Anda di halaman 1dari 15

Dunia Nan Gelap Gulita

Tepat di hari kamis,jam


07.30 pagi.Jalan raya yang
dipenuhi asap kendaraan
disegala penjuru tempat
bahkan dipenuhi dengan
kendaraan mobil dan
motor yang slalu
membunyikan klakson-
klaksonnya saat macet.Ya,
rumah Siska berada di
pinggir jalan raya. Setiap
hari,Siska menghirup
udara yang kotor serta
pemandangan kemacetan
di jalan raya.Musik yang
didengarnya hanyalah
klakson-klakson motor dan
mobil.Siska berharap
memiliki lokasi tempat
tinggal yang udaranya
bersih,tanpa asap
kendaraan menjadi
gunung-gunung hijau dan
langit yang cerah serta
kendaraan berkurang.
Selain itu, Siska juga
memiliki impian agar nanti
ia memiliki sebuah taman
yang besar dan dipenuhi
oleh pohon-pohon dan
bunga-bunga yang indah,
lalu ia akan membuat
peraturan agar tumbuhan-
tumbuhan di sana tidak
boleh dirusak. Tapi,impian
itu tak akan bisa terwujud
apabila Siska tidak
melakukan tindakan
apapun. Ia pun harus
menanam pohon, bunga,
dan tanaman lainnya, lalu
ia harus membeli lahan
yang besar untuk dijadikan
taman, peralatan berkebun
seperti pupuk, air, dan
lainnya juga harus dibeli.
Tentu saja hal itu
membutuhkan biaya yang
banyak.

“Uhuk.. uhuk!!”
“loh? Siska kamu batuk
lagi?” tanya Anggi,
teman dekat Siska.
“Iya, Nggi,mungkin
penyebabnya karena aku
menghirup udara yang
kotor,” jawab Siska.
“Iya juga ya,pasti itu
sangat berpengaurh
pastinya siska’’.Kamu
udah minum obat belum?”
tanya Anggi lagi.
“Sudah Anggi!” jawab
Siska. Lalu, keduanya pun
memasukki kelas.
Beberapa menit kemudian,
bel masuk berbunyi. Kami
memulai pelajaran.
Pelajaran pertama adalah
pelajaran Fisika. Selama
pelajaran fisika
berlangsung, Anggi terlihat
murung. Siska
melihatnya,dan langsung
memergokinya.

“Hei, Anggi! Kok wajah


kamu murung? Kamu
sakit? Padahal tadi pagi
kamu terlihat happy-happy
saja.” kata Siska.
“Hmm. aku gak papa Aku
sehat saja!” jawab Anggi
dengan bersemangat.
“Bagusla seperti itu,yang
ku kira kau sakit atau
apaa..” kata Siska sambil
kembali mendengarkan Bu
Novita, guru fisika.
Kegiatan belajar-mengajar
berakhir pada pukul 13.00
Siswa-siswi di sekolah ini
kembali ke rumah masing-
masing. Namun, sebelum
pulang Anggi ingin
berbicara pada Siska.
Anggi mengajak Siska ke
taman belakang sekolah.
Di sanalah tempat favorit
Siska dan Anggi.

“Ada apa,anggi?” tanya


Siska sambil duduk .
“Gini, aku ada saran. Tapi
kamu jangan tertawa tapi
juga jangan marah, ya..”
jawab Anggi sambil
menundukkan kepalanya.
“Memangnya ada apa sih?
Sampai bawa-bawa aku ke
sini?” tanya Siska. “Gini
loh.. aku ingin
mewujudkan cita-cita
kamu..” kata Anggi.
“Nggak mungkin Angggi!
Kita nggak punya uang
yang banyak kayak
orangtua kamu. Kita nggak
punya lahan yang besar
untuk dijadikan taman.
Kita nggak punya ilmu
untuk berkebun!” tolak
Siska sambil tertawa.

“Ki-kita kan nggak perlu


lahan yang besar! Kita
hanya perlu lahan yang
ukurannya pas. Kalau
ilmu, kita bisa belajar,”
jawab Anggi.
“Memangnya kita punya
lahan?”
“Punya. Keluargaku punya
1 lahan yang memang
tidak terlalu besar. Namun,
jika untuk dijadikan taman
ukurannya tidak terlalu
kecil.”
“Oh.. lalu bagaimana
dengan biaya untuk bibit
dan peralatan berkebun
lainnya? Aku tidak mau
melibatkan orangtuaku
ataupun orangtuamu..”
“Ideku, kita harus
membuat toko kecil
sementara untuk menjual
berbagai macam barang.
Seperti karya seni atau
apalah..” jawab Anggi.
“Bagus juga! Tapi aku
ingin meminta kerja sama
teman-teman sekelas
kita..” saran Siska
“Oke!”

Setelah banyak bercakap-


cakap, mereka akhirnya
pulang ke rumah masing-
masing. Siska terlihat
senang karena mau
membantu untuk
mewujudkan
impiannnya.Anggi juga
terlihat senang karena bisa
membantu teman dekatnya
untuk mewujudkan
impiannya. Malam itu,
Siska memandangi langit-
langit. Lagi-lagi, ia
berkhayal tentang
impiannya yang sebentar
lagi terwujud. Alangkah
senang hatinya. Dia
bersyukur sudah
dipertemukan dengan
teman sebaik Anggi. Siska
berjanji jika nanti ia
mampu untuk mewujudkan
impian Anggi, ia akan
melakukannya.

Besoknya, Siska dan


Anggi mengajak teman-
teman sekelasnya untuk
membuat impian Siska
menjadi kenyataan.
Alhamdulillah, ternyata
semua teman sekelasnya
setuju dengan tujuan Siska
dan Anggi dan mereka siap
membantu. Hari itu juga,
kami membagi-bagi tugas.
Nando akan membuat
meja kecil karena ayahnya
seorang ahli kayu, Nova
akan membuat gantungan
kunci karena ia kreatif,
Dedi akan membuat
spanduk dan brosur-brosur,
Frans akan membuat
kreasi tangan dari rotan
karena ia pandai membuat
kreasi tangan, Valen akan
melukis karena ia
berbakat, lalu masih
banyak yang lainnya. Toko
kecil ini akan diadakan di
rumah Siska

Sudah 1 minggu toko di


depan rumah Siska buka.
Setiap harinya, toko itu
selalu ramai dengan
pengunjung-pengunjung
yang datang untuk
membeli barang-barang
yang dijual di toko itu.
Namun ada juga yang
hanya sekadar melihat-
lihat saja. Untung saja,
toko itu buka saat sekolah
Siska libur. Itu menjadi
bermanfaat karena setiap
waktu Putri dan teman-
temannya bisa menjaga
toko kecil mereka.
Penghasilan setiap harinya,
selalu tidak kurang dari
250.000,00.
Alhamdulillah.. “Put,
sepertinya uang kita sudah
cukup untuk membeli
perlengkapan berkebun
dan untuk membeli bibit-
bibit tanaman,” kata
Anggi.

Toko di rumah Siska sudah


berjalan selama 3 bulan.
Penghasilan yang didapat
sudah terkumpul dan
hasilnya lumayan. Hari ini
Anggi mengajak Siska
untuk membeli
perlengkapan berkebun
dan bibit-bibit tanaman
yang akan ditanam di
tanah Anggi yang akan
dijadikan taman.
Kebetulan sekali, ternyata
tanah itu berada di dekat
rumah Anggi. Hanya
berjarak sekitar 200 meter
dari rumah Siska.
Sedangkan toko peralatan
berkebun, berada jauh dari
rumah Siska. Untuk
sampai di sana,
memerlukan waktu 20
menit. Itu pun kalau tidak
macet.

“Hmm.. iya, betul juga,”


jawab Siska
“Kalau begitu, ayo kita
belanjakan!” seru Anggi
bersemangat.
“Hmm.. tapi aku masih
ragu. Bagaimana kalau
uang kita ternyata tidak
cukup?” tanya Siska
khawatir.
“Aku akan membayar
kekurangannya,” jawab
Anggi enteng.
“Terima kasih Anggi.
Kamu banyak sekali
membantu.”
“Sama-sama, ayo
berangkat!” seru Anggi.

Mereka berangkat menuju


toko perlengkapan
berkebun. Hari ini tak
begitu macet. Jadi mereka
sampai tepat waktu. Toko
ini berbentuk supermarket
berkebun. Tokonya
bernama “ Speciall
Gardening Supplier” Di
sana mereka membeli
sekop, ember, selang,
pupuk, bibit, dan masih
banyak yang lainnya.
Setelah lelah mengelilingi
supermarket yang cukup
besar itu, Siska dan Anggi
akhirnya sampai di meja
kasir. Mereka membayar
tagihan. Untung saja uang
mereka tidak kurang. Itu
karena, Siska dan Anggi
membeli yang cukup
murah namun berkualitas
bagus.

“Nggi, uangnya lebih dikit.


Mau dibeliin apa?” tanya
Siska di tengah perjalanan
pulang mereka.
“Hmm.. gimana kalau kita
menyewa tukang kayu
untuk membuatkan kursi-
kursi kecil yang nanti akan
diletakkan di taman?” usul
Anggi.
“Apa!? Itu kan mahal.
Uang kita sisa sedikit
lagi,” tolak Siska. “Aku
bisa membayarnya,” jawab
Anggi. santai.
“Tapi, emang nggak apa-
apa?” tanya Siska
meyakinkan. Anggi
mengangguk. “Selama
kamu masih bisa bantu aku
untuk berjualan di toko
kita.”
“Hehehe.. pastinya dong!”
jawab Siska semangat.
“Pak, mampir ke toko
kayu ya..” ujar Mia kepada
sopirnya.
“Baik!” jawab sang sopir.

Satu tahun kemudian.


“Sis!! Ini, gimana? Kamu
udah beli bibit lagi
belum!?” tanya Anggi
setengah berteriak di
keramaian taman kota saat
itu. “BELUM!!!” jawab
Siska berteriak.
“Siska!! Bibi Specialy
menelepon!!” panggil
Anggi lagi.
“Angkat saja olehmu! Aku
sedang mengurusi
pelanggan-pelangganku!”
jawab Siska lagi.

Itulah keseharian Siska


yang baru. Setiap harinya
selalu disibukkan dengan
taman kecilnya. Ia harus
mengurus pelanggan,
menanam pohon-pohon
baru, mendapat tamu,
pokoknya sibuk deh!
Sekarang selain di dekat
rumahnya, Siska juga
memiliki taman di daerah
lain. Yang satu ini, benar-
benar miliknya. Dan
rencananya, Siska akan
membuka satu lagi taman
miliknya di daerah lain.
Semakin hari, Siska lebih
sibuk lagi dengan
dipenuhi aktivitas yang
padat. Walaupun begitu, ia
tidak lupa dengan
sekolahnya. Daerah sekitar
Siska semakin bersih dan
kemacetan pun berkurang.

Anda mungkin juga menyukai