Anda di halaman 1dari 14

A.

Pendahuluan
1. Latar Belakang
Dalam perkembangan dakwah Islam di Indonesia, terdapat berbagai macam
faktor dalam penyebarannya, terlebih media. Pada sejarahnya media cukup
berperan aktif dalam mendongkrak semangat dakwah Islam. Mulai dari surau-
surau, sekolah, pesantren ataupun melalui media sastra, terlebih jika kita tarik lagi
jauh ke belakangan. Salah satu walisongo di pulau Jawa, yaitu Sunan Kalijaga
menggunakan media seni dalam menyebarkan ajaran Islam di masanya. Salah satu
karya Sunan Kalijaga yang juga menonjol adalah wayang kulit. Ahli sejarah
mencatat, wayang digemari masyarakat sebelum kehadiran Sunan Kalijaga adalah
wayang beber. Wayang ini sebatas kertas yang bergambar kisaah perwayangan.
Sunan Kalijaga diyakini sebagai pengubah wayang kulit. (Jhony, 2010: 19).
Dakwah sendiri sebenarnya merupakan suatu yang luwes, dan sebenarnya bisa
melalui berbagai media untuk menyampaikannya. Salah satunya adalah seni
peran, atau lebih dikenal dengan Teater. Kesenian ini bukanlah merupakan hal
yang baru di Indonesia, karena di beberapa daerah Indonesia seni peran cukup
banyak memiliki penikmat, terutama melalui Teater Tradisional yang digemari
oleh masyarakat dari berbagai macam kalangan. Sehingga teater sebagai media
dakwah pun bukan sebuah hal yang bukan berarti tidak bisa dilakukan.
Melalui makalah ini penulis akan memaparkan beberapa kelompok teater di
Indonesia yang menggunakan panggung teater sebagai media mereka untuk
menyebarkan dakwah Islam. Penulis mempunyai pandangan, bahwa berdakwah
itu tidak mesti di surau, mimbar ataupun melalu berbagai macam kajian-kajian
keislaman. Sebagai mana yang dilakukan oleh beberapa seniman-seniman teater di
Indonesia, yang menganggap panggung teater sebuah mimbar untuk mensyiarkan
dakwah Islam.
2. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan teater?
b. Apa yang dimaksud dengan dakwah?
c. Kelompok Teater mana saja yang bernafaskan Islam?

3. Hipotesis Kerja

1
Teater bukan hanya sekadar seni untuk menghibur, melainkan juga sebuah media
untuk menyiarkan ajaran-ajaran agama Islam.

B. Pembahasan
1. Pengertian Teater

Berbicara mengenai pengertian teater, tidak terlepas dari perkembangan


makna kata teater yang terus berkembang. “Kata teater dalam perkembangannya
sangat identik dengan kata drama yang berasal dari bahasa Yunani Kuno draomai
yang berarti bertindak atau berbuat dan drame yang berasal dari bahasa Perancis
yang dikemukakan oleh Diderot dan Beaumarchaid untuk menjelaskan lakon-
lakon mereka tentang kehidupan kelas menengah.” (Santosa, dkk. 2008:1)

Dengan demikian teater adalah pertunjukan lakon yang dimainkan di atas


pentas dan disaksikan oleh penonton. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan
bahwa istilah teater berkaitan langsung dengan pertunjukan, sedangkan drama
berkaitan dengan lakon atau naskah cerita yang akan dipentaskan. Jadi, teater
adalah visualisasi dari drama atau drama yang dipentaskan di atas panggung dan
disaksikan oleh penonton.

Teori-teori mengenai awal mula lahirnya teater seperti yang diutarakan


oleh Eko Santosa dkk, dalam bukunya seni teater, menerangkan bahwa pada
dasarnya teater itu berawal dari suatu kepercayaan terhadap pemujaan atau pujian
baik kepada tuhan ataupun pahlawan yang dimana dikemas dalam bentuk suatu
cerita yang kemudian dipertunjukkan dalam bentuk gerak pada suatu panggung
Apapun teori lahirnya teater, selama perkembangannya hingga saat ini, terdapat 5
hal utama sebagai bagian dari unsur pembentuk teater yang dikemukakan oleh
Santosa, dkk. (2008:44), yaitu:

1) Naskah Lakon
Naskah lakon sebagaimana karya sastra lain, pada dasarnya
mempunyai struktur yang jelas, yaitu tema, plot, setting, dan tokoh.
Akan tetapi, naskah lakon yang khusus dipersiapkan untuk dipentaskan
mempunyai struktur lain yang spesifik. Naskah pentas dengan naskah
untuk bacaan berbeda, “Dengan begitu dapat dimengerti bahwa

2
penekanan closet drama (roman) pada sastranya, sedangkan penekanan
drama pentas pada pertunjukannya.”(Atmaja, 2009:133)
2) Sutradara
Sebagai seorang pemimpin, sutradara harus mempunyai pedoman yang
pasti sehingga bisa mengatasi kesulitan yang timbul.
3) Pemain
Pemain adalah alat untuk memeragakan tokoh. Sebagai alat, pemain
mempunyai wewenang membuat refleksi dari naskah melalui dirinya.
4) Penonton
Tujuan terakhir suatu pementasan lakon adalah penonton. Respon
penonton atas lakon akan menjadi suatu respons melingkar, antara
penonton dengan pementasan.
5) Tata Artistik
Unsur artistik disini meliputi tata panggung, tata busana, tata cahaya,
tata rias, tata suara, tata musik yang dapat membantu pementasan
menjadi sempurna sebagai pertunjukan.
a. Tata panggung adalah pengaturan pemandangan di panggung
selama pementasan berlangsung
b. Tata cahaya atau lampu adalah pengaturan pencahayaan di
daerah sekitar panggung yang fungsinya untuk menghidupkan
permainan’
c. Tata musik adalah pengaturan musik yang mengiringi
pementasan teater yang berguna untuk memberi penekanan
pada suasana permainan dan mengiringi pergantian babak dan
adegan.
d. Tata suara adalah pengaturan keluaran suara yang dihasilkan
dari berbagai macam sumber bunyi seperti; suara aktor, efek
suasana, dan musik. Tata suara diperlukan untuk menghasilkan
harmoni.
e. Tata rias dan tata busana adalah pengaturan rias dan busana
yang dikenakan pemain. Gunanya untuk menonjolkan watak
peran yang dimainkan, dan bentuk fisik pemain bisa terlihat
jelas penonton.

3
a. Perbedaan Teater Modern dan Teater Tradisional

Membahas mengenai perbedaan antara teater modern dan tradisional,


di Bali khususnya Denpasar tidak terlepas dari perkembangan yang
berkesinambungan antara bentuk teater tradisional menjadi bentuk teater
modern seperti yang kita kenal saat ini. Menurut Prof. Bandem,
perkembangan teater sudah berawal dari abad sekitar abad ke14 berawal dari
sistem kerajaan yang sangat kental di bali pada masa itu, yang dikenal
dengan seni Gambuh. Suasthi Widjaja salah satu dosen ISI Denpasar
mengungkapkan, Gambuh yang terbentuk di Bali menjadi sumber yang
mempengaruhi bentuk-bentuk seni lain yang muncul kemudian.

Dalam perkembangan selanjutnya, kita dapat mengelompokkan jenis


teater menjadi 2, seperti yang dikemukakan oleh Eko Santosa dkk., dalam
bukunya seni teater, yaitu:

1. Teater Tradisional
Suatu bentuk teater yang bersumber dari tradisi serta budaya
daerah setempat, sesuai adat serta kebiasaan di daerah tersebut
seperti misalnya pemilihan jenis alat musik pengiring (ilustrasi),
jenis bahasa yang digunakan serta kisah atau cerita yang diangkat.
Hal ini menyebabkan bentuk pementasannya akan berbeda - beda
di setiap daerah. Di Bali, Gambuh merupakan dasar dari
perkembangan seni yang ada setelahnya, yang kemudian
berkembang menjadi bentuk arja, drama gong, bondres dan
sendratari¸ dimana ketiga jenis pementasan ini sudah memiliki alur
cerita serta plot kejadian seperti drama yang menggunakan sebuah
naskah, tetapi masih terikat oleh pakem budaya. Bentuk-bentuk
pertunjukan inilah yang kemudian akan bertransisi menjadi bentuk
teater baru.
2. Teater Modern

4
Perkembangan teater modern sampai saat ini, telah mengalami
beberapa kali transformasi bentuk. Penjabaran perkembangan
teater modern, sebagai berikut:

a. Teater Transisi
Kelompok teater ini merupakan kelompok teater tradisional
dengan model garapan yang mulai memasukkan unsur-unsur
teknik teater Barat. Perubahan tersebut terletak pada cerita yang
sudah mulai ditulis, meskipun masih dalam wujud cerita
ringkas atau outline story (garis besar cerita per adegan).
b. Teater Konvensional
Berawal dari Angkatan Pujangga Baru (1920-an), Masa
Penjajahan Jepang (1940-an), Masa Awal Kemerdekaan (1950-
an), Masa Akulturasi Etnis dengan Budaya Barat (1970-an)
serta Masa Orde Baru (1980-1990). Dari sisnilah kita mengenal
bentuk baku drama modern seperti yang kita kenal saat ini.
c. Teater Kontemporer
Gerakan ini terus berkembang sejak tahun 80-an sampai saat
ini. Konsep dan gaya baru saling bermunculan. Semangat
kolaboratif yang terkandung dalam seni teater dimanfaatkan
secara optimal dengan menggandeng beragam unsur
pertunjukan yang lain. Dengan demikian, wilayah jelajah
ekspresi menjadi semakin luas dan kemungkinan bentuk
garapan semakin banyak.

b. Jenis-Jenis Pementasan Teater Modern


Teater modern memiliki bentuk-bentuk pertunjukan yang beraneka
ragam. Berawal dari sejak Jaman Kuno sampai saat ini yang sifatnya
kontemporer. Namun bentuk pertunjukan yang biasa kita jumpai adalah
pementasan realisme dan surealisme. Perbedaan yang paling mendasar
antara kedua bentuk pementasan ini adalah pada bentuk garapan
pementasannya, dimana realisme menghadirkan segala macam bentuk
setting (perlengkapan panggung) yang mendukung ilusi pementasan secara

5
riil (nyata) sementara surealisme merupakan kebalikannya, dimana
sebagaian besar pementasannya menggunakan simbol-simbol tertentu untuk
menggambarkan suatu bentuk ataupun makna yang ingin disampaikan
kepada penonton. Bentuk pementasan teater modern dapat berupa:

1. Teater Boneka
Boneka sering dipakai untuk menceritakan legenda atau kisah-kisah
religius. Secara pertunjukkan dapat dikatakan sama dengan wayang
dalam teater tradisional, hanya saja isi dan bentuk yang disajikan,
berbeda, dimana teater boneka menggunakan boneka sebagai
pemerannya, yang tentunya diiringi oleh instrumen modern seperti
piano dan alat musik sejenis.
2. Drama Musikal
Merupakan pertunjukan teater yang menggabungkan seni menyanyi,
menari, dan akting. Drama musikal mengedepankan unsur musik,
nyanyi, dan gerak daripada dialog para pemainnya. Di panggung
dunia pementasan seperti ini lebih kita kenal dengan sebutan opera.
3. Teater Gerak
Teater gerak merupakan pertunjukan teater yang unsur utamanya
adalah gerak dan ekspresi wajah serta tubuh pemainnya. Penggunaan
dialog sangat dibatasi atau bahkan dihilangkan seperti dalam
pertunjukan pantomim klasik. Makna pesan sebuah lakon yang
hendak disampaikan semua ditampilkan dalam bentuk gerak.
4. Teater Dramatik
Bentuk teater yang menggunakan naskah drama sebagai patokannya.
Dimana dalam pementasan ini yang ditekankan adalah acting atau
penokohan karakter dalam penyampaian isi naskah tersebut, yang bisa
bersumber darimana saja, seperti kehidupan sehari-hari ataupun
mengangkat cerita klasik jaman dulu.
5. Teatrikalisasi Puisi
Pertunjukan teater yang dibuat berdasarkan karya sastra puisi. Karya
puisi yang biasanya hanya dibacakan dicoba untuk diperankan di atas
pentas. Karena bahan dasarnya adalah puisi maka teatrikalisasi puisi
lebih mengedepankan estetika puitik di atas pentas. Teatrikalisasi

6
puisi memberikan wilayah kreatif bagi sang seniman karena mencoba
menerjemahkan makna puisi ke dalam tampilan laku aksi dan tata
artistik di atas pentas, sesuai dengan pandangannya terhadap
pengertian dari puisi tersebut, yang tidak jarang termasuk ke dalam
bentuk.
2. Pengertian Dakwah
Dakwah secara etimologi berasal dari bahasa Arab, yaitu da’ayad’u-da’watan,
artinya mengajak, menyeru, memanggil. (Amin, 2009: 1).
Sedangkan orang yang melakukan seruan atau ajakan tersebut dikenal dengan
panggilan da’i artinya orang yang menyeru. Tetapi mengingat bahwa proses
memanggil atau menyeru tersebut juga merupakan suatu proses penyampaian
(tabligh) atas pesan-pesan tertentu, maka dikenal pula istilah muballigh yaitu
orang yang berfungsi sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan (message)
kepada pihak komunikan. (Tasmara, 1997: 31). Dengan demikian, secara
etimologis pengertian dakwah dan tabligh itu merupakan suatu proses
penyampaian (tabligh) pesan-pesan tertentu yang berupa ajakan atau seruan
dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Dengan demikian, secara etimologis pengertian dakwah dan tabligh itu
merupakan suatu proses penyampaian (tabligh) pesan-pesan tertentu yang berupa
ajakan atau seruan dengan tujuan agar orang lain memenuhi ajakan tersebut.
Untuk lebih jelasnya, pengertian dakwah secara terminologi akan penulis
sampaikan beberapa definisi dakwah yang dikemukakan oleh para ahli sebagai
berikut:
1. Menurut Prof. Toha Yahya Omar, M. A.
Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan
yang benar sesuai dengan perintah Tuhan, untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat (Omar, 1992: 13).
2. Menurut Dr. M. Quraish Shihab
Dakwah adalah seruan atau ajakan kepada keinsyafan atau usaha
mengubah situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna, baik
terhadap pribadi atau masyarakat. Perwujudan dakwah bukan sekedar
usaha peningkatan pemahaman dalam tingkah laku dan pandangan hidup
saja, tetapi juga menuju sasaran yang lebih luas. Apalagi pada masa

7
sekarang ini, ia harus lebih berperan menuju kepada pelaksanaan ajaran
Islam secara lebih menyeluruh dalam berbagai aspek.
3. Menurut Drs. Hamzah Ya’qub
Dakwah dalam Islam ialah mengajak umat manusia dengan hikmah
kebijaksanaan untuk mengikuti petunjuk Allah dan Rasulnya (Yaqub,
1992: 13).
Berbagai macam pemahaman mengenai pengertian dakwah sebagaimana
disebutkan di atas, meskipun terdapat perbedaan dalam perumusan,
tetapi apabila diperbandingkan satu sama lain, dapatlah diambil
kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Dakwah adalah proses penyampaian agama Islam dari
seseorang kepada orang lain.
2. Penyampaian ajaran Islam tersebut berupa ajakan kepada jalan
Allah dengan amr ma’ruf (ajaran kepada kebaikan) dan nahi
mun’kar (mencegah kemunkaran).
3. Dakwah adalah suatu aktivitas atau usaha yang dilakukan
dengan sadar dan terencana dengan tujuan terbentuknya suatu
individu atau masyarakat yang taat dan mengamalkan
sepenuhnya seluruh ajaran Islam.

Berdasarkan beberapa penjelasan dari dakwah di atas, maka berdakwah


pun bisa dilakukan dengan berbagai macam metode. Baik itu metode
ceramah, sastra ataupun melalui seni pertunjukan, yaitu teater.

4. Teater Bernafaskan Islam


Dalam sejarah perkembangan teater di Indonesia, kita kerap kali disajikan oleh
berbagai macam grup dan berbagai macam gagasan yang diangkat oleh masing-
masing grup teater. Mulai dari Bengkel Teater (WS. Rendra), Teater Populer
(Teguh Karya), Studiklub Teater Bandung (Jim Lim), Teater Kecil (Arifin C
Noer), Teater Mandiri (Putu Wijaya), Teater Koma (Nano Riantiarno) dan
berbagai macam teater lain di Indonesia.
Tiap grup teater tentunya mempunyai ciri dan pesan yang berbeda, namun dari
berbagai macam grup tersebut sedikit sekali yang menyiarkan tentang dakwah
Islam. Jika kita berkaca dari beberapa nilai dakwah di atas, sebenarnya banyak

8
pesan Islam yang bisa digaungkan melalui media panggung. Biarpun begitu bukan
berarti tidak ada grup ataupun sanggar yang tidak mempunyai nafas keislaman.
Beberapa grup teater yang mempunyai nafas keislaman dalam setip
pertunjukannya di antara lain adalah:

a. Teater Muslim
Teater Muslim Yogyakarta lahir di tengah maraknya pertumbuhan
teater modern di Yogyakarta. Seorang seniman Muslim yang bernama
Mohammad Diponegoro mendirikan Teater Muslim pada tanggal 25
September 1961. Sebagai grup teater yang bersumber dari ajaranajaran Islam,
Teater Muslim konsisten dengan kaidah-kaidah yang ada dalam Islam.
Pementasan perdananya yang berjudul Islmanya Umar Bin Chottob dan Iblis
membuktikan sikap konsisten tersebut.
Teater Muslim sejak awal menunjukkan pilihannya terhadap gaya
realisme. Gaya realisme sekaligus menunjukkan bahwa Teater Muslim adalah
teater modern. Pandangan modern ini sejalan dengan organisasi
Muhammadiyah sebagai induk yang mendukung kelahiran teater modern. Hal
itu dibuktikan dalam pementasan berikutnya yang mengangkat karya Ali
Audah yang berjudul Hari Masih Panjang dengan sutradara Pedro Sudjono.
Pementasana Hari Masih Panjang yang disutradarai Pedro Sudjono
sukses. Kesuksesan tersebut diikuti sukses pementasan berikutnya, yaitu Telah
Pergi Ia, Telah Kembali Ia karya dan sutradara Arifin C. Noer. Keberhasilan
Arifin C. Noer dalam menyutradari Telah Pergi Ia, Telah Kembali Ia
mengantarkan Teater Muslim pada posisi yang diperhitungkan dalam
percaturan teater di Yogyakarta.
Mohammad Diponegoro dengan kesungguhan hati menyiapkan lakon-
lakon yang bernafaskan Islam. Ia yakin bahwa lakon-lakon bernafaskan Islam
bisa diterima oleh masyarakat secara luas. Hal itu terbukti dengan suksesnya
lakon yang secara eksplisit bernafaskan Islam, yaitu Labbaika Ya Rabbi
Labbaika karya Mohammad Diponegoro.
Teater Muslim merupakan organisasi teater yang terbuka untuk
seniman-seniman Muslim. Saat itu, yaitu sekitar tahun 1960 -1970-an, banyak
seniman-seniman Muslim yang tergabung dalam Teater Muslim. Nama-nama
seniman Muslim yang turut mengokohkan keberadaan Teater Muslim adalah

9
Arifin C. Noer, Syubah Asa, Chaerul Umam, dan Amak Baljun (Iswantara,
2008:46).
Teater Muslim tidak hanya menggunakan media panggung sebagai
ruang berekspresi. Kemampuan Teater Muslim dalam berolah teater
dibuktikan dengan kemampuannya menghasilkan dramadrama televisi yang
berkualitas. Pada dekade 1970-an Teater Muslim menggelar drama dalam
mediatelevisi. Secara rutin Teater Muslim mengisi Mimbar Agama Islam
dengan fragmen-fragmen yang memikat. Fragmen-fragmen Teater Muslim
disiarkan sampai ke TVRI Surabaya. Melalui pementasanpementasan di
televisi inilah Teater Muslim sangat lekat di hati pemirsa Jawa Timur.
Teater Muslim dengan gaya realismenya berusaha mengenalkan teater
modern kepada masyarakat awam. Pada tahun 1960 – 1970 -an, masyarakat
awam belum mengenal teater modern dengan baik. Sebaliknya banyak
masyarakat yang menganggap teater modern sebagai tontonan orang pintar
yang sulit dipahami. Gaya realisme yang ditampilkan secara memikat oleh
Teater Muslim membuat masyarakat awam dapat menikmati teater.
Pementasan-pementasan Teater Muslim terus menuai sukses. Lakon-
lakon seperti Iblis, Prabu Salya, Umar Bin Khattab, Pulangnya Keluarga
Besar, Rencana Setan atau Pedro Dalam Pasungan semakin membawa Teater
Muslim sebagai grup teater yang diakui masyarakatnya. Slogan yang
dicanangkan Pedro Sudjono, yakni “ Memasyarakatkan teater dan
menteaterkan masyarakat” berusaha untuk diwujudkan secara terus-menerus.
Pedro Sudjono menunjukkan andilnya yang besar dalam Teater
Muslim. Pedro Sudjono jauh-jauh telah memiliki kesadaran bahwa Teater
Muslim perlu regenerasi agar keberadaannya sebagai grup yang memiliki
komitmen terhadap ajaranajaran Islam tetap terjaga. Pada tahun 1983 Teater
Muslim mengadakan regenerasi dengan membuat Teater Muslim Yunior.
Dalam upaya regenerasi itu, Teater Muslim Yunior mementaskan lakon Mega-
mega karya Arifin C. Noer di Seni Sono Art Gallery dengan sutradara Lik
Suyanto. Pementasan itu pun meraih sukses.
Pementasan-pementasan Teater Muslim dengan lakon-lakon yang
bernafaskan Islam menyita perhatian beberapa pengamat. Seorang pengamat
teater Niesby Sabakingkin (Minggu Pagi, 1 Januari 1984) menurunkan ulasan
sebagai berikut: Teater Muslim yang tidak selalu lepas memasukkan unsur

10
dakwah dan dikenal lewat media TV ternyata mendapat perhatian khalayak.
Mereka ingin menyaksikan pementasan secara langsung. Sistem panggung
telah terkelola, meski dialog yang terlalu wajar kadang-kadang kurang cocok
untuk komparasi setting panggung yang juga konvensional. Tetapi Teater
Muslim telah membuka minat teater-teater Yogya dan merangsang untuk
segera naik pentas.
Pementasan Teater Muslim yang banyak mendapat perhatian pengamat
adalah Si Bakhil yang digelar pada 2 Maret 1985 di Purna Budaya
Yogyakarta. Si Bakhil merupakan lakon yang diadaptasi dari karya pengarang
Perancis, yaitu Moliere. Pilihan lakon Si Bakhil ini sekaligus menunjukkan
bahwa Teater Muslim terbuka terhadap lakon yang memiliki potensi dijadikan
sebagai dasar untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam. Lakon Si Bakhil jelas
tidak berhubungan langsung dengan ajaran Islam, tetapi lakon ini secara
tersirat membentangkan pesan-pesan yang Islami. Pilihan ini sekaligus
menunjukkan bahwa Teater Muslim adalah grup teater modern yang terbuka
terhadap berbagai kemungkinan asal tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran
Islam.
Keberhasilan pementasan-pementasan Teater Muslim mengantarkan
Teater Muslim menggelar pertunjukan di berbagai tempat. Teater Muslim
tidak hanya pentas di Yogyakarta, tetapi di berbagai kota di Indonesia. Kota-
kota yang disinggahi Teater Muslim adalah Malang, Madiun, Mojokerto,
Jombang, Lamongan, Lawang, dan Gresik. Kota-kota di luar Jawa yang
disinggahi adalah Sumatera Utara, Ujung Pandang, Bontang, dan Sumatera
Selatan. Permintaan untuk pentas diberbagai kota ini menunjukkan Teater
Muslim makin populer di masyarakat.
Teater Muslim mengalami kevakuman dalam berproduksi pada tahun
1990. Pada tahun ini pementasan-pementasan teater di Yogyakarta secara
umum juga mengalami kemunduran produktivitas. Kevakuman Teater Muslim
sulit dihindari, mengingat regenerasi yang pernah ditempuh tidak berjalan.
Selain itu, para pendukung Teater Muslim terserap permasalahan domestik
rumah tangga yang sulit dihindari. Sajak saat ini kiprah Teater Muslim makin
tidak tercatat dalam peristiwa teater di Yogyakarta.
Pada tahun 2006 penggerak Teater Muslim yang utama, yaitu Pedro
Sudjono, meninggal dunia. Praktis Teater Muslim vakum. Pada tahun 2007,

11
beberapa anggota Teater Muslim yang masih ada di Yogyakarta mencoba
melakukan pementasan untuk memperingati setahun wafatnya Pedro Sudjono.
Lakon yang digelar adalah Rencana Setan atau Pedro dalam Pasungan dengan
sutradara Lik Suyanto. Lik Suyanto adalah anggota senior Teater Muslim yang
pernah menyutradarai Mega-Mega pada tahun 1983. Pementasan Pedro dalam
Pasungan.

b. Teater Kanvas
Didirikan pada tahun 1987 oleh Zak Sorga. Dalam perjalanannya telah
mementaskan puluhan naskah bertema sosial-kerakyatan bergaya komedi
hitam diberbagai kantong-kantong budaya dan kampus-kampus di seluruh
Indonesia, diantaranya : Aljabar, Berbiak dalam Asbak, Reuni Orang-orang,
Menumbangkan Kedzaliman, Intifadhah, Blangwir Nylonong di Priok,
Konspirasi, Kursi-kursi, Oksodus? Tidak, Peternakan Kota dan Tikus, Di Luar
Ruang, Ekosistem diatas Kompor, Revolusi Burung, Melawan Arus Sepatu,
Pasukan Berani Malu, Dongeng di Negeri Sulapan, Petruk Gugat/Wek-wek,
dll. Tampil di Graha Bhakti Budaya TIM, Gedung Kesenian Jakarta, Taman
Budaya Solo, Taman Budaya Lampung, dan lain-lain.
“Teater Kanvas tiga kali berturut-turut memenangkan Festival Teater Jakarta
sehingga dinobatkan sebagai Teater Senior.”
Sebagai komunitas teater yang berjiwa islami, Teater Kanvas telah dua
kali menjadi bahan skripsi S1 yang mengurai tentang kisi-kisi ke-islamannya,
salah satunya yang ditulis oleh Siska Dharmayantie SPA. S.Sos.I yang
berjudul TEATER SEBAGAI SARANA DA’WAH (Suatu tinjauan terhadap
Teater Kanvas jakarta) di Fakultas Agama Islam Universitas Islam As-
Syafi’iyah.
“Penonton Teater Kanvas kebanyakan warga pengajian (di panggung terbuka
menyedot sekitar empat ribu penonton untuk dua malam),-ibu, bapak,
pemuda, anak-anak kecil, bayi-bayi, putri-putri berjilbab- yang khusuk,
membludak memenuhi gedung pertunjukkan.”(Republika, 21 Agustus 1996)
Selain itu, fenomena Teater Kanvas mengundang komentar yang beragam dari
banyak pengamat seni dan Seniman seperti : Danarto, Syu’bah Asa, Chaerul
Umam, Pepeng dan lainnya. (Teaterkavas.wordpress.com)

12
C. Kesimpulan
Berkembangnya Islam di Indonesia tidak lepas dari pejuangan luhur para
penyebar ajaran Islam di masal lampau. Dalam menyebarkan ajaran Islam ada
berbagai macam cara dan juga media untuk menyiarkan dakwah Islam. Teater, selain
berupa seni dan hiburan masyarakat, panggung teater juga bisa menjadi mimbar-
mimbar dakwah bagi para seniman yang ingin menyiarkan tentang dakwah Islam.
Teater Muslim dan Teater Kanvas, keduanya merupakan bagian dari sejarah
perteateran di Indonesia. Terlebih lagi kedua grup teater tersebut secara konsisten
menyuarakan nilai-nilai keislamanya dalam setiap pertunjukan yang mereka
pentaskan. Hal tersebut bukanlah suatu yang baru, akan tetapi masih jarang sekali
orang yang mengetahuinya. Akan tetapi berdakwah melalui sebenarnya bisa menjadi
salah satu opsi di masa yang akan datang, terlebih semakin derasnya era informasi dan
globalisasi sehingga teater yang merupakan salah satu seni kontemporer bisa menjadi
salah satu opsi untuk berdakwah.

D. Daftar Pustaka
Hadi Saputra, Jhony. Mengungkap Perjalanan Sunan Kalijaga, Surabaya: Pustaka
Media, 2010
Santosa, Eka, dkk. Seni Teater Untuk Sekolah Menengah Kejuruan Jilid I, Jakarta:
Departemen Pendidkan Nasional, 2008
Atmaja, Jiwa. 2009. Tiga Dasa Warsa Teater Mini Bandung. Denpasar: Udayana
University Press
Amin, Syamsul Munir. Ilmu Dakwah. Jakarta, 2009
Tasmara, Toto. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997
Omar. Toha Yahya. Ilmu Dakwah. Jakarta: Penerbit Wijaya, 1992
Ya’qub, Hamzah. Publistik Islam, Teknik Dakwah & Leadership. Bandung: CV
Dipenogoro, 1992

13
Iswantara, Nur. Teater Muslim: Nafas Islami Teater Indonesia. Yogyakarta: Media
Kreativa, 2008
https://teaterkanvas.wordpress.com/tentangteaterkanvas/

14

Anda mungkin juga menyukai