Anda di halaman 1dari 14

Bahasa

Indonesia
Teks Tanggapan
Member of Group
Nadine Qirani
Cecylia Mirency siahaan
Viera Anisa Melinda Wagey
Konteks
Judul : Mukena untuk Bunda
Penulis : Ridha Avicena Lia Salsabila
Penerbit : PT. Mizan Pustaka
Tebal : 96 halaman
Konteks Pengarang
dan Karyanya
Jika ditanyakan kepada siapapun yang pernah
membaca cerita pendek ‘kecil-kecil punya karya’
beberapa orang akan tahu. Namun, jika ditanya
tentang siapa pengarangnya, beberapa orang akan
terdiam. Kenalkan Ridha Avicena Lia Salsabila yang
biasa dipanggil Ridha. Seorang pengarang cerita
pendek yang saat itu masi menginjak bangku Sekolah
Dasar. Ridha membuat banyak cerpen, salah satunya
adalah cerpen “Mukena untuk Bunda” yang sudah
diterbitkan.
Deskripsi pengarang
dan Karyanya
Mukena untuk bunda terbit berdasarkan imajinasi Ridha yang sangat
tinggi. Ridha suka berimajinasi dan mengarang. Ridha menulis
banyak cerita pendek di buku hariannya. Lalu ibu Ridha membaca
buku harian Ridha yang berisikan cerita pendek hasil imajinasi Ridha.
Ibunya menyuruh Ridha untuk dijadikan komik cerita pendek, dan
Ridha menurut. Ridha agak kewalahan ketika membuat cerita
pendek, ia harus membagi waktu dengan sekolah, les dan membuat
cerpen. Akhirnya Mukena untuk Bunda berhasil diterbitkan dengan
segala rintangan.
Deskripsi Karya
Karya tersebut dimulai dari, Dua hari lagi, lebaran akan datang. Mila
menghitung kembali uangnya. Dia berniat, besok akan membeli mukena
untuk bunda. “Enam puluh sembilan ribu… tujuh puluh ribu…yeeeey…
sudah pas!” teriak Mila gembira. Mil bersorak senang. Dia berjalan menuju
kamar Kak Winda. Mila ingin menceritakan tentang rencananya, membeli
mukena untuk bunda. “Assalamualaikum, Kak! Sedang ngapain?” tanya
Mila, sambil duduk di kasur Kak Winda. “Ehh… kamu itu kalau masuk
jangan langsung nyelonong, dong!” tegur Kak Winda. “Eh, maaf, kak” kata
mila
“Kamu mau ngapain?Tumben ke sini?” kata Kak Winda kasar.
“E…enggak, Kak. Aku cuman mau cerita, kalau besok aku mau
beli mukenan buat Bunda. Kakak mau ikut?” tanya Mila. “Uuhh…
males…ngapain aku ikut kamu? Besok pasti panas banget. Huh,
enggak usah, deh! Emangnya kamu punya uang?” kata Kak
Winda. “Aku punya, kok. Ada tujuh puluh ribu” kata Mila. “Dapat
dari mana kamu, uang sebanyak itu? Nyolong uang kakak ya?”
kata kak Winda menuduh.”Enggak, kok, aku, kan, menabung tiap
hari. Jadi uangnya banyak” jawab Mila. “ Oh… besok… kalau beli
mukena, beli yang murahan saja! Pasti bagus buat bunda” kata Kak
Winda pedas. “Astagfirullah, Kak..! Durhaka itu namanya!” kata
Mila menasihati Kak Winda. “ Kamu itu! kakak lebih tahu, mana
yang baik dan mana yang buruk!” kata Kak Winda, Sok tahu
“ya, sudah. yang penting, aku sudah memperingatkan kakak” kata
Mila, sambil menuju ke kamarnya.
Keesokan harinya….
“Ayo, Kak, berangkat!” kata Mila, mengajak Kak Annisa.
“Iya. Mila, sebentar lagi Kakak siap” jawab Kak Annisa. Setelah Kak
Annisa siap, mereka berangkat bersama-sama. Di jalan, Mila melihat
beberapa toko mukena. Dia berniat akan membeli mukena di toko itu,
setelah pulang sekolah. “Daaah! Kak…. Mila sekolah dulu, ya!” kata
Mila, di depan gerbang sekolahnya. Di sekolah Mila menjalani
harinya seperti biasa. Ada Cika yanh cerewet, Gita yang imut, Deny
yang tampan, dan Dewi yang cantik. Mila sangat senang memiliki
teman seperti mereka di kelasnya
Saat pulang sekolah, Mila tidak langsung pulang. Dia mampir dulu
toko mukena. “Assamualaikum, Pak…. saya mau beli mukena” kata
Mila. “Oh…ya, silakan. Mau pilih yang mana?” tanya bapak itu.
sambil mengeluarkan mukena dari dalam lemari kaca. “Hmm…
yang warna putih ini berapa?” tanya Mila. “Oh… yang ini delapan
puluh ribu rupiah” kata Bapak itu. Mahalnyaa, kata Mila dalam hati.
“Atauyang ini, Dik… harganya lima puluh ribu” “wahh..yang ini saja
pak, saya beli ini!” seru Mila. “Kembaliaannya dua puluh ribu. Mau
beli sajadah sekalian enggak? Kebetulan ada yang harganya dua
puluh ribu rupiah” kata Bapak itu menawarkan. “Hmm, ya, sudah.
sekalian saja” kata Mila. “Ya.. ini barangnya…” “Makasih, pak!” kata
Mila. Milah pukang ke rumah. Dia menenteng mukena dan sajadah
untuk bunda. Sesampainya di dumah, Mila segera mencari bunda.
“Bunda… Mila pulang! Bunda dimana?” tanya Mila. “Bunda disini,
Nak.. baru bikinin kamu baju” kata bunda. Mila segera menghampiri
bunda. ”Bunda… Mila punya hadiah buat Bunda” kata Mila. “Apa?
bunda pengin tahu” kata Bunda. “Tapi ada syaratnya” “Apa? Beliin
bakpao?” kata bunda bercanda. “Ya enggak, lah. Aku pengin.. Bunda
cium aku…” kata Mila manja. “Oh… kirain apa. Ya, sudah, sini bunda
cium pipi kamu yang gembil itu” kata bunda. “Yeey… sekarang aku
mau kasih hadiah buat bunda” kata Mila, setelah dicium bunda. “Ini
untuk bunda? Makasih ya Mila” kata bunda sambil menerima hadiah
dari Mila. “Iya, bunda, sama-sama. Besok waktu shalat Id, bunda
pake mukena ini, yaaa…” kata Mila memohon. “Iya sayang, bunda
akan pakai mukena ini”kata bunda, sambil memeluk mukena
barunya. Malam harinya, kampung Mila mengadakan takbiran. Mila
dan kakak-kakaknya, tentu saja ikut memeriahkan. “Allahuakbar…
Allahuakbar… Allahuakbar… Laa Ilaaha illallaahuallaahuakbar…
Allahuakbar… Wallillahillamd” Ucap mereka semua kompak
Keesokan harinya, bunda, Mila, kak Annisa, dan kak Winda
bersiap-siap shalat Id. Mereka berjalan menuju lapangan. Biasanya,
mereka shalat Id di lapangan itu, mereka mengenakan baju baru.
Bunda membawa mukenan barunya. Mila senang sekali, bisa
melihat bunda memakai mukena barunya. Usai shalat Id, mereka
pulang ke dumah. Mereka akan mengadakan acara sungkeman.
“Bunda maafin Winda ya…. Sebenarnya Winda sudah lama mau
minta maaf. Tapi Winda malu. Winda harus nungguin lebaran dulu
untuk minta maaf. Sekali lagi, maafin Winda, ya Bunda” kata kak
Winda, sambil meneteskan air mata. “Iya Winda, Bunda maafin
kamu, bunda juga minta maaf ya.” sahut bunda ikut terharu. “Iya
bunda” kata kak Winda. Setelah kak Winda meminta maaf, giliran
kak Annisa. “Bunda, maafin Nisa, ya, Annisa sering buat bunda
marah. Sekali lagi, maafin Annisa, ya, bunda” kata kak Annisa.
“Bunda maafin Mila juga ya… Maaf kalau bunda enggak
suka mukena sama sajadahnya” kata Mila meminta maaf.
“Enggak, kok. Bunda suka mukenanya, makasih ya Mila”
jawab Bunda. Pagi itu, mentari tersenyum senang melihat
mereka. Mereka sangat gembira . Kak Winda sudah
menjadi baik. Mereka menjadi keluarga yang berbahagia.
Penilaian terhadap karya
Ridha secara umum menunjukan bahwa ia sayang oleh
ibunya karena membuat komik berjudul “Mukena untuk
Bunda”. Ia menimbulkan sedikit konflik dari tokoh kak
Winda yang mulutnya sangat pedas, lalu saat idul fitri kak
Winda meminta maaf dan menyesal atas perbuatannya
kepada bunda nya. dan dari komik “mukena untuk bunda”
membuat pembaca menjadi ingin seperti Mila yang sangat
sayang kepada bundanya. Mila rela menabung untuk
membeli mukena dan sajadah untuk bundanya.
Sekian dan
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai