Anda di halaman 1dari 2

Judul buku : Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu

Tahun Terbit : 2017

Penulis : Mahfud Ikhwan

Penerbit : Marjin Kiri

Seorang buruk rupa yang perangainya tak ramah hampir selalu dijauhi orang. Lebih dijauhi lagi kalau
dirinya berprofesi sebagai pembunuh bayaran. Mat Dawuk persis begitu. Protagonis utama pada novel
berjudul Dawuk ini adalah seorang introvert buruk rupa yang berprofesi sebagai tukang jagal di Negeri
Jiran.

Roman ini bermula ketika Mat Dawuk bertemu Innayatun di perantauannya. Keduanya bertemu dalam
sebuah pertemuan yang tak terencana. Disebut tak terencana sebab Mat Dawuk memang tidak berniat
mencari kekasih, begitupun Innayatun yang malah sedang dalam pelarian dari terror kekasihnya. Tapi
keduanya bertemu, dan dari situlah kisah cinta merekayang didominasi darah dan tragedidimulai.

Mat Dawuk sudah buruk rupa dari lahir. Ia dibenci dan ditelantarkan ayahnya karena dituduh menjadi
dalang kematian ibunya ketika melahirkan dirinya. Mat dijauhi orang desa dan tak punya teman. Ketika
dewasa Mat tak perlu berpikir dua kali untuk pergi merantau ke Malaysia.

Hidup keras sedari kecil menjadikannya seorang pembunuh. Di Malaysia, ia menjadi pekerja ganda; kuli
bangunan dan tukang jagal. Kesenangan Mat hanya berasal dari koleksi Bollywood-nya. Mulai dari film-
film hingga musik India. Secara umum, hidupnya di perantauan lebih tenang karena orang-orang di
sekitarnya tidak begitu mempedulikan wajah buruk rupa miliknya.

Mat lalu bertemu Innayatun. Menyelamatkannya dari kekasih satu malamnya yang posesif dan suka main
tangan. Lantas mereka jatuh cinta dan menikah. Berkat bujukan Innayatun, Mat bersedia pulang ke
Rumbuk Randu dan menetap di tanah kelahirannya itu. Kepulangan mereka mendapat tatapan sinis oleh
warga desa. Orang tua Innayatun malu bukan kepalang anak perempuan mereka membawa pulang suami
buruk rupa. Mereka akhirnya mengasingkan diri dengan tinggal di sebuah bekas kandang sapi di pinggir
hutan. Mat berjanji akan berhenti membunuh dan hidup damai bersama Innayatun. Hingga akhirnya,
sebuah tragedi memaksa Mat merusak janji itu.

Begitulah garis besar kisah Mat Dawuk dan Innayatun dalam Dawuk. Kisah cinta antara si jelek dengan si
jelita, yang sebenarnya bukan barang baru. Sudah ada klasik seperti Beauty and The Beast karangan
Gabrielle-Suzanne Barbot (1740), misalnya. Bedanya, apa yang diceritakan Dawuk bukan perjuangan
bagaimana pasangan ganjil ini dapat bersama, melainkan kenyataan yang harus mereka hadapi setelah
bersama. Isu kesenjangan paras diposisikan sebagai sumber motif utama bagi para tokoh untuk
melakukan hal-hal yang mereka lakukan. Misalnya, alasan warga Rumbuk Randu membenci Mat Dawuk
adalah karena keburuk-rupaannya dikatakan dapat membawa sial. Sebaliknya, paras cantik Innayatun
menjadi sebab dirinya dibenci para wanita di Rumbuk Randu karena iri. Hampir semua sikap tokoh
sepanjang cerita ini, kalau ingin dirunut sebabnya, bermuara dari satu sumber tersebut.

Dawuk menjadi bacaan yang terasa dekat dengan cita rasa masyarakat Indonesia berkat latar sosial
Rumbuk Randu yang kuat. Nilai-nilat adat yang dijalankan secara konservatif dan tanpa kompromi, namun
di sisi lain juga digunakan sesuai kepentingan pengayomnya, menjadi ironi yang biasa terdengar di telinga
kita. Belum lagi simbol-simbol agama yang juga bermunculan di sana-sini juga memberikan ciri relijiusitas
yang kita lakoni sehari-hari.

Meski begitu, dimensi absurditas yang disisipkan diam-diam oleh Mahfudyang baru akan pembaca
sadari di akhir bukuberpotensi menjadi sebuah bumerang yang memberi lecet pada kesempurnaan
kisah Mat Dawuk. Tergantung pada penerimaan masing-masing pembaca. Ia membawa pembaca kembali
ke titik nol dengan menggoda kita untuk bertanya: apakah kisah ini seluruhnya bohong?

Anda mungkin juga menyukai