Anda di halaman 1dari 10

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL SITI NURBAYA

Sri Yuliana S
Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan daerah
Fakultas Bahasa dan Seni,Unimed
sriyulianasitohang@gmail.com.m

ABSTRAK
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan citra tokoh utama perempuan dalam novel Siti Nurbaya karya Marah
Rusli.Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian adalah novel Siti Nurbaya karya Marah
Rusli.Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis teks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa citra tokoh utama
perempuan (Siti) yang terdapat dalam novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli sebagai perempuan yang mempunyai cita-cita
mulia, yakni emansipasi perempuan. Namun, cita-citanya tersebut belum terwujud karena perempuan pada saat itu
dianggap bodoh, mudah diperalat dan dianiaya oleh laki-laki (suami dan masyarakat laki-laki). Inilah yang terjadi pada diri
Siti Nurbaya, yang posisinya selalu termarginalkan.
Kata kunci : citra perempuan, novel,emansipasi wanita

1.Pendahuluan
Kajian perempuan di bidang sastra akhir-akhir ini mulai mengemuka, seiring dengan semakin mencuatnya
issu jender. Hal ini dapat dipahami sejalan dengan makin maraknya studi tentang perempuan di berbagai
kalangan.Pengarang sebagai pencipta karya sastra ikut ambil bagian menciptakan citra perempuan dalam
karyanya. Citra perempuan adalah rupa; gambaran; berupa gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai
pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase, atau kalimat yang
tampak dari peran atau fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat yang digambarkan para tokoh di dalam
sebuah cerita (Sugihastuti, 2000: 45). Sosok wanita dalam karya sastra juga sering ditampilkan sebagai manusia
kelas dua.
Dalam era modernisasi dan globalisasi, posisi perempuan bukan saja tersubordinasi, tetapi juga makin
tertindas dan rentan terhadap proses eksploitasi, komoditisasi, serta kekerasan, baik dalam lingkup publik
maupun pribadi (Krisnawaty, 1997). Garis yang kemudian ditarik dari situasi ini adalah keyakinan bahwa
persoalan ini dapat teratasi bila kaum perempuan itu sendiri melakukan perjuangan pembebasan dengan
kerangka kemartabatan manusia. Keberhasilan gerakan ini sangat bergantung pada kekuatan-kekuatan yang
ada di masyarakat. Dalam hal ini, kaum lelaki sebagai bagian dari anggota masyarakat itu sendiri, mau tidak
mau, harus membantunya demi terangkatnya martabat kaum perempuan. Kondisi keterpurukan kaum
perempuan tersebut, tidak saja terlihat dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tetapi dalam karya-karya
sastra pun dapat dijumpai terkhususnya di dalam novel Siti Nurbaya.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yakni mendeskripsikan citra tokoh
utama perempuan dalam karya, apakah diposisikan sebagai sosok yang termarginalkan atau sebagai sosok yang
diberi peranan sebagai pemegang kendali kepemimpinan dalam kultural maupun struktural. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan objektif, yakni pendekatan yang menitikberatkan pada karya sastra itu sendiri
(Sunardjo, 2001). Sumber data penelitian ini adalah novel "Siti Nurbaya" karya Marah Rusli.
Novel ini dipilih karena dianggap sebagai puncak karya sastra Angkatan 20 dan Pujangga Baru.Novel ini
merupakan karya sastra yang benar-benar bermutu, yang banyak dibicarakan orang (Badudu, 1982). Di samping
itu, novel ini diasumsikan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang telah diajukan pada bagian
perumusan masalah. Data penelitian ini dikumpulkan dengan pencatatan dokumen (Denscombe, 1998). Data
dikumpulkan dengan pencatatan yang diterapkan hampir sejalan dengan teknik pembacaan terhadap novel
tersebut. Data penelitian yang terkumpul dianalisis secara induktif (Lincoln & Guba, 1985). Artinya, hal-hal
khusus yang ditemukan selama penelitian dikelompokkan bersama-sama, lalu dibuat abstraksinya menolak
hipotesis yang dibuat sebelum studi dimulai, tetapi digunakan untuk memudahkan pendeskripsian data. (Bogdan
& Biklen, 1990). Di samping itu, data yang terkumpul tidak digunakan untuk membuktikan atau atau menolak
hipotesis yang dibuat sebelum studi dimulai, tetapi digunakan untuk memudahkan pendeskripsian data.

3.Hasil Penelitian dan Pembahasan


3.1 Hasil Penelitian
Dalam novel ini,Siti Nurbaya sebagai tokoh utama perempuan yang getol dengan gerakan emansipasinya
dalam memajukan kaumnya. Serta sebagai tokoh yang ingin memajukan kaum perempuan lewat gerakan
emansipasinya. Namun demikian, gerakan emansipasinya tersebut baru sebagian kecil saja terwujud dalam
kehidupan sosial, seolah kaum perempuan tidak memiliki kemampuan seperti kaum laki-laki, tetap saja dianggap
sebagai kaum yang termarginalkan. Tidak banyak diberikan kesempatan untuk berperan dan bertanggung jawab
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hanya diberikan tugas domestik untuk mengasuh
anak dan mengurus rumah tangga. Siti Nubaya dicitrakan sebagai tokoh utama perempuan yang berpikiran maju
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun demikian, di sisi lain tetap saja dianggap
sebagai sosok yang lemah, yang harus bertanggung jawab terhadap kehidupan keluarganya. Perempuan hanya
diberikan peran domestik, mengasuh anak dan mengurus rumah tangga. Terkait dengan peran tersebut,
perempuan hendaknya berjuang dalam masyarakat untuk kemajuan bangsanya, terutama untuk kemajuan kaum
perempuan sendiri. Perempuan dan laki-laki harus sejajar, tegak sama tinggi duduk sama rendah (emansipasi
perempuan). Selain itu, kaum perempuan hendaknya berpikir bagaimana menjadi perempuan Indonesia di era
modern sekarang ini , yang berperan dalam pembangunan. Bagaimana seharusnya sikap perempuan dalam
masyarakat dan masa yang akan datang.Kaum perempuan sendirilah yang harus berjuang untuk memperbaiki
nasib mereka agar mereka mendapat penghargaan di mata masyarakat sendiri. Tujuan perempuan dalam hidup
ini bukan melulu hanya perkawinan, melainkan lebih luas daripada itu. Mereka harus juga bergerak dalam
masyarakat sebagai kaum laki-laki, menjadi pemimpin di kantor-kantor, menjadi hakim, wartawan, ilmuwan, juru
terbang, dan sebagainya. Dengan demikian, posisi termarginalkan sebagai kaum perempuan lambat laun akan
hilang seiring dengan melekatnya peran-peran tersebut.

3.2 Pembahasan
Tokoh Siti Nurbaya merupakan contoh anak perempuan yang mengalami kebebasan pada masa kanak-
kanak sampai remaja, sesuatu yang sulit didapatkan kaum perempuan pada waktu itu. Biasanya anak
perempuan diberi kebebasan pada usia kanak-kanak sampai pada usia tujuh atau delapan tahun saja, setelah itu
anak perempuan dikurung didalam rumah dan dibebani kewajiban mengatur rumah tangga . sejak kecil mereka
sudah dilatih untuk mengurus rumah tangga agar setelah samapai masanya berkeluarga kelak dia tidak
canggung lagi. Dapat kita lihat pada kutipan berikut:
“Setelah sejurus terhenti, berkata pula ia, “hal yang kedua yang menyebabkan kita lebih lemah dan kebih kurang
tajam pikiran kita dari pada laki-laki ialah pemeliharan, pekerjaan dan kewajiban kita. Tentang pemeliharaan kita,
sejak kita mulai pandai berjalan sampai kita berumur enam tujuh tahun sajalah kita boleh dikatakan bebas sedikit,
boleh berjalan-jalan kesana kemari boleh bermain-main keluar rumah. Itulah waktu yang sangat mulia bagi kita,
waktu kita berbesar hati, walau kita merasa bebas sudah itu sampai kepada hari tua kita, tiadalah lain kehidupan
kita melainkan dari rumah kedapur, dan dari dapur kembali pula ke rumah. (Marah Rusli, 1922: 246).
Namun kebiasaan itu tidak berlaku bagi Siti Nurbaya. Ia tidak dikurung dan dipaksa berlatih mengurus rumah
tangga ayahnya bahkan menyekolahkannya di sekolah Belanda pasar Ambacang satu sekolah dengan
Samsulbahri, Arifin, Bachtiar, dan anak anak Eropa. Siti Nurbaya juga diberi kebebasan bergaul dengan teman
laki-laki misalnya pada hari minggu ia berjalan ke Gunung Padang bersama teman-teman sekolahnya tanpa
dikawal oleh anggota keluarganya, yang diceritakan pada bagian ke tiga. Hal itu tentu membahagiakan Siti
Nurbaya. Bertambah-tambah pula kebahagiaannya karena ia adalah anak orang kaya sehingga segala
kebutuhannya tercukupi.Keadaan yang serba berkecukupan ternyata tidak membuat Siti Nurbaya terlena atau
cukup puas dengan apa yang dimilikinya.Ia menyadari bahwa kaum perempuan dianggap kurang penting dari
pada laki-laki sehingga hal inilah yang mengundang keprihatinannya. Oleh karena itu ketika ada anak yang lebih
menyayangi ayahnya dari pada ibunya pasti diprotes oleh Siti Nurbaya. Menurutnya sayang seorang ayah
kepada anak ada batasnya, sedangkan sayang seorang ibu kepada anak tidak ada batasnya.Pernyataan Sitti
Nurbaya didepan Bachtiar dan kawan-kawannya itu dipicu oleh Pribahasa bagai makan buah Simalakamo,
dimakan mati bapak tidak dimakan mati Mak. Bakhtiar memilih tidak memakan berarti merelakan ibunya
meninggal alasannya dapat kita lihat pada kutipan berikut:
“Bukan begitu, Nur, “jawab Bahchtiar, “ kalau perkara sayang, tentu aku lebih sayang kepada ibuku dari pada
kepadaa ayahku, sebab ibuku suka memberi aku kue-kue, tetapi ayahku selalu member aku tempeleng. Dan
pada dasarnya kue lebih enak dari pada tempeleng. Tapi kalau ayahku mati, ibu tak dapat mencari kehidupan
sebagai ayahku. Betul ia boleh bersuami pula, tapi masakan ayah tiriku akan sayang padaku seperti ayah
kandungku. Jadi bagaimanakah hal ku kelak? Dapatkah juga aku akan meneruskan pelajaranku?” (Marah Rusli,
1922 39)
Alasan yang dikemukakan Bachtiar itu didasari oleh prasangka gender. Karena ayahnya dapat mencari
nafkah apabila ayah mati maka masa depan istri dan anak akan suram.Pendapat ini didasarkan pada asumsi
bahwa pendapatan perempuan dalam rumah tangga diremehkan.Siti Nurbaya menentang pendapat Bachtiar
tersebut menurutnya meskipun tidak bekerja, perannya dapat memberikan kasih sayang kepada anaknya
sehingga mereka tidak perlu diremehkan. Namun, telah dikemukakan diatas emansipasi perempuan yang
dijelaskan oleh tokoh Sitti Nurbaya tidak sama dengan zaman sekarang. Didalam ide emansipasi nya
tersembunyi juga prasangka gendernya misalnya Sitti Nurbaya tidak hanya akan menjadi Bu Syamsulbahri tetapi
juga sebagai Bu Dokter.

Prasangka gender juga ada tampak pada cita-citanya apabila anaknya laki-laki ia berharap anaknya
menjadi dokter sedangkan jika anaknya perempuan ia akan diajarkan segala ilmu supaya perempuan tersebut
berguna bagi suaminya. Berarti tokoh Siti Nurbaya belum mampu menjelaskan diri dari dikotomi domestik publik
dan nature-culture.Karena perempuan dibatasi dibatasi dalam konteks domestick.Karena kegiatan utama mereka
adalah keluarga dengan kata lain Tokoh Siti Nurbaya mengidentifikasikan laki-laki sebagai masyarakat dan
kepentingan umum. Selain itu Siti Nurbaya bercita-cita untuk tidak memberikan otonomi sepenuhnya kepada
anak perempuan.Dalam hal tersebut terlihat bahwa angan-angan tokoh Siti Nurbaya yaitu tidak perlu
menyingkirkan penghormatan anak perempuan kepada ayahnya dan penghormatan istri kepada suaminya.
Namun pekerjaan hanya cocok bagi laki-laki sedangkan ilmu dan pekerjaan cocok bagi perempuan sehingga
angan-angan tersebut tidak sesuai muthahhari pada umumnya.
Dalam hal ini masa hidup Sitti Nurbaya dibagi menjadi dua yaitu: Pembagian ilmu dan pekerjaan itu terjadi
ketika Siti Nurbaya masih menjalani masa romantis sedangkan masa realistis Nurbaya mengoreksi angan-angan
nya itu. Dan ia juga mengatakan bahwa pekerjaan mengurus rumah bukan permintaan tetapi terpaksa dilakukan
untuk kepentingan laki-laki.Protes Siti Nurbaya terhadap pemberian tugas yang tidak adil terhadap kaum
perempuan kesadaran diri karena perempuan adalah makluk yang berdiri sendiri dan Siti Nurbaya berpendapat
bahwa seharusnya perempuan mempunyai kemampuan untuk membangun dirinya menuju taraf yang lebih
tinggi.Meskipun masih mengandung prasangka gender pikiran Siti Nurbaya lebih maju dari masyarakat. Karena
masyarakat beranggapan bahwa perempuan sebagai budak laki-laki dan perempuan yang berharga patut
dinikahi dengan bangsawan.
Tokoh Siti Nurbaya mempunyai pasangan yang sangat ideal menurut Baginda Sulaiman yaitu Samsulbahri.
Bukan hanya pasangan dalam persahabatan melainkan Syamsulbahri juga pasangan dalam penanaman ide
emansipasi perempuan. Karena kejahatan Datuk Maringgih mengandaskan harapan mereka untuk berumah
tangga, sebab Siti Nurbaya telah dijadikan jaminan pembayaran hutang oleh Datuk Maringgi. Dapat kita lihat
pada kutipan berikut:
Nurbaya, sekali-sekali aku tiada berbiat hendak memaksa engkau. Jika tak sudi engkau, sudahlah; tak mengapa
biarlah harta yang masih ada ini hilang. Ataupun aku masuk penjara sekalipun, asal jangan bertambah tambah
pula pula duka citamu. Pada pikiranku tiadalah akan akan sampai dipenjarakannya aku; mungkin masih boleh ia
dibujuk. Sesungguhnya aku lebih suka mati dari pada memaksa engkau kawin dengan orang yang tiada engkau
sukai; dan jika aku tiada ingat dengan engkau dan tiada tajut akan Tuhanku, niscaya telah lama tak ada lagi aku
dalam dunia ini.” ( Marah Rusli, 1922: 137)
Pernyataan tersebut telah ditegaskan bahwa Baginda Sulaiman bukanlah orang tua yang otoriter yang
setuju dengan kawin paksa tapi semua keputusan diserahkan kepada Siti Nurbaya sendiri kesediaan tersebut
semata-mata karena kasih sayang kepada ayahnya. Karena tujuannya ingin menolong ayahnya agar tidak
dipenjara tapi ia sendiri yang menderita.Pernikahannya dengan Datuk Maringgih memberikan pengalaman
tersendiri bagi Siti Nurbaya walaupun pahit dirasakannya yaitu pengalaman rumah tangga yang tidak harmonis
dan tidak didasari rasa cinta tetapi didahului oleh rasa permusuhan dan kebencian. Datuk Maringgih menikahi Siti
Nurbaya karena hawa nafsu saja sedangkan Siti Nurbaya karena ikatan hutang ayahnya.Pengalaman pahit
tersebut ternyata dapat mengembangkan pikiran emansipasi perempuan karena perkawinanan tanpa didasari
cinta akan mendatangkan bencana. Dan Siti Nurbaya menyarankan agar anak perempuan tidak dipaksa kawin
dengan laki-laki yang tidak disukainya.

Berkenaan dengan pemilihan jodoh Siti Nurbaya menganut paham homogami yaitu ikatan perkawinan
berdasarkan persamaan ciri-ciri tertentu secara sadar atau tidak sadar seseorang memilih jodohnya yang
memiliki persamaan karakteristik dengan dirinya yang dapat melengkapi kekurangannya hal tersebut dilakukan
oleh anak sehingga orang tua akan kesulitan mengetahui jodoh yang diinginkan anaknya.Perkawinan sering
dinyatakan suatu hal yang penting dan tidak boleh diremehkan. Seseorang melangsungkan perkawinan dengan
tujuan untuk hidup bahagia dengan pribadi yang dicintai. Melalui perkawinan orang ingin mendapatkan
pengalaman hidup baru bersama-sama dengan seseorang. Kebahagian berumah tangga akan tercapai apabila
laki-laki dan perempuan dapat sesuai dengan segala hal.Di lain pihak suami harus bisa mampu membimbing
anak dan istrinya agar betah tinggal dirumah dengan menyediakan segala hal yang dapat menghibur dan
menyenangkan hati si istri. Inilah keseimbangan hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan menurut Siti
Nurbaya dan Syamsulbahri yang penting disini adalah bagaimana cara pembagian tugas secara adil dan dapat
diterima dua belah pihak.Karena idealitas rumah tangga seperti yang digambar tersebut tidak tercapai Siti
Nurbaya menumpahkan perasaannya kepada Syamsulbahri kekasihnya. Syamsulbahri berjanji akan mencari
cara untuk melepaskan Siti Nurbaya dari Datuk Maringgih. Rencana tokoh Siti Nurbaya dan Syamsulbahri
merupakan perilaku negatif sedangkan kalau dilihat dari segi lain ini merupakan hal positif karena upaya
pembebasan diri dari penindasan laki-laki.Akibat perkelahian tersebut Sutan Mahmud tega mengusir
Syamsulbahri sedangkan Baginda Sulaiman melihat perkelahian tersebut terjatuh hingga menemui ajal dan Siti
Nurbaya marah kepada Datuk Maringgih karena ayah yang dibelanya telah meninggal.Sepeninggalan ayahnya
Siti Nurbaya tinggal dirumah sepupunya di saat itu kaki tangan Datuk Maringgih memata-matai ketika Siti
Nurbaya berlayar keJakarta diatas kapal ada gangguan dari pendekar lima sehingga ia luput dari pembunuhan
setelah itu datang lagi gangguan ia dituduh menggelapkan uang Datuk Maringgih sehingga memaksa nya untuk
pulang ke Padang.Setelah Siti Nurbaya terbukti tidak bersalah sambil menunggu waktu kembali ke Jakarta ia
tinggal dirumah Alimah pada saat itu keluarga Ahmad mendengar berita itu sehingga mengundang keprihatinan
Sitti Nurbaya terhadap nasib perempuan yang diperlakukan tidak adil oleh kaum laki-laki.
Pembicaraan dalam novel Siti Nurbaya terdapat analisis gender yaitu pencarian sebab-sebab perempuan
lebih lemah dari laki-laki dan keinginan kaum perempuan untuk melepaskan diri dari kedudukan sosial ekonomi
yang rendah serta agar perempuan diberi kebebasan untuk memajukan dirinya dan supaya laki-laki menghargai
kaum perempuan selain itu ada juga ide fenimisme yaitu gerakan perempuan agar mendapat kedudukan yang
setara dengan laki-laki dalam segala bidang.Percakapan itu ternyata merupakan kesempatan terakhir bagi Siti
Nurbaya yang ingin mengemukakan gagasan emansipasi dan fenimisme karena ia akan meninggal setelah itu
akibat keracunan kue lemang yang dijual oleh kaki tangan Datuk Maringgih.Walaupun Siti Nurbaya telah
meninggal dunia ide emansipasi perempuan tidak ikut mati karena Syamsulbahri yang membawa pikiran itu
sepeninggalan Siti Nurbaya. Meskipun pikiran tersebut mengandung prasangka gender karena perempuan tidak
di perkenalkan untuk mempelajari ilmu yang tidak sesuai dengan tugas dan kewajiban dalam rumah tangga.
4.Simpulan
Dalam masyarakat Minang, adat yang berlaku adalah sistem kekerabatan matrilineal atau pemerintahan ibu.
Walaupun demikian, matrilineal ternyata tidak memberikan kekuasaan yang lebih besar kepada perempuan
karena yang berkuasa dalam keluarga sesungguhnya adalah saudara laki-laki ibu (mamak) “orang yang
menumpang” sehingga laki-laki tidak mempunyai rasa cinta dan kasih sayang kepada anak istrinya. Siti Nurbaya
sangat menyayangkan sikap adatnya seperti itu, ia sangat tidak setuju kalau perempuan dinyatakan sebagai
makhluk yang lemah dan hina. Oleh karena itu, perannya dalam masyarakat tidak dihargai, bahkan tidak diberi
peran sama sekali.Pendidikan pun kurang penting, sehingga mereka selalu bodoh. Karena bodoh, mudah
diperalat dan dianiaya oleh laki-laki. Hal inilah yang mendorong Siti Nurbaya untuk peduli terhadap emansipasi
perempuan yang digagas, Gagasan lain yang dikemukakan Siti Nurbaya terkait dengan emansipasi perempuan
yaitu gerakan kaum perempuan agar mendapat kedudukan yang setara dengan laki-laki dalam segala bidang.
Meskipun sebatas ide dan hanya merupakan gerakan individual, ide emansipasi Siti Nurbaya tersebut tidak
pernah mati, meskipun gerakan tersebut belum mampu meruntuhkan hegemoni adatnya yang bersifat sistematis.
Peran Siti Nurbaya merupakan peran tokoh utama perempuan tidak seperti peran laki-laki, yang mempunyai
keleluasaan dalam berkiprah. Peran perempuan sangat terbatas, yang hanya diberi tugas domestik yakni
mengurus anak dan rumah tangga. Tidak pernah diberikan kebebasan dalam mengembangkan kariernya,
apakah itu sebagai ilmuwan, sebagai penerbang, sebagai ahli teknik , dan sebagainya, tetap saja termarginalkan.
Perempuan hanya mempunyai cita-cita, yang entah kapan bisa diwujudkan sepenuhnya. Didalam novel Siti
Nurbaya gejala ketidakadilan ini terjadi dalam berbagai aspek kehidupan. Karena distereotiekan sebagai makhluk
yang lemah, perempuan dikontrol sedemikian rupa oleh anggota keluarganya, terutama orang tua dan mamak.
Kaum perempuan dibatasi pergaulannya, setelah berumur tujuh tahun dipingit, dan hanya diperbolehkan, bahkan
dipaksa, mengerjakan pekerjaan rumah tangga.Perempuan tidak dapat bekerja diluar rumah sebagaimana kaum
laki-laki. Oleh karena itu perempuan lebih miskin dari pada kaum laki-laki. Bahkan perempuan sangat tergantung
pada kaum laki-laki. Walaupun ada perempuan yang bekerja diluar rumah gajinya tak sebanding dengan laki-laki
(hlm.235). Perempun yang bodoh, dalam arti tidak berpendidikan,cendrung bersifat fasif dan menyerah saja pada
kemauan orang tua. Tampak pada tokoh rukiah. Rukiah adalah perempuan muda yang menjadi korban
penanaman ideology para gender yang tidak adil. Menurut Putri Rubiah kejahatan bukan disebabkan oleh Tabiat,
melainkan gender.Lain rukiah, lain pula Sitti Nurbaya, Nurbaya menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh
laki-laki, baik dirumah maupun diluar rumah. Dirumah ia dipaksa melayani laki-laki yang tidak mencintainya,
Datuk Maringgih. Diluar rumah ia ia mendapat kekerasan yang dilakukan masyarakat. Dan suami yang telah
menyiksa dan membinasakan dan diceraikan. Yang seolah-olah dunia milik laki-laki “ dunianya laki-laki “. Dan
dimanapun perempuan berada tidak akan merasa aman karena ada siksaan batin yang dialaminya.
Sitti Nurbaya menjadi korban kekerasan yang dilakukan oleh laki-laki baik di dalam maupun di luar rumah. Di
rumah ia terpaksa melayani laki-laki yang tidak dicintainya, Datuk Maringgih (hlm. 145). Di luar rumah ia menjadi
korban pelecehan seksual oleh awak kapal dan korban fitnah bekas suaminya (hlm. 180-182). Kekerasan
seksual yang dilakukan oleh Datuk Maringgih dan awak kapal merupakan kekerasan akibat superioritas laki-laki
atas perempuan.Tidak hanya itu,posisi Siti Nurbaya selalu tersiksa karena awalnya dia mencintai Samsulbahri
dan menginginkan Samsulbahri kelak menjadi suaminya tetapi itu semua terhalangi karena tuntutan kondisi pada
saat itu Ayahnya memiliki utang kepada Datuh Maringgih dan dia dijadikan sebagai pengganti utang ayahnya
,tidak hanya itu setelah ia menikah pun dengan Datuk Maringgih hidupnya tidaklah bahagia karena dia hanya
bisa bahagua hanya bersama Samsulbachri mantan kekasihnya dahulu.Dia pun merasa tertekan akan
kondisinya.Sehingga dapat disimpulkan, Siti Nurbaya adalah citra perempuan yang tangguh melewati semuanya
serta sanggat menjunjung tinggi emansipasi wanita. Pada intinya,perempuan pada zaman Sitti Nurbaya tidak
menuntut disamakan benar-benar dalam segala hal dengan laki-laki. Mereka menyadari bahwa menjadi benar-
benar sama tidak mungkin terjadi. Perempuan jangan dianggap sebagai budak atau mahkluk yang hina.
Daftar Pustaka

Rusli,Marah.2002.Siti Nurbaya.Jakarta: Balai Pustaka

Yuhdi, Achmad dan Fitriani Lubis.2019. Bahan Ajar Mata Kuliah Apresiasi dan Kritik Sastra. Medan: Unimed
Press
Hayati,Yenni.2012.Dunia Perempuan dalam Karya Sastra Perempuan Indonesia.Padang:Universitas Negeri
Padang
Imron,Alif.2013.Dekonstruksi Citra Keperempuanan dalam Sastra : Dari Budaya Lokal Hingga
Global.Surakarta:Universitas Muhammadiyah
Wendra,Wayan.2013.Citra Perempuan dalam Sastra Modern.Bali:Undiksha Singaraja
LAMPIRAN

Sinopsis Siti Nurbaya :


Saat Siti Nurbaya masih kecil ibunya telah meninggal. Saat itu pula dia mengawali penderitaan hidup. Kini
siti nurbaya tinggal bersama Baginda Sulaiman , ayah tercinta. Baginda Sulaiman adalah seorang pedagang
yang sukses di kota Padang. Sebagian modal usahanya berasal dari pinjaman seorang rentenir bernama Datuk
Maringgih.
Awal mulanya usaha Baginda Sulaiman mengalami kemajuan yang sangat pesat . Datuk maringgih tidak
rela atas kemajuan yang di alami baginda Sulaiman . Untuk melampiaskan ketidak relaannya, Datuk Maringgih
menyuruh anak buahnya untuk membakar semua kios milik Baginda Sulaiman . Setelah semua kios Baginda
Sulaiman habis dilalap api Ia jatuh miskin dan tak sanggup membayar hutang kepada Datuk Maringgih. Keadaan
itu dimanfaatkan oleh datuk Maringgi untuk memaksa Baginda Sulaiman agar menikahkan dirinya dengan Siti
Nurbaya. Supaya dianggap lunas , terpaksa Baginda Sulaiman menyetujui perjanjian tersebut .
Siti Nurbaya hanya bisa menangis menghadapi keputusan ayahnya. Apalagi jika ia mengingat Samsul
Bahri , kekasihnya yang bersekolah di Stovia , Jakarta . Sebenarnya Ia tidak rela jika Ia harus menikah dengan
rentenir tua Bangka itu. Hanya demi ayahnyalah dia dengan berat hati menyetujuinya. Dan mereka menikah
Samsul Bahri yang berada di Jakarta mengetahui peristiwa yang terjadi di desanya , lebih - lebih setelah
menerima surat dari siti nurbaya yang menceritakan tentang nasib yang dialami bersama ayahnya
Saat liburan Samsul Bahri pulang ke kampungnya . Dia menyempatkan menjenguk Baginda Sulaiman yang
sedang sakit keras. Saat Samsul Bahri berbincang dengan Siti Nurbaya tiba – tiba Datuk Maringgih muncul.
Datuk Maringgih marah besar kepada Siti Nurbaya , melihat kejadian tersebut Samsul Bahri langsung menghajar
Datuk tua itu. Siti nurbaya berteriak – teriak agar mereka menghentikan perkelaiannya. Karena Baginda
sulaiman mendengar teriakan Siti Nurbaya ia berusaha bangun dari tempat tidurnya , tetapi ia jatuh dan
menghembuskan nafas terakhirnya.
Datuk Maringgih langsung mengusir Siti Nurbaya kemudian Siti Nurbaya hidup sebatangkara dan
menumpang di salah satu rumah bibinya.
Samsul Bahri juga diusir oleh Sutan Mahmud, ayahnya karna dianggap mencoreng nama baik keluarga
penghulu. Samsul Bahri meninggalkan Padang menuju Jakarta dan berjanji tidak akan kembali ke Padang lagi.
Mendengar kalau Samsul Bahri diusir juga , Siti Nurbaya berniat menyusul kekasihnya ,Samsul Baahri ke
Jakarta. Siti Nurbaya menaiki kapal untuk pergi ke Jakarta. Saat di tengah laut tiba – tiba Ia didorong oleh
seseorang hamper saja ia mati tenggelam. Ternyata orang yang mendorongnya adalah anak buat Datuk
Maringgih.
Setelah sampai di Jakarta Ia ditangkap polisi dengan tuduhan melarikan sejumlah perhiasan milik Datuk
maringgih. Akibatnya IA dipulangkan ke Padang . namun sesampainya di Padang Ia tidak terbukti bersalah.
Saat Siti Nurbaya duduk- duduk di depan rumah bibinya ada penjual lemang lewat kemudian dia
membelinya. Kemudian Siti Nurbaya keracunan dan Ia meninggal. Ternyata penjual lemang itu adalah orang
suruhan Datuk maringgih
Suatu saat Padang terjadi keramaian dan kejahatan akibat ulah Datuk Maringgih oleh karena itu Samsul
Bahri yang telah masuk ketentaraan dikirimkan ke padang . Ketika bertemu Datuk Maringgih di suatu keributan
tanpa berpikir panjang Samsul Bahri menembak Datuk Maringgih namun sebelum meninggal datuk maringgih
membacok kepala Samsul bahri .
Samsul bahri atau Letnan MAs segera dibawa ke rumah sakit.Ia berpesan sebelum dia meninggal ia ingin
bertemu sang ayan Sultan Mahmud namun ajal lebih dulu terjadi sebelum pesannya terjadi.

Anda mungkin juga menyukai