Anda di halaman 1dari 42

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karya sastra merupakan sebuah bentuk seni yang dituangkan melalui
bahasa. Karya sastra terdiri dari beragam bentuk, yaitu puisi, prosa maupun
drama. Prosa dapat berupa novel dan cerpen. Sebuah karya sastra dianggap
sebagai bentuk ekspresi dari sang pengarang. Sastra itu dapat berupa kisah rekaan
melalui pengalaman batin (pemikiran dan imaginasinya), maupun pengalaman
empirik (sebuah potret kehidupan nyata baik dari sang penulis ataupun realita
yang terjadi di sekitarnya) dari sang pengarang. Maka selanjutnya Faruk
(2012:25) menyatakan bahwa sastra dapat dikatakan sebagai objek yang
manusiawi, fakta kemanusiaan yang dapat dikaji lebih lanjut.
Melalui karya sastra pengarang dapat dengan bebas berbicara tentang
kehidupan yang dialami oleh manusia dengan berbagai peraturan dan norma-
norma dalam interaksinya dengan lingkungan sehingga dalam karya sastra
terdapat makna tertentu tentang kehidupan. Untuk itu, mengapa sastra cukup
banyak digemari oleh para penikmatnya, hal ini dikarenakan karya sastra
merupakan bentuk penggambaran dari seorang manusia, dalam hal ini sang
pengarang, sebagai bagian dari masyarakat. Sehingga pembaca merasa dekat
menembus pikiran, perasaan dan imajinasi manusia yang juga tidak lepas dari
unsur-unsur filsafat, kemasyarakatan, psikologi, sains, ekologi, dan sebagainya.
Salah satu bentuk karya sastra yaitu novel. Novel adalah salah satu bentuk
karya sastra yang berbentuk prosa yang mempunyai unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik yang keduanya saling berhubungan karena berpengaruh dalam
kehadiran sebuah karya sastra. Seperti halnya karya sastra lainnya, novel juga
dibentuk oleh berbagai unsur, diantaranya penokohan, plot/alur, latar/setting,
sudut pandang dan tema. Semua unsur tersebut dianggap penting dalam
membangun sebuah karya yang utuh. Nurgiyantoro mengemukakan, salah satu
unsur terpenting dari sebuah novel adalah tokoh. Walaupun merupakan ciptaan
dari imajinasi pengarang, tidak menutup kemungkinan tokoh mencerminkan

1
perilaku dan watak dari manusia dalam kehidupan sehari-hari. Seorang tokoh
memiliki sifat-sifat dan karakter tertentu sebagai individu, baik sebagai orang
yang memiliki kepribadian yang baik maupun buruk. Sifat dan karakter tokoh
dapat dilihat melalui ia berbicara ataupun perilaku yang ditunjukkan dalam novel
tersebut. Tokoh memegang peranan penting dalam membangun cerita, segala
sesuatu yang terjadi dalam sebuah novel dapat ditentukan oleh perilaku tokoh-
tokoh yang ada di dalamnya.
Novel merupakan karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian
cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan menonjolkan
watak dan sifat setiap pelaku (KBBI, 2012:969). Watak atau sifat setiap pelaku
adalah cerminan dari kepribadian seorang tokoh dalam novel yang dapat diketahui
memalui pendekatan psikologi sastra.
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai
aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam
berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menanggapikarya juga tidak akan lepas
dari kejiwaan masing-masing (Endraswara, 2003:96). Kejiwaan seseorang akan
dituangkan oleh pengarang melalui karya sastra yang diciptakannya, seperti novel
yang saat menggambarkan kehidupan nyata yang dialami para tokoh.
Novel 9 Summer 10 Autumns karya Iwan Setyawan merupakan salah satu
novel yang mengandung unsur kejiwaan, di mana pengarang menuangkan karya
sastra melalui unsur kejiwaan para tokoh dengan berbagai karakter tokoh. Novel
karya Iwan Setyawan ini menceritakan tentang perjuangan seorang anak sopir
angkot dari Kota Batu yang menjadi direktur di New York City. Tentunya untuk
meraih semua itu tidaklah mudah, memerlukan suatau pengorbanan dan
perjuangan yang harus dilakukan tokoh utama dalam novel tersebut.
Dalam hal ini, peneliti tertarik untuk menganalisis novel ini melalui proses
aktualisasi diri dalam tokoh utama pada novel tersebut. Aktualisasi diri adalah
daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan
dan sudah menjadi ciri seluruh manusia. Aktualisasi diri yang mendorong manusia
sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia,
seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain. Namun, sebelum mencapai tahap

2
aktualisasi diri ini, ada beberapa kebutuhan yang harus dicapai terlebih dahulu
melalui hirarki kebutuhan. Hirarki kebutuhan tersebut meliputi, kebutuhan
fisiologis atau dasar, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk dicintai dan
disayangi, kebutuhan untuk dihargai, dan terakhir barulah kebutuhan untuk
aktualisasi diri (Teori Humanistik Abraham Maslow). Jadi, proses aktualisasi diri
akan tercapai apabila memenuhi empat kebutuhan itu terlebih dahulu.
Jadi, novel 9 Summer 10 Autumns karya Iwan Setyawan merupakan karya
sastra yang dapat dipandang sebagai teks yang mengandung unsur kejiwaan, yaitu
proses aktualisasi diri tokoh utama dalam meraih impiannya melalui hirarki
kebutuhan. Sehingga pemakaian teori psikologi sastra dan teori humanistik
Abraham Maslow tepat untuk digunakan dalam penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah karakter tokoh utama dalam novel 9 Summer 10 Autumns
karya Iwan Setyawan ?
2. Bagaimanakah pemenuhan kebutuhan sebagai proses aktualisasi diri tokoh
utama dalam novel 9 Summer 10 Autumns karya Iwan Setyawan ?

1.3 Tujuan
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan karakter tokoh utama dalam novel 9 Summer 10
Autumns karya Iwan Setyawan.
2. Mendeskripsikan pemenuhan kebutuhan sebagai proses aktualisasi diri
tokoh utama dalam novel 9 Summer 10 Autumns karya Iwan Setyawan.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian yang baik adalah penelitian yang mampu memberikan manfaat.
Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan manfaat, baik manfaat teoritis
maupun manfaat praktis.
1. Manfaat Teoretis

3
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu sastra,
terutama yang berkaitan dengan novel dan pengenalan kepribadian, agar untuk ke
depannya didapat pemahaman sastra yang tidak mengesampingkan sisi baik
manusia dengan segala usaha untuk menuju manusia yang maksimal.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
sekaligus gambaran tentang kepribadian yang terjadi pada seseorang serta
memberi pengetahuan kepada pembaca tentang aktualisasi diri.

BAB II

4
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Novel


Istilah novel pertama kali berasal dari bahasa Itali dengan sebutan novella.
Kemudian masuk ke Indonesia dengan sebutan dalam bahasa Inggris, yaitu novel.
Secara harfiah novella berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian
diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa, (Abrams dikutip
Nurgiyantoro, 2000:9).
Menurut Laelasari dan Nurlaela (dikutip Suciana, 2011:10), novel adalah
karangan prosa yang panjang dan mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang di sekelilingnya yang menonjolkan watak dan sikap
pelaku. Selanjutnya, Padi (2013:45) menyatakan bahwa novel merupakan sebuah
karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif.
Novel dalam arti umum berarti cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang
luas yaitu cerita dengan plot dan tema yang kompleks, karakter yang banyak, dan
setting cerita yang beragam. Novel melukiskan realitas yang dilihat dan dirasakan
dalam bentuk tertentu. Novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas,
menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detail, dan lebih banyak
melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks.
Jadi, novel merupakan suatu cerita dengan alur panjang, yang mengarang
kehidupan manusia yang bersifat imajinatif, menceritakan kehidupan manusia
hingga terjadinya konflik yang dapat menyebabkan perubahan nasib bagi para
pelakunya.
Novel sebuah karya fiksi dibangun oleh unsur-unsur pembangun cerita
yang biasa disebut dengan unsur intrinsik dan unsur ektrinsik. Unsur intrinsik
menurut Nurgiyantoro (2000:23) adalah unsur-unsur yang membangun karya
sastra itu sendiri. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang secara langsung turut
serta membangun cerita. Sedangkan unsur ektrinsik adalah unsur yang berada di
luar namun tetap membangun suatu karya sastra. Unsur-unsur pembangun
tersebut saling berhubungan, sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh dan
membuat sebuh novel itu berwujud. Unsur intrinsik merupakan unsur yang berada

5
dalam karya sastra itu sendiri yang terdiri dari tema, alur, latar, tokoh dan
penokohan, amanat, gaya bahasa, sudut pandang, dan lain-lain.

2.2 Unsur-unsur intrinsik novel


Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya
sastra itu sendiri. Misalnya, peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut
pandang, penceritaan, bahasa atau gaya bahasa (Nurgiyantoro, 2000:23).
Berikut ini unsur-unsur yang terdapat dalam unsur intrinsik novel :
1. Tema
Tema merupakan dasar cerita atau gagasan umum sebuah novel.
Pengertian tema menurut Stanton (Nurgiyantoro, 2000:67) adalah makna yang
dikandung oleh sebuah cerita. Menurut Scharbach (dikutip Aminuddin, 2009:91 )
tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai
pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya.
Sementara itu, Kosasih (2008:55) menyatakan bahwa tema adalah gagasan yang
menjalin struktur cerita. Tema cerita menyangkut segala persoalan, kemanusiaan,
kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan, dan sebagainya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa tema merupakan ide pokok pengarang
tidak hanya menyangkut satu tema, bahkan bisa dua atau tiga tema sekaligus
yang terdapat dalam sebuah cerita sehingga terciptalah sebuah karya sastra. Tema
merupakan persoalan yang menduduki tempat utama dalam karya sastra.

2. Tokoh dan Penokohan


Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi
sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita. Sedangkan penokohan
adalah cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku, Aminuddin (2009:79).
Menurut Jones (dalam Nurgiyantoro, 2000:165) penokohan merupakan
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Jadi ada perbedaan antara tokoh dan penokohan, tokoh adalah pelaku
atauorang yang berperan dalam suatu cerita, sedangkan penokohan adalah sikap
atau sifat yang para tokoh.

6
3. Alur atau plot
Sebuah cerita rekaan di dalamnya terdapat peristiwa yang disajikan dalam
urutan-urutan tertentu. Peristiwa inilah kemudian disebut dengan alur. Alur
adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga
menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita
(Aminuddin, 2009:83).alur sering juga disebut plot. Menurut Stanton (dalam
Nurgiyantoro, 2000:113) mengartikan plot sebagai cerita yang berisi urutan
kejadian, namun tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab akibat,
peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa alur merupakan
rangkaian peristiwa-peristiwa yang membentuk suatu cerita.

4. Latar atau setting


Menurut Semi dalam buku Rokmansyah (2013:38) menjelaskan setting
adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Latar memberikan pijakan cerita
secara konkret dan jelas, latar dapat memberikan kesan kepada pembaca yang
dapat menciptakan suasana tertentu sehingga suasana tersebut seperti benar-benar
terjadi dan ada.
Latar adalah peristiwa dalam karya fiksi baik berupa tempat, waktu
maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis
(Aminuddin, 2009:67). Jadi, dari pendapat tersebut dapat diartikan bahwa latar
merupakan tempat peristiwa-peristiwa terjadi pada cerita baik latar temapat,
waktu, maupun suasana.

5. Sudut Pandang
Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2000:248) sudut pandang adalah
cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita
dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Sementara itu, Stanton (dalam

7
Rokmansyah, 2013:39) sudut pandang adalah posisi yang menjadi pusat
kesadaran tempat untuk memahami setiap peristiwa dalam cerita.
Macam-macam sudut pandang menurut Nurgiyantoro (2000:256) yaitu
sebagai berikut:
a) Sudut pandang personal ketiga “Dia”
1) “Dia” Mahatau
2) “Dia” terbatas, “Dia” sebagai pengamat
b) Sudut pandang persona pertama “Aku”
1) “Aku” tokoh utama
2) “Aku” tokoh tambahan
c) Sudut pandang campuran

6. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa
secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian pemakai bahasa, Keraf
(dalam Suharto, 2013:56). Sementara itu, Kosasih (2012:71) penggunaan bahasa
berfungsi untuk menciptakan suatu nada atau suasana persuasive serta
merumuskan dialog yang mmpu memperlihatkan hubunga dan interaksi sesama
tokoh.

7. Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan didaktis yang hendak
disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya itu, (Kosasih,
2012:71). Amanat dalam karya sastra mencerminkan pandangan hidup
pengarang, mengenai nilai-nilai kebenaran yang ingin disampaikan kepada
pembaca.

2.3 Teori Humanistik Abraham Maslow


Teori kebutuhan Maslow merupakan konsep aktualisasi diri yang
merupakan keinginan untuk mewujudkan kemampuan diri atau keinginan untuk
menjadi apapun yang mampu dicapai oleh setiap individu. Maslow berasumsi

8
bahwa manusia sejatinya merupakan makhluk yang baik, sehingga memiliki hak
untuk merealisasikan jatidirinya agar mencapai selfactualization (aktualisasi diri).
Manusia berupaya memenuhi dan mengekspresikan potensi dan bakatnya yang
kerap kali terhambat oleh kondisi masyarakat yang menolaknya (Minderop,
2013:48). Untuk mencapai aktualisasi diri, Maslow merumuskan kebutuhan
manusia. Sebagian besar hasrat dan dorongan pada seseorang adalah saling
berhubungan. Manusia dimotivasikan oleh sejumlah kebutuhan dasar yang
bersifat sama untuk seluruh spesies, tidak berubah, dan berasal dari sumber
genetis atau naluriah (Maslow dalam Goble, 1994:70).
Abraham Maslow menerangkan lima tingkatan kebutuhan dasar manusia
adalah sebagai berikut :
1. Basic needs atau kebutuhan fisiologi, merupakan kebutuhan yang paling
penting seperti kebutuhan akan makanan. Dominasi kebutuhan fisiologi ini relatif
lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan lain dan dengan demikian muncul
kebutuhan-kebutuhan lain.
2. Safety needs atau kebutuhan akan keselamatan, merupakan kebutuhan yang
keamanan, kemantapan, ketergantungan, kebebasan dari rasa takut, cemas dan 24
kekalutan; kebutuhan akan struktur, ketertiban, hukum, batas-batas kekuatan pada
diri, pelindung dan sebagainya.
3. Love needs atau kebutuhan rasa memiliki dan rasa cinta, merupakan kebutuhan
yang muncul setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keselamatan telah
terpenuhi. Artinya orang dalam kehidupannya akan membutuhkan rasa untuk
disayang dan menyayangi antar sesama dan untuk berkumpul dengan orang lain.
4. Esteem needs atau kebutuhan akan harga diri. Semua orang dalam masyarakat
mempunyai kebutuhan atau menginginkan penilaian terhadap dirinya yang
mantap, mempunyai dasar yang kuat yang biasanya bermutu tinggi akan rasa
hormat diri atau harga diri dan penghargaan dari orang lain. Kebutuhan ini di bagi
dalam dua peringkat :
a. Keinginan akan kekuatan, akan prestasi, berkecukupan, unggul, dan
kemampuan, percaya pada diri sendiri, kemerdekaan dan kebebasan.

9
b. Hasrat akan nama baik atau gengsi dan harga diri, prestise
(penghormatan dan penghargaan dari orang lain), status, ketenaran dan
kemuliaan, dominasi, pengakuan, perhatian dan martabat.
5. Self Actualitation needs atau kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri),
yakni kecenderungan untuk mewujudkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.

Teori kebutuhan Maslow

2.4 Psikologi Sastra


Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai
aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan karsa dalam
berkarya. Begitupun pembaca, dalam menanggapi karya sastra tidak akan lepas
dari aktivitas kejiwaan masing-masing. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang
memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan (Endraswara, 2011: 96).
Psikologi sastra adalah cabang ilmu sastra yang mendekati karya sastra dari sudut
psikologi (Noor, 2007: 92). Dalam hal ini terdapat persamaan fungsi antara sastra
dan psikologi. Keduanya sama-sama berurusan dengan persoalan manusia sebagai
makhluk sosial. Keduanya juga memanfaatkan landasan yang sama, yaitu

10
menjadikan pengalaman manusia sebagai bahan utama penelaahan. Itulah
sebabnya, pendekatan psikologi dianggap penting penggunaannya dalam kajian
dan kritik sastra. Dalam konteks ini, psikologi dapat diberlakukan sebagai alat
analisis, baik dalam bentuk umum maupun khusus (Noor, 2007: 95). Pengarang
akan menggunakan cipta, rasa,dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca
dalam menanggapi karya juga tidak lepas dari kejiwaan masing-masing. Psikologi
sastra pun mengenal karya sebagai pantulan kejiwaan. Penelitian psikologi sastra
merupakan sebuah penelitian yang menitikberatkan pada suatu karya sastra yang
menggunakan tinjauan tentang psikologi. Psikologi sastra dapat mengungkapkan
tentang suatu kejiwaan baik pengarang, tokoh karya sastra, maupun pembaca
karya sastra. Penelitian psikologi sastra membutuhkan kecermatan dan ketelitiaan
dalam membaca supaya dapat menemukan unsur-unsur yang mempengaruhi
kejiwaan.
Menurut Roekhan (1990:88) Psikologi sastra akan ditopang oleh tiga
pendekatan sekaligus. Yang pertama, pendekatan tekstual yang mengkaji aspek
psikologis tokoh dalam karya sastra tersebut. Kedua, pendekatan reseptif-
pragmatik yang mengkaji aspek psikologis pembaca sebagai penikmat karya
sastra yang terbentuk dari pengaruh karya yang dibacanya, serta proses resepsi
pembaca dalam menikmati karya sastra. Ketiga, pendekatan ekspresif yang
mengkaji aspek psikologis sang penulis ketika melakukan proses kreatif yang
terproyeksi lewat karyanya, baik penulis sebagai pribadi maupun wakil
masyarakat.
Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Ratna ada tiga cara yang dapat
dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra, yaitu: a)
memahami unsur-unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis, b) memahami unsur-
unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra, dan c) memahami
unsur-unsur kejiwaan pembaca. Pada dasarnya psikologi sastra memberikan
perhatian pada masalah yang kedua, yaitu pembicaraan dalam kaitannya dengan
unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya sastra.
Dengan penjelasan tersebut psikologi sastra seharusnya memberikan prioritas
pada sastra bukan psikologi (Ratna, 2012: 343-344).

11
Penelitian psikologi sastra juga dapat dilakukan melalui dua cara, pertama,
melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian diadakan analisis terhadap
suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah karya
sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi yang dianggap
relevan untuk melakukan analisis. Psikologi sastra sebagaimana dalam penelitian
ini adalah cara-cara penelitian yang dilakukan dengan menempatkan karya sastra
sebagai gejala yang dinamis. Karya sastra yang menentukan teori, bukan
sebaliknya (Ratna, 2012: 344).
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan
proses dan Aktivitas kejiwaan (Minderop, 2011:54-55). Dalam menelaah suatu
karya psikologis hal penting yang perlu dipahami adalah sejauh mana keterlibatan
psikologi pengarang dan kemampuan pengarang menampilkan para tokoh rekaan
yang terlibat dengan masalah kejiwaan. Asumsi dasar penelitian psikologi sastra
antara lain dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama, adanya anggapan bahwa karya
sastra merupakan produk dari suatu kejiwaan dan pemikiran pengarang yang
berada pada situasi setengah sadar atau subconscious setelah jelas baru dituangkan
ke dalam bentuk secara sadar (conscious). Kekuatan karya sastra dapat dilihat
seberapa jauh pengarang mampu mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak
sadar itu ke dalam sebuah cipta sastra. Kedua, kajian psikologi sastra di samping
meneliti perwatakan tokoh secara psikologi juga aspek-aspek pemikiran dan
perasaaan pengarang ketika menciptakan karya tersebut. Seberapa jauh pengarang
mampu menggambarkan perwatakan tokoh sehingga karya sastra menjadi
semakain hidup (Endraswara, 2003: 96).
Berdasarkan pendapat beberapa para ahli tersebut, dapat disimpulkan
bahwa psikologi sastra adalah penelitian yang menitikberatkan pada karya sastra
sebagai pusat penelitian tentang aspek kemanusiaan, yaitu aspek kejiwaan tokoh
yang terdapat dalam karya sastra, aspek kejiwaan pengarang, dan psikologi
pembaca.

12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Menurut Endraswara (2003:8) metode penelitian sastra adalah cara yang
dipilih oleh peneliti dengan mempertimbangkan bentuk, isi, dan sifat sastra
sebagai subjek kajian. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah
metode kualitatif. Penerapan metode kualitatif ini bersifat deskriptif yang berarti
data yang dihasilkan berupa kata-kata dalam bentuk kutipan-kutipan.
Menurut Bodgan dan Taylor (Sujarweni, 2014:19) menjelaskan bahwa
penelitian kualitatif adalah salah satu prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa ucapan atau tulisan dan perilaku orang-orang yang diamati.
Sedangkan, menurut Lexy J. Moleong (dalam Prastowo 2016:23), penelitian
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami oleh subjek penelitian (contohnya: perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain sebagainya) secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan
dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang bertujuan untuk memparkan
suatu objek yang diteliti dengan menguraikan aspek-aspek yang ada di dalamnya.
Di dalam metode ini, peneliti dapat melakukan pencarian data, penyusunan data,
mengklasifikasikan, menganalisis, dan menginterpretasikan.
Penelitian ini mendeskripsikan pemenuhan kebutuhan tokoh utama
sebagai proses aktualisasi diri dalam novel 9 Summer 10 Autumns karya Iwan
Setyawan. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data. Data yang
terkumpul tersebut lalu disusun, diklasifikasikan,dan diinterpretasikan dalam
novel 9 Summer 10 Autumns karya Iwan Setyawan.

13
3.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan merupakan landasan yang digunakan oleh seseorang untuk
mengapresiasi karya sastra. Endraswara (2003:8) mengartikan pendekatan
sebagai wilayah (ruang lingkup) penelitian sastra. Wilayah ini berhubungan
dengan aspek-aspek yang akan diungkap dalam penelitian. Penelitian akan
membingkai objek apa saja yang mungkin diungkap dalam penelitian. Itulah
sebabnya, pendekatan juga sering dinamakan sebagai sebuah model penelitian.
Menurut Siswantoro (dalam Mulyono, 2003:9) mengatakan istilah lain
yang identik dengan pendekatan adalah perspektif, kerangka konseptual,
kerangka pemikiran, strategi intelektual, paradigma, dan teknik interpretasi.
Pendekatan merupakan alat untuk menangkap realita atau fenomena sebelum
dilakukan kegiatan analisis atas sebuah karya sastra.
Dalam hal ini, peneliti menggunakan pendekatan psikologi sastra untuk
memahami karakter kepribadian dan aktualisasi tokoh utama. Teori yang dipakai
untuk menganalisis karya sastra adalah teori psikologi humanistik Abraham
Maslow.
Berdasarkan hubungan psikologi dengan sastra, yaitu mengkaji aspek
psikologis dalam karya sastra, maka peneliti akan menganalisis kejiwaan/karakter
tokoh utama dalam pemenuhan kebutuhan sebagai proses aktualisasi diri dalam
novel 9 Summer 10 Autumns karya Iwan Setyawan.

3.3 Sumber Data


Menurut Arikunto (2002:107) mengemukakan bahwa sumber data dalam
penelitian adalah subjek dari mana data data diproleh. Sumber data pada
penelitian ini berupa teks novel 9 Summer 10 Autumns karya Iwan Setyawan,
yang terbit pada tahun 2011 cetakan pertama diterbitkan oleh PT Gramedia
Pustaka Utama di Jakarta. Terdiri dari 221 halaman dengan ukuran 13,5 x 20 cm.

14
3.4 Analisis Data
Menurut Mudjiarahardjo (Sujarweni, 2004:34) analisis data adalah sebuah
kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau
tanda, dan mengkategorikan sehingga diproleh suatu temuan berdasarkan fokus
atau masalah yang ingin dijawab. Dengan demikian, teknik analisis data dapat
diartikan sebagai cara melaksanakan analisis terhadap data, dengan tujuan
mengolah data tersebut untuk menjawab rumusan masalah. Adapun teknik
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis karya.
Surakhmad (dikutip Azizah, 2009:17) mengemukakan bahwa analisis karya
adalah suatu metode penyelidikan dengan mengadakan penelitian atau
penganalisisan dari hasil karya seseorang.
Langkah kerja yang akan dilakukan dalam menganalisis novel 9 Summers
10 Autumns karya Iwan Setyawan adalah sebagai berikut :
1. Membaca dan memahami isi novel 9 Summers 10 Autumns karya Iwan
Setyawan.
2. Membuat sinopsis novel 9 Summers 10 Autumns karya Iwan Setyawan.
3. Mengklasifikasikan dan menganalisis data menurut jenis permasalahan
dalam novel 9 Summers 10 Autumns karya Iwan Setyawan, yaitu
berdasarkan data karakter tokoh utama dan pemenuhan kebutuhan sebagai
proses aktualisasi tokoh utama.
4. Menarik kesimpulan setiap jenis permasalahan dalam novel 9 Summers 10
Autumns karya Iwan Setyawan.

BAB IV

15
PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data


Pada bab ini akan diuraikan oleh peneliti tentang “Proses Aktualisasi Diri
tokoh Utama dalam novel 9 Summer 10 Autumns karya Iwan Setyawan”
berdasarkan teori kebetuhan Abraham Maslow. Penelitian ini menganalisis proses
aktualisasi diri tokoh utama melalui teori kebutuhan yang meliputi: 1) kebutuhan
fisiologi, 2) kebutuhan akan keselamatan, 3) kebutuhan rasa memiliki dan rasa
cinta, 4) kebutuhan akan harga diri, dan 5) kebutuhan akan perwujudan diri
(aktualisasi diri). Penelitian ini memfokuskan pada tokoh utama ‘Aku’ (Iwan)
karena yang paling banyak mendominasi dan menjadi sasaran/titik pusat yang
dipaparkan oleh pengarang dalam novel 9 Summers 10 Autumns karya Iwan
Setyawan.

4.1.1 Sinopsis novel 9 Summers 10 Autumns karya Iwan Setyawan


Novel ini menceritakan mengenai di suatu tempat di kaki Gunung
Panderman, di rumah berukuran 6 x 7 meter, seorang anak laki-laki bermimpi.
Kelak, ia akan membangun kamar di rumah mungilnya. Hidup bertujuh dengan
segala sesuatu yang terbatas, membuat ia bahkan tak memiliki kamar sendiri.
Bapaknya, Hasyim ialah seorang sopir angkot yang tak bisa mengingat tanggal
lahirnya. Sementara ibunya, Ngatinah tidak tamat sekolah dasar. Iwan tumbuh
besar bersama empat saudara perempuan, yakni Mbak Isa, Mbak Inan, Mira, dan
Rini. Mereka tumbuh dalam lima detak jantung, satu hati. Tak ada mainan yang
bisa diingatnya. Tak ada sepeda, tak ada boneka, hanya buku-buku pelajaran yang
menjadi “teman bermain”nya.
Di tengah kesulitan ekonomi, bersama saudara-saudaranya, ia mencari tambahan
uang dengan berjualan di saat bulan puasa, mengecat boneka kayu di wirausaha
kecil dekat rumah, atau membantu tetangga berdagang di pasar.
Hidup merantau bukanlah hal yang mudah bagi Iwan yang tidak pernah gidup
jauh dari keluarga. Namun, perjuangan Bapak dan Ibunya menjadi “cambuk”
untuk tetap berjuang. Dukungan dan pengorbanan dari keempat saudaranya agar

16
Iwan bisa kuliah pun membekas di benaknya. Pada akhirnya, Iwan menyelesaikan
pendidikannya di Jurusan Statistika Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan
predikat Cum Laude dan menjadi lulusan terbaik FMIPA IPB.
Meniti karir di salah satu perusahaan multinasional di Jakarta akhirnya membawa
Iwan menjadi Direktur di New York, kota gemerlap yang menjadi salah satu pusat
dunia, kota yang tidak pernah tidur. Selama sepuluh tahun di New York, Iwan
berjuang untuk menghidupi keluarganya, mengejar impiannya.
Pada akhirnya, pendidikanlah yang kemudian membentangkan jalan keluar dari
penderitaan. Cinta keluargalah yang akhirnya menyelamatkan semuanya. Inilah
sebuah kisah tentang menembus batas ketakutan, untuk keluarga, untuk cinta.
Sebuah kisah dari Kota Apel ke The Big Apple, New York.

4.1.2 Karakter Tokoh Utama dalam novel 9 Summers 10 Autumns karya


Iwan Setyawan
Tokoh utama atau disebut juga dengan tokoh sentral adalah tokoh yang
paling banyak diceritakan. Tokoh utama yang menjadi tokoh dalam novel 9
Summers 10 Autumns karya Iwan Setyawan yang paling banyak mendominasi
dan menjadi sasaran/titik pusat yang dipaparkan oleh pengarang. Tokoh utama
dalam novel ini adalah ‘Aku’ (Iwan).
Beberapa gambaran karakter tokoh utama antara lain:
a. Seorang anak yang bertubuh kecil dan pendek.
Memasuki SMP, aku merasa semakin dekat dengan “tantangan” bahwa
seorang laki-laki, apalagi anak laki-laki satu-satunya, harus bisa mandiri
dan kelak bisa membantu nafkah keluarga. Memasuki dunia baru pula aku
menyadari bahwa aku tidak bisa mengandalkan kegiatan fisik karena
tubuhku yang lebih kecil dan pendek dibandingkan teman-teman seusiaku.
Aku hampir selalu menjadi yang terkecil di kelas. (Setyawan, 2011:68)

b. Pintar dan tekun


Memasuki SD, aku mulai mempunyai keberanian untuk duduk di bangku
sekolah tanpa Ibu menemaniku. Aku bisa lebih menikmati waktuku karena
aku bisa “bermain-main” dengan pelajaran sekolah, mainanku. Aku
malas berlarian, bermain dengan anak-anak lain. Aku meras tak harus
berteman dengan mereka, aku berteman hanya dengan buku-bukuku. Aku
mulai ingin membaca, aku ingin menulis, seperti kakak-kakakku. I-ni Bu-
di, i-ni Ba-pak Bu-di. Dan, ketika musin penerimaan rapor, kami terkejut,

17
aku masuk ranking tiga besar. Aku bingung, aku begitu bangga. Aku
semakin mencintai buku-buku pelajaranku. (Setyawan, 2011:63-64)

Dengan segala ketekunan, aku lalui masa SMP dengan gemilang. Aku
selalu berada di ranking teratas di sekolah. Prestasiku dan kakak-
kakakku, menjadikan rumah mungil kami “terangkat”. (Setyawan,
2011:72)

Kesibukan memberikan les privat ini tidak menurunkan prestasiku di


SMA. Dengan kerja keras, aku selalu bertahan di ranking tiga besar dari
kelas 1 sampai kelas 3 dan aku juga berhasil lolos mendapatkan PMDK di
Institut Pertanian Bogor (IPB) Jurusan Statistika. (Setyawan, 2011:85).

Dengan kerja keras, di tengah-tengah kerinduan yang luar biasa akan


rumah kecilku, aku berhasil menyelesaikan TPB dengan IP yang
memuaskan. 3,3! (Setyawan, 2011:104)

Pada hari itu sebuah kejutan besar untuk Ibu, Bapak, dan Mbak Isa.
Sebelum acara inti dimulai, diumumkanlah wisudawan terbaik. Dari
beberapa nama, tersebutlah namaku sebagai lulusan terbaik fakultas
MIPA dengan IPK 3.52. (Setyawan, 2011:148)

c. Mempunyai mimpi dan cita-cita tinggi


Itulah rumah kami. Di rumah mungil yang berlantai semen dengan semua
ketidaknyamanannya, kami merasakan cinta dan kesedihan bersama-
sama. Di rumah mungil inilah cita-cita sederhana pertamaku mulai
bersemi. Mempunyai sebuah kamar tidur sendiri, di lantai dua, di atas
dapur. (Setyawan, 2011:17)

Aku pun memberanikan diri bermimpi. Aku ingin menjadi bagian dari
gambar itu, aku ingin menjadi salah satu professional muda, di Jalan
Sudirman, Jakarta. (Setyawan, 2011:134)

d. Pekerja keras
Dengan fokus dan kerja keras, aku mulai menikmati pekerjaan pertamaku
ini. Tak jarang, aku berada di kantor lebih lama daripada teman-teman
yang lain untuk belajar, mengejar ketertinggalan atau mempersiapkan
pekerjaan supaya bisa diselesaikan sebelum jadwal. Semua aku lakukan
karena aku tak ingin menjadi biasa saja, aku ingin memberikan yang
terbaik, dan “berbeda” dari orang lain. Aku bahkan pernah di kantor
samapai setengah malam atau harus dating saat akhir pecan karena
jadwal presentasi yang ketat atau tuntutan client yang ingin mendaoat
hasil reseach secepatnya. (Setyawan, 2011:167)

e. Bekeinginan kuat

18
Dengan keterbatasan itu pula, aku meyakinkan diri bahwa aku harus
“bermain” serius dengan buku-bukuku, dengan otakku. Aku tak bisa
melihat diriku melalui jalan yang ditempuh bapakku, jalanan yang
mengubah warna kulit dan hatinya. (Setyawan, 2011:68)

Aku tak boleh gagal. Aku tak boleh pulang kembali ke rumah kecilku
sebelum membawa lukisan indah ke dalamnya. (Setyawan, 2011:100)

Dengan tambahan uang, aku semakin bertekad untuk pergi ke New York,
membangun hidupku dan mengembalikan uang pinjaman ini dari gaji
pertamaku, secepatnya. (Setyawan, 2011:192)

Melihat air mata Ibu jatuh saat itu, I told my self, I will not let this happen
again. I want to make her a happy mother, a very happy mother. I want to
do something for my family. I love them so much. Dari sinilah aku mulai
melihat hidup ini tak hijau lagi. (Setyawan, 2011:210)

f. Mudah terharu dan menangis


Aku juga sering menulis surat, melepas semua kerinduan dan ketakutanku
di kota asing ini. Dan ketika air mataku jatuh di atas kertas surat, aku
merasa Ibu membasuh wajahku, membelai rambutku. (Setyawan, 2011:99)

Belum sempat aku ucapkan terima kasih, air mataku mengalir. Aku
melihat potret keluarga di dalam amplop putih ini. Potret keluarga yang
diambil saat aku dikhitan. Aku hampir tak kuasa melihat kembali sarung
hijau yang kupakai saat itu dan wajah orang-orang yang paling kucintai.
Memori meledakkan sebuah melankoli yang biru, teramat biru.
(Setyawan, 2011:125)

Aku merasa melayang, maju ke depan panggung, untuk menerima


penghargaan. Jantungku meledak, air mataku pecah. Aku tak sempat
melihat wajah-wajah orang yang kucintai, yang duduk di belakang, di
sela-sela ribuan orang tua wisudawan. Tapi, aku bisa merasakan apa
yang mereka lalui. Mereka memasuki tubuhku, aku memasuki tubuh
mereka. Begitu kuat, begitu haru. (Setyawan, 2011:148)

Aku keluar dari wartel Internusa. Hatiku pecah, air mataku menetes,
akubahagia. Aku melihat laut lepas di depan Bagunde dan aku hanyut di
dalamnya, begitu ringan. Seumur hidupku, aku menunggu momen itu.
Merasakan keindahan berbagilah yang mengubah hidupku untuk
selamanya. (Setyawan, 2011:171)

Setelah mengirimkan aplikasi dan lolos mengikuti beberapa interview, aku


diterima sebagia data analisis di Danareksa Reseach Institue. Teman-
teman dekta di Nielsen, membuatku menangis di hari terakhirku.
(Setyawan, 2011:178)

19
Karena kesibukan kerja di Danareksa, aku tak sempat pamit pulang ke
Batu. Malam hari menjelang kepergianku, dengan isak tangis di telepon,
aku meminta doa kepada kakak, adik, bapak, dan ibu. (Setyawan,
2011:192)

Aku semakin tak kuasa menahan tangis, jantungku berpacu cepat. Aku
sempat meragukan kepergian ini, tapi taka ada titik balik dari sini.
(Setyawan, 2011:192)

g. Berbakat
Selain prestasi akademik, aku juga mempunyai bakat terpendam. Sesuatu
yang aku sendiri tahu kerika seorang guru kesenian menyuruhku
menyanyi di depan kelas. Ia menilai suaraku bagus. (Setyawan, 2011:64)

Selain kegiatan bernyanyi, aku juga pernah mewakili SD untuk lomba


puisi dengan prestasi yang membanggakan. (Setyawan, 2011:65)

h. Gigih
Kegigihan tangan-tangan kecil ini untuk bersama-sama melewati
mendung di atas atap, membuat kami tangguh. Keringat yang tercecer
antara rumah dan pasar sayur, membuat garis hidup kami begitu indah.
(Setyawan, 2011:71-72)

i. Pantang menyerah
Tapi aku tak mau berhenti di sini! Apa arti sebuah ide yang hanya
menggantung di kepala atau sebuah kerja keras tanpa menjalin hubungan
yang baik dengan rekan kerja dan client. Kadang aku merasa “berbeda”
dan ingin sendiri saja, tapi aku tak ingin merusak masa depanku. Aku
terus berjuang melawan perasaan ini dan terus belajar untuk berinteraksi
dengan orang lain. (Setyawan, 2011:168)

j. Suka tantangan dan hal baru


Aku bekerja “gila-gilaan” untuk membuktikan bahwa aku bisa
mengerjakan sesuatu yang baru, yang tidak mudah ini. Aku menantang
diriku sendiri. (Setyawan, 2011:176)

Setelah dua tahun di Nielsen, aku memutuskan untuk melihat cakrawala


baru, tantangan baru. Aku ingin menggapai sesuatu yang baru dan
tumbuh. (Setyawan, 2011:178)

4.2 Pembahasan Penelitian

20
Pada Bab ini, peneliti akan membahas lebih rinci mengenai temuan
penelitian yang telah dikemukakan di Bab ini sebelumnya. Peneliti akan
membahas kutipan-kutipan yang mewakili focus penelitian.

4.2.1 Pemenuhan Kebutuhan sebagai Proses Aktualisasi Diri Tokoh


Utama pada novel 9 Summers 10 Autumns Karya Iwan Setyawan
4.2.1.1 Kebutuhan Fisiologi
Kutipan 1
Selain “berteman” dengan buku-buku pelajaran, aku dan saudara-
saudaraku juga mulai menggunakan tangan-tangan kecil kami untuk
membantu meringankan beban keluarga: untuk uang jajan sekolah,
membeli alat-alat tulis, naik angkot, membeli cwie mie di Pasar Plastik
atau ikut menonton bioskop bersama teman-teman sekolah. (Setyawan,
2011:70)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhan


fisiologinya, tokoh utama beserta saudara-saudaranya harus menggunakan tangan-
tangan kecil mereka untuk meringankan beban kedua orang tuanya. Seperti
kebutuhan sekolah, kendaraan, makan, maupun kebutuhan hiburan.

Kutipan 2
Akhirnya berita itu datang. Beberapa minggu sebelum wisuda, Jalan
Sudirman memanggilku. Aku kembali merasakan tetesan air hujan di
kepalaku, di depan rumah kecilku, bersama Bapak tercinta. Aku basah
kuyup, berteriak, dan “lepas”. Makan malam di warung pecel lele Mas
Agus malam itu mengantarkan aku ke Wisma Bank Dharmala di Jalan
Sudirman! Jalan Sudirman yang aku bawa ke mana-mana semenjak
perjalanan pertamaku ke Blok M. aku segera meminjam uang ke Mbak Isa
untuk membeli tiga baju kerja, dasi, uang makan siang, dan transport
Bogor-Jakarta selama bulan pertama. (Setyawan, 2011:165)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa untuk memenuhi kebutuhannya saat


akan bekerja pertama kali, tokoh utama meminjam uang kepada saudaranya,
Mbak Isa. Tokoh utama meminjam uang karena untuk memenuhi kebutuhannya
bekerja yaitu, kebutuhan pakaian, makan, dan kendaraan.

Kutipan 3

21
Setelah mendapat visa, aku menyadari bahwa uang tabunganku selama
dua tahun bekerja di Jakarta belum cukup untuk membiyai hidup pada
bulan pertama di Amerika. Aku sempat berpikir ingin meminjam uang
dari Lek Tukeri, tapi aku tak ingin teru-terusan merepotkan dia. Orang
tua dan kakak-kakakku berusaha juga mencari jalan keluar. Akhirnya
beberapa hari sebelum keberangkatanku, Mbak Isa berhasil meminjam
uang sebesar 1.000 dolar Amerika pada salah satu orang tua murid
lesnya untuk biaya hidup bulan pertamaku di New York. (Setyawan,
2011:191)

Kutipan di atas menjelaskan bahwa tokoh utama meminjam uang sebesar


1.000 dolar Amerika untuk memenuhi kebutuhan selama bekerja di New York.
Dalam hal ini kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan hidupnya selama di
New York.

4.2.1.2 Kebutuhan akan keselamatan


Kutipan 1
Melihat sisa keberanianku, tiba-tiba si Afro melayangkan sebuah pukulan
ke wajahku. Tanpa aba-aba. Aku jatuh ke trotoar di sebelah pintu masuk
taman kanak-kanak itu dengan masih menggenggam dompet. Aku telah
kehilangan ketakutanku dan menyerah pada apa pun yang akan terjadi.
Seumur hidup, baru pertama kali aku merasakan bagaimana wajahku
dihantam oleh tangan manusia. Lima atau enam pukulan datang kembali
bertubi-tubi dan membuatku tak lagi melihat New York di sekelilingku.
Sekejap aku melayang mengunjungi dapur rumah kecilku di Batu, tempat
kami berkumpul, makan, berbagi cerita, berbagi duka. Kulihat wajah
ibuku, daster tuanya, seragam merah putih kakakku, wajah memelas
bapakku, dan adik-adikku. (Setyawan, 2011:4)

Kutipan 2
“Hey!! What are you guys doing there!!!” seorang Ibu tiba-tiba berteriak
dari atas jembatan. Kedua perampok itu mendongak terkejut dan segera
berlari ke arah stasiun, meninggalkan aku terkapar di atas trotoar. Air
matanya tak lagi menetes, hanya sedikit darah dari sudut mulutku. Masih
ku genggam erat dompet berisi debit card dan foto keluarga. (Setyawan,
2011:4)

Kutipan 1 dan 2 di atas menjelaskan bahwa kebutuhan akan keselamatan


terjadi saat tokoh utama berada di New York, Iwan mengalami peristiwa yang

22
hampir merenggut nyawanya. Saat Iwan akan menuju ke Stasiun Fleetwood
untuk melihat pesta kembang api pertamanya di New York, tiba-tiba dua laki-laki
yang bertubuh besar dan tinggi bermaksud akan merampok Iwan. Kedua laki-laki
itu mengambil uang Iwan sebesar 120 dolar. Ketika kedua perampok itu juga
meminta kartu debit Iwan, Iwan tidak mau memberikannya hingga kedua
perampok itu memukul Iwan. Untung saja saat perampok itu memukulnya, tiba-
tiba seorang Ibu berteriak. Lalu, kedua perampok itu berlari pergi. Akhirnya,
nyawa Iwan pun selamat.

4.2.1.3 Kebutuhan Rasa Memiliki dan Rasa Cinta


Kutipan 1
Ketika memasuki SMP, aku lebih sering tidur di ruang tamu, di depan TV,
di atas karpet cokelat. Musuh terbesar yang aku takuti adalah gelapnya
malam dan tikus-tikus yang biasa berkeliaran dari dapur. Sebelum tidur,
aku selalu memeriksa pintu dapur supaya selalu tertutup rapat dan
menyumpal bagian bawah pintu dengan kain pel atau keset supaya tikus-
tikus tidak mengunjungi tempat tidur. Sering juga pada malam hari, aku
terbangun, terbatuk-batuk karena dinginnya udara kota Batu. Ibu selalu
bangun membuatkan kopi panas untukku. Semuanya pun nyaman kembali.
Tak ada obat batuk, hanya kopi panas, hanya kehangatan dari ibu. Aku
pun terbaring di atas karpet cokelatku kembali. (Setyawan, 2011:9)

Kutipan 2
Karena aku sering batuk-batuk pada malam hari, Bapak membuatkan
ranjang dari bambu. Ranjang itu ditempatkan di sudut ruang tamu kami,
di dekat pintu dapur, di depan kamar orang tuaku. (Setyawan, 2011:9)

Kutipan 1 dan 2 di atas menjelaskan bahwa kebutuhan akan rasa cinta


tokoh utama didapat dari perhatian kedua orang tuanya, saat Iwan terbangun dari
tidurnya dan terbatuk-batuk karena dinginnya udara kota Batu, lalu ibunya
bangun membuatkan kopi panas untuknya. Tak hanya itu, Iwan pun mendapatkan
rasa cinta berupa perhatian dari bapaknya, karena Iwan sering batuk-batuk pada
malam hari, akhirnya bapaknya membuatkan ranjang dari bambu.

Kutipan 3

23
Saat itu kami semua sangat senang karena anak laki-laki satu-satunya
berhasil lolos ke IPB, Jurusan Statistika! Pertama kali dalam sejarah
panjang keluargan kami. Pada waktu yang sama kami semua prihatin dan
khawatir tentng biaya hidup dan biaya kuliahku di Bogor. Kakakku Isa
akan berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hariku di sana,
sementara orang tuaku akan mengusahakan uang kuliah dan buku-buku,
entah dengan cara apa. (Setyawan, 2011:86)

Kutipan 4
Setelah bapak menjual mobil angkot untuk biaya kuliahku, beberapa
sahabat SMA mengantar kepergianku ke Bogor pada Jumat pagi itu, di
terminal bus Lorena Malang. (Setyawan, 2011:96)

Kutipan 3 dan 4 di atas menunjukkan bahwa tokoh utama mendapatkan


rasa cinta dari keluarganya ketika ia akan kuliah di Bogor, kakaknya, Isa rela
berjuang untuk memenuhi kebutuhannya saat kuliah dan orang tuanya akan
mengusahakan kebutuhan kuliahnya dengan cara apapun. Bahkan, bapak Iwan
pun rela menjual mobil angkotnya untuk biaya kuliah Iwan.

Kutipan 5
Setelah menyelesaikan TPB, aku secepatnya membeli tiket bus Lorena
bersama teman-teman dari Malang. Perjalanan Bogor ke Batu terasa
begitu manis. Kembali pulang, menghirup kembali udara kota Batu,
memandang Gunung Panderman dan dinginnya pagi bersama kopi panas,
aku seakan hidup dalam puisi-ouisi indah Kahlil Gibran. Rumah kecilku
ini seakan menjadi Istana Bogor yang terletak di tengah-tengahKebun
Raya Bogor. Orang-orang tercinta memelukku, menciumku lewat tatapan
matanya. Ibu memasak daging empal favoritku. Aku kembali
“terlindungi”. (Setyawan, 2011:104)
Kutipan di atas menunjukkan bahwa rasa cinta tokoh utama didapat saat
Iwan pulang ke Batu, setelah menyelesaikan TPBnya. Sesampainya di rumah ia
disambut bahagia oleh keluarganya, bahkan ibunya pun memasak makanan
kesukaan Iwan.

4.2.1.4 Kebutuhan akan Harga Diri


Kutipan 1
Aku selalu berada di ranking tiga besar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan
pernah mengikuti lomba Cerdas Cermat di TVRI Surabaya. Saingan

24
terbesarku selama di SD saat itu adalah Nanda, anak seorang dokter
(satu-satunya anak dokter di kelas, mungkin juga di sekolahku) dan Diah,
anak seorang guru. Prestasiku membuat aku sejajar dengar mereka.
(Setyawan, 2011:65)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh utama mendapatkan kebutuhan


akan harga dirinya ketika ia memiliki prestasi yang sejajar dengan anak seorang
dokter dan guru, dan Ia hanya anak seorang sopir angkot. Dalam hal ini,
kebutuhan harga dirinya ialah ia mampu membuat nama baik dengan prestasi
yang dimilikinya.

Kutipan 2
Memasuki SMP, aku merasa semakin dekat dengan “tantangan” bahwa
seorang laki-laki, apalagi anak laki-laki satu-satunya, harus bisa mandiri
dan kelak bisa membantu nafkah keluarga. Memasuki dunia baru pula aku
menyadari bahwa aku tidak bisa mengandalkan kegiatan fisik karena
tubuhku yang lebih kecil dan pendek dibandingkan teman-teman seusiaku.
Aku hampir selalu menjadi yang terkecil di kelas. Ada sedikit harapan di
benakku, setelah dikhitan di kelas 2 SMP, hormon-hormon akan berubah
dan aku akan bertambah tinggi. Ternyata, hanya suaraku yang berubah
dan aku masih menjadi yang terkecil di kelas. Dengan keterbatasan itu
pula, aku meyakinkan diri bahwa aku “bermain” serius dengan buku-
bukuku, dengan otakku. Aku tak bisa melihat diriku melalui jalan yang di
tempuh bapakku, jalanan yang mengubah warna kulit dan hatinya.
(Setyawan, 2011:68)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa kebutuhan akan harga diri yang


terdapat pada tokoh utama, ditandai dengan bahwa seorang anak laki-laki, apalagi
anak laki-laki satunya-satunya, harus bisa mandiri dan membantu nafkah
keluarga. Meskipun dengan keterbatasan fisik yang kecil, tapi ia mempunyai
tekad yang besar agar ia kelak tidak menjadi seperti bapaknya, yaitu sopir angkot.
Di sini timbul akan perasaan keinginan untuk menjadi diri yang mulia dan
bermatabat kelak.

Kutipan 3
Masa SMP adalah masa ketika aku merasa semakin “kecil”. Aku ingin
menjadi besar. Di sini aku mulai melihat keragaman teman-temanku dari

25
berbagai sudut Kota Batu, aku mulai melihat kompetesi yang baru, aku
mulai melihat hidupku dari sisi yang berbeda, yang lebih dewasa. Mereka
yang masuk SMP negeri ini adalah mereka yang kepintarannya di atas
rata-rata, mereka yang sanggup membayar biaya sekolah yang tidak
murah (untuk ukuran kami). Ada beberapa teman yang mempunyai latar
belakang sama denganku, tap bisa dihitung dengan jari. Di sini aku
merasa “kecil”, dan paad waktu yang sama, aku merasa api mulai
memasuki tubuh kecilku. Aku mulai memegang api ditanganku dan
baranya terasa panas. (Setyawan, 2011:69)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa kebutuhan akan harga diri pada tokoh
utama ialah keinginan atau hasratnya untuk menjadi orang yang besar, yang
percaya diri untuk keluar dari dirinya yang selalu merasa “kecil”.

Kutipan 4
Di tengah teman-temanku ini, aku melihat rumah berlantai keramik,
halaman yang luas, sepeda motor, mobil, video player, telepon, piano,
atau tumpukan buku cerita. Mataku terbuka. Aku begitu mengerti
kemampuan orang tuaku dan aku tak bisa menunggu keajaiban untuk
mengubah ini. Aku harus bekerja, sekarang. Dengan reputasiku sebagai
siswa berprestasi, aku menerima tawaran untuk memberikan les privat,
seperti yang dilakukan kakakku. (Setyawan, 2011:84)

Kutipan ini menunjukkan bahwa tokoh utama memenuhi kebutuhan harga


dirinya dengan mempunyai hasrat atau keinginan kuat untuk mengangkat harga
diri keluarganya agar sama dengan teman-temannya yang mempunyai rumah
mewah dengan segala perabot rumah yang mewah juga. Iwan menyadari
kemampuan orang tuanya dan ia tidak bisa hanya menunggu saja untuk mengubah
hidupnya. Iwan pun memutuskan untuk bekerja dengan bekal prestasi yang
dimilikinya.

4.2.1.5 Kebutuhan akan Perwujudan Diri (Aktualisasi Diri)


Setelah pemenuhan keempat kebutuhan tersebut tercapai, maka
selanjutnya ialah kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri) dalam meraih
impiannya. Impian Iwan pada masa kecilnya ialah memiliki kamar tidur sendiri
dan mampu membahagiakan keluarganya.
Kutipan 1

26
Kesibukanku memberikan les privat ini tidak menurunkan prestasiku di
SMA. Dengan kerja keras, aku selalu bertahan di ranking tiga besar dari
kelas 1 sampai kelas 3 dan aku juga berhasil lolos mendapatkan PMDK di
Institut Pertanian Bogor Jurusan Statistika. Aku memilih IPB karena
beberapa kakak kelasku berhasil menerobos IPB sebelumnya dan mereka
mempunyai prestasi yang bagus di sana. Sedangkan, pemilihan jurusan
ini adalah berkat dorongan kakakku, Mbak Inan. Ia melihat salah satu
teman saudaranya, lulusan Statistika IPB berhasil belajar dan bekerja di
Australia. Aku sendiri juga menyukai matematika. (Setyawan, 2011:85-86)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa proses aktualisasi diri tokoh utama


dalam meraih impiannya dimulai saat Iwan akan kuliah di IPB dan mengambil
Jurusan Statistika. Pada kalimat terakhir menunjukkan bahwa Iwan menyukai
matematika, sehingga jurusan statistika cocok untuk dirinya. Di samping itu juga,
Mbak Inan mengatakan bahwa temannya yang lulusan statistika IPB berhasil
bekerja di Australia. Dan Mbak Inan berharap kelak Iwan bisa seperti temannya
tersebut.

Kutipan 2
Akhirnya berita itu datang. Beberapa minggu sebelum wisuda, Jalan
Sudirman memanggilku. Aku kembali merasakan tetesan air hujan di
kepalaku, di depan rumah kecilku, bersama Bapak tercinta. Aku basah
kuyup, berteriak, dan “lepas”. Makan malam di warung pecel lele Mas
Agus malam itu mengantarkan aku ke Wisma Bank Dharmala di Jalan
Sudirman! Jalan Sudirman yang aku bawa ke mana-mana semenjak
perjalanan pertamaku ke Blok M. aku segera meminjam uang ke Mbak Isa
untuk membeli tiga baju kerja, dasi, uang makan siang, dan transport
Bogor-Jakarta selama bulan pertama. (Setyawan, 2011:165)
Kutipan 3
Setelah dua tahun di Nielsen, aku memutuskan untuk melihat cakrawala
baru, tantangan baru. Aku ingin menggapai sesuatu yang baru dan
tumbuh. Kebetulan saat itu, aku mendapatkan informasi menarik tentang
peluang kerja baru dri teman kuliah di IPB. Setelah mengirimkan aplikasi
dan lolos mengikuti beberapa interview, aku diterima sebagai data
analisis di Danareksa Reseach Institue. Teman-teman dekat di Nielsen,
membuatku menangis di hari terakhirku. Aku meninggalkan Nielsen ke
kantor baru yang masih terletak di sepanjang Jalan Sudirman dengan hati
yang lebih besar, dengan harapan baru, menjadi laki-laki yang lebih
besar. (Setyawan, 2011:178)

27
Kutipan 4
Kini, Mbak Ati mencariku dan menawarkan pekerjaan sebagai data
processing executive di New York. Kabar ini terlalu besar dan aku tak
tahu bagaimana bisa mempercayainya. (Setyawan, 2011:185)

Kutipan 5
Proses mendapatkan visa berjalan sangat lancer karena dokumen-
dokumen yang disiapkan oleh Wendy dan seorang laywer yang bekerja
untuk Nielsen, Ted J. Chiappari sangat lengkap. Proses mendapatkan visa
kerja saat itu tidak sesulit setahun kemudian, setelah terjadinya tragedy
9/11. Setelah pergi ke Kedutaan Besar Amerika untuk interview, aku
mendapatkan Visa L1 di pasporku beberapa hari kemudian. Kepergianku
ke Amerika semakin dekat, aku semakin tak bisa terlepas dari Nessum
Dorma dan Sampoerna Mild-ku. (Setyawan, 2011:191)

Berdasarkan kutipan 2, 3, 4, dan 5 maka dapat dijelaskan bahwa


pengaktualisasian diri dalam tokoh Iwan pun mulai berkembang. Setelah
seminggu Iwan akan wisuda dan saat itu ia tengah mencari pekerjaan, ia mendapat
panggilan untuk bekerja di Wisma Bank Dharmala di Jalan Sudirman, Jakarta.
Setelah bekerja dua tahun di Nielsen, Iwan memutuskan untuk mecari pekerjan
baru, melihata cakrawala baru. Iwan akhirnya bekerja di Danareksa Reseach
Institue sebagai data analisis. Karena kerja keras dan kegigihannya dalam bekerja,
Iwan kemudian mendapat tawaran dari Mba Ati untuk bekerja di New York
sebagai data processing executive. Dan kini Iwan pun menjadi Direktur di New
York. Meskipun dari kecil ia tidak pernah bermimpi untuk pergi ke New York.

Kutipan 6
Senyum di wajahnya menambah terang ruang tamu yang tak sesempit
dulu lagi. Rumah kami sekarang berlantai dua, ada empat kamar. Salah
satu kamarnya, tepat di atas dapur lama kami. Hanya bapak dan ibu saja
yang tinggal di sini sekarang. (Setyawan, 2011:201)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh utama berhasil meraih cita-cita


kecilnya, yaitu mempunyai kamar tidur sendiri.
Tokoh utama mengaktualisasikan dirinya dengan hasrat untuk menjadi
orang yang sesuai dengan keinginan dan potensi yang dimilikinya dalam meraih

28
impiannya. Aktualisasi diri dalam tokoh Iwan tidak hanya terlihat ketika ia
menjadi direktur di New York. Namun, impiannya dari kecil yang ingin
mempunyai kamar tidur sendiri pun akhirnya tercapai, ia mampu mengangkat
derajat keluarganya keluar dari masa lalu yang penuh penderitaan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian ini ialah, untuk mencapai kebutuhan puncak


aktualisasi diri, haruslah memenuhi empat kebutuhan sebelumnya. Keempat
kebutuhan tersebut, yakni kebutuhan fisiologi, kebutuhan akan keselamatan,
kebutuhan rasa memiliki dan rasa cinta, dan kebutuhan akan harga diri. Dalam

29
penelitian ini, kebutuhan fisiologi terdapat 3 kutipan, kebutuhan akan
keselamatan terdapat 2 kutipan, kebutuhan rasa memiliki dan rasa cinta terdapat
5 kutipan, kebutuhan akan harga diri terdapat 4 kutipan, dan kebutuhan
perwujudan diri (aktualisasi diri) terdapat 6 kutipan.
Dalam novel 9 Summers 10 Autumns ini, tokoh utama mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya berdasarkan teori kebutuhan Maslow. Iwan telah
berhasil mengaktualisasikan dirinya dalam meraih impiannya. Ia berhasil
memiliki kamar tidur sendiri dan menjadi direktur di New York.

5.2 Saran
Setelah peneliti melakukan penelitian terhadap novel 9 Summers 10
Autumns berdasarkan proses aktualisasi diri tokoh utama, maka peneliti
mengajukan saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi pembaca dan generasi muda, diharapkan dapat dijadikan pelajaran
dalam memahami pemenuhan kebutuhan sebagai proses aktualisasi diri dan
yang perlu diingat bahwa novel ini menceritakan seseorang yang mempunyai
cita-cita dan impian haruslah dicapai dengan kerja keras, ketekunan, dan
kegigihan, serta memiliki semangat yang tinggi untuk mencapainya.
2. Bagi pengarang, diharapkan dapat meningkatkan kreatifitasnya dan terus
menunjukkan eksistensinya dalam hasil karya sastranya bukan hanya dari
novel saja, namun bisa dalam bidang sastra lainnya, agar dapat bermanfaat
bagi semua lapisan masyarakat.
3. Bagi peneliti lain, diharapkan agar penelitian selanjutnya lebih dikembangkan
serta dapat dijadikan referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. (2012). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi 4. Jakarta: Balai
Pustaka.

Aminuddin, (2009). Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru


Algesindo.

Arikunto, Suharsisi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta.

30
Aziza. (2009). “Kode Bahasa, Kode Sastra, dan Kode Budaya dalam Novel
Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck Karya Hamka.” Skripsi. Inderalaya:
FKIP Universitas Sriwijaya.

Endaswara, Suwardi. (2003). Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS.

Endaswara, Suwardi. (2011). Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta: PT Buku


Seru.

Faruk. (2012). Pengantar Sosioligi Sastra, Edisi Revisi. Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Goble, Frank G. (1994). Mazhab Ketiga Psikologi Humanistik Abraham Maslow,


Penerjemah Drs. A. Supratiknya. Yogyakarta: Kanisius.

Kosasih, E. (2008). Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta: Nobel Edumedia.

Kosasih, E. (2012). Dasar-Dasar Keterampilan Bersastra. Bandung: Yrama


Widya.

Maslow, Abraham. H. (1994). Motivasi dan Kepribadian (Teori Motivasi dengan


Pendekatan Hierarki Kebutuhan Manusia). Jakarta: PT PBP.

Nurgiyantoro, Burhan. (2000). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada


Universitas Press.

Padi, Editorial. (2013). Kumpulan Super Lengkap Sastra Indonesia. Jakarta: CV


Ilmu Padi Infra Pustaka Makmur.

Prastowo, Andi. (2016). Metode Penelitian Kualitatif dalam Perspektif


Rancangan Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Rokhmansyah, Alfian. (2013). Studi dan Pengkajian Sastra. Semarang: Graha


Ilmu.
Setyawan, Iwan. (2011). 9 Summers 10 Autumns. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.

Suciana. (2011). “Kajian Intertekstual Novel Setetes Embun Cinta Niyala Karya
Habiburrahman El Zhirazy dan Novel Cinta Bertabur di Langit Mekkah
Karya Roidah.” Palembang: FKIP Universitas Persatuan Guru Republik
Indonesia.

Suharto, Sugihastuti. (2013). Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

31
Sujarweni, Wiratna. V. (2014). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: PT Pustaka
Baru.

Lampiran: Tabel Analisi Data


No Hirarki Kebutuhan Kutipan
1 Kebutuhan Fisiologi Kutipan 1
Selain “berteman” dengan buku-buku
pelajaran, aku dan saudara-saudaraku juga
mulai menggunakan tangan-tangan kecil kami
untuk membantu meringankan beban keluarga:
untuk uang jajan sekolah, membeli alat-alat
tulis, naik angkot, membeli cwie mie di Pasar
Plastik atau ikut menonton bioskop bersama

32
teman-teman sekolah. (Setyawan, 2011:70)

Kutipan 2
Akhirnya berita itu datang. Beberapa minggu
sebelum wisuda, Jalan Sudirman memanggilku.
Aku kembali merasakan tetesan air hujan di
kepalaku, di depan rumah kecilku, bersama
Bapak tercinta. Aku basah kuyup, berteriak, dan
“lepas”. Makan malam di warung pecel lele Mas
Agus malam itu mengantarkan aku ke Wisma
Bank Dharmala di Jalan Sudirman! Jalan
Sudirman yang aku bawa ke mana-mana
semenjak perjalanan pertamaku ke Blok M. aku
segera meminjam uang ke Mbak Isa untuk
membeli tiga baju kerja, dasi, uang makan siang,
dan transport Bogor-Jakarta selama bulan
pertama. (Setyawan, 2011:165)
Kutipan 3
Setelah mendapat visa, aku menyadari bahwa
uang tabunganku selama dua tahun bekerja di
Jakarta belum cukup untuk membiyai hidup pada
bulan pertama di Amerika. Aku sempat berpikir
ingin meminjam uang dari Lek Tukeri, tapi aku
tak ingin teru-terusan merepotkan dia. Orang tua
dan kakak-kakakku berusaha juga mencari jalan
keluar. Akhirnya beberapa hari sebelum
keberangkatanku, Mbak Isa berhasil meminjam
uang sebesar 1.000 dolar Amerika pada salah
satu orang tua murid lesnya untuk biaya hidup
bulan pertamaku di New York. (Setyawan,
2011:191)
2 Kebutuhan akan Kutipan 1
Keselamatan Melihat sisa keberanianku, tiba-tiba si Afro
melayangkan sebuah pukulan ke wajahku.
Tanpa aba-aba. Aku jatuh ke trotoar di sebelah
pintu masuk taman kanak-kanak itu dengan
masih menggenggam dompet. Aku telah
kehilangan ketakutanku dan menyerah pada apa
pun yang akan terjadi. Seumur hidup, baru
pertama kali aku merasakan bagaimana
wajahku dihantam oleh tangan manusia. Lima
atau enam pukulan datang kembali bertubi-tubi
dan membuatku tak lagi melihat New York di
sekelilingku. Sekejap aku melayang
mengunjungi dapur rumah kecilku di Batu,
tempat kami berkumpul, makan, berbagi cerita,

33
berbagi duka. Kulihat wajah ibuku, daster
tuanya, seragam merah putih kakakku, wajah
memelas bapakku, dan adik-adikku. (Setyawan,
2011:4).

Kutipan 2
“Hey!! What are you guys doing there!!!”
seorang Ibu tiba-tiba berteriak dari atas
jembatan. Kedua perampok itu mendongak
terkejut dan segera berlari ke arah stasiun,
meninggalkan aku terkapar di atas trotoar. Air
matanya tak lagi menetes, hanya sedikit darah
dari sudut mulutku. Masih ku genggam erat
dompet berisi debit card dan foto keluarga.
(Setyawan, 2011:4)
Kutipan 1
Ketika memasuki SMP, aku lebih sering tidur di
ruang tamu, di depan TV, di atas karpet cokelat.
Musuh terbesar yang aku takuti adalah
gelapnya malam dan tikus-tikus yang biasa
berkeliaran dari dapur. Sebelum tidur, aku
selalu memeriksa pintu dapur supaya selalu
tertutup rapat dan menyumpal bagian bawah
Kebutuhan akan pintu dengan kain pel atau keset supaya tikus-
3 Rasa Memiliki dan tikus tidak mengunjungi tempat tidur. Sering
Rasa Cinta juga pada malam hari, aku terbangun, terbatuk-
batuk karena dinginnya udara kota Batu. Ibu
selalu bangun membuatkan kopi panas untukku.
Semuanya pun nyaman kembali. Tak ada obat
batuk, hanya kopi panas, hanya kehangatan dari
ibu. Aku pun terbaring di atas karpet cokelatku
kembali. (Setyawan, 2011:9).

Kutipan 2
Karena aku sering batuk-batuk pada malam hari,
Bapak membuatkan ranjang dari bambu.
Ranjang itu ditempatkan di sudut ruang tamu
kami, di dekat pintu dapur, di depan kamar
orang tuaku. (Setyawan, 2011:9).
Kutipan 3
Saat itu kami semua sangat senang karena anak
laki-laki satu-satunya berhasil lolos ke IPB,
Jurusan Statistika! Pertama kali dalam sejarah
panjang keluargan kami. Pada waktu yang sama

34
kami semua prihatin dan khawatir tentng biaya
hidup dan biaya kuliahku di Bogor. Kakakku Isa
akan berjuang untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hariku di sana, sementara orang tuaku
akan mengusahakan uang kuliah dan buku-
buku, entah dengan cara apa. (Setyawan,
2011:86).

Kutipan 4
Setelah bapak menjual mobil angkot untuk biaya
kuliahku, beberapa sahabat SMA mengantar
kepergianku ke Bogor pada Jumat pagi itu, di
terminal bus Lorena Malang. (Setyawan,
2011:96)

Kutipan 5
Setelah menyelesaikan TPB, aku secepatnya
membeli tiket bus Lorena bersama teman-teman
dari Malang. Perjalanan Bogor ke Batu terasa
begitu manis. Kembali pulang, menghirup
kembali udara kota Batu, memandang Gunung
Panderman dan dinginnya pagi bersama kopi
panas, aku seakan hidup dalam puisi-ouisi
indah Kahlil Gibran. Rumah kecilku ini seakan
menjadi Istana Bogor yang terletak di tengah-
tengahKebun Raya Bogor. Orang-orang tercinta
memelukku, menciumku lewat tatapan matanya.
Ibu memasak daging empal favoritku. Aku
kembali “terlindungi”. (Setyawan, 2011:104).

Kutipan 1
Aku selalu berada di ranking tiga besar dari
kelas 1 sampai kelas 6 dan pernah mengikuti
lomba Cerdas Cermat di TVRI Surabaya.
Kebutuhan akan Saingan terbesarku selama di SD saat itu adalah
4
Harga Diri Nanda, anak seorang dokter (satu-satunya anak
dokter di kelas, mungkin juga di sekolahku) dan
Diah, anak seorang guru. Prestasiku membuat
aku sejajar dengar mereka. (Setyawan, 2011:65)

Kutipan 2
Memasuki SMP, aku merasa semakin dekat
dengan “tantangan” bahwa seorang laki-laki,
apalagi anak laki-laki satu-satunya, harus bisa
mandiri dan kelak bisa membantu nafkah
keluarga. Memasuki dunia baru pula aku

35
menyadari bahwa aku tidak bisa mengandalkan
kegiatan fisik karena tubuhku yang lebih kecil
dan pendek dibandingkan teman-teman
seusiaku. Aku hampir selalu menjadi yang
terkecil di kelas. Ada sedikit harapan di
benakku, setelah dikhitan di kelas 2 SMP,
hormon-hormon akan berubah dan aku akan
bertambah tinggi. Ternyata, hanya suaraku yang
berubah dan aku masih menjadi yang terkecil di
kelas. Dengan keterbatasan itu pula, aku
meyakinkan diri bahwa aku “bermain” serius
dengan buku-bukuku, dengan otakku. Aku tak
bisa melihat diriku melalui jalan yang di tempuh
bapakku, jalanan yang mengubah warna kulit
dan hatinya. (Setyawan, 2011:68)

Kutipan 3
Masa SMP adalah masa ketika aku merasa
semakin “kecil”. Aku ingin menjadi besar. Di
sini aku mulai melihat keragaman teman-
temanku dari berbagai sudut Kota Batu, aku
mulai melihat kompetesi yang baru, aku mulai
melihat hidupku dari sisi yang berbeda, yang
lebih dewasa. Mereka yang masuk SMP negeri
ini adalah mereka yang kepintarannya di atas
rata-rata, mereka yang sanggup membayar
biaya sekolah yang tidak murah (untuk ukuran
kami). Ada beberapa teman yang mempunyai
latar belakang sama denganku, tap bisa
dihitung dengan jari. Di sini aku merasa
“kecil”, dan paad waktu yang sama, aku
merasa api mulai memasuki tubuh kecilku. Aku
mulai memegang api ditanganku dan baranya
terasa panas. (Setyawan, 2011:69)

Kutipan 4
Di tengah teman-temanku ini, aku melihat
rumah berlantai keramik, halaman yang luas,
sepeda motor, mobil, video player, telepon,
piano, atau tumpukan buku cerita. Mataku
terbuka. Aku begitu mengerti kemampuan orang
tuaku dan aku tak bisa menunggu keajaiban
untuk mengubah ini. Aku harus bekerja,
sekarang. Dengan reputasiku sebagai siswa
berprestasi, aku menerima tawaran untuk
memberikan les privat, seperti yang dilakukan

36
kakakku. (Setyawan, 2011:84).

Kutipan 1
Kesibukanku memberikan les privat ini tidak
menurunkan prestasiku di SMA. Dengan kerja
keras, aku selalu bertahan di ranking tiga besar
dari kelas 1 sampai kelas 3 dan aku juga
berhasil lolos mendapatkan PMDK di Institut
Pertanian Bogor Jurusan Statistika. Aku
Kebutuhan akan memilih IPB karena beberapa kakak kelasku
5 Perwujudan Diri berhasil menerobos IPB sebelumnya dan mereka
(Aktualisasi Diri) mempunyai prestasi yang bagus di sana.
Sedangkan, pemilihan jurusan ini adalah berkat
dorongan kakakku, Mbak Inan. Ia melihat salah
satu teman saudaranya, lulusan Statistika IPB
berhasil belajar dan bekerja di Australia. Aku
sendiri juga menyukai matematika. (Setyawan,
2011:85-86).

Kutipan 2
Akhirnya berita itu datang. Beberapa minggu
sebelum wisuda, Jalan Sudirman memanggilku.
Aku kembali merasakan tetesan air hujan di
kepalaku, di depan rumah kecilku, bersama
Bapak tercinta. Aku basah kuyup, berteriak, dan
“lepas”. Makan malam di warung pecel lele
Mas Agus malam itu mengantarkan aku ke
Wisma Bank Dharmala di Jalan Sudirman!
Jalan Sudirman yang aku bawa ke mana-mana
semenjak perjalanan pertamaku ke Blok M. aku
segera meminjam uang ke Mbak Isa untuk
membeli tiga baju kerja, dasi, uang makan
siang, dan transport Bogor-Jakarta selama
bulan pertama. (Setyawan, 2011:165)

Kutipan 3
Setelah dua tahun di Nielsen, aku memutuskan
untuk melihat cakrawala baru, tantangan baru.
Aku ingin menggapai sesuatu yang baru dan
tumbuh. Kebetulan saat itu, aku mendapatkan
informasi menarik tentang peluang kerja baru
dri teman kuliah di IPB. Setelah mengirimkan
aplikasi dan lolos mengikuti beberapa interview,
aku diterima sebagai data analisis di Danareksa
Reseach Institue. Teman-teman dekat di Nielsen,
membuatku menangis di hari terakhirku. Aku

37
meninggalkan Nielsen ke kantor baru yang
masih terletak di sepanjang Jalan Sudirman
dengan hati yang lebih besar, dengan harapan
baru, menjadi laki-laki yang lebih besar.
(Setyawan, 2011:178)

Kutipan 4
Kini, Mbak Ati mencariku dan menawarkan
pekerjaan sebagai data processing executive di
New York. Kabar ini terlalu besar dan aku tak
tahu bagaimana bisa mempercayainya.
(Setyawan, 2011:185)

Kutipan 5
Proses mendapatkan visa berjalan sangat lancer
karena dokumen-dokumen yang disiapkan oleh
Wendy dan seorang laywer yang bekerja untuk
Nielsen, Ted J. Chiappari sangat lengkap.
Proses mendapatkan visa kerja saat itu tidak
sesulit setahun kemudian, setelah terjadinya
tragedy 9/11. Setelah pergi ke Kedutaan Besar
Amerika untuk interview, aku mendapatkan Visa
L1 di pasporku beberapa hari kemudian.
Kepergianku ke Amerika semakin dekat, aku
semakin tak bisa terlepas dari Nessum Dorma
dan Sampoerna Mild-ku. (Setyawan, 2011:191)

Kutipan 6
Senyum di wajahnya menambah terang ruang
tamu yang tak sesempit dulu lagi. Rumah kami
sekarang berlantai dua, ada empat kamar. Salah
satu kamarnya, tepat di atas dapur lama kami.
Hanya bapak dan ibu saja yang tinggal di sini
sekarang. (Setyawan, 2011:201)

PROSES AKTUALISASI DIRI TOKOH UTAMA


DALAM NOVEL 9 SUMMERS 10 AUTUMNS
KARYA IWAN SETYAWAN

38
LAPORAN HASIL PENELITIAN

OLEH
NURMA SAPUTRI
NIM 122015028

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM OKI (UNISKI) KAYUAGUNG
2017

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah AWT yang telah
melimpahkan rahmat, taufik, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan hasil penelitian ini yang berjudul “Proses Aktualisasi Diri
Tokoh Utama dalam novel 9 Summers 10 Autumns karya Iwan Setyawan”
berdasarkan teori humanistik Abraham Maslow. Sholawat serta salam semoga

39
senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta seluruh
keluarga dan sahabatnya yang senantiasa membantu perjuangan beliau dalam
menebarkan ilmunya di muka bumi ini.
Penyusunan laporan hasil penelitian ini ditulis dalam rangka memenuhi
persyaratan pada mata kuliah Seminar Bahasa dan Sastra Indonesia. Penulis
menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini dapat diselesaikan berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung dan tidak langsung
memberikan bantuan moril maupun materil dalam penyelesaian proposal ini.
Penulis menyadari bahwa laporan hasil penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan sarannya yang
bersifat membangun. Semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk
kita semua.

Kayuagung, November 2017

Penulis

DAFTAR ISI
ii

HALAMAN JUDUL....................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
1.1LatarBelakang.............................................................................1

40
1.2 Rumusan Masalah......................................................................3
1.3 Tujuan.........................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................3
BAB II KAJIAN PUSTAKA.......................................................................5
2.1 Pengertian Novel........................................................................5
2.2 Unsur Intrinsik Novel.................................................................6
2.3 Teori Humanistik Abraham Maslow..........................................8
2.4 Psikologi Sastra..........................................................................10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................13
3.1 Metode Penelitian.......................................................................13
3.2 Pendekatan Penelitian................................................................14
3.3 Sumber Data...............................................................................14
3.4 Analisis Data..............................................................................15
BAB IV PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN....................................16
4.1 Deskripsi Data............................................................................16
4.1.1 Sinopsis Novel........................................................................16
4.1.2 Karakter Tokoh Utama............................................................17
4.2 Pembahasan Penelitian...............................................................21
4.2.1 Pemenuhan Kebutuhan sebagai Proses Aktualisasi Diri
Tokoh Utama....................................................................................21
4.2.1.1 Kebutuhan Fisiologi.............................................................21
4.2.1.2 Kebutuhan akan Keselamatan..............................................22
4.2.1.3 Kebutuhan Rasa Memiliki dan Rasa Cinta..........................23
4.2.1.4 Kebutuhan akan Harga Diri..................................................25
4.2.1.5 Kebutuhan Perwujudan Diri (Aktualisasi Diri)....................27
iii
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.......................................................30
5.1 Kesimpulan............................................................................................30
5.2 Saran.......................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................31
Lampiran......................................................................................................33

41
iv

42

Anda mungkin juga menyukai