0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
63 tayangan2 halaman
Ada beberapa perbedaan antara novel "Ronggeng Dukuh Paruk" dan film "Sang Penari". Di novel, Srintil menjadi penari sejak usia 11 tahun setelah melalui ritual, sedangkan di film saat dewasa. Di film ditambah tokoh Surti sebagai penari terakhir yang gerakannya ditiru Srintil, tidak seperti di novel yang menari karena kerasukan. Beberapa adegan seperti Rasus membunuh perampok dan Rasus bekerja di pasar dihilangkan d
Ada beberapa perbedaan antara novel "Ronggeng Dukuh Paruk" dan film "Sang Penari". Di novel, Srintil menjadi penari sejak usia 11 tahun setelah melalui ritual, sedangkan di film saat dewasa. Di film ditambah tokoh Surti sebagai penari terakhir yang gerakannya ditiru Srintil, tidak seperti di novel yang menari karena kerasukan. Beberapa adegan seperti Rasus membunuh perampok dan Rasus bekerja di pasar dihilangkan d
Ada beberapa perbedaan antara novel "Ronggeng Dukuh Paruk" dan film "Sang Penari". Di novel, Srintil menjadi penari sejak usia 11 tahun setelah melalui ritual, sedangkan di film saat dewasa. Di film ditambah tokoh Surti sebagai penari terakhir yang gerakannya ditiru Srintil, tidak seperti di novel yang menari karena kerasukan. Beberapa adegan seperti Rasus membunuh perampok dan Rasus bekerja di pasar dihilangkan d
Perbedaan Novel “Ronggeng Dukuh Paruk” dan Film “Sang Penari”
1. Di novel, Srintil menjadi penari dan diangkat menjadi
ronggeng setelah melalui ritual bukak klambu di usia 11 tahun. Sementara di film, srintil sah menjadi ronggeng di Dukuh Paruk setelah ia beranjak dewasa (seusia Prisia Nasution, pemeran Srintil dalam film Sang Penari). 2. Di novel, diceritakan bahwa ada dua ritual yang harus dilalui Srintil untuk menjadi ronggeng, yaitu upaca di makam Ki Secamenggala dan bukak kelambu. Akan tetapi yang ditampilkan di film hanya ritual bukak kelambu. Ritual uparanya dihilangkan. 3. Di film terjadi penambahan tokoh, yaitu tokoh Surti yang diperankan oleh Happy Salma. Surti adalah ronggeng terakhir di Dukuh Paruk. Srintil bisa menari karena meniru gerakan Surti saar meronggeng. Sementara di novel, diceritakan bahwa Srintil mendadak bisa menari tanpa diajari oleh siapapun karena kerasukan indang ronggeng. Bukan karena meniru gerakan ronggeng terakhir di Dukuh Paruk sebab ronggeng terakhir sendiri ada saat Srintil masih berusia 5 bulan. 4. Di film, ada scene di mana semua warga sudah berkumpul untuk menyaksikan Srintil menari tetapi kecewa karena malam itu Srintil tidak kunjung berdiri dan mulai menari. Sedangkan di novel, Srintil digambarkan sebagai seorang anak kecil yang sangat pandai dan lincah menari. Semua warga bisa menikmati tarian Srintil sejak pertama kali Srintil menari di kampung itu. 5. Di novel, dituliskan bahwa Rasus dan kedua temannya pernah ingin mencabut singkong dari akarnya tetapi tidak bisa karena tanahnya keras sehingga mereka memutuskan untuk mengencingi tanah tersebut agar basah dan singkongnya mudah dicabut. Sementara di film, scene ini tidak ada. Di film tanah Dukuh Paruk terlihat subur. 6. Di novel diceritakan bahwa Srintil kecil pernah menari di bawah pohon diiringin musik yang dibuat oleh Rasus dan kedua temannya. Tetapi di film tidak ada scene ini sebab Srintil menjadi penari setelah tumbuh dewasa. 7. Di novel dituliskan saat Rasus menyerahkan keris kecil warisan ayahnya ke Srintil, Srintil sedang tidur sehingga tidak menyadari kehadirannya. Sedangkan di dalam film, Rasus membangunkan Srintil dan menyerahkannya lagsung ke tangannya. Status kepemilikan keris ini juga berubah. Di novel diceritakan bahwa keris itu adalah milik ayah Rasus. Sedangkan di film keris itu adalah milik Surti, ronggeng terakhir di Dukuh Paruk. 8. Di novel ada diceritakan bahwa Rasus pernah berhasil membunuh dua orang perampok yang hendak menggeledah rumah Srintil. Sementara di film, adegan ini dihilangkan. 9. Di novel, diceritakan juga setelah ritual bukak klambunya Srintil, Rasus tinggal dan bekerja di Pasar Dawuan. Di film, scene ini dihilangkan. 10. Di novel, Srintil juga diceritakan pernah menajdi gawok (perempuan yang mengajari laki-laki tentang cara menjadi lelaki). Sementara di film, secene ini dihilangkan.