Anda di halaman 1dari 57

BALAI PENGEMBANGAN BAHASA DAERAH DAN KESENIAN

DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT

2013

KATA PENGANTAR

Sejak tahun 2001 rencana perubahan kurikulum sudah sampai ke sekolah. Kurikulum 1994
diganti dengan kurikulum baru yang berorientasi kepada kompetensi. Sementara itu, dalam
rangka pemantapannya, beberapa mata pelajaran yang termasuk muatan nasional sudah
diujicobakan, sehingga masa transisi pembelajaran antara kurikulum lama dengan yang baru
makin terasa.

Balai Pengembangan Bahasa Daerah Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat sejak tahun 2003
sudah mengadakan pemantauan terhadap kenyataan ini, khususnya yang berkaitan dengan (1)
kurikulum, (2) bahan ajar, (3) sarana dan sumber belajar, dan (4) pelaksanaan pengajaran.
Sejalan dengan keluarnya Kurikulum 2013 terdapat tiga jenis kurikulum, yakni Kurikulum
Tingkat Nasional, Kurikulum Tingkat Daerah, dan Kurikulum Tingkat Sekolah. Kurikulum
Tingkat Nasional disusun dan diberlakukan secara nasional. Kurikulum Tingkat Daerah disusun
dan diberlakukan di daerah berdasarkan Kurikulum Tingkat Nasional sesuai dengan kebijakan
daerah masing-masing. Sementara, Kurikulum Tingkat Sekolah disusun dan diberlakukan pada
setiap jenjang sekolah.

Dalam rangka memenuhi Kurikulum Tingkat Daerah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
menyusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa Sunda.
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa Sunda ini dikeluarkan
sebagai arahan atau pedoman bagi guru dalam mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Isinya memuat kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD), yang harus
disusun dan dikembangkan lagi oleh guru dan sekolah menjadi kurikulum yang berisi KI, KD,
indikator, pengalaman belajar, lingkup materi, dan jenis evaluasi. Penyusunan kurikulum tersebut
dapat disesuaikan dengan keadaan dan kondisi setempat.

Masih berhubungan dengan keadaan setempat yang berbeda satu dengan lainnya, perlu
dipertimbangkan pengelompokan keadaan (kategorisasi lokal), baik di wilayah pemakaian
bahasa Sunda maupun wilayah yang memiliki dialek bahasa Sunda atau bahasa daerah lain
seperti Melayu-Betawi di daerah Depok dan Bekasi serta Bahasa Cirebon di wilayah Cirebon
dan Indramayu. Bahasa-bahasa tersebut termasuk bahasa daerah yang hidup di Propinsi Jawa
Barat sesuai dengan Peraturan Daerah Jawa Barat No. 5/2003 tentang Pelestarian Bahasa, Sastra,
dan Aksara Daerah.

KIKD ini dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat, yang untuk kepentingan
regional Jawa Barat disusun berdasarkan surat edaran Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat dengan Nomor 423/2372/Set-disdik tertanggal 26 Maret 2013 tentang Pembelajaran
Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.

Bandung, Juli 2013

Kepala Disdik Jawa Barat,

Prof. Dr.H. Moh. Wahyudin Zarkasyi, CPA.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR KEPALA DISDIK JAWA BARAT

KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT.

LAMPIRAN KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT

DAFTAR
ISI.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang..
B. Karakteristik Umum Kurikulum 2013.

C. Tujuan Kurikulum 2013

II. KERANGKA DASAR KURIKULUM

1. Landasan Filosofis.

2. Landasan Teoretis.

3. Landasan Yuridis

III. STRUKTUR KURIKULUM

1. Kompetensi Inti

2. Mata Pelajaran.

3. Beba Belajar.

4. Kompetensi Dasar.

IV. KURIKULUM MUATAN LOKAL MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA

1. Rasional..

2. Struktur Kurikulum Muatan Lokal

3. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar..

1. Pengertian
..

2. Fungsi
..

3. Tujuan
..

4. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Sunda


5. Arah
Pengembangan.

1. Bahasa Pengantar
Pembelajaran.

2. Pendekatan
Pembelajaran..

3. Pengorganisasian
Materi.

4. Penomoran
Kompetensi

5. Pemanfaatan Media dan Sumber


Belajar.

6. Nacaan Wajib
Sastra..

7. Penilaian

8. Diversifikasi
Kurikulum

9. Pengembangan Materi
Pembelajaran.

Gubernur Jawa Barat


KEPUTUSAN GUBERNUR JAWA BARAT

NOMOR: 423.5/Kep.674-Disdik/2006

TENTANG

KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR

SERTA PENGEMBANGAN SILABUS

MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA SUNDA

GUBERNUR JAWA BARAT,

Menimbang: a. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa

Barat Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemeliharaan

Bahasa, sastra, dan Aksara Daerah, bahasa daerah

diajarkan di pendidikan formal dan non-formal di

Jawa Barat;

b. bahwa sehubungan dengan pertimbangan pada

huruf a tersebut di atas, perlu menetapkan Standar

Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta Panduan


Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda, yang

ditetapkan dengan Keputusan Gubernur Jawa

Barat;

Mengingat:

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat

(Berita Negara tanggal 4 Juli Tahun 1950);

2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional

(Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 4301);

3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara


Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) jo. Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4548);

4. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005

tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4593);

5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana


Pembangunan Jangka Panjang Nasional, beserta segala ketentuan

yang dituangkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional;

1. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan


sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.

2. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006

tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah;

1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2006

tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang
Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah dan Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah;

1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 67 Tahun 2013

tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SD/MI

1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 68 Tahun 2013

tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMP/MTs

1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 69 Tahun 2013

tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMA/MA

1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2013

tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum SMK/MAK

1. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 71 Tahun 2013

tentang Buku Pelajaran dan Buku Penunjang untuk Pendidikan Dasar dan Menengah

1. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2003

tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah


(Lembaran Daerah Tahun 2003 Nomor 5 Seri E);

1. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 1 Tahun 2004

tentang Rencana Strategis Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Tahun 2003-2008 (Lembaran Daerah Tahun 2004 Nomor 1

Seri D, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 6).

Memperhatikan: 1. Rekomendasi UNESCO tentang Pemeliharaan

Bahasa-bahasa Ibu di dunia.

2. Hasil Kongres Bahasa Sunda VIII di Subang pada tanggal 28-30

Juni 2005.

3. Hasil identifikasi Balai Pengembangan Bahasa Daerah Dinas

Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:

PERTAMA : Mencabut dan menyatakan tidak berlaku Keputusan

Kepala Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Provinsi Jawa Barat Nomor 979/102/

Kep/I/94 tentang Kurikulum Muatan Lokal

Pendidikan Dasar.

KEDUA : Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata


Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda Satuan

Pendiidikan Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul

Atgfal (RA), Sekolah Dasar (SD)/Madrasah

Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)

/Madrasah Tsanawiyah (MTs.), Sekolah Menengah

Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/

Madrasah Aliyah (MA) Tahun 2006, terdiri dari:

1. Standar Kompetensi Lintas Kurikulum;

2. Standar Kompetensi Isi Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda;

3. Standar Kompetensi Lulusan TK/RA, SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.

KETIGA : Uraian mengenai standar kompetensi dasan

kompetensi dasar serta panduan penyusunan

kurikulum mata pelajaran Bahasa dan Sastra

Sunda serta standar kompetensi lulusan

sebagaimana dimaksud pada Diktum KEDUA

tercantum dalam Lampiran sebagai bagian tak

terpisahkan dari Keputusan ini.

KEEMPAT : Standar kompetensi dan kompetensi dasar serta

panduan penyusunan kurikulum mata pelajaran

Bahasa dan Sastra Sunda serta standar

kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada


Diktum KEDUA merupakan pedoman dalam

penyusunan silabus dan penilaian.

KELIMA : Hal-hal yang belum cukup diatur dalam

Keputusan ini sepanjang mengenai teknis

pelaksanaannya ditetapkan oleh Kepala Dinas

Pendidikan Provinsi Jawa Barat.

KEENAM : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal

ditetapkan.

Ditetapkan di Bandung,

Pada tanggal 25 Juli 2006

GUBERNUR JAWA BARAT,

DR. H. AHMAD HERYAWAN, Lc.


I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

1. Pengertian Kurikulum

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan


bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Berdasarkan pengertian tersebut, ada dua dimensi
kurikulum, yang pertama adalah rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran, sedangkan yang kedua adalah cara yang digunakan untuk kegiatan pembelajaran.
Kurikulum 2013 yang diberlakukan mulai tahun ajaran 2013/2014 memenuhi kedua dimensi
tersebut.

2. Rasional Pengembangan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 dikembangkan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut:

a. Tantangan Internal

Tantangan internal antara lain terkait dengan kondisi pendidikan dikaitkan dengan tuntutan
pendidikan yang mengacu kepada 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan yang meliputi
standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan.

Tantangan internal lainnya terkait dengan perkembangan penduduk Indonesia dilihat dari
pertumbuhan penduduk usia produktif. Saat ini jumlah penduduk Indonesia usia produktif (15-64
tahun) lebih banyak dari usia tidak produktif (anak-anak berusia 0-14 tahun dan orang tua
berusia 65 tahun ke atas).

Jumlah penduduk usia produktif ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2020-2035 pada saat
angkanya mencapai 70%. Oleh sebab itu tantangan besar yang dihadapi adalah bagaimana
mengupayakan agar sumberdaya manusia usia produktif yang melimpah ini dapat
ditransformasikan menjadi sumberdaya manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan
melalui pendidikan agar tidak menjadi beban.

b. Tantangan Eksternal

Tantangan eksternal antara lain terkait dengan arus globalisasi dan berbagai isu yang terkait
dengan masalah lingkungan hidup, kemajuan teknologi dan informasi, kebangkitan industri
kreatif dan budaya, dan perkembangan pendidikan di tingkat internasional. Arus globalisasi akan
menggeser pola hidup masyarakat dari agraris dan perniagaan tradisional menjadi masyarakat
industri dan perdagangan modern seperti dapat terlihat di World Trade Organization (WTO),
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Community, Asia-Pacific Economic
Cooperation (APEC), dan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Tantangan eksternal juga terkait
dengan pergeseran kekuatan ekonomi dunia, pengaruh dan imbas teknosains serta mutu,
investasi, dan transformasi bidang pendidikan.

Keikutsertaan Indonesia di dalam studi International Trends in International Mathematics and


Science Study (TIMSS) dan Program for International Student Assessment (PISA) sejak tahun
1999 juga menunjukkan bahwa capaian anak-anak Indonesia tidak menggembirakan dalam
beberapa kali laporan yang dikeluarkan TIMSS dan PISA. Hal ini disebabkan antara lain
banyaknya materi uji yang ditanyakan di TIMSS dan PISA tidak terdapat dalam kurikulum
Indonesia.

c. Penyempurnaan Pola Pikir

Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan pola pikir sebagai berikut:

1) pola pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran berpusat pada peserta
didik. Peserta didik harus memiliki pilihan-pilihan terhadap materi yang dipelajari untuk
memiliki kompetensi yang sama;

2) pola pembelajaran satu arah (interaksi guru-peserta didik) menjadi pembelajaran interaktif
(interaktif guru-peserta didik-masyarakat-lingkungan alam, sumber/ media lainnya);

3) pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring (peserta didik dapat
menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui
internet);

4) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif-mencari (pembelajaran siswa aktif


mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains);
5) pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok (berbasis tim);

6) pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia;

7) pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan (users) dengan


memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik;

8) pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal (monodiscipline) menjadi pembelajaran ilmu


pengetahuan jamak (multidisciplines); dan

9) pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis.

d. Penguatan Tata Kelola Kurikulum

Pelaksanaan kurikulum selama ini telah menempatkan kurikulum sebagai daftar matapelajaran.
Pendekatan Kurikulum 2013 untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah diubah sesuai dengan
kurikulum satuan pendidikan. Oleh karena itu dalam Kurikulum 2013 dilakukan penguatan tata
kelola sebagai berikut:

1) tata kerja guru yang bersifat individual diubah menjadi tata kerja yang bersifat kolaboratif;

2) penguatan manajeman sekolah melalui penguatan kemampuan manajemen kepala sekolah


sebagai pimpinan kependidikan (educational leader); dan

3) penguatan sarana dan prasarana untuk kepentingan manajemen dan proses pembelajaran.

e. Penguatan Materi

Penguatan materi dilakukan dengan cara pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi
peserta didik.

1. B. Karakteristik Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 dirancang dengan karakteristik sebagai berikut:


1. mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap spiritual dan sosial, rasa
ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan intelektual dan psikomotorik;

2. sekolah merupakan bagian dari masyarakat yang memberikan pengalaman belajar


terencana dimana peserta didik menerapkan apa yang dipelajari di sekolah ke masyarakat
dan memanfaatkan masyarakat sebagai sumber belajar;

3. mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam


berbagai situasi di sekolah dan masyarakat;

4. memberi waktu yang cukup leluasa untuk mengembangkan berbagai sikap, pengetahuan,
dan keterampilan;

5. kompetensi dinyatakan dalam bentuk kompetensi inti kelas yang dirinci lebih lanjut
dalam kompetensi dasar matapelajaran;

6. kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi (organizing elements) kompetensi


dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk
mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti;

7. kompetensi dasar dikembangkan didasarkan pada prinsip akumulatif, saling memperkuat


(reinforced) dan memperkaya (enriched) antarmatapelajaran dan jenjang pendidikan
(organisasi horizontal dan vertikal).

C. Tujuan Kurikulum 2013

Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan
hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif
serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban
dunia.
II. KERANGKA DASAR KURIKULUM

A. Landasan Filosofis

Landasan filosofis dalam pengembangan kurikulum menentukan kualitas peserta didik yang akan
dicapai kurikulum, sumber dan isi dari kurikulum, proses pembelajaran, posisi peserta didik,
penilaian hasil belajar, hubungan peserta didik dengan masyarakat dan lingkungan alam di
sekitarnya.

Kurikulum 2013 dikembangkan dengan landasan filosofis yang memberikan dasar bagi
pengembangan seluruh potensi peserta didik menjadi manusia Indonesia berkualitas yang
tercantum dalam tujuan pendidikan nasional.

Pada dasarnya tidak ada satupun filosofi pendidikan yang dapat digunakan secara spesifik untuk
pengembangan kurikulum yang dapat menghasilkan manusia yang berkualitas.

Berdasarkan hal tersebut, Kurikulum 2013 dikembangkan menggunakan filosofi sebagai berikut.

1. Pendidikan berakar pada budaya bangsa untuk membangun kehidupan bangsa masa kini
dan masa mendatang. Pandangan ini menjadikan Kurikulum 2013 dikembangkan
berdasarkan budaya bangsa Indonesia yang beragam, diarahkan untuk membangun
kehidupan masa kini, dan untuk membangun dasar bagi kehidupan bangsa yang lebih
baik di masa depan. Mempersiapkan peserta didik untuk kehidupan masa depan selalu
menjadi kepedulian kurikulum, hal ini mengandung makna bahwa kurikulum adalah
rancangan pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan generasi muda bangsa. Dengan
demikian, tugas mempersiapkan generasi muda bangsa menjadi tugas utama suatu
kurikulum. Untuk mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan peserta didik,
Kurikulum 2013 mengembangkan pengalaman belajar yang memberikan kesempatan
luas bagi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diperlukan bagi kehidupan di
masa kini dan masa depan, dan pada waktu bersamaan tetap mengembangkan
kemampuan mereka sebagai pewaris budaya bangsa dan orang yang peduli terhadap
permasalahan masyarakat dan bangsa masa kini.

1. Peserta didik adalah pewaris budaya bangsa yang kreatif. Menurut pandangan filosofi ini,
prestasi bangsa di berbagai bidang kehidupan di masa lampau adalah sesuatu yang harus
termuat dalam isi kurikulum untuk dipelajari peserta didik. Proses pendidikan adalah
suatu proses yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
potensi dirinya menjadi kemampuan berpikir rasional dan kecemerlangan akademik
dengan memberikan makna terhadap apa yang dilihat, didengar, dibaca, dipelajari dari
warisan budaya berdasarkan makna yang ditentukan oleh lensa budayanya dan sesuai
dengan tingkat kematangan psikologis serta kematangan fisik peserta didik. Selain
mengembangkan kemampuan berpikir rasional dan cemerlang dalam akademik,
Kurikulum 2013 memposisikan keunggulan budaya tersebut dipelajari untuk
menimbulkan rasa bangga, diaplikasikan dan dimanifestasikan dalam kehidupan pribadi,
dalam interaksi sosial di masyarakat sekitarnya, dan dalam kehidupan berbangsa masa
kini.

1. Pendidikan ditujukan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual dan kecemerlangan


akademik melalui pendidikan disiplin ilmu. Filosofi ini menentukan bahwa isi kurikulum
adalah disiplin ilmu dan pembelajaran adalah pembelajaran disiplin ilmu (essentialism).
Filosofi ini mewajibkan kurikulum memiliki nama matapelajaran yang sama dengan
nama disiplin ilmu, selalu bertujuan untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan
kecemerlangan akademik.

1. Pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan yang lebih baik dari
masa lalu dengan berbagai kemampuan intelektual, kemampuan berkomunikasi, sikap
sosial, kepedulian, dan berpartisipasi untuk membangun kehidupan masyarakat dan
bangsa yang lebih baik (experimentalism and social reconstructivism). Dengan filosofi
ini, Kurikulum 2013 bermaksud untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi
kemampuan dalam berpikir reflektif bagi penyelesaian masalah sosial di masyarakat, dan
untuk membangun kehidupan masyarakat demokratis yang lebih baik.
Dengan demikian, Kurikulum 2013 menggunakan filosofi sebagaimana di atas dalam
mengembangkan kehidupan individu peserta didik dalam beragama, seni, kreativitas,
berkomunikasi, nilai dan berbagai dimensi inteligensi yang sesuai dengan diri seorang peserta
didik dan diperlukan masyarakat, bangsa dan ummat manusia.

B. Landasan Teoretis

Kurikulum 2013 dikembangkan atas teori pendidikan berdasarkan standar (standard-based


education), dan teori kurikulum berbasis kompetensi (competency-based curriculum).
Pendidikan berdasarkan standar menetapkan adanya standar nasional sebagai kualitas minimal
warganegara yang dirinci menjadi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dirancang untuk
memberikan pengalaman belajar seluas-luasnya bagi peserta didik dalam mengembangkan
kemampuan untuk bersikap, berpengetahuan, berketerampilan, dan bertindak.

Kurikulum 2013 menganut: (1) pembelajaan yang dilakukan guru (taught curriculum) dalam
bentuk proses yang dikembangkan berupa kegiatan pembelajaran di sekolah, kelas, dan
masyarakat; dan (2) pengalaman belajar langsung peserta didik (learned-curriculum) sesuai
dengan latar belakang, karakteristik, dan kemampuan awal peserta didik. Pengalaman belajar
langsung individual peserta didik menjadi hasil belajar bagi dirinya, sedangkan hasil belajar
seluruh peserta didik menjadi hasil kurikulum.

C. Landasan Yuridis

Landasan yuridis Kurikulum 2013 adalah:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;

3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Panjang Nasional, beserta segala ketentuan yang dituangkan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional; dan

4. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan


sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
III. STRUKTUR KURIKULUM

A. Kompetensi Inti

Kompetensi inti dirancang seiring dengan meningkatnya usia peserta didik pada kelas tertentu.
Melalui kompetensi inti, integrasi vertikal berbagai kompetensi dasar pada kelas yang berbeda
dapat dijaga.

Rumusan kompetensi inti menggunakan notasi sebagai berikut:

1. Kompetensi Inti-1 (KI-1) untuk kompetensi inti sikap spiritual;

2. Kompetensi Inti-2 (KI-2) untuk kompetensi inti sikap sosial;

3. Kompetensi Inti-3 (KI-3) untuk kompetensi inti pengetahuan; dan

4. Kompetensi Inti-4 (KI-4) untuk kompetensi inti keterampilan.


Uraian tentang Kompetensi Inti untuk jenjang Sekolah Menengah Pertama/ Madrasah
Tsanawiyah dapat dilihat pada Tabel berikut.

Tabel 3.1:

Kompetensi Inti Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah

KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI KOMPETENSI INTI

KELAS VII KELAS VII KELAS VII

1. Menghargai dan menghayati 1. Menghargai dan menghayati


ajaran agama yang dianutnya ajaran agama yang dianutnya

1. Menghargai dan
menghayati ajaran agama
yang dianutnya

1. Menghargai dan menghayati 2. Menghargai dan menghayati 2. Menghargai dan menghayati


perilaku jujur, disiplin, perilaku jujur, disiplin, perilaku jujur, disiplin,
tanggungjawab, peduli (toleransi, tanggungjawab, peduli tanggungjawab, peduli
gotong royong), santun, percaya (toleransi, gotong royong), (toleransi, gotong royong),
diri, dalam berinteraksi secara santun, percaya diri, dalam santun, percaya diri, dalam
efektif dengan lingkungan sosial berinteraksi secara efektif berinteraksi secara efektif
dan alam dalam jangkauan dengan lingkungan sosial dan dengan lingkungan sosial dan
pergaulan dan keberadaannya alam dalam jangkauan alam dalam jangkauan
pergaulan dan keberadaannya pergaulan dan keberadaannya

1. Memahami pengetahuan 3. Memahami pengetahuan 3. Memahami pengetahuan


(faktual, konseptual, dan (faktual, konseptual, dan (faktual, konseptual, dan
prosedural) berdasarkan rasa prosedural) berdasarkan rasa prosedural) berdasarkan rasa
ingin tahunya tentang ilmu ingin tahunya tentang ilmu ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, pengetahuan, teknologi, seni, pengetahuan, teknologi, seni,
budaya terkait fenomena dan budaya terkait fenomena dan budaya terkait fenomena dan
kejadian tampak mata kejadian tampak mata kejadian tampak mata
1. Mencoba, mengolah, dan 4. Mencoba, mengolah, dan 4. Mencoba, mengolah, dan
menyaji dalam ranah konkret menyaji dalam ranah konkret menyaji dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, (menggunakan, mengurai, (menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi, dan merangkai, memodifikasi, dan merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak membuat) dan ranah abstrak membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, (menulis, membaca, (menulis, membaca,
menggambar, dan mengarang) menghitung, menggambar, dan menghitung, menggambar, dan
sesuai dengan yang dipelajari di mengarang) sesuai dengan mengarang) sesuai dengan
sekolah dan sumber lain yang yang dipelajari di sekolah dan yang dipelajari di sekolah dan
sama dalam sudut pandang/teori sumber lain yang sama dalam sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori sudut pandang/teori

B. Mata Pelajaran

Berdasarkan kompetensi inti disusun matapelajaran dan alokasi waktu yang sesuai dengan
karakteristik satuan pendidikan.

Struktur kelompok matapelajaran wajib dalam kurikulum Sekolah Menengah


Pertama/Madrasah Tsanawiyah adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2:

Mata Pelajaran Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah

ALOKASI WAKTU PER

MATA PELAJARAN MINGGU

VII VIII IX
Kelompok A

1.Pendidikan Agama dan Budi Pekerti 3 3 3

2.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3 3 3

3.Bahasa Indonesia 6 6 6

4.Matematika 5 5 5

5.Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5

6.Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

7.Bahasa Inggris 4 4 4

Kelompok B

1.Seni Budaya 3 3 3

2.Pendidikan Jasmani, Olah Raga, dan Kesehatan 3 3 3

3.Prakarya 2 2 2

JUMLAH ALOKASI WAKTU PER MINGGU 38 38 38


Keterangan:

Matapelajaran Seni Budaya dapat memuat Bahasa Daerah.

Selain kegiatan intrakurikuler seperti yang tercantum di dalam struktur kurikulum diatas,
terdapat pula kegiatan ekstrakurikuler Sekolah Menengah Pertama/Madrasah
Tsanawiyah antara lain Pramuka (Wajib), Usaha Kesehatan Sekolah, dan Palang Merah
Remaja.

Kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka (terutama), Unit Kesehatan Sekolah, Palang
Merah Remaja, dan yang lainnya adalah dalam rangka mendukung pembentukan
kompetensi sikap sosial peserta didik, terutamanya adalah sikap peduli. Disamping itu
juga dapat dipergunakan sebagai wadah dalam penguatan pembelajaran berbasis
pengamatan maupun dalam usaha memperkuat kompetensi keterampilannya dalam ranah
konkrit. Dengan demikian kegiatan ekstra kurikuler ini dapat dirancang sebagai
pendukung kegiatan kurikuler.

Mata pelajaran Kelompok A adalah kelompok mata pelajaran yang kontennya


dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B yang terdiri atas mata pelajaran
Seni Budaya dan Prakarya serta Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan adalah
kelompok mata pelajaran yang kontennya dikembangkan oleh pusat dan dilengkapi
dengan konten lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.

Bahasa Daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan secara terpisah apabila daerah
merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran
per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut.

Sebagai pembelajaran tematik terpadu, angka jumlah jam pelajaran per minggu untuk tiap
mata pelajaran adalah relatif. Guru dapat menyesuaikannya sesuai kebutuhan peserta
didik dalam pencapaian kompetensi yang diharapkan.

Jumlah alokasi waktu jam pembelajaran setiap kelas merupakan jumlah minimal yang
dapat ditambah sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Khusus untuk matapelajaran Pendidikan Agama di Madrasah Tsanawiyah dapat


dikembangkan sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan oleh Kementerian Agama.

C. Beban Belajar

Beban belajar merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta didik dalam satu
minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran.
a) Beban belajar di Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah dinyatakan dalam jam
pembelajaran per minggu. Beban belajar satu minggu Kelas VII, VIII, dan IX adalah 38 jam
pembelajaran. Durasi setiap satu jam pembelajaran adalah 40 menit.

b) Beban belajar di Kelas VII, VIII, dan IX dalam satu semester paling sedikit 18 minggu dan
paling banyak 20 minggu.

c) Beban belajar di kelas IX pada semester ganjil paling sedikit 18 minggu dan paling banyak 20
minggu.

d) Beban belajar di kelas IX pada semester genap paling sedikit 14 minggu dan paling banyak
16 minggu.

e) Beban belajar dalam satu tahun pelajaran paling sedikit 36 minggu dan paling banyak 40
minggu.

1. D. Kompetensi Dasar

Kompetensi dasar dirumuskan untuk mencapai kompetensi inti. Rumusan kompetensi dasar
dikembangkan dengan memperhatikan karakteristik peserta didik, kemampuan awal, serta ciri
dari suatu mata pelajaran. Kompetensi dasar dibagi menjadi empat kelompok sesuai dengan
pengelompokkan kompetensi inti sebagai berikut:

1. kelompok 1: kelompok kompetensi dasar sikap spiritual dalam rangka menjabarkan KI-1;

2. kelompok 2: kelompok kompetensi dasar sikap sosial dalam rangka menjabarkan KI-2;

3. kelompok 3: kelompok kompetensi dasar pengetahuan dalam rangka menjabarkan KI-3;


dan

4. kelompok 4: kelompok kompetensi dasar keterampilan dalam rangka menjabarkan KI-4.


IV. KURIKULUM MUATAN LOKAL MATA PELAJARAN BAHASA SUNDA

A. Rasional

Sejalan dengan keluarnya Kurikulum 2013 terdapat tiga jenis kurikulum, yakni
Kurikulum Tingkat Nasional, Kurikulum Tingkat Daerah, dan Kurikulum Tingkat Sekolah.
Kurikulum Tingkat Nasional disusun dan diberlakukan secara nasional. Kurikulum Tingkat
Daerah disusun dan diberlakukan di daerah berdasarkan Kurikulum Tingkat Nasional sesuai
dengan kebijakan daerah masing-masing. Sementara, Kurikulum Tingkat Sekolah disusun dan
diberlakukan pada setiap jenjang sekolah.

Dalam rangka memenuhi Kurikulum Tingkat Daerah, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa
Barat menyusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata Pelajaran Bahasa Sunda.
Selain disesuaikan dan didasarkan pada struktur Kurikulum Tingkat Nasional 2013, KIKD Mata
Pelajaran Bahasa Sunda didasarkan pada Surat Edaran Kepala Dinas Provinsi Jawa Barat Nomor
423/2372/Set-disdik tertanggal 26 Maret 2013 tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa
Daerah pada Jenjang SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA.

Di samping itu, penyusunan Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KIKD) Mata
Pelajaran Bahasa Sunda didasari pula oleh Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 5 Tahun
2003 tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah, yang menetapkan bahasa daerah,
antara lain, bahasa Sunda, diajarkan pada pendidikan dasar di Jawa Barat. Kebijakan tersebut
sejalan dengan jiwa UU No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 20/2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, yang bersumber dari UUD 1945 yang menyangkut Pendidikan dan
Kebudayaan. Sejalan pula dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Bab III Pasal 7 Ayat 38, yang menyatakan bahwa
dari SD/MI/SDLB, SMP/MTs./ SMPLB, SMA/MAN/SMALB, dan SMK/MAK diberikan
pengajaran muatan lokal yang relevan dan Rekomendasi UNESCO tahun 1999 tentang
pemeliharaan bahasa-bahasa ibu di dunia.

Hal di atas sejalan pula dengan Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur
Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA, di
antaranya menyatakan bahwa: Bahasa Daerah sebagai muatan lokal dapat secara terpisah apabila
daerah merasa perlu untuk memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran
per minggu sesuai dengan kebutuhan satuan pendidikan tersebut.

Bahasa Sunda berkedudukan sebagai bahasa daerah, yang juga merupakan bahasa ibu bagi
sebagian besar masyarakat Jawa Barat. Bahasa Sunda juga menjadi bahasa pengantar
pembelajaran di kelas-kelas awal SD/MI. Melalui pembelajaran bahasa Sunda diperkenalkan
kearifan lokal sebagai landasan etnopedagogis.

Berdasarkan kenyataan tersebut, bahasa Sunda sebagai salah satu khasanah dalam
kebhineka-tunggal-ikaan bahasa dan budaya Nusantara akan menjadi landasan bagi pendidikan
karakter dan moral bangsa. Oleh karena itu, bahasa Sunda harus diperkenalkan di Taman Kanak-
kanak (TK)/Raudhatul Athfal (RA) dan di sekolah-sekolah mulai Sekolah Dasar (SD)/Madrasah
Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Madrasah Tsanawiyah (MTs), sampai
Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)/Madrasah Aliah (MA).
Untuk kepentingan itu, perlu disusun Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar sesuai dengan
satuan pendidikan tersebut.

Pembelajaran bahasa Sunda diharapkan membantu peserta didik mengenal dirinya dan
budaya Sunda, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat Sunda,
dan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Sunda diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik untuk
berkomunikasi dalam Bahasa Sunda dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap budaya dan hasil karya sastra Sunda.

Kompetensi inti mata pelajaran Bahasa Sunda yang memiliki kesamaan dengan kompetensi inti
mata pelajaran lainnya merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang
menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap
bahasa dan sastra Sunda. Kompetensi Inti ini menjadi dasar bagi peserta didik untuk memahami
dan merespon situasi lokal, regional, dan nasional. Secara substansial terdapat empat Kompetensi
Inti yang sejalan dengan pembentukan kualitas insan yang unggul, yakni (1) sikap keagamaan
(beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa) untuk menghasilkan manusia yang
pengkuh agamana (spiritual quotient), (2) sikap kemasyarakatan (berakhlak mulia) untuk
menghasilkan manusia yang jembar budayana (emotional quotient), (3) menguasai pengetahuan,
teknologi, dan seni (berilmu dan cakap) untuk menghasilkan manusia yang luhung elmuna
(intellectual quotient), dan (4) memiliki keterampilan (kreatif dan mandiri) untuk menghasilkan
manusia yang rancage gawena (actional quotient).

Keempat Kompetensi Inti tersebut merupakan pengejawantahan dari tujuan pendidikan nasional
(Undang-undang No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 3), yakni untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dengan kompetensi inti dan kompetensi dasar Mata Pelajaran Bahasa Sunda ini, selaras dengan
alasan pengembangan kurikulum 2013, diharapkan peserta didik memiliki

1. Kemampuan berkomunikasi;

2. Kemampuan berpikir jernih dan kritis;

3. Kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan;

4. Kemampuan menjadi warga negara yang bertanggung jawab;

5. Kemampuan mencoba untuk mengerti dan toleran terhadap pandangan yang berbeda;

6. Kemampuan hidup dalam maysrakat yang mengglobal;

7. Minat yang luas dalam kehidupan;

8. Kesiapan untuk bekerja;

9. Kecerdasan sesuai dengan bakat/minatnya; dan

10. Rasa tanggung jawab terhadap lingkungan.

B. Struktur Kurikulum Muatan Lokal


Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
67, 68, 69, dan 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SD/MI, SMP/MTs, SMA/SMK/MA dinyatakan bahwa Bahasa
Daerah sebagai muatan lokal dapat diajarkan terpisah apabila daerah merasa perlu untuk
memisahkannya. Satuan pendidikan dapat menambah jam pelajaran per minggu sesuai dengan
kebutuhan satuan pendidikan tersebut.
. Pendidikan Muatan Lokal Mata Pelajaran Bahasa Daerah merupakan kegiatan kurikuler untuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang
ada. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan melalui pemerintah daerah, dalam
hal ini Provinsi Jawa Barat melalui Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat.

Kewenangan pemerintah daerah untuk mengembangkan bahasa daerah diperkuat oleh UU nomor
24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pasal 42
Ayat (1) dan Ayat (2) berbunyi sebagai berikut.

Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra
daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat
sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya
Indonesia.

Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah
koordinasi lembaga kebahasaan.

Mengingat kewenangan pemerintah daerah dalam mengembangkan dan membina bahasa daerah,
adanya kebijakan kurikulum tingkat daerah, dan keberagaman pemerintah daerah dalam
menetapkan konten muatan lokal maka untuk Kurikulum 2013 ditetapkan pendidikan bahasa
daerah tetap menjadi wewenang pemerintah daerah. Kurikulum 2013 menyediakan muatan lokal
untuk pendidikan bahasa daerah dan pendidikan seni budaya.

Berkaitan dengan bunyi undang-undang tersebut, maka Mata Pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda
termasuk mata pelajaran muatan lokal di wilayah Provinsi Jawa Barat. Kedudukannya dalam
proses pendidikan sama dengan kelompok mata pelajaran inti dan pengembangan diri. Oleh
karena itu, mata pelajaran Bahasa Sunda juga diujikan dan nilainya wajib dicantumkan dalam
buku rapor.

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat mengeluarkan Surat Keputusan No. 423/2372/Set-disdik
tanggal 26 Maret 2013 tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI,
SMP/MTs, SMA/SMK/MA). Kedudukan Mata Pelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah dalam
Struktur Kurikulum adalah sebagai berikut.

Kedudukan muatan lokal dalam struktur kurikulum satuan pendidikan SMP/MTs, tampak pada
tabel berikut.
Tabel 4.2: Struktur Kurikulum SMP/MTs.

No. Komponen Jumlah Jam Pelajaran Tiap


Kelas

VI VIII IX

Kelompok A

1. Agama dan Budi Pekerti 3 3 3

2. Pendidikan Pancasila & 3 3 3

Kewarganegaraan

3. Bahasa Indonesia 6 6 6

4. Matematika 5 5 5

5. Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5

6. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4

7. Bahasa Inggris 4 4 4

Kelompok B

8. Seni Budaya 3 3 3
9. Pendidikan Jasmani, Olahraga, 3 3 3

dan Kesehatan

10. Prakarya 2 2 2

11. Bahasa dan Sastra Daerah 2 2 2

Jumlah Alokasi Waktu Per Minggu 40 40 40

C. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Sunda

1. Pengertian
Kompetensi inti dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Sunda adalah program untuk
mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan
sastra Sunda.

2. Fungsi

Standar kompetensi dan kompetensi dasar berfungsi sebagai acuan bagi guru-guru di sekolah
dalam menyusun kurikulum mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda sehingga segi-segi
pengembangan pengetahuan, keterampilan, serta sikap berbahasa dan bersastra Sunda dapat
terprogram secara terpadu.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar ini disusun dengan mempertimbangkan kedudukan
bahasa Sunda sebagai bahasa daerah dan sastra Sunda sebagai sastra Nusantara. Pertimbangan
itu berkonsekuensi pada fungsi mata pelajaran Bahasa Sunda sebagai (1) sarana pembinaan
sosial budaya regional Jawa Barat, (2) sarana peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam rangka pelestarian dan pengembangan budaya, (3) sarana peningkatan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan
seni, (4) sarana pembakuan dan penyebarluasan pemakaian bahasa Sunda untuk berbagai
keperluan, (5) sarana pengembangan penalaran, serta (6) sarana pemahaman aneka ragam
budaya daerah (Sunda).

3. Tujuan
Pertimbangan itu berkonsekuensi pula pada tujuan pembelajaran bahasa dan sastra Sunda yang
secara umum agar murid mencapai tujuan-tujuan berikut.

1) Murid beroleh pengalaman berbahasa dan bersastra Sunda.

2) Murid menghargai dan membanggakan bahasa Sunda sebagai bahasa daerah di Jawa Barat,
yang juga merupakan bahasa ibu bagi sebagian besar masyarakatnya.

3) Murid memahami bahasa Sunda dari segi bentuk, makna, dan fungsi, serta mampu
menggunakannya secara tepat dan kreatif untuk berbagai konteks (tujuan, keperluan, dan
keadaan).

4) Murid mampu menggunakan bahasa Sunda untuk meningkatkan kemampuan intelektual,


kematangan emosional, dan kematangan sosial.

5) Murid memiliki kemampuan dan kedisiplinan dalam berbahasa Sunda (berbicara, menulis,
dan berpikir).

6) Murid mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra Sunda untuk meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa Sunda, mengembangkan kepribadian, dan memperluas
wawasan kehidupan.

7) Murid menghargai dan membanggakan sastra Sunda sebagai khazanah budaya dan
intelektual manusia Sunda.

D. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR

MATA PELAJARAN BAHASA DAN SASTRA SUNDA SMP/MTs


Kelas VII

KI KD (HASIL REVIU)

7.1 Menghayati dan 7.1.1 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Sunda
mengamalkan ajaran agama yang sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa sebagai sarana
dianutnya komunikasi dalam PERCAKAPAN, IKLAN LAYANAN
MASYARAKAT, KARANGAN BAHASAN, PENGALAMAN
PRIBADI, KAULINAN BARUDAK, DONGENG, SAJAK,
dan PUPUJIAN.

7.2 Menghargai dan 7.2.1 Menunjukkan perilaku jujur, tanggung jawab, dan santun
menghayati perilaku jujur, dalam menggunakan bahasa Sunda untuk PERCAKAPAN
disiplin, tanggung jawab, peduli SEHARI-HARI,
(toleransi, gotong royong),
santun, percaya diri, dalam 7.2.2 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya
berinteraksi secara efektif dengan diri, peduli, dan santun dalam menggunakan bahasa Sunda
lingkungan sosial dan alam dalam untuk KAULINAN BARUDAK.
jangkauan pergaulan dan
keberadaannya 7.2.3 Menunjukkan perilaku jujur, tanggung jawab, dan santun
dalam menggunakan bahasa Sunda untuk membuat WAWARAN
dan KARANGAN BAHASAN PENGALAMAN PRIBADI

7.2.4 Menunjukkan perilaku jujur, tanggung jawab, dan santun


dalam menggunakan bahasa Sunda untuk mengapresiasi dan
mengekspresikan DONGENG, SAJAK, dan PUPUJIAN

7.3 Memahami pengetahuan 7.3.1 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks


(faktual, konseptual, dan PERCAKAPAN tentang kehidupan SEHARI-HARI sesuai
prosedural) berdasarkan rasa dengan kaidah-kaidahnya.
ingin tahunya tentang ilmu
pengetahuan, teknologi, seni, 7.3.2 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks
budaya terkait fenomena dan KAULINAN BARUDAK sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
kejadian tampak mata
7.3.3 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks
WAWARAN sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
7.3.4 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks
BAHASAN PENGALAMAN PRIBADI sesuai dengan kaidah-
kaidahnya.

7.3.5 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami


DONGENG sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

7.3.6 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami SAJAK


sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

7.3.7 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami


PUPUJIAN sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

7.4 Mencoba, mengolah, dan 7.4.1 Menyusun dan memperagakan PERCAKAPAN tentang
menyaji dalam ranah konkret kegiatan SEHARI-HARI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
(menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi, dan 7.4.2 Mengekspresikan dan menanggapi jenis KAULINAN
membuat) dan ranah abstrak BARUDAK
(menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) 7.4.3 Menyusun dan menggapi WAWARAN sesuai dengan
sesuai dengan yang dipelajari di kaidah-kaidahnya secara lisan dan tulisan.
sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori 7.4.4 Menyusun dan menanggapi teks PENGALAMAN
PRIBADI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

7.4.5 Menanggapi dan menyajikan isi serta nilai-nilai yang


terkandung dalam DONGENG sesuai dengan kaidah-kaidahnya
secara lisan dan tulisan.

7.4.6 Menafsirkan, menanggapi, dan mengekspresikan SAJAK


sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

7.4.7 Menafsirkan, menanggapi, dan mengekspresikan


PUPUJIAN sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
Kelas VIII

KI KD (HASIL REVIU)

8.1 Menghayati dan 8.1.1 Menghargai, menghayati, dan mensyukuri bahasa


mengamalkan ajaran agama yang Sunda sebagai anugrah Tuhan yang Maha Esa, melalui
dianutnya kegiatan memahami RUMPAKA KAWIH, WACANA
KAMPUNG ADAT, MANTRA, dan SURAT.

8.1.2 Menghargai, menghayati, dan mensyukuri bahasa


Sunda sebagai anugrah Tuhan yang Maha Esa, sebagai sarana
kegiatan PAGUNEMAN (DIALOG), MEMANDU ACARA.

8.1.3 Menghargai, menghayati, dan mensyukuri bahasa


Sunda sebagai anugrah Tuhan yang Maha Esa, sebagai sarana
dalam menulis NARASI PENGALAMAN PRIBADI, dan
AKSARA SUNDA

8.2 Menghargai dan menghayati 8.2.1 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya
perilaku jujur, disiplin, tanggung diri, peduli, dan santun dalam menggunakan bahasa Sunda
jawab, peduli (toleransi, gotong untuk memahami RUMPAKA KAWIH, WACANA
royong), santun, percaya diri, KAMPUNG ADAT, MANTRA, dan SURAT.
dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan alam 8.2.2 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya
dalam jangkauan pergaulan dan diri, peduli, proaktif dan santun dalam menggunakan bahasa
keberadaannya Sunda untuk melakukan kegiatan PAGUNEMAN (DIALOG)
dan MEMANDU ACARA

8.2.3 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya


diri, peduli, proaktif dan santun dalam menggunakan bahasa
Sunda untuk menyusun BAHASAN PENGALAMAN
PRIBADI, dan menulis AKSARA SUNDA

8.3 Memahami pengetahuan 8.3.1 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami


(faktual, konseptual, dan RUMPAKA KAWIH sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
prosedural) berdasarkan rasa ingin
tahunya tentang ilmu pengetahuan, 8.3.2 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami
teknologi, seni, budaya terkait WACANA KAMPUNG ADAT sesuai dengan kaidah-
fenomena dan kejadian tampak
mata kaidahnya.

8.3.3 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami


MANTRA sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

8.3.4 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks


SURAT sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

8.3.5 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks


GUGURITAN sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

8.3.6 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks


SISINDIRAN sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

8.3.7 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami


PAGUNEMAN (DIALOG) dan MEMANDU ACARA sesuai
dengan kaidah-kaidahnya.

8.3.8 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks


PENGALAMAN PRIBADI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

8.3.9 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami


AKSARA SUNDA sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

8.4 Mencoba, mengolah, dan 8.4.1 Menafsirkan, menanggapi, dan mengekspresikan


menyaji dalam ranah konkret RUMPAKA KAWIH secara lisan dan tulisan.
(menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi, dan 8.4.2 Menjelaskan informasi yang terdapat dalam WACANA
membuat) dan ranah abstrak KAMPUNG ADAT secara lisan dan tulisan
(menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) 8.4.3 Menafsirkan, menanggapi, dan mengekspresikan
sesuai dengan yang dipelajari di MANTRA dengan memperhatikan kaidah-kaidahnya.
sekolah dan sumber lain yang
sama dalam sudut pandang/teori 8.4.4 Menyusun teks SURAT dengan memperhatikan kaidah-
kaidahnya.

8.4.5 Menafsirkan, menanggapi, dan mengekspresikan


GUGURITAN dengan memperhatikan kaidah-kaidahnya.

8.4.6 Menafsirkan, menanggapi, dan menyusun


SISINDIRAN dengan memperhatikan kaidah-kaidahnya.
8.4.7 Menyusun, menanggapi, dan memperagakan teks
PAGUNEMAN (DIALOG) dan MEMANDU ACARA dengan
memperhatikan kaidah-kaidahnya.

8.4.8 Menaggapi dan menyusun PENGALAMAN PRIBADI


dengan memperhatikan kaidah-kaidahnya secara lisan dan
tulisan.

8.4.9 Membaca dan menulis kalimat sederhana dengan


menggunakan AKSARA SUNDA.

Kelas IX

KI KD (HASIL REVIU)

9.1 Menghargai dan menghayati 9.1.1 Menghargai dan mensyukuri keberadaan bahasa Sunda
ajaran agama yang dianutnya sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa dalam memahami dan
menyajikan PIDATO, BERITA, BAHASAN, DISKUSI,
WACANA, CARPON, PUISI, NOVEL, WAWACAN, dan
DRAMA.

9.2 Menghargai dan menghayati 9.2.1 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya
perilaku jujur, disiplin, tanggung diri, peduli, proaktif dan santun dalam menggunakan bahasa
jawab, peduli (toleransi, gotong Sunda untuk memahami, menyusun dan menyampaikan TEKS
royong), santun, percaya diri, PIDATO.
dalam berinteraksi secara efektif
dengan lingkungan sosial dan 9.2.2 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya
alam dalam jangkauan pergaulan diri, peduli, proaktif dan santun dalam menggunakan bahasa
dan keberadaannya Sunda untuk memahami BERITA ILMU PENGETAHUAN
DAN BUDAYA serta BAHASAN TEKNOLOGI DAN SENI,

9.2.3 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya


diri, peduli, proaktif dan santun dalam menggunakan bahasa
Sunda untuk memahami teks DISKUSI BUDAYA SUNDA,

9.2.4 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya


diri, peduli, proaktif dan santun dalam menggunakan bahasa
Sunda untuk memahami BAHASAN YANG MENGANDUNG
IDIOM.

9.2.5 Menunjukkan prilaku jujur, dan percaya diri dalam


menggunakan bahasa Sunda untuk memahami dan menulis
CARPON.

9.2.6 Menunjukkan prilaku jujur, percaya diri, peduli, proaktif


dan santun dalam menggunakan bahasa Sunda untuk
mengekspresikan DRAMA dan PUISI.

9.2.7 Menunjukkan prilaku jujur, tanggung jawab, percaya


diri dalam menggunakan bahasa Sunda untuk meringkas
NOVEL.

9.2.8 Menunjukkan perilaku jujur, disiplin, tanggung jawab


dalam berbahasa Sunda untuk memahami WAWACAN.

9.3 Memahami dan 9.3.1 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami TEKS


menerapkan pengetahuan (faktual, PIDATO sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
konseptual, dan prosedural)
berdasarkan rasa ingin tahunya 9.3.2 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami BERITA
tentang ilmu pengetahuan, ILMU PENGETAHUAN DAN BUDAYA serta BAHASAN
teknologi, seni, budaya terkait TEKNOLOGI DAN SENI, sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
fenomena dan kejadian tampak
mata 9.3.3 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami DISKUSI
tentang BUDAYA SUNDA sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

9.3.4 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami


BAHASAN YANG MENGANDUNG IDIOM sesuai dengan
kaidah-kaidahnya.

9.3.5 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami CARPON


sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

9.3.6 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks


DRAMA dan PUISI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

9.3.7 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami NOVEL


sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

9.3.8 Menelaah, mengidentifikasi, dan memahami teks


WAWACAN sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

9.4 Mengolah, menyaji, dan 9.4.1 Menyusun, menanggapi, dan menyajikan TEKS
menalar dalam ranah konkret PIDATO sesuai dengan kaidah-kaidahnya secara lisan dan
(menggunakan, mengurai, tulisan.
merangkai, memodifikasi, dan
membuat) dan ranah abstrak 9.4.2 Menelaah, menanggapi, dan meringkas teks BERITA
(menulis, membaca, menghitung, ILMU PENGETAHUAN serta BAHASAN TEKNOLOGI DAN
menggambar, dan mengarang) SENI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
sesuai dengan yang dipelajari di
sekolah dan sumber lain yang 9.4.3 Menelaah, menanggapi, dan membicarakan BUDAYA
sama dalam sudut pandang/teori SUNDA dengan memperhatikan kaidah-kaidah bahasa Sunda
yang baik dan benar.

9.4.4 Menelaah, menanggapi, dan merangkum isi BAHASAN


YANG MENGANDUNG IDIOM.

9.4.5 Menanggapi dan menulis CARPON sesuai dengan


kaidah-kaidahnya.

9.4.6 Menanggapi dan memperagakan teks DRAMA dan


PUISI dengan memperhatikan kaidah-kaidah bahasa Sunda
yang baik dan benar.

9.4.7 Meringkas dan menanggapi NOVEL dengan


memperhatikan kaidah-kaidahnya penulisannya.

9.4.8 Menanggapi dan mengkonversi teks WAWACAN ke


dalam bentuk teks lainnya.
E. Arah Pengembangan

1. Bahasa Pengantar Pembelajaran

Bahasa pengantar yang digunakan dalam pembelajaran ialah bahasa Sunda. Di sekolah-
sekolah atau daerah yang mengalami kesulitan dengan pengantar bahasa Sunda dapat digunakan
bahasa Indonesia, baik sebagian maupun sepenuhnya. Akan tetapi, selalu disertai usaha untuk
secara berangsung-angsur bisa memahami petunjuk dalam bahasa Sunda. Di daerah-daerah yang
memiliki basa wewengkon, kata-kata dialek dapat difungsikan untuk mempercepat atau
meningkatkan kualitas pembelajaran.

2. Pendekatan Pembelajaran

Pembelajaran bahasa dan sastra Sunda bertitik tolak dari pandangan bahwa bahasa Sunda
merupakan alat komunikasi bagi masyarakat pendukungnya. Komunikasi bahasa diwujudkan
melalui kegiatan berbahasa lisan (menyimak-berbicara) dan kegiatan berbahasa tulis (membaca-
menulis). Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Sunda diarahkan untuk meningkatkan
keterampilan berbahasa dan bersastra Sunda, kemampuan berpikir dan bernalar, serta
kemampuan memperluas wawasan tentang budaya Sunda, juga diarahkan untuk mempertajam
perasaan murid. Di samping itu, diharapkan murid tidak hanya mahir berbahasa Sunda, pandai
bernalar, tetapi juga memiliki kepekaan dalam berhubungan satu sama lain, dan dapat
menghargai perbedaan yang berlatar belakang budaya. Murid tidak hanya diharapkan mampu
memahami informasi yang lugas dan tersurat, melainkan juga yang kias dan tersirat.

Agar murid mampu berkomunikasi, pembelajaran bahasa Sunda diarahkan pada kegiatan untuk
membekali murid terampil berbahasa lisan dan berbahasa tulis. Murid dilatih lebih banyak
menggunakan bahasa daripada pengetahuan tentang bahasa. Juga pembelajaran sastra Sunda
diarahkan agar murid beroleh pengalaman apresiasi dan ekspresi sastra, bukan pada pengetahuan
sastra. Dalam sastra terkandung pengalaman manusia, yang meliputi pengalaman pengindraan,
perasaan, kahyal, dan perenungan, yang secara terpadu diwujudkan dalam penggunaan bahasa,
baik secara lisan maupun secara tertulis. Melalui sastra murid diajak untuk memahami,
menikmati, dan menghayati karya sastra. Pengetahuan tentang sastra dijadikan penunjang dalam
mengapresiasi karya sastra. Dengan demikian, fungsi utama sastra sebagai penghalus budi,
peningkatan kepekaan, rasa kemanusiaan, dan kepedulian sosial, penumbuhan apresiasi budaya,
serta penyaluran gagasan dan imajinasi secara kreatif dapat tercapai dan tersalurkan.
Pemakaian bahasa Sunda yang nyata dipengaruhi berbagai konteks, antara lain, siapa
penyapa dan pesapa, pada situasi bagaimana, di mana tempatnya, kapan waktunya, media apa
yang digunakan, dan apa isi pembicaraannya. Untuk keperluan itu, dalam pembelajaran bahasa
dapat digunakan berbagai pendekatan, antara lain, pendekatan kompetensi komunikatif dan
pendekatan kontekstual dengan berbagai media dan sumber belajar. Juga dipertimbangkan
penggunaan pendekatan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan
(PAIKEM).

Murid adalah peserta aktif atau sebagai pelajar. Berkaitan dengan pembelajaran bahasa dan sastra
Sunda, murid harus mendapat kesempatan yang sebanyak-banyaknya dan seluas-luasnya untuk
beroleh pengalaman berbahasa dan bersastra Sunda, melalui kegiatan reseptif (menyimak,
membaca) dan kegiatan produktif (berbicara, menulis). Di dalam hal ini perlu pula
dipertimbangan pemakaian aspek-aspek kebahasaan yang berupa fonem, kata, kalimat, dan
paragraf.

3. Pengorganisasian Materi

1) Kompetensi, Indikator, dan Materi Pokok

Kompetensi Inti mata pelajaran Bahasa dan Sastra Sunda merupakan kerangka tentang standar
kompetensi yang harus diketahui, dilakukan, dan dikuasai oleh peserta didik pada setiap
tingkatan. Kerangka ini disajikan dalam dua komponen utama, yaitu kompetensi inti dan
kompetensi dasar.

Kompetensi inti mencakup sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan keterampilan yang
diwujudkan melalui menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Masing-masing bersangkutan
dengan kemampuan berbahasa dan pengalaman bersastra.

Aspek-aspek tersebut dalam pembelajarannya dilaksanakan secara terpadu. Pada gambar


berikut terlihat bagaimana sebuah tema atau kebahasaan dapat terpadu dalam dua aspek atau
lebih. Penekanan bisa dilakukan pada salah satu aspek.
Kompetensi dasar yang dicantumkan dalam sebuah kompetensi inti merupakan
kemampuan minimal yang harus dikuasai murid. Oleh karena itu, guru di daerah atau di sekolah
dapat mengembangkan, menggabungkan, atau menyesuaikan bahan yang disajikan dengan
keadaan dan keperluan setempat dalam silabus dan rencana pembelajaran.

Perumusan kompetensi dasar dilakukan dalam bentuk konstruksi predikatif, yakni


struktur predikat dan objek (P-O), seperti menyimak dongeng atau struktur predikat dan
keterangan (P-Ket) seperti membaca nyaring. Akibat kedua struktur predikatif tersebut, isi
kompetensi dasar memperlihatkan kemampuan proses dan kemampuan substansi. Memang
tampak adanya ketidakajegan, namun hal itu tidak dapat dihindari karena kompetensi dasar dapat
mengacu kepada kemampuan proses maupun substansi.

4. Penomoran Kompetensi

Penomoran dalam kompetensi inti (KI) dan kompetensi dasar (KD) dimaksudkan untuk
memudahkan penandaan jumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar, yang terdapat pada
kelas tertentu (I XII). Kompetensi inti mengacu kepada empat aspek, yakni (1) sikap spritual,
(2) sikap sosial, (3) pengetahuan, dan (4) keterampilan. Untuk menandai keterkaitan kelas dan
KI, penomoran KD dibuat dalam tiga angka. Angka pertama menunjukkan kelas, angka kedua
menunjukkan nomor KI, dan angka ketiga menunjukkan nomor KD. Contoh:

KELAS VII

7.4 Mencoba, mengolah, dan 7.4.1 Menyusun dan memperagakan PERCAKAPAN tentang
menyaji dalam ranah kegiatan SEHARI-HARI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.
konkret(menggunakan, mengurai,
merangkai, memodifikasi, dan 7.4.2 Mengekspresikan dan menanggapi jenis KAULINAN
membuat) dan ranah abstrak BARUDAK
(menulis, membaca, menghitung,
menggambar, dan mengarang) 7.4.3 Menyusun dan menggapi IKLAN LAYANAN
sesuai dengan yang dipelajari di MASYARAKAT sesuai dengan kaidah-kaidahnya secara lisan
sekolah dan sumber lain yang dan tulisan.
sama dalam sudut pandang/teori
7.4.4 Menyusun dan menanggapi teks PENGALAMAN
PRIBADI sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

7.4.5 Menanggapi dan menyajikan isi serta nilai-nilai yang


terkandung dalam DONGENG sesuai dengan kaidah-kaidahnya
secara lisan dan tulisan.

7.4.6 Menafsirkan, menanggapi, dan mengekspresikan


SAJAK sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

7.4.7 Menafsirkan, menanggapi, dan mengekspresikan


PUPUJIAN sesuai dengan kaidah-kaidahnya.

Nomor-nomor kompetensi dasar tersebut bukan urutan pembelajaran. Guru dapat memilih dan
memulai dari nomor kompetensi dasar mana saja.
5. Pemanfaatan Media dan Sumber Belajar

a. Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat dimanfaatkan untuk


memfasilitasi pembelajaran bahasa dan sastra Sunda. Teknologi komunikasi berupa media cetak
dan elektronik. Dalam batas-batas dan cara-cara tertentu semua itu dapat dimanfaatkan untuk
membantu meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa dan sastra Sunda.

b. Pemanfaatan Lingkungan Alam, Sosial, dan Budaya

Sumber pembelajaran bahasa dan sastra Sunda dapat pula berupa lingkungan alam,
masyarakat, dan budaya Sunda. Murid diupayakan agar berhubungan langsung dengan
masyarakat untuk mengetahui kehidupan bahasa dan budaya Sunda saat ini, yang selanjutnya
dijadikan informasi dalam penelaahan bahasa. Berkaitan dengan pembelajaran sastra, murid
diupayakan untuk mengetahui kehidupan sastra secara eksplisit atau secara implisit seperti yang
terkandung di dalam unsur-unsur kesenian Sunda (seni pertunjukan/teater, seni tari, seni rupa,
seni karawitan, dan seni kriya).

6. Bacaan Wajib Sastra

Sebagai upaya meningkatkan apresiasi sastra dan gemar membaca, setiap murid pada jenjang
SMP/MTs diwajibkan membaca sejumlah karya sastra (puisi, cerpen, novel, dan drama) yang
sesuai dalam jumlah yang memadai.

Pengajaran apresiasi sastra ini disesuaikan dengan kompetensi-kompetensi yang terdapat dalam
kurikulum pada aspek kemampuan bersastra. Pemilihan bahan ajar ini dapat dilihat pada bagian
lampiran atau dicari pada sumber lain.

7. Penilaian

Penilaian merupakan upaya pengumpulan informasi untuk mengetahui pencapaian


kompetensi berbahasa dan bersastra Sunda oleh murid setelah beberapa kali tatap muka di kelas.
Penilaian dilakukan selama pembelajaran, pada tengah semester, akhir semester, atau akhir
tahun. Aspek yang dinilai mencakup kognitif, afektif, dan psikomotor, yang bermuara pada
kemampuan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, baik yang berkaitan dengan bahasa
maupun sastra.

Teknik penilaiannya dapat dilaksanakan melalui cara tes (pengukuran), bukan tes
(pengamatan kinerja murid keseharian), atau portopolio (pengumpulan dan pengamatan seluruh
karya murid, dari awal sampai akhir tahun).

8. Diversifikasi Kurikulum

a. Kesamaan Beroleh Kesempatan

Pelaksanaan kurikulum tidak mengarah kepada penyeragaman untuk semua sekolah atau
semua murid. Keadaan daerah yang berlainan dan kemampuan murid yang berbeda justru
menjadi sumber pemerkayaan diri. Diversifikasi pada kurikulum memberikan peluang bagi
murid yang berkemampuan lebih untuk meningkatkan diri melalui kegiatan tambahan.

Penyediaan tempat yang memberdayakan semua murid untuk memperoleh pengetahuan,


keterampilan, dan sikap sangat diutamakan. Seluruh murid dari berbagai kelompok, seperti yang
kurang, berbakat, dan yang ungggul, berhak menerima pendidikan yang tepat sesuai dengan
kemampuan dan kecepatannya.

b. Kategorisasi Lokasi Kebahasaan


Selain bahasa Sunda, di Jawa Barat terdapat pula bahasa-bahasa daerah lain yang
wilayah pemakaiannya tidak berdasarkan daerah administrasi pemerintahan. Dalam hubungan
itu, bagi daerah-daerah yang murid-muridnya berbahasa ibu bukan bahasa Sunda kompetensi
dasar itu perlu disesuaikan dengan keadaan kebahasaan daerah setempat. Pembelajaran tidak
berlangsung untuk semua kompetensi dasar, dipilih mana yang mungkin bisa dilaksanakan.

9. Pengembangan Materi
Standar kompetensi memberi kewenangan kepada guru dan sekolah untuk menentukan
bahan ajar berdasarkan kompetensi dasar. Penentuan itu disesuaikan dengan kondisi setempat
sehingga penjabaran di setiap sekolah bisa berbeda-beda. Dalam penjabaran itu diperlukan
pedoman yang dapat dijadikan acuan oleh para guru.

a. Materi Kebahasaan

Kebahasaan atau pengetahuan bahasa masih diperlukan dalam belajar berbahasa.


Pembelajaran bahasa Sunda tidak secara khusus mengajarkan pengetahuan bahasa, melainkan
keterampilan berbahasa. Aspek kebahasaan (kosa kata dan tata bahasa) disajikan dalam
pembelajaran keterampilan berbahasa secara integratif.

Pertama, bahan ajar kosa kata diterapkan di dalam kalimat, bukan daftar kata-kata berserta
maknanya. Cakupan kosa kata dapat berupa pemakaian seperti berikut:

(1) kata-kata khusus (istilah) yang berkaitan dengan

sosial-budaya Sunda;

(2) kata-kata lugas (denotatif) dan kata kiasan (konotatif);

(3) kata-kata yang berhubungan makna (sinonim,

antonim, homonim, hiponim);

(4) perubahan makna (meluas, menyempit, meningkat,

menurun, sinestesia, asosiasi);

(5) ungkapan (babasan) dan peribahasa (paribasa);

(6) majas (gayabasa) dan rima (purwakanti);

(7) tatakrama basa atau undak usuk basa dalam

percakapan (paguneman).

Kedua, bahan ajar tata bahasa diperlukan ketika membetulkan kesalahan pemakaian
kaidah bahasa sebagai latihan disiplin berbahasa. Bukan pembelajaran tentang tata bahasa, tetapi
pemakaian atau penerapannya dalam kalimat. Cakupan tata bahasa meliputi aspek-aspek berikut:

(1) lafal dan ejaan;


(2) pemakaian bentuk kata (wangun kecap) yang meliputi kata dasar (kecap asal), kata turunan
(kecap rundayan), kata ulang (kecap rajekan), dan kata majemuk (kecap kantetan) dalam
kalimat. Misalnya, kata berimbuhan N- dan di-, diajarkan ketika bertemu dengan materi pokok
kalimat aktif (kalimah aktip) dan kalimat pasif (kalimah pasip);

(3) pemakaian bentuk kalimat (wangun kalimah), berawal dari kalimat sederhana (kalimah
basajan), kalimat luas (kalimah jembar), menuju ke kalimat majemuk (kalimah ngantet) dan
kalimat bertingkat (kalimah sumeler);

(4) pemakaian fungsi kalimat (kagunaan kalimah) yang meliputi kalimat berita (kalimah
wawaran), kalimat tanya (kalimah pananya), kalimat perintah (kalimah parentah), dan kalimat
seru (kalimah panyeluk);

(5) pemakaian tipe kalimat (wanda kalimah) yang meliputi kalimat langsung dan kalimat tak
langsung, kalimat aktif (kalimah migawe), kalimat pasif (kalimah kapigawe), kalimat refleksif
(kalimah migawe maneh), dan kalimat resiprokatif (kalimah silihbales) berada dalam
pembelajaran wacana dialog dan drama.

Ketiga, bahan ajar wacana atau teks berkaitan dengan aspek keterampilan berbahasa dan
bersastra, yakni menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Cakupan wacana dapat berupa:

(1) paragraf, petikan cerita, surat, dan artikel;

(2) bentuk wacana seperti narasi (carita), deskripsi (dadaran, candraan), eksposisi (pedaran),
dan argumentasi (bahasan);

(3) jenis wacana seperti puisi (wangun ugeran), prosa

(wangun lancaran), dan drama (wangun paguneman).

b. Materi Keterampilan Berbahasa

Keterampilan berbahasa memiliki urutan yang alamiah, mulai dari menyimak (ngaregepkeun)
dan berbicara (nyarita), sebagai kegiatan berbahasa lisan serta membaca (maca), dan menulis
(nulis) sebagai kegiatan berbahasa tulis. Menyimak dan membaca termasuk kegiatan berbahasa
reseptif, sedangkan berbicara dan menulis termasuk kegiatan berbahasa produktif.

1) Aspek Menyimak (ngaregepkeun)


Menyimak adalah kegiatan memahami dan menanggapi wacana lisan melalui mendengarkan
lambing-lambang bunyi ujaran. Kegiatannya dapat berupa mendengarkan:

(1) pembacaan puisi;

(2) penuturan dongeng;

(3) pembacaan cerita;

(4) pembacaan kutipan novel;

(5) pengumuman (wawaran, bewara);

(6) dialog atau diskusi;

(7) khutbah/pidato/ceramah;

(8) acara radio/TV;

(9) kakawihan, kawih, dan tembang.

2) Aspek Berbicara (nyarita)

Aspek berbicara adalah kegiatan menyampaikan pesan (pikiran, perasaan, dan keinginan) secara
lisan. Kegiatannya dapat berupa:

(1) bercerita (ngadongeng),

(2) berwawancara (wawancara),

(3) menceritakan kembali (nyaritakeun deui);

(4) menyampaikan pesan (nepikeun amanat);

(5) bermain peran (metakeun, ngaragakeun);

(6) menyapa (tumanya);

(7) mengeritik (ngeritik, nyawad);

(8) memberikan pujian/memuji (muji);

(9) memberikan tanggapan (mere tanggapan);


(10) mendiskusikan (nyawalakeun, ngadiskusikeun);

(11) membahas (medar);

(12) menyanggah pendapat/menolak usul;

(13) berpidato (biantara);

(14) bercakap-cakap (ngobrol, ngawangkong);

(15) melisankan hasil sastra (puisi, prosa, dan drama).

3). Aspek Membaca (maca)

Membaca adalah kegiatan memahami dan menanggapi wacana tulis atau bacaan. Aspek
membaca dapat berupa kegiatan:

(1) membaca pemahaman (maca nyangkem);

(2) membaca nyaring (maca bedas);

(3) membaca bersuara (maca nyoara);

(4) membaca memindai (maca tenget);

(5) membaca cepat (maca gancang);

(6) membaca dalam hati (maca jero hate, ngilo);

(7) membaca pendalaman (maca neuleuman);

(8) membaca sekilas (maca saliwat, saulas);

(9) membaca intensif (maca intensif, ngulik);

(10) membaca ekstensif (maca ekstensif, ngalanglang);

(11) membaca naskah drama;

(12) membaca sajak (maca sajak).


4) Aspek Menulis (nulis)

Menulis adalah kegiatan menyampaikan pesan (pikiran, perasaan, dan keinginan) secara tertulis
atau melalui lambang-lambang grafis. Aspek menulis dapat berupa kegiatan:

(1) mendeskripsikan (ngadadarkeun);

(2) melengkapi karangan rumpang (ngalengkepan);

(3) menulis paragraf;

(4) menulis surat;

(5) menyunting (nyarungsum);

(6) menerapkan ejaan dan tanda baca;

(7) menulis rangkuman (ngarangkum);

(8) menulis teks pidato;

(9) menulis laporan;

(10) menulis pesan ringkas;

(11) menulis iklan;

(12) menulis warta/berita;

(13) menulis artikel;

(14) menulis bahasan.


Lampiran: DASAR HUKUM

KEBIJAKAN DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA BARAT

Nomor : 423/2372/Set-disdik 26 Maret 2013

Lampiran : 1 (satu) berkas

Perihal : Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pada Jenjang SD/MI,


SMP/MTs., SMA/SMK/MA

Kepada Yth. : 1. Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota se Jawa Barat

2. Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota se Jawa Barat

Dipermaklumkan dengan hormat, berkenaan dengan rencana implementasi Kurikulum 2013 oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang sampai saat ini masih dalam tahap persiapan,
khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah di Jawa Barat
(Bahasa Sunda, Bahasa Cirebon dan Bahasa Melayu Betawi), kami sampaikan hal-hal sebagai
berikut :

1. Pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah akan tetap diakomodir dalam Kurikulum 2013
yang pengaturannya diserahkan pads kebijakan daerah masing-masing. Hal ini
sebagaimana ditegaskan oleh Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 pads saat Uji
Publik Kurikulum 2013 tanggal 21 Desember 2012 dan ditegaskan pula oleh Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan RI pads saat Sosialisasi Kurikulum 2013 tanggal 16 Maret
2013.

2. Di Jawa Barat, rencana pengaturan kurikulum daerah yang berkenaan dengan


pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah akan diatur dalam Surat Keputusan dan Surat
Edaran Gubemur Jawa Barat tentang Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Daerah pads
Jenjang Pendidikan SD/MI, SMP/M.Ts., SMA/SMK/MA.

3. Surat Keputusan dan Surat Edaran sebagaimana climaksud poin 2, pads intinya
mewajibkan sekolah-sekolah di Jawa Barat untuk tetap melaksanakan pembelajaran
muatan lokal Bahasa Daerah sebagai mata pelajaran tersendiri tidak bergabung dengan
mata pelajaran yang lainnya. Pengaturan jam pelajaran untuk muatan lokal Bahasa
Daerah tersebut diatur sebagaimana tertera dalam lampiran surat ini.

4. Rencana implementasi pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah dalam Kurikulum


2013 di Jawa Barat sampai saat ini sedang tahap persiapan meliputi :a) penyusunan
Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar, b) Penyusunan Sylabus dan Pedoman
Penyusunan RPP, c) Penyusunan Buku Induk Pegangan Guru dan Pegangan Siswa, d)
Pelatihan Guru Intl dan Guru Kelas/Mata Pelajaran, dan pads waktunya akan dilakukan
e) proses pendampingan bagi guru-guru yang telah dilatih.

Berkenaan dengan hal-hal tersebut di atas, kami mohon perkenan kiranya Saudara dapat
mengintruksikan kepada Kepala-Kepala SD/MI, SMP/M.Ts., SMA/SMK/MA untuk tetap
melaksanakan pembelajaran muatan lokal Bahasa Daerah sebagai mata pelajaran tersendiri pada
Tahun Pelajaran 2013/2014 yang akan datang.

Demikian edaran ini kami buat untuk diketahui dan menjadi maklum. Atas perhatian dan
kerjasamanya, dihaturkan terima kasih.
SALINAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 67 TAHUN 2013

TENTANG

KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM

SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan Pasal 77A ayat (3), Pasal 77C ayat (3), Pasal
77D ayat (3), Pasal 77E ayat (3), dan Pasal 77I ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah
Ibtidaiyah;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan


Jangka Panjang Nasional 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4496) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor
71, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5410);

4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2010- 2014;

5. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian
Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 91
Tahun 2011;

6. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tatakerja Kementerian Negara Republik Indonesia sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2013;

7. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 mengenai Pembentukan Kabinet Indonesia
Bersatu II sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor
5/P Tahun 2013;
MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN TENTANG


KERANGKA DASAR DAN STRUKTUR KURIKULUM

SEKOLAH DASAR/MADRASAH IBTIDAIYAH.

Pasal 1

(1) Kerangka Dasar Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan landasan


filosofis, sosiologis, psikopedagogis, dan yuridis yang berfungsi sebagai acuan pengembangan
Struktur Kurikulum pada tingkat nasional dan pengembangan muatan lokal pada tingkat daerah
serta pedoman pengembangan kurikulum pada Sekolah Dasar/Madrasah

Ibtidaiyah.

(2) Struktur Kurikulum Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah merupakan pengorganisasian


kompetensi inti, matapelajaran, beban belajar, kompetensi dasar, dan muatan pembelajaran pada
setiap Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.

(3) Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan
Menteri ini.
Pasal 2

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal

MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

MOHAMMAD NUH

Anda mungkin juga menyukai