menghayati dan 7.1.1 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Sunda
mengamalkan ajaran agama sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana
yang dianutnya komunikasi dalam PERCAKAPAN, IKLAN LAYANAN
MASYARAKAT, KARANGAN BAHASAN,
PENGALAMAN PRIBADI, KAULINAN BARUDAK,
DONGENG, SAJAK, dan PUPUJIAN.
7.2 Menghargai dan 7.2.1 Menunjukkan perilaku jujur, tanggung jawab, dan
menghayati perilaku jujur, santun dalam menggunakan bahasa Sunda untuk
disiplin, tanggung jawab, peduli PERCAKAPAN SEHARI-HARI,
(toleransi, gotong royong),
santun, percaya diri, dalam 7.2.2 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya
berinteraksi secara efektif diri, peduli, dan santun dalam menggunakan bahasa Sunda
dengan lingkungan sosial dan untuk KAULINAN BARUDAK.
alam dalam jangkauan pergaulan
dan keberadaannya 7.2.3 Menunjukkan perilaku jujur, tanggung jawab, dan
santun dalam menggunakan bahasa Sunda untuk membuat
WAWARAN dan KARANGAN BAHASAN
PENGALAMAN PRIBADI
7.4 Mencoba, mengolah, dan 7.4.1 Menyusun dan memperagakan PERCAKAPAN tentang
menyaji dalam ranah konkret kegiatan SEHARI-HARI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
(menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi, dan 7.4.2 Mengekspresikan dan menanggapi jenis KAULINAN
membuat) dan ranah abstrak BARUDAK
(menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) 7.4.3 Menyusun dan menggapi WAWARAN sesuai dengan
sesuai dengan yang dipelajari di kaidah-kaidahnya secara lisan dan tulisan.
sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori 7.4.4 Menyusun dan menanggapi teks PENGALAMAN
PRIBADI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
Kelas VIII
KI KD (HASIL REVIU)
8.1 Menghayati dan 8.1.1 Menghargai, menghayati, dan mensyukuri bahasa
mengamalkan ajaran agama yang Sunda sebagai anugrah Tuhan yang Maha Esa, melalui
dianutnya kegiatan memahami RUMPAKA KAWIH, WACANA
KAMPUNG ADAT, MANTRA, dan SURAT.
Kelas IX
KI KD (HASIL REVIU)
9.1 Menghargai dan menghayati 9.1.1 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Sunda
ajaran agama yang dianutnya sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa dalam memahami dan
menyajikan PIDATO, BERITA, BAHASAN, DISKUSI,
WACANA, CARPON, PUISI, NOVEL, WAWACAN, dan
DRAMA.
9.2 Menghargai dan menghayati 9.2.1 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya
perilaku jujur, disiplin, tanggung diri, peduli, proaktif dan santun dalam menggunakan bahasa
jawab, peduli (toleransi, gotong Sunda untuk memahami, menyusun dan menyampaikan
royong), santun, percaya diri, TEKS PIDATO.
dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan 9.2.2 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya
alam dalam jangkauan pergaulan diri, peduli, proaktif dan santun dalam menggunakan bahasa
dan keberadaannya Sunda untuk memahami BERITA ILMU PENGETAHUAN
DAN BUDAYA serta BAHASAN TEKNOLOGI DAN SENI,
9.4 Mengolah, menyaji, dan 9.4.1 Menyusun, menanggapi, dan menyajikan TEKS
menalar dalam ranah konkret PIDATO sesuai dengan kaidah-kaidahnya secara lisan dan
(menggunakan, mengurai, tulisan.
merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak 9.4.2 Menelaah, menanggapi, dan meringkas teks BERITA
(menulis, membaca, menghitung, ILMU PENGETAHUAN serta BAHASAN TEKNOLOGI
menggambar, dan mengarang) DAN SENI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang 9.4.3 Menelaah, menanggapi, dan membicarakan BUDAYA
sama dalam sudut pandang/teori SUNDA dengan memperhatikan kaidah-kaidah bahasa Sunda
yang baik dan benar.
Bahasa pengantar yang digunakan dalam pembelajaran ialah bahasa Sunda. Di sekolah-
sekolah atau daerah yang mengalami kesulitan dengan pengantar bahasa Sunda dapat digunakan
bahasa Indonesia, baik sebagian maupun sepenuhnya. Akan tetapi, selalu disertai usaha untuk
secara berangsung-angsur bisa memahami petunjuk dalam bahasa Sunda. Di daerah-daerah yang
memiliki basa wewengkon, kata-kata dialek dapat difungsikan untuk mempercepat atau
meningkatkan kualitas pembelajaran.
2. Pendekatan Pembelajaran
Pembelajaran bahasa dan sastra Sunda bertitik tolak dari pandangan bahwa bahasa Sunda
merupakan alat komunikasi bagi masyarakat pendukungnya. Komunikasi bahasa diwujudkan
melalui kegiatan berbahasa lisan (menyimak-berbicara) dan kegiatan berbahasa tulis (membaca-
menulis). Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Sunda diarahkan untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa dan bersastra Sunda, kemampuan berpikir dan bernalar, serta
kemampuan memperluas wawasan tentang budaya Sunda, juga diarahkan untuk mempertajam
perasaan murid. Di samping itu, diharapkan murid tidak hanya mahir berbahasa Sunda, pandai
bernalar, tetapi juga memiliki kepekaan dalam berhubungan satu sama lain, dan dapat
menghargai perbedaan yang berlatar belakang budaya. Murid tidak hanya diharapkan mampu
memahami informasi yang lugas dan tersurat, melainkan juga yang kias dan tersirat.
Agar murid mampu berkomunikasi, pembelajaran bahasa Sunda diarahkan pada kegiatan untuk
membekali murid terampil berbahasa lisan dan berbahasa tulis. Murid dilatih lebih banyak
menggunakan bahasa daripada pengetahuan tentang bahasa. Juga pembelajaran sastra Sunda
diarahkan agar murid beroleh pengalaman apresiasi dan ekspresi sastra, bukan pada pengetahuan
sastra. Dalam sastra terkandung pengalaman manusia, yang meliputi pengalaman pengindraan,
perasaan, kahyal, dan perenungan, yang secara terpadu diwujudkan dalam penggunaan bahasa,
baik secara lisan maupun secara tertulis. Melalui sastra murid diajak untuk memahami,
menikmati, dan menghayati karya sastra. Pengetahuan tentang sastra dijadikan penunjang dalam
mengapresiasi karya sastra. Dengan demikian, fungsi utama sastra sebagai penghalus budi,
peningkatan kepekaan, rasa kemanusiaan, dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya,
serta penyaluran gagasan dan imajinasi secara kreatif dapat tercapai dan tersalurkan.
Pemakaian bahasa Sunda yang nyata dipengaruhi berbagai konteks, antara lain, siapa
penyapa dan pesapa, pada situasi bagaimana, di mana tempatnya, kapan waktunya, media apa
yang digunakan, dan apa isi pembicaraannya. Untuk keperluan itu, dalam pembelajaran bahasa
dapat digunakan berbagai pendekatan, antara lain, pendekatan kompetensi komunikatif dan
pendekatan kontekstual dengan berbagai media dan sumber belajar. Juga dipertimbangkan
penggunaan pendekatan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan
(PAIKEM).
Murid adalah peserta aktif atau sebagai pelajar. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa dan
sastra Sunda, murid harus mendapat kesempatan yang sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya
untuk beroleh pengalaman berbahasa dan bersastra Sunda, melalui kegiatan reseptif (menyimak,
membaca) dan kegiatan produktif (berbicara, menulis). Di dalam hal ini perlu pula
dipertimbangan pemakaian aspek-aspek kebahasaan yang berupa fonem, kata, kalimat, dan
paragraf.
3. Pengorganisasian Materi
Kompetensi Inti mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda merupakan kerangka tentang standar
kompetensi yang harus diketahui, dilakukan, dan dikuasai oleh peserta didik pada setiap
tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam dua komponen utama, yaitu kompetensi inti dan
kompetensi dasar.
Kompetensi inti mencakup sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang
diwujudkan melalui menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Masing-masing bersangkutan
dengan kemampuan berbahasa dan pengalaman bersastra.
4. Penomoran Kompetensi
Penomoran dalam kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) dimaksudkan untuk
memudahkan penandaan jumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar, yang terdapat pada
kelas tertentu (I XII). Kompetensi inti mengacu kepada empat aspek, yakni (1) sikap spritual,
(2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Untuk menandai keterkaitan kelas dan
KI, penomoran KD dibuat dalam tiga angka. Angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua
menunjukkan nomor KI, dan angka ketiga menunjukkan nomor KD. Contoh:
KELAS VII
Nomor-nomor kompetensi dasar tersebut bukan urutan pembelajaran. Guru dapat memilih dan
memulai dari nomor kompetensi dasar mana saja.
5. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar
Sumber pembelajaran bahasa dan sastra Sunda dapat pula berupa lingkungan alam,
masyarakat, dan budaya Sunda. Murid diupayakan agar berhubungan langsung dengan
masyarakat untuk mengetahui kehidupan bahasa dan budaya Sunda saat ini, yang selanjutnya
dijadikan informasi dalam penelaahan bahasa. Berkaitan dengan pembelajaran sastra, murid
diupayakan untuk mengetahui kehidupan sastra secara eksplisit atau secara implisit seperti yang
terkandung di dalam unsur-unsur kesenian Sunda (seni pertunjukan/teater, seni tari, seni rupa,
seni karawitan, dan seni kriya).
Sebagai upaya meningkatkan apresiasi sastra dan gemar membaca, setiap murid pada jenjang
SMP/MTs diwajibkan membaca sejumlah karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan drama) yang
sesuai dalam jumlah yang memadai.
Pengajaran apresiasi sastra ini disesuaikan dengan kompetensi-kompetensi yang terdapat dalam
kurikulum pada aspek kemampuan bersastra. Pemilihan bahan ajar ini dapat dilihat pada bagian
lampiran atau dicari pada sumber lain.
7. Penilaian
Penilaian merupakan upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui pencapaian
kompetensi berbahasa dan bersastra Sunda oleh murid setelah beberapa kali tatap muka di kelas.
Penilaian dilakukan selama pembelajaran, pada tengah semester, akhir semester, atau akhir
tahun. Aspek yang dinilai mencakup kognitif, afektif, dan psikomotor, yang bermuara pada
kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, baik yang berkaitan dengan bahasa
maupun sastra.
Teknik penilaiannya dapat dilaksanakan melalui cara tes (pengukuran), bukan tes
(pengamatan kinerja murid keseharian), atau portopolio (pengumpulan dan pengamatan seluruh
karya murid, dari awal sampai akhir tahun).
8. Diversifikasi Kurikulum
Pelaksanaan kurikulum tidak mengarah kepada penyeragaman untuk semua sekolah atau
semua murid. Keadaan daerah yang berlainan dan kemampuan murid yang berbeda justru
menjadi sumber pemerkayaan diri. Diversifikasi pada kurikulum memberikan peluang bagi
murid yang berkemampuan lebih untuk meningkatkan diri melalui kegiatan tambahan.
9. Pengembangan Materi
Standar kompetensi memberi kewenangan kepada guru dan sekolah untuk menentukan
bahan ajar berdasarkan kompetensi dasar. Penentuan itu disesuaikan dengan kondisi setempat
sehingga penjabaran di setiap sekolah bisa berbeda-beda. Dalam penjabaran itu diperlukan
pedoman yang dapat dijadikan acuan oleh para guru.
a. Materi Kebahasaan
Pertama, bahan ajar kosa kata diterapkan di dalam kalimat, bukan daftar kata-kata berserta
maknanya. Cakupan kosa kata dapat berupa pemakaian seperti berikut:
sosial-budaya Sunda;
percakapan (paguneman).
Kedua, bahan ajar tata bahasa diperlukan ketika membetulkan kesalahan pemakaian
kaidah bahasa sebagai latihan disiplin berbahasa. Bukan pembelajaran tentang tata bahasa, tetapi
pemakaian atau penerapannya dalam kalimat. Cakupan tata bahasa meliputi aspek-aspek berikut:
(1) lafal dan ejaan;
(2) pemakaian bentuk kata (wangun kecap) yang meliputi kata dasar (kecap asal), kata turunan
(kecap rundayan), kata ulang (kecap rajekan), dan kata majemuk (kecap kantetan) dalam
kalimat. Misalnya, kata berimbuhan N- dan di-, diajarkan ketika bertemu dengan materi pokok
kalimat aktif (kalimah aktip) dan kalimat pasif (kalimah pasip);
(3) pemakaian bentuk kalimat (wangun kalimah), berawal dari kalimat sederhana (kalimah
basajan), kalimat luas (kalimah jembar), menuju ke kalimat majemuk (kalimah ngantet) dan
kalimat bertingkat (kalimah sumeler);
(4) pemakaian fungsi kalimat (kagunaan kalimah) yang meliputi kalimat berita (kalimah
wawaran), kalimat tanya (kalimah pananya), kalimat perintah (kalimah parentah), dan kalimat
seru (kalimah panyeluk);
(5) pemakaian tipe kalimat (wanda kalimah) yang meliputi kalimat langsung dan kalimat tak
langsung, kalimat aktif (kalimah migawe), kalimat pasif (kalimah kapigawe), kalimat refleksif
(kalimah migawe maneh), dan kalimat resiprokatif (kalimah silihbales) berada dalam
pembelajaran wacana dialog dan drama.
Ketiga, bahan ajar wacana atau teks berkaitan dengan aspek keterampilan berbahasa dan
bersastra, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Cakupan wacana dapat berupa:
(2) bentuk wacana seperti narasi (carita), deskripsi (dadaran, candraan), eksposisi (pedaran),
dan argumentasi (bahasan);
Keterampilan berbahasa memiliki urutan yang alamiah, mulai dari menyimak (ngaregepkeun)
dan berbicara (nyarita), sebagai kegiatan berbahasa lisan serta membaca (maca), dan menulis
(nulis) sebagai kegiatan berbahasa tulis. Menyimak dan membaca termasuk kegiatan berbahasa
reseptif, sedangkan berbicara dan menulis termasuk kegiatan berbahasa produktif.
1) Aspek Menyimak (ngaregepkeun)
Menyimak adalah kegiatan memahami dan menanggapi wacana lisan melalui mendengarkan
lambing-lambang bunyi ujaran. Kegiatannya dapat berupa mendengarkan:
(7) khutbah/pidato/ceramah;
Aspek berbicara adalah kegiatan menyampaikan pesan (pikiran, perasaan, dan keinginan) secara
lisan. Kegiatannya dapat berupa:
Membaca adalah kegiatan memahami dan menanggapi wacana tulis atau bacaan. Aspek
membaca dapat berupa kegiatan:
Menulis adalah kegiatan menyampaikan pesan (pikiran, perasaan, dan keinginan) secara tertulis
atau melalui lambang-lambang grafis. Aspek menulis dapat berupa kegiatan:
Dipermaklumkan dengan hormat, berkenaan dengan rencana implementasi Kurikulum 2013 oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang sampai saat ini masih dalam tahap persiapan,
khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah di Jawa Barat
(Bahasa Sunda, Bahasa Cirebon dan Bahasa Melayu Betawi), kami sampaikan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah akan tetap diakomodir dalam Kurikulum 2013
yang pengaturannya diserahkan pads kebijakan daerah masing-masing. Hal ini
sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 pads saat Uji
Publik Kurikulum 2013 tanggal 21 Desember 2012 dan ditegaskan pula oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI pads saat Sosialisasi Kurikulum 2013 tanggal 16 Maret
2013.
2. Di Jawa Barat, rencana pengaturan kurikulum daerah yang berkenaan dengan
pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah akan diatur dalam Surat Keputusan dan Surat
Edaran Gubemur Jawa Barat tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pads
Jenjang Pendidikan SD/MI, SMP/M.Ts., SMA/SMK/MA.
3. Surat Keputusan dan Surat Edaran sebagaimana climaksud poin 2, pads intinya
mewajibkan sekolah-sekolah di Jawa Barat untuk tetap melaksanakan pembelajaran
muatan lokal Bahasa Daerah sebagai mata pelajaran tersendiri tidak bergabung dengan
mata pelajaran yang lainnya. Pengaturan jam pelajaran untuk muatan lokal Bahasa
Daerah tersebut diatur sebagaimana tertera dalam lampiran surat ini.
4. Rencana implementasi pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah dalam Kurikulum
2013 di Jawa Barat sampai saat ini sedang tahap persiapan meliputi :a) penyusunan
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, b) Penyusunan Sylabus dan Pedoman
Penyusunan RPP, c) Penyusunan Buku Induk Pegangan Guru dan Pegangan Siswa, d)
Pelatihan Guru Intl dan Guru Kelas/Mata Pelajaran, dan pads waktunya akan dilakukan
e) proses pendampingan bagi guru-guru yang telah dilatih.
Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, kami mohon perkenan kiranya Saudara dapat
mengintruksikan kepada Kepala-Kepala SD/MI, SMP/M.Ts., SMA/SMK/MA untuk tetap
melaksanakan pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah sebagai mata pelajaran tersendiri pada
Tahun Pelajaran 2013/2014 yang akan datang.
Demikian edaran ini kami buat untuk diketahui dan menjadi maklum. Atas perhatian dan
kerjasamanya, dihaturkan terima kasih.
SALINAN
REPUBLIK INDONESIA
TENTANG
Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 77A ayat (3), Pasal 77C ayat (3), Pasal
77D ayat (3), Pasal 77E ayat (3), dan Pasal 77I ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah;
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);
4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010- 2014;
5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91
Tahun 2011;
6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2013;
7. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor
5/P Tahun 2013;
MEMUTUSKAN:
Pasal 1
Ibtidaiyah.
(3) Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 2
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
MOHAMMAD NUH