Anda di halaman 1dari 4

Sekar Duandra Pratiwi

Kasih Sayang Orang Tua

Suatu pagi, sebelum berangkat sekolah, Andi berbicara dengan ayahnya.


“Yah, teman-teman ku membeli mainan baru, aku pun ingin memilikinya.” Ucap
Andi dengan wajah memelas.
“Sabar ya Nak. Uang Ayah belum cukup untuk membeli mainan itu.” Jawab ayah.
“Tapi aku ingin sekali mainan itu, Yah.” Ucap Andi sambil memohon.
“Nanti akan Ayah usahakan ya Nak. Kalau uangnya sudah cukup akan Ayah
belikan.” Jawab Ayah dengan lembut, agar anaknya tersebut tidak terlalu kecewa.
Lalu Andi langsung meninggalkan ayah dan pergi ke sekolah dengan wajah
kecewa.
Kondisi mereka untuk makan pun masih terbilang susah. Apalagi untuk membeli
mainan yang harga nya tergolong tidak murah.
Ayah nya pun berbincang dengan istri nya, yang tak lain adalah ibunda dari
Andi. Ia memikirkan bagaimana cara agar bisa membelikan mainan untuk
anaknya itu.
“Bu, Andi meminta dibelikan mainan yang sama seperti teman-temannya. Tetapi
saat ini Ayah tak punya uang.” Ucap ayah.
“Iya yah. Ibu juga tadi mendengar permintaan Andi. Sepertinya Andi sangat
menginginkan mainan itu Yah. Bagaimana jika Ibu juga bekerja?” Tanya Ibu
dengan wajah yakin.
“Apa Ibu yakin? Kondisi ibu kan sekarang sedang tidak baik. Lagi pula ibu akan
kerja apa?” Jawab ayah dengan wajah khawatir.
“Tak apa yah. Ibu akan mencari pekerjaan ke tetangga. Siapa tahu ada yang
membutuhkan tenaga ibu. Ibu juga ingin sesekali membelikan apa yang Andi
minta, Yah.”
“Ya sudah, tidak apa-apa jika Ibu merasa mampu. Maafkan Ayah ya bu, Ibu jadi
harus bekerja ” Jawab ayah dengan wajah tersenyum.
“Tak apa, Yah. Ibu pun senang masih bisa membantu Ayah. Ibu juga ingin
membahagiakan anak semata wayang kita Yah.”
Ayah pun menjawabnya dengan senyuman. Mereka pun akhirnya segera pergi
untuk mencari pekerjaan demi anak semata wayang nya tersebut.
Sesampainya di sekolah, Andi langsung duduk di tempatnya dengan wajah
sedih. Vikri teman sekelasnya yang merupakan anak dari Kepala desa dengan
kehidupan yang berkecukupan menghampiri Andi.
“Ada apa denganmu, Andi? Tak biasanya kamu terlihat sedih begini.” Tanya
Vikri.
“Bukan urusanmu. Pergilah.” Jawab Andi dengan membuang muka.
“Aku hanya…” Belum selesai Vikri berbicara, Andi langsung memotong
ucapannya dengan bentakan.
“Sudahlah! Ku bilang bukan urusanmu. Kamu pun tidak akan bisa membantu.”
Ucap Andi dengan wajah memerah.
Setelah itu bel masuk berbunyi. Dan guru pun segera memasuki kelas.
“Selamat pagi anak-anak.”
“Selamat pagi, bu.”
Setelah itu ibu guru langsung memulai pelajaran.
Tak terasa bel istirahat berbunyi. Ibu guru segera meninggalkan kelas.
“Andi, jajan yuk.” Ajak Vikri kepada Andi yang masih saja terlihat sedih itu.
“Aku mau dikelas saja.” Jawab Andi
“Mengapa? Biasanya kamu juga jajan kan?”
“Tidak. Sudah lah sana pergi saja.”
Vikri pun langsung meninggalkan kelas. Ia pun bingung mengapa temannya
tersebut terlihat sedih dan murung sejak tadi pagi.
Bel masuk berbunyi. Seluruh siswa segera memasuki kelasnya. Tak lama ibu
guru juga memasuki kelas Andi. Ibu guru melihat Vikri yang sedang gelisah. Ia
terlihat gelisah dan mencari sesuatu yang sepertinya hilang dari tas nya.
“Ada apa Vikri? Mengapa kamu terlihat gelisah?” Tanya Ibu Guru.
“Uang di tas ku hilang bu. Itu uang tabunganku selama 3 bulan.” Vikri
menjelaskannya dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
“Apakah kamu yakin sudah mencarinya?” Ucap Ibu Guru.
“Yakin bu. Aku meletakkannya disini” Ucap Vikri sambil menunjuk bagian
dalam tasnya.
Ibu guru pun segera menanyakan hal ini kepada teman-teman Vikri yang lain.
“Anak-anak, apakah kalian menemukan uang Vikri?” Tanya Bu Guru kepada
seluruh siswa.
Abel pun menjawab. Salah satu siswi yang merupakan teman Andi dan Vikri.
“Aku tidak tahu bu. Tapi aku tadi melihat Andi membuka dan mengambil sesuatu
dari dalam tas Vikri.”
“Apa benar Andi?” Tanya Bu Guru kepada Andi.
“Tidak bu, tidak benar. Dia hanya menuduhku. Mengapa kamu menuduhku, Bel?”
Ucap Andi dengan muka cemas.
“Aku tidak menuduhmu. Aku melihat sendiri apa yang kamu lakukan.”
“Ya sudah, sekarang ibu akan coba melihat tas Andi ya, tidak apa-apa kan?”
“U..untuk apa bu?” Jawab Andi dengan gugup. Ia bingung apa yang harus ia
lakukan, karena memang ia yang mengambil uang temannya tersebut.
“Tidak apa Andi, Ibu hanya…”
Belum selesai berbicara, Andi langsung menangis.
“Iya bu, Aku yang mengambil uang itu. Aku iri dengan Vikri karena ia selalu bisa
mendapatkan apa yang ia inginkan. Sedangkan aku?” Ia terus menangis sambil
menunduk.
Keadaan kelas semakin tidak karuan. Teman-temannya bingung kenapa Andi bisa
sampai melakukan hal tersebut.
Ibu segera menghampiri dan merangkul Andi.
“Tidak apa-apa Nak. Ibu akan mendengarkan alasan Andi mengapa melakukan
hal ini. Kita sekarang ke ruang guru dulu yuk.” Ajak ibu yang sambil
menenangkan Andi yang terus menangis.
Andi pun akhirnya ke kantor. Bersama Vikri dan Abel. Sesampainya di kantor,
Ibu guru segera menghubungi orang tua dari Andi dan Vikri dan memintanya
untuk kesekolah.
“Silahkan masuk Pak, Bu.” Bu Guru mempersilakan orang tua Andi dan Vikri
yang ternyata datang beriringan.
“Jadi begini Pak, Bu. Tadi Vikri kehilangan uangnya yang ia letakkan di tasnya.
Lalu saya langsung tanyakan ke teman-temannya. Dan ternyata ada salah satu
siswa, bernama Abel, melihat bahwa Andi mengambil sesuatu dari dalam tas
Vikri. Dan setelah itu Andi mengakui perbuatannya bahwa ia yang mengambil
uang dalam tas Vikri. Saya harap kedua orang tua dapat memaklumi dan dapat
diselesaikan dengan kepala dingin.”
“Ya Allah Nak, mengapa kamu melakukan ini? Memang ibu pernah mengajarkan
ini ke kamu?” Tanya Ibunda Andi dengan mata yang berkaca-kaca.
“Maafkan Andi bu…” Jawab Andi dan mulai menangis melihat ibunya.
“Ibu sudah membantu ayahmu bekerja, mencari pekerjaan ke tetangga demi
membelikan apa yang kamu inginkan, Nak.” Jawab Ibunda Andi dengan air yang
mulai menetes dari matanya.
“Sudah bu, tidak apa-apa. Saya sendiri memaklumi. Ia sudah ada niat baik dengan
mengakui perbuatannya. Jangan diulangi lagi ya Nak Andi.” Ucap Ibunda Vikri
dengan tersenyum kepada Vikri.
“Iya bu, sekali lagi saya minta maaf.” Ucap ibunda Andi dengan sedikit
menunduk dan mendapat senyuman dari Ibunda Vikri.
“Iya Bu, Vikri, saya minta maaf. Saya tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi.”
Ucap Andi sambil menyerahkan uang yang ia ambil dari tas Vikri.
“Iya tidak apa-apa Andi. Aku senang bisa berteman denganmu. Kuharap kita bisa
berteman selamanya ya Andi” Ucap Vikri dengan tersenyum, yang sedari tadi
duduk disebelah Andi.
“Iya Vikri, terima kasih.”
Setelah kejadian itu, mereka kembali berteman. Teman-teman sekelasnya pun
sudah melupakan kejadian di hari itu. Akhirnya semua menjalani hari-hari bahagia
seperti sedia kala.

Anda mungkin juga menyukai