Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BAHASA INDONESIA

Sejarah Sastra Bahasa Indonesia Periode Angkatan 1961-1966

KELOMPOK 6
Ahmad Banin Agung A (07)
Alfira Hidayatul Fitri

(12)

Ayu Wijayanti

(23)

Daffa Nafis Fanani

(26)

Denny Bambang S

(29)

SMA NEGERI 1 KEMBANGBAHU


2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini. Mungkin
dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi penulisan, isi dan
lain sebagainya. Maka penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran guna perbaikan untuk
pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.
Demikian sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan
sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini penulis
mengucapkan terima kasih, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah mudahan
mendapat amal baik yang diberikan oleh Allah SWT.

Lamongan, Desember 2014


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .. i
DAFTAR ISI . ii
BAB I PENDAHULUAN . 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah .. 1
C. Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN 3
A. Latar Belakang Munculnya Sastra Angkatan 1966 . 3
B. Ciri dan Karakteristik Sastra Angkatan 1966 .. 5
C. Nama Sastrawan Angkatan 1961-1966
D. Tokoh Sastrawan beserta Karya Sastra lainnya
E. Genre Sastra yang Terkenal

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Majunya peradaban suatu bangsa dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya
adalah adanya budaya berupa karya sastra, dalam perkembangan sejarah sering
digunakanya karya sastra sebagai tolok ukur majunya peradaban suatu bangsa, apabila
suatu bangsa memiliki karya sastra yang indah serta adiluhung, niscaya keberadaan
bangsa tersebut akan lebih diakui dan dihargai sebagai bangsa yang berwibawa,
berkepribadian, dan berbudaya.
Karya sastra berkembang sesuai dengan keadaan zaman, maka dari itulah lahir
beberapa angakatan sastrawan yang sesuai pada masanya, karya sastra yang
dilahirkan dapat berisi tentang keadaan sosial, kritik sosial, protes sosial, atau sebagai
sarana sosialisasi dan komunikasi yang efektif, agar masyarakat dapat menangkap
makna dibalik karya sastra tersebut, yang sejatinya merupakan harapan para
sastrawan dalam menciptakan karya sastra tersebut.
Sebagai generasi penerus kita wajib mengetahui,mempelajari dan selanjutnya
melestarikan keberadaan karya sastra tersebut, bahkan menjadikanya sebagai inspirasi
dan penyemangan bagi kita untuk selalu berkarya dalam rangka memberikan
konstribusi bagi kemajuan bangsa dan Negara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah munculnya sastra angkatan 1961-1966 ?
2. Apa saja ciri dan karakteristik sastra angkatan 1961-1966 ?
3. Siapa saja tokoh sastra angkatan 1961-1966 ?
4. Apa sajakah genre karya sastra angkatan 1961-1966 yang dominan ?

C. Tujuan
1. Menjelaskan latar belakang dan tujuan kelahiran munculnya sejarah sastra
angkatan 1961-1966.
2. Menjelaskan ciri dan karakteristik sastra angkatan 1961-1966.
3. Mengetahui tokoh sastra angkatan 1961-1966.
4. Mengetahui karya sastra angkatan 1961-1966.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Munculnya Sastra Angkatan 1966


Munculnya sastra angkatan 1966 ini didahului dengan adanya kemelut di segala bidang
kehidupan di Indonesia yang disebabkan oleh aksi teror politik G30S/PKI dan ormasormas yang bernaung dibawahnya. Angkatan 1966 mempunyai cita-cita ingin adanya
pemurnian pelaksanaan Pancasila dan melaksanakan ide-ide yang terkandung di dalam
Manifest Kebudayaan. Tumbuhnya sastra angkatan 1966 sejalan dengan tumbuhnya
aksi-aksi sosial politik di awal angkatan 1966 yang dipelopori oleh KAMMI/KAPPI
untuk memperjuangkan Tritura. Munculnya nama angkatan 1966 telah diumumkan oleh
H.B. Jassin dalam majalah Horison nomor 2 tahun 1966. Pada tulisan tersebut dikatakan
bahwa angkatan 1966 lahir setelah ditumpasnya pengkhianatan G.30S/PKI. Penamaan
angkatan 1966 ini pun mengalami adu pendapat. Sebelum nama angkatan 1966
diresmikan, ada yang memberi nama angkatan Manifest Kebudayaan (MANIKEBU).
Alasan penamaan ini karena Manifest Kebudayaan yang telah dicetuskan pada tahun
1963 itu pernyataan tegas perumusan perlawanan terhadap penyelewengan Pancasila dan
perusakan kebudayaan oleh Lekra/PKI. Beberapa sastrawan merasa keberatan dengan
nama angkatan MANIKEBU. Mereka berpandangan bahwa sastrawan yang tidak ikut
menandatangani atau mendukung Manifest Kebudayaan akan merasa tidak tercakup di
dalamnya, meskipun hasil ciptaannya menunjukkan ketegasan dalam menolak ideologi
yang dibawa oleh PKI dalam lapangan politik dan kebudayaan.
Pemberian atau penamaan Angkatan 1966 pertama kali dikemukakan oleh
H.B.Jassin dalam artikelnya berjudul Angkatan 1966 Bangkitnya Satu Generasi, dimuat
dalam majalah Horison, Agustus 1966; kemudian dimuat kembali dalam bunga

rampainya berjudul Angkatan 1966. Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison
(majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak
membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini.
Faktor-faktor

penyebab

pertumbuhan

sastra

cukup

pesat,

antara

lain

adanya taman Ismail Marzuki, didirikannya penerbit Pustaka Jaya, adanya maecenas
yang stabil. Maecenas adalah sebagai pelindung seni dan kebudayaan dan pemerintah
DKI menyelenggarakan lomba menulis roman, naskah drama yang bisa merangsang
pengarang sehingga muncul kegiatan seni budaya.
Tujuan Kelahiran Angkatan

Membela kemerdekaan manusia yang diinjak-injak tirani secara mental dan


fisik. Sajak-sajak, cerpen-cerpen, terutama esai-esai yang ditulis merupakan
protes sosial dan protes terhadap penginjakan martabat manusia. Puncaknya
adalah sajak-sajak Taufiq Ismail, Mansur Samin, Slamet Kirnanto, Bur Rasuanto,
dan lain-lain yang ditulis ditengah demonstrasi mahasiswa dan pelajar awal tahun
1966. Sajak-sajak demonstrasi yang dikumpulkan Taufik Ismail dalam Tirani dan
Benteng (tahun 1966) merupakan dari suatu period sejak tahun 1966, terbit
majalah Horison ynag dipimpin Mochtar Lubis, H.B Jassin, Taufiq Ismail,
Goenawan Mohamad, Arief Budiman, dan lainnya.

Memberi tanggapan terhadap kondisi Negara Indonesia. Adanya rasa kecewa


akan Negara Indonesia pada zaman itu dikarenakan banyaknya KKN, kecurangan
dalam birokrasi Negara, putusan pemerintah yang rahasia, kejahatan dimanamana dan yang lainnya.

Mengajak rakyat Indonesia untuk memiliki rasa nasionalisme mempertahankan


Republik Indonesia.

B. Ciri dan Karakteristik Sastra Angkatan 1966

Ciri Sastra Angkatan 1966


Karya yang dihasilkan bermacam-macam ide dan warna. Contohnya: warna lokal
yang terdapat pada Ronggeng Dukuh Paruk karya Achmad Thohari. Tema yang
diangkat banyak mengenai masalah kegelisahan batin dan rumah tangga.
Kegelisahan tersebut bersumber pada situasi budaya belum mapan dan situasi-situasi
tersebut karena adanya norma politik dan norma ekonomi. Menegakkan keadilan dan
kebenaran berdasarkan Pancasila dan UUD 45, menentang komunisme dan
kediktatoran,

bersama Orde Baru yang dikomandani Jendral Suharto ikut

menumbangkan Orde Lama, mengikis habis LEKRA dan PKI. Sastra Angkatan 1966
berobsesi menjadi Pancasilais sejati. Yang paling terkenal adalah kumpulan sajak
Tirani dan Benteng antologi puisi Taufiq Ismail. Hampir seluruh tokohnya
adalah pendukung utama Manifes Kebudayaan yang sempat berseteru dengan
LEKRA. Sastra tersebut merupakan sastra protes. Arti penting sajak angkatan 1966
pertama-tama bukanlah sebagai seni, tetapi merupakan curahan hati khas anak-anak
muda yang mengalami kelegaan perasaan setelah masa penindasan.

Karakteristik Sastra Angkatan 1966


o Tema yang diangkat : Perjuangan (berlatar revolusi), kehidupan PSK, social,
kejiwaan, keagamaan, kegelisahan batin dan rumah tangga yang bersumber
pada siutasi budaya belum mapan dan situasi-situasi tersebut karena adanya
norma politik dan norma ekonomi.
o Karya yang dihasilkan bermacam-macam ide dan warna. Contohnya: warna
lokal yang terdapat pada Ronggeng Dukuh Paruk karya Achmad Thohari.
o Adanya sastra protes, contoh: kumpulan sajak Tirani dan Benteng karya
Taufik Ismail. Arti penting sajak angkatan 1966 pertama-tama bukanlah

sebagai seni, tetapi merupakan curahan hati khas anak-anak muda yang
mengalami kelegaan perasaan setelah masa penindasan.

C. Nama Sastrawan Angkatan 1961-1966


1. Taufik Ismail
Taufik Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah
dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Ia melanjutkan
pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia
(sekarang IPB), dan tamat pada tahun 1963. Ia adalah dokter hewan dan tergolong
penyair yang handal. Sajak-sajaknya dipenuhi protes-protes terhadap ketidakadilan
dan penyelewengan yang terjadi di masyarakat. Ia memotret berbagai peristiwa
berdarah pada terjadinya demonstrasi besar-besaran terhadap pemerintah pada masa
itu. Dia merekam tertembaknya Arif Rahman Hakim saat memimpin demonstrasi
mahasiswa di Salemba, dalam sajaknya Salemba; Karangan Bunga; dan Percakapan
Angkasa. Sebagian sajaknya dimuat dalam dua buku kumpulan sajak berjudulTirani
dan Benteng. Berikut terlampir sebuah puisi karyanya yang berjudul Karangan
Bunga.
Karangan Bunga
Tiga anak kecil
Dalam langkah malu-malu
Datang ke Salemba
Sore itu.
Ini dari kami bertiga
Pita hitam pada karangan bunga
Sebab kami ikut berduka
Bagi kakak yang di tembak mati
siang tadi

Apresiasi :
Puisi di atas membicarakan peristiwa demonstrasi mahasiswa pada tahun 1966
menentang orde lama. Tiga anak kecil mewakili golongan manusia lemah yang masih
suci dan murni hatinya, yang sebenarnya belum tahu apa-apa tentang peristiwa
demonstrasi itu. Tetapi mereka bertiga sudah mampu menyatakan duka cita terhadap
gugurnya mahasiswa yang ditembak mati oleh penguasa pada waktu itu. Karena itu
ketiga anak kecil membawa karangan bunga dalam langkah malu-malu. Tanda kedukaan
dilambangkan dengan pita hitam pada karangan bunga. Penggambaran melalui tiga
anak kecil menyentuh hati pembaca. Pembaca tentu tidak akan percaya bahwa lukisan itu
menggambarkan kenyataan, sebab di tengah-tengah demonstrasi mahasiswa saat itu
tidak mungkin ada tiga anak kecil membawa karangan bunga ke Salemba. Jadi semua
pernyataan ini bermakna kias dan melambangkan suatu maksud yang hendak
dikemukakan oleh penyair. Yakni, kedukaan yang mendalam karena gugurnya pahlawan
Ampera.Pemilihan kata, bunyi, lambang, kiasan, versifikasi, dan sebagainya diabdikan
untuk kepentingan perwujudan makna tersebut.

2. Gunawan Muhammad
Ia merupakan salah seorang pendiri majalah Horison bersama Arif Budiman, HB
Jassin dan beberapa orang lainnya. Ia lebih terkenal sebagai esais atau penulis esai
yang sangat produktif. Ia juga salah seorang pendiri Majalah Tempo. Dia juga
berhasil membuat beberapa sajak. Tulisan-tulisannya banyak dimuat dalam majalah
Horison. Selama kurang lebih 30 tahun menekuni dunia pers, Goenawan
menghasilkan berbagai karya yang sudah diterbitkan, diantaranya kumpulan puisi
dalam Parikesit (1969) dan Interlude (1971), yang diterjemahkan ke bahasa Belanda,
Inggris, Jepang, dan Prancis. Sebagian eseinya terhimpun dalam Potret Seorang

Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972), Seks, Sastra, dan Kita (1980).
Tetapi lebih dari itu, tulisannya yang paling terkenal dan populer adalah Catatan
Pinggir, sebuah artikel pendek yang dimuat secara mingguan di halaman paling
belakang dari Majalah Tempo. Sejak kemunculannya di akhir tahun 1970-an, Catatan
Pinggir telah menjadi ekspresi oposisi terhadap pemikiran yang picik, fanatik, dan
kolot. Berikut terlampir salah satu karyanya yang berjudul Di Depan Sancho Panza.
Di Depan Sancho Panza
Di depan Sancho Panza yang lelah,
seorang perempuan bercerita tentang sajak
yang disisipkan ke dalam hujan
yang tak tidur.
Tentu saja Sancho tak mengerti
bagaimana sajak disisipkan
ke dalam hujan, tapi ia mengerti
cinta yang sungguh. Dipegangnya tangan
perempuan itu dan berkata, Jangan cemas.
Memang sebenarnya perempuan itu cemas:
Seseorang mencintainya dan ia tak tahu
untuk apa. Ia tak tahu kenapa sajak-sajak tetap terbuang
dan laki-laki itu tetap menuliskannya, sementara hujan
hanya datang kadang-kadang. Malah guruh lebih sering,
seperti brisik kereta langit yang menenggelamkan
antusiasme yang tak lazim. Atau logat yang asing.
Atau angan-angan yang memabukkan.
Semua ini jadi lucu, kata perempuan itu.
Dan Sancho pun sedih. Sebab ia pernah melihat seorang kurus,
tua dan majenun, yang memungut sajak yang lumat
dalam hujan, yang percaya telah mendengar sedu-sedan
dan cinta dari cuaca, meskipun yang ia dengar
adalah sesuatu yang panjang dan sabar
seperti gerimis.

3. Bachtiar Siagian
Dilahirkan di Aceh pada tahun 1934. Ia juga termasuk pengarang LEKRA yang aktif
menulis dan menyutradai drama. Salah satu buku dramanya yang berhasil diterbitkan

berjudul Lorong Belakang, Setelah PKI dan LEKRA nya dibubarkan, Bachtiar
Siagian ditangkap dan karya-karyanya dilarang terbit dan dilarang dibaca. Ia pernah
meraih Piala FFI sebagai Sutradara Terbaik di Tahun 1960. Ia sempat menjadi
pemeran utama dalam film "Melati Sendja". Film-filmnya banyak diperani oleh para
artis Rima Melati, Mieke Widjaja, Nani Widjaya, dan Dicky Zulkarnaen.
4. Tokoh H.B.Jassin
Sejarah mencatat, sepanjang hidupnya HB Jassin menumpahkan perhatiannya
mendorong kemajuan sastra-budaya di Indonesia. Berkat ketekunan, ketelitian dan
ketelatenannya, ia dikenal sebagai kritisi sastra terkemuka sekaligus dokumentator
sastra terlengkap. Kini, kurang lebih 30 ribu buku dan majalah sastra, guntingan
surat kabar, dan catatan-catatan pribadi pengarang yang dihimpunnya tersimpan di
Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Begitu
besarnya pengaruh HB Jasin di antara kalangan sastrawan, Gajus Siagian
(almarhum) menjulukinya Paus Sastra Indonesia. Ia juga turut menanda-tangani
Manifesto Kebudayaan) tahun 1963.
D. Tokoh Sastrawan beserta Karya Sastra lainnya
Saini K.M.

Nyanyian Tanah Air (sajak).

A.S. Dharta (LEKRA)

Rangsang Detik (sajak), esai, dan kritik sastra.

B. Soelarto (Manikebu)
Bur Rasuanto

Domba-Domba Revolusi (drama).

Bumi yang Berpeluh, Sang Ayah (roman). Mereka telah Bangkit

(sajak).
Satyagraha Hoerip

Sepasang Suami Istri (roman politik).

Sapardi Djoko Damono


Kamal Firdaus T.F.

Dukamu Abadi (sajak).

Di Bawah Fajar Menyingsing (sajak).

Rahmat Djoko Pradopo

Matahari Pagi di Tanah Air (sajak).

Slamet Kirnanto
Titi Said

Kidung Putih, Puisi Alit (sajak).

Perjuangan dan Hari Perempuan (cerpen).

S. Thahjaningsih

Dua Kerinduan (cerpen).

Sugiarti Iswadi

Sorga di Bumi (cerpen).

Enny Sumargo

Sekeping Hati Perempuan (roman).

Gerson Poyk

Hari-Hari Pertama (novel).

Ras Siregar

Harmoni (cerpen), Terima Kasih (roman).

Djumri Obeng (anti-

Dunia Belum Kiamat (roman).

Poernawan Tjondronagoro
Rosida Amir
Zen Rosdy

Jalan yang Tak Kunjung Dasar (roman).


Cinta Pertama (roman).

Tabrin Tahar
Matia Madijah
M. Saribi Afn

Guruh Kering (cerpen).


Kasih di Medan Perang (roman).
Gema Lembah Cahaya (sajak).

Agam Wispi (LEKRA)


S. Anantaguna
Sobron Aidit

Mendarat Kembali, Mabuk Sake (roman).

Sahabat (sajak).

Yang Bertanah Air Tapi Tidak Bertanah (sajak).


Pulang Bertempur, Ketemu di Jalan (sajak). Derap Revolusi (cerpen).

Hadi Sosrodanukusumo

Jatuh dan yang Tumbuh (sajak).

Pengarang yang di masa sebelumnya telah terkenal dan aktif, yaitu: Rendra,
N.H. Dini, Ramadhan K.H., Nasjah Djamin, Toha Mochtar, Toto Sudiarto
Bachtiar, Motinggo Busye, dan masih banyak lagi.
Pengarang yang mulai produktif dan melahirkan karya sastra pada masa
berikutnya, yaitu: Titis Basino, Darmanto Jatman, Dick Hartono, Budi
Darma, Bakti Sumanto, Poppy, Abdul Hadi, Bachrum, sanento, Rita,

Peramsi, Andre Harjana, Umar Kayam, Ernisiswati Hutomo, dan beberapa


pengarang lainnya.
E. Genre Sastra yang Terkenal
Jenis karya sastra yang terkenal pada tahun 1961-1966 adalah syair, puisi, gurindam dan
hikayat. Berikut ini terlampir salah satu contoh syair yang terkenal, yaitu Syair Orang
Lapar (1964).
SYAIR ORANG LAPAR
Taufiq Ismail
Lapar menyerang desaku
Kentang dipanggang kemarau
Surat orang kampungku
Kuguratkan kertas
Risau
Lapar lautan pidato
Ranah dipanggang kemarau
Ketika berduyun mengemis
Kesinikan hatimu
Kuiris
Lapar di Gunungkidul
Mayat dipanggang kemarau
Berjajar masuk kubur
Kau ulang jua
Kalau.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara umum, faktor-faktor yang melatarbelakangi lahirnya angkatan 1966 adalah
karena situasi sosial politik pada waktu itu, pada tahun 1966 karya satranya
didominasi oleh jiwa Pancasialis, setelah keberhasilan penumpasan pemberontakan
PKI oleh TNI pada waktu itu, namun ada juga warna tradisonal, yang menceritakan
tentang kebudayaan di suatu wilayah seperti Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari. Beberapa

satrawan

pada

angkatan

ini

antara

lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief
Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisra
n Hadi,Wing Kardjo, Taufik Ismail.

B. Saran
Sebagai bangsa yang besar dan berbudaya kita telah memiliki banyak sekali ragam
karya sastra, hal ini menunjjukkan identitas dan eksistensi kebudayaan kita dalam
gerusan zaman, sebagai generasi penerus khusunya mahasiswa, apalagi calon
pendidik hendaknya mempelajari dengan saksama sejarah karya sastra yang pernah
tertoreh dalam lembaran sejarah kebudayaan Indonesia, menjadikannya inspirasi
untuk terus berkarya, dalam rangka berkontribusi mengisi kemerdekaan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Rani, Supratman Abdul dan Yani Maryani. 2004. Intisari Sastra Indonesia untuk SLTP.
Cetakan ke-2. Bandung : Pustaka Setia.
Ismail, Taufiq. Malu Aku Menjadi Orang Indonesia.
http://spiritskul.blogspot.com
http://kolom-biografi.blogspot.com
http://asiaaudiovisualrb09susilo.wordpress.com
http://pecintapuisi.wordpress.com/2008/02/25/syair-orang-lapar/
Agni, Binar. 2008. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta:Hi Fest Publishing.
SastraHolic. 2008. Sejarah singkat tentang Angkatan
66,(Online), (http://sastralife.wordpress.com/sastra-indonesia/sejarah-singkat-tentang-angkatan66/), diakses pada tanggal 20 Mei 2012.

Anda mungkin juga menyukai