Anda di halaman 1dari 10

ANALISIS NOVEL RORO MENDUT

DENGAN PENDEKATAN OBJEKTIF

Abstrak
Karya-karya sastra mempunyai nilai positif yang dapat diambil manfaatnya untuk
dikaji. Untuk itulah kita harus mengadakan suatu apresiasi karya sastra dan mengambil
langkah-langkah dengan cara menganalisis hasil karya sastra tersebut. Salah satu bentuk
pengkajian sastra yaitu dengan menganalisis unsur instrinsiknya. Dari latar belakang inilah
yang menarik penulis untuk menyusun penelitian dengan judul “Analisis Novel Roro Mendut
karya Ajip Rosidi dengan Pendekatan Objektif”.
Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan unsur intrinsik berupa tema, tokoh &
penokohan, latar, alur, sudut pandang, dan gaya bahasa. Diharapkan dapat mengambil amanat
sebagai pelajaran hidup sekaligus menambah wawasan serta pengalaman yang lebih luas, agar
kita senantiasa mawas diri dalam bertindak. Sumber data penelitian ini adalah novel Roro
Mendut karya Ajip Rosidi yang diterbitkan oleh PT Nuansa. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, yaitu metode yang bertujuan mengungkapkan fakta,
keadaan, fenonema, variabel, dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan
menyuguhkan apa adanya.
Hasil penelitian yang didapat, dalam novel ini mengangkat tema percintaan. Tokoh-
tokoh dalam novel ini, diantaranya Roro Mendut dengan watak gigih dalam memperjuangkan
keinginannya dan menunjukkan ketulusan cintanya pada Pronocitro, Tumenggung Wiroguno
dengan watak suka memaksa, sewena-wena, dan Pronocitro yang digambarkan sebagai laki-
laki tampan, gagah, dan pemberani.
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca untuk dapat
mengambil hikmah dimana hidup harus memiliki prinsip yang kuat dan konsekwen dalam
menghadapi resiko atas prinsip tersebut.
Kata kunci : Pendekatan Objektif, Roro Mendut

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Karya sastra selain sebagai media pendidikan, kontrol sosial, juga berfungsi sebagai
penyampaian pesan kepada masyarakat atas segala polemik persoalan yang ada sehingga kita
dapat mempunyai gambaran atas apa yang harus kita lakukan saat harus menghadapi persoalan
yang sama dengan apa yang terjadi dalam sebuah karya sastra, seperti dalam novel. Dilihat dari
sejarahnya, mulai dari angkatan Pujangga Baru sampai sekarang telah banyak mengalami
perubahan-perubahan baik dalam cara penyampaiannya, tema yang diangkat, penggunaan
diksi, dan sebagainya ataupun perubahan-perubahan yang disebabkan oleh karya itu sendiri
dalam masyarakat.
Karya sastra merupakan hasil rekaan yang di ciptakan oleh sastrawan melalui
imajinasinya. Walaupun karya sastra sastra yang di ciptakan melalui imajinasi atau khayalan
pengarang yang tinggi, tetapi karyanya tetap bersumber pada kehidupan. Sastrawan merupakan
anggota masyarakat yang terikat oleh status sosial, oleh karena itu karya yang dihasilkan juga
menggambarkan kehidupan masyarakat di lingkungannya.
Dikalangan remaja karya sastra yang paling diminati biasanya karya sastra berbentuk
prosa terutama novel. Novel merupakan karya prosa fiksi yang ditulis secara naratif. Kata novel
berasal dari bahasa Italia “novella” yang berarti sebuah kisah atau sepotong berita. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa novel adalah karya imajinatif yang mengisahkan sisi utuh problematika
seseorang atau beberapa orang tokoh. Novel menceritakan suatu kejadian luar biasa dari
kehidupan tokoh. Dikatakan luar biasa, karena dari kejadian itu lahir suatu konflik yang
menimbulkan pergolakan jiwa para tokohnya sehingga mengubah jalan hidupnya.
Dalam membaca novel, agar pembaca dapat menikmati dan memahami isi dan jalan
cerita di dalamnya diperlukan pengetahuan mengenai unsur-unsur yang terkandung dalam
sebuah novel yang sering disebut unsur instrinsik. Unsur intrinsik tersebut meliputi tema, tokoh
& penokohan, alur, latar, sudut pandang, dan gaya bahasa. Dengan begitu pembaca akan lebih
mudah menangkap maksud dan makna yang ingin disampaikan oleh pengarang. Oleh sebab
itu, jika pembaca dapat memahami dengan tepat unsur intrinsik dari sebuah novel yang dibaca,
maka pembaca dapat menikmati novel tersebut dengan baik karena pembaca telah mengerti
makna dan jalan cerita pada sebuah novel yang dibaca.

B. Kajian Teori
1. Pengertian Novel
Novel adalah karangan prosa yang lebih panjang dari cerita pendek dan menceritakan
kehidupan seseorang dengan lebih mendalam dengan menggunakan bahasa sehari-hari serta
banyak membahas aspek kehidupan manusia. Hal ini mengacu pada pendapat Santoso dan
Wahyuningtyas (2010: 46) yang menjelaskan kata novel berasal dari bahasa latin novellas,
yang terbentuk dari kata novus yang berarti baru atau new dalam bahasa Inggris. Karena novel
adalah bentuk karya sastra yang datang dari karya sastra lainnya seperti puisi dan drama. Ada
juga yang mengatakan bahwa novel berasal dari bahasa Italia novella yang artinya sama dengan
bahasa latin. Novel juga diartikan sebagai suatu karangan atau karya sastra yang lebih pendek
daripada roman, tetapi jauh lebih panjang daripada cerita pendek, yang isinya mengungkapkan
suatu kejadian yang penting, menarik dari kehidupan seseorang secara singkat dari pokok-
pokok saja. Juga perwatakan pelaku-pelakunya digambarkan secara garis besar saja, tidak
sampai pada masalah yang sekecil-kecilnya.

2. Ciri-Ciri Novel
Ciri-ciri novel secara umum adalah:
1) Jumlah katanya lebih dari 35.000 kata.
2) Terdiri dari sedikitnya 100 halaman.
3) Waktu untuk membaca novel setidaknya 2 jam atau 120 menit.
4) Ceritanya lebih dari satu impresi, efek, dan emosi.
5) Alur ceritanya cukup kompleks.
6) Seleksi ceritanya luas.
7) Ceritanya panjang, tapi banyak kalimat yang diulang-ulang.
8) Ditulis dengan narasi kemudian didukung dengan deskripsi untuk menggambarkan suasanya
yang ada didalamnya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa novel adalah karangan prosa yang lebih panjang dari
cerpen, namun lebih pendek daripada roman, yang isinya mengungkapkan suatu kejadian yang
penting, menarik dari kehidupan seseorang secara singkat dari pokok-pokok saja. Juga
perwatakan pelaku-pelakunya digambarkan secara garis besar saja, tidak sampai pada masalah
yang sekecil-kecilnya.

3. Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif merupakan pendekatan yang paling penting sebab pendekatan
apapun yang dilakukan pada dasarnya bertumpu pada karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini
memusatkan perhatian semata-mata pada unsur-unsur yang dikenal dengan analisis intrinsik.
Misalnya dalam karya fiksi yang dicari adalah unsur-unsur plot, tokoh, latar, sudut pandang.
Melalui pendekatan objektif, unsur-unsur intrinsik akan dieksploitasi secara maksimal.
Teori objektif merupakan teori sastra yang memandang karya sastra sebagai dunia
otonom, sebuah dunia yang dapat melepaskan diri dari siapa pengarangnya, dan lingkungan
sosial-budayanya. Karya sastra harus dilihat sebagai objek yang mandiri dan menonjolkan
karya sastra sebagai struktur verbal yang otonom dengan koherensi intern. Dalam teori ini
terjalin secara jelas antara konsep-konsep kebahasaan (linguistik) dengan pengkajian karya
sastra itu sendiri, baik secara metaforis maupun secara elektis. Istilah lain dari teori objektif
adalah teori struktural. Ciri-ciri teori objektif sebagai berikut.
1) Memandang karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri sendiri.
2) Menghubungkan konsep-konsep kebahasaan (linguistik) dalam mengkaji suatu karya sastra.
3) Pendekatan yang dilihat dari eksistensi sastra itu sendiri berdasarkan konvensi sastra yang
berlaku.
4) Penilaian yang diberikan dilihat dari sejauh mana kekuatan atau nilai karya sastra tersebut
berdasarkan keharmonisan semua unsur-unsur pembentuknya.
5) Struktur tidak hanya hadir melalui kata dan bahasa, melainkan dapat dikaji berdasarkan unsur-
unsur pembentuknya seperti tema, alur, penokohan, latar.
6) Untuk mengetahui keseluruhan makna dalam karya sastra, maka unsur-unsur pembentuknya
harus dihubungkan satu sama lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pendekatan objektif adalah pendekatan yang dilakukan
pada dasarnya bertumpu pada karya sastra itu sendiri. Pendekatan ini memusatkan perhatian
semata-mata pada unsur-unsur yang dikenal dengan analisis intrinsik. Misalnya dalam karya
fiksi yang dicari adalah unsur-unsur plot, tokoh, latar, sudut pandang. Melalui pendekatan
objektif, unsur-unsur intrinsik akan dieksploitasi secara maksimal.

4. Sinopsis novel Roro Mendut


Dahulu, di pesisir pantai utara Pulau Jawa, tepatnya di daerah Pati, Jawa Tengah, ada
sebuah desa nelayan bernama Teluk Cikal. Desa itu termasuk ke dalam wilayah Kadipaten Pati
yang diperintah oleh Adipati Pragolo II. Kadipaten Pati sendiri merupakan salah satu wilayah
taklukan dari Kesultanan Mataram yang dipimpin oleh Sultan Agung. Di teluk Cikal, hidup
seorang gadis anak nelayan bernama Roro Mendut. Ia seorang gadis yang cantik dan rupawan.
Roro Mendut juga dikenal sebagai seorang gadis yang teguh pendirian, ia tak sungkan-sungkan
menolak para lelaki yang datang melamarnya sebab ia sudah memiliki calon suami, yakni
seorang pemuda desa yang tampan bernama Pranacitra, putra Nyai Singabarong, seorang
saudara kaya raya.
Suatu hari, berita tentang kecantikan dan kemolekan Roro Mendut terdengar oleh Adipati
Pragolo II. Penguasa Kadipaten Pati itu pun bermaksud menjadikannya sebagai selir. Sudah
berkali-kali ia membujuknya, namun Roro Mendut tetap menolak. Merasa dikecewakan,
Adipati Pragolo II mengutus beberapa pengawalnya untuk menculik Roro Mendut. Hari itu,
ketika Roro Mendut sedang asyik menjemur ikan di pantai seorang diri, datanglah utusan
Adipati Pragolo. Para pengawal itu menarik kedua tangan Roro Mendut dengan kasar, mereka
tidak peduli dengan rengekan Roro Mendut. Mereka terus menyeret gadis itu naik ke kuda lalu
membawanya ke keraton. Sebagai calon selir, Roro Mendut dipingit di dalam Puri Kadipaten
Pati di bawah asuhan seorang dayang bernama Ni Semangka dengan dibantu oleh seorang
dayang yang lebih muda bernama Genduk Duku.
Sementara Roro Mendut dalam masa pingitan, di Kadipaten Pati sedang terjadi gejolak.
Sultan Agung menuding Adipati Pragolo II sebagai pemberontak karena tidak mau membayar
upeti kepada Kesultanan Mataram. Sultan Agung pun memimpin langsung penyerangan ke
Kadipaten Pati. Sultan Agung tidak mampu melukai Adipati Pragolo II karena penguasa Pati
itu memakai kere waja (baju zirah) yang tidak mempan senjata apapun. Melihat hal itu, abdi
pemegang payung sang Sultan bernama Ki Nayadarma meminta ijin untuk mengahadapi
Adipati Pragolo. Berbekal tombak pusaka Baru Klinting, Ki Nayadarma langsung menyerang
Adipati Pragolo II. Namun serangannya masih mampu ditepis oleh Adipati Pragolo II. Saat
Adipati itu lengah, Ki Nayadarma dengan cepat menikamkan pusaka Baru Klinting ke bagian
tubuh sang Adipati yang tidak terlindungi oleh baju zirah. Adipati Pragolo pun tewas seketika.
Sementara itu, para prajurit yang dikomandani panglima perang Mataram, Tumenggung
Wiraguna segera merampas harta kekayaan Kadipaten Pati, termasuk Roro Mendut.
Tumenggung Wiraguna langsung terpesona saat melihat kecantikan Roro Mendut. Ia pun
memboyong Roro Mendut ke Mataram untuk dijadikan selirnya. Tumenggung Wiraguna
berkali-kali membujuk Roro Mendut untuk dijadikan selir, namun selalu ditolak. Bahkan
dihadapan panglima itu, ia berani terang-terangan menyatakan bahwa dirinya telah memiliki
kekasih bernama Pranacitra. Sikap Roro Mendut yang keras kepala itu membuat Tumenggung
Wiraguna murka. Ia mengancam jika Roro Mendut tidak mau menjadi selirnya, maka Roro
Mendut harus membayar pajak kepada Mataram. Roro Mendut tidak gentar mendengar
ancaman itu. Ia lebih memilih membayar pajak daripada harus menjadi selir Tumenggung
Wiraguna. Karena masih dalam pengawasan prajurit Mataram, Roro Mendut kemudian
meminta ijin untuk berdagang rokok di pasar. Tumenggung Wiraguna pun menyetujuinya.
Ternyata, dagangan rokoknya laku keras, bahkan orang juga beramai-ramai membeli puntung
rokok bekas isapan Roro Mendut. Suatu hari, ketika sedang berjualan di pasar, Roro Mendut
bertemu dengan Pranacitra yang sengaja datang mencari kekasihnya itu. Pranacitra berusaha
mencari jalan untuk bisa melarikan Roro Mendut dari Mataram.
Setiba di istana, Roro Mendut menceritakan perihal pertemuannya dengan Pranacitra
kepada Putri Arumardi, salah seorang selir Wiraguna, dengan harapan dapat membantunya
keluar dari istana. Roro Mendut tahu persis bahwa Putri Arumardi tidak setuju jika Wiraguna
menambah selir lagi. Putri Arumardi dan selir Wiraguna lainnya yang bernama Nyai Ajeng
menyusun siasat untuk mengeluarkan Roro Mendut ke luar dari istana. Bersama dengan
Pranacitra, Roro Mendut berusaha untuk kembali ke kampung halamannya di Kadipaten Pati.
Namun sungguh disayangkan, pelarian Roro Mendut dan Pranacitra diketahui oleh
Wiraguna. Pasangan ini akhirnya berhasil ditemukan oleh prajurit Wiraguna, Roro Mendut pun
dibawa kembali ke Mataram. Sedangkan secara diam-diam, Wiraguna memerintahkan abdi
kepercayaannya untuk menghabisi nyawa Pranacitra. Alhasil, kekasih Roro Mendut itu tewas
dan dikuburkan di sebuah hutan terpencil di Ceropan, Desa Gandhu, terletak kurang lebih 9
kilometer sebelah timur kota Yogyakarta.
Sepeninggal Pranacitra, Tumenggung Wiraguna kembali membujuk Roro Mendut agar
mau menjadi selirnya. Namun, usahanya tetap sia-sia gadis cantik itu tetap menolak. Sang
panglima pun tidak kehabisan akal, ia kemudian menceritakan perihal kematian Pranacitra
kepada Roro Mendut. Roro Mendut tak percaya dan meminta untuk membuktikannya, betapa
terkejutnya Roro Mendut begitu sampai di tempat Pranacitra dikuburkan. Ia berteriak histeris
di hadapan makam kekasihnya. Kemudian Wiraguna mengajak Roro Mendut untuk
meninggalkan makam itu. Roro Mendut pun bangkit lalu mengikuti Wiraguna sambil terus
menangis. Belum jauh mereka meninggalkan tempat pemakaman itu, Roro Mendut pun murka
dan mengancam akan melaporkan perbuatan Wiraguna kepada Raja Mataram, Sultan Agung.
Seketika, Wiraguna menjadi sangat marah. Ia kemudian menarik tangan Roro Mendut untuk
dibawa pulang ke rumahnya. Namun, gadis itu menolak dan meronta-ronta untuk melepaskan
diri. Begitu tangannya terlepas, ia menarik keris milik Wiraguna yang terselip di pinggangnya.
Roro Mendut kemudian berlari menuju makam kekasihnya, Panglima itu pun berusaha
mengejarnya.
Setiba di makam Pranacitra, Roro Mendut bermaksud untuk bunuh diri. Tumenggung
Wiraguna berusaha untuk menghentikannya, namun sudah terlambat. Roro Mendut telah
menikam perutnya dengan keris yang dibawanya. Tubuhnya pun langsung roboh dan tewas di
samping makam kekasihnya. Melihat peristiwa itu, Wiraguna merasa menyesal atas
perbuatannya. Penyesalan itu tak ada gunanya karena semuanya sudah terjadi. Untuk menebus
kesalahannya, Tumenggung Wiraguna menguburkan Roro Mendut satu liang dengan
Pranacitra.

C. Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan pada analisis ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode
deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian (novel, drama, cerpen,
puisi) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.
Dengan metode deskriptif, seseorang peneliti sastra dituntut mengungkap fakta-fakta yang
tampak atau data dengan cara member deskripsi. Derkripsi merujuk pada tindakan analisis
interpretative, yaitu peneliti melakukan tafsir terhadap temuan data dari sudut fungsi atau peran
kaitannya dengan unsur lain. (siswantoro, 2010 : 56-57).
Metode kualitatif adalah metode yang memberikan perhatian terhadap data alamiah,
melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan, dan memperhatikan hakikat nilai-nilai.
Dalam ilmu sastra sumber datanya adalah karya, dan naskah sebagai data penelitiannya.
Bentuk penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan di
kamar kerja peneliti atau perpustakaan, peneliti memperoleh data dan informasi tentang objek
telitinya lewat buku-buku dan media visual lainnya (Semi,1993 : 8)
1. Objek penelitian
Dalam penelitian ini objek yang dikaji adalah aspek sosial dalam novel Roro Mendut karya
Ajip Rosidi.
2. Teknik analisis data
Teknik analisisnya yaitu dengan membaca dan menyimak novel Roro Mendut karya Ajip
Rosidi secara cermat, terarah dan teliti.Kemudian mencatat aspek sosial yang terdapat dalam
novel tersebut.

D. Hasil dan Pembahasan


Unsur Intrinsik
1. Tema : Percintaan
2. Tokoh dan Penokohan
1) Roro Mendut
- Wanita yang cantik : Ia hanyalah anak orang kebanyakan saja yang hidupnya tak
berkecukupan pula! Anak Prodo seorang tukang bakul. Tetapi wajahnya sungguh cantik dan
sejak kecil orang sudah bisa melihatnya, bahwa ia akan menjadi bintang cemerlang.
- Pemberani : ”Jangankan hanya dimestikan membayar cukai tiga real sehari, bahkan masuk
ke lubang naga sekalipun hamba bersedia...”
2) Pranacitra
- Laki-laki yang tampan : Pranacitra berjalan terus diikuti oleh kedua pengiringnya. Dan
disepanjang jalan orang-orang memandangnya dengan mata terbeliak, seakan-akan tak hendak
melepaskan jejaka tampan itu dari pandangnya.
- Sopan : Ki Tumenggung memperhatikan jejaka rupawan itu. Ia merasa senang melihat pemuda
yang tampan serta sopan.
3) Tumenggung Wiraguna
- Setia : Seperti juga Ki Tumenggung setia mengabdi kepada Kanjeng Sultan junjungan seluruh
negeri, para hambanya pun setia kepadanya.
- Baik hati tapi pemarah : Karena sifat-sifat baik itu, maka Tumenggung sungguh dicintai dan
disayangi para hambanya.
Sementara itu terdengar geram Ki Tumenggung menyatakan amarahnya. Suaranya keras dan
kata-katanya kasar.
4) Nyai Ajeng
- Setia pada suami : Sebagai istri yang setia dan senantiasa menaruh perhatian yang besar
terhadap diri dan kepentingan suaminya, Nyai Ajeng sangat merasakan suasana murung itu.
5) Nyai Singobarong : Ibu Pronocitro, beliau digambarkan sebagai janda kaya yang baik hati
bijaksana, dan penyayang.
- Oleh Nyai Randa Singobarong, Blendung dan Jagung sering diberi nasehat.
- Nyai Singobarong sangat menyayangi-mencintai putra tunggalnya, karena itu hatinya segera
hancur kalau melihat wajah putra kekasihnya itu berubah.
6) Ki Jagung dan Ki Blendung : Ponokawan Pronocitro, mereka baik, lucu, dan setia.
- Keduanya pun masih muda-muda, usianya tak terpaut jauh Ki Pronocitro. Yang seorang
namanya Blendung, yang kedua disebut Ki Jagung. Blendung dan Jagung merupakan pasangan
yang lucu, dan senantiasa bisa menyenangkan hati tuanya.
3. Alur dan Pengaluran
1) Paparan : Tumenggung Wiroguno berhasil mengalahkan Bupati Pati Adipati Progolo dan
membawa harta dari pati serta wanita boyongan dari Pati.
2) Permasalahan awal : Tumenggung Wiroguno bermaksud memperistri salah satu wanita
boyongan tersebut yang bernama Roro Mendut. Namun, Roro Mendut menolak karena dia
tidak sudi menikah dengan laki-laki yang seharusnya menjadi kakeknya itu.
3) Konfliks : Tumenggung Wiroguno marah dan merasa terhina karena ditolak oleh Roro Mendut
lalu menghukum Roro Mendut untuk membayar upeti. Roro Mendut menyanggupi hukuman
itu dan meminta modal untuk berjualan rokok di pasar Prawiromantren.
4) Peleraian : Karena kecantikannya kedai rokok Roro Mendut sangat laris oleh para laki-laki
sehingga ia bisa membayar uang untuk upeti.
5) Selesaian : Roro Mendut berlari menusukan diri pada keris yang masih berlumuran darah
Pranacitra, karena mereka telah berjanji sehidup semati namun cintanya terhalang oleh
Tumenggung Wiroguno.
4. Latar
1) Tempat : Pantai Utara Teluk Cikal, Puri Pati, Kuthanegara, Istana Kerajaan Sultan Agung,
Puri Wiragunan, Pasar, Muara Sungai Oya-Opak
- Ombak-ombah berbuih di pantai kampong nelayan Telukcikal pagi itu.
- Bagi Nyai Ajeng soalnya sudah jelas. Perawan pantai itu selekas mungkin ditolak dari Puri
Wirogunan.
- Maka jadilah, di warung pasar, dekat persambungan ayam. Roro Mendut dan dayang-
dayangnya memperoleh tempat bagus untuk berjualan.
- Orang-orang di pasar semakin banyak yang antri, maka seperti ular naga rimba. Mentaoklah
panjang urut-urutan.
- Pada hari itu juga pasukan-pasukan Wiroguno berhasil memergoki Pronocitro dan kekasihnya
di rakit dekat muara Sungai Oya-Opak.
b) Waktu : Siang hari, pagi hari.
- Pada siang hari, ayam jago masih disabung, tetapi setelah dua atau tiga gebrakan saja, Ki
Tumenggung segera masuk ke dalam pedaleman dan tidak pernah muncul pula.
- Hari masih agak pagi. Tetapi hari itu Kangjeng Tumenggung Wiroguno tidak berangkat
menghadap ke keraton.
5. Penceritaan (sudut pandang) : Menggunakan pencerita ekstern karena pengarang turut hadir
dalam teks dengan menyebut nama tokoh (Orang ketiga pelaku utama).
6. Gaya Bahasa
Dalam novel ini pengarang banyak menggunakan majas, seperti :
Majas Personifikasi :
“Maka pelayan yang selalu sigap disampingnya, segera mengambil piring yang indah
bertahtakan ukiran keemasan itu, menggantinya dengan piring lain yang tipis tak kalah
indahnya.”

E. Kesimpulan dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat di kemukakan beberapa
kesimpulan penelitian ini, yaitu :
a) Tema yang terdapat dalam novel Roro Mendut karya Ajip Rosidi, yaitu tentang percintaan.
Karena di dalam novel ini diceritakan kisah cinta Roro Mendut yang terhalang oleh
Tumenggung Wiroguno, dan perjuangan Roro Mendut dalam memperjuangkan cintanya pada
Pronoctro.
b) Di dalam novel Roro Mendut, pengarang menggunakan beberapa latar tempat yaitu di Pantai
Utara Teluk Cikal, Puri Pati, Kuthanegara, Istana Kerajaan Sultan Agung, Puri Wiragunan,
Pasar, Muara Sungai Oya-Opak.
c) Tokoh-tokoh dalam novel ini, diantaranya Roro Mendut dengan watak gigih dalam
memperjuangkan keinginannya dan menunjukkan ketulusan cintanya pada Pronocitro,
Tumenggung Wiroguno dengan watak suka memaksa, sewena-wena, dan Pronocitro yang
digambarkan sebagai laki-laki tampan, gagah, dan pemberani.
Dalam menganalisis sebuah novel sebaiknya kita harus mempelajari terlebih dahulu
unsur-unsur yang ada di dalamnya. Bagi pembaca diharapkan bisa lebih memahami unsur-
unsur intrinsik karya sastra terutama dalam bentuk novel dan dapat menemukan unsur-unsur
tersebut dalam cerita novel dengan sangat mudah.

F. Daftar Pustaka
Kutha Ratna S U, Prof. Dr. Nyoman. 2004 Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra
Yogyakarya : Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai