Anda di halaman 1dari 2

Satu Hati Beda Keyakinan

“Cinta itu bukan apa yang difikirkan oleh akal, tapi cinta adalah apa
yang dirasakan oleh hati. Tidak ada yang salah dengan cinta, tidak
ada yang salah dengan takdir, yang salah adalah jika kita terlalu
memaksa kehendak kita untuk mempersatukan cinta yang tak
mungkin bersatu.”

Gue Raka, orang-orang tahunya sebagai seorang yang pendiam dan si jenius. Mungkin karena
gue agak susah buat bergaul sama orang-orang sekitar gue. Gue punya 3 orang sahabat yang
macem-macem jenisnya. Deden, Dadan, dan Riko. Deden dan Dadan, kakak adek yang suka
banget gombalin cewek-cewek di sekolah, ya wajarlah mereka punya banyak duit (walaupun itu
punya orang tuanya sih), muka yang ganteng dan stylish jadi modal mereka buat deketin cewek-
cewek di sekolah. Mereka kalo di kelas sering banget ketiduran apalagi kalo udah pelajaran
sejarah sama matematika, mereka berdua bakal pindah ke bangku belakang biar ga ketahuan
guru karena suka ngantuk. Riko, orang yang seneng banget makan snack dan coklat. Pokoknya
kalo lagi ada kerja kelompok, yang lain sibuk nyari-nyari ide biar tugas selesai dia malah sibuk
nyari makanan. Orangnya lucu dan agak ngeselin juga sih, tapi dia tetep sahabat gue yang paling
di kangenin kalo dia gak ada.

Suatu hari di sekolah, gue dan temen-temen jalan di koridor sekolah menuju ke kantin, karena
sepertinya cacing di perut sudah berontak sehabis pelajaran matematika. Pas lagi enak-enak
makan ada cewek yang manggil Gue, “Ka, Raka!!”. Gak cuma gua yang noleh, temen- temen
juga semua ngelihat ke arah cewek itu yang ternyata dia adalah Ririn. “Raka, ini temen gue mau
kenalan sama lo”. Saut Ririn. “Hah ? siapa emangnya Rin?”. “Ini si Jessica, dia mau kenalan
sama lo katanya”. “Hai , gue Jessica, salam kenal” sambil ngulurin tangan . “Emmm, eh iya gue
Raka”sambil berjabat, hati gemetar dan gugup balas gue. Seorang gadis dengan rambut hitam
dan kulitnya putih dan wajahnya yang anggun o, sedikit menarik perhatian gue sih , sampe-
sampe tangan gue gak bisa lepas nih. Dia senyum… Ya ampunn lama-lama lihat senyumnya
diabetes cukk., terus dia nanya sama sahabat gue, Sigit “Git, cowok yang di sebelah kananmu
siapa namanya?”, “oh, namanya Jaka” jawab sahabatku, “Oh, Hai Jaka” “Hai” balas ku. Setelah
itu aku menarik teman-temanku untuk segara bergegas ke kantin, karena bel istirahat akan segera
habis. Setelah selesai makan, tepat sekali bel masuk kelas berbunyi. Di kelas aku dan teman-
teman pun kembali belajar.

Waktu menunjukan pukul 15.30. Pada saat bel sekolah berbunyi , aku dan teman-temanku
berpisah di gerbang depan sekolah. Saat itu hujan turun dengan derasnya. Teman-temanku sudah
pulang dijemput oleh keluarganya. Aku lihat di halte gadis yang tadi menyapaku saat istirahat,
dia sedang duduk sendiri sambil menunggu hujan reda. Akhirnya aku putuskan untuk
mendatanginya dan sedikit menyapanya.”Hai..” sapaku. “Eh, hallo”sambil tersenyum kecil.
“Boleh kenalan, Aku Jaka. Namamu siapa ?”.Kubuka obrolan. “Oh hai, aku Jesica”. “Ohh, salam
kenal Jesica. Kamu lagi tunggu jemputan ?” tanyaku. “Mmm iya nih, tapi belum datang juga”.
“Memangnya rumah kamu di mana” kembali ku tanya. “ Di perumahan LHK.”jawabnya. “hah
apa itu LHK”. “kamu gak tahu tah ? hihihi , LHK itu Luxury House Kuningan.”jawabnya.
“Ohh.. wahh pasti rumahnya besar, kamu pasti orang elite yah”. Jawabku dengan ekspresi
terkagum-kagum.

Seiring berjalannya waktu, akhirnya aku dan (gadis yang waktu itu bertemu di kantin) semakin
akrab. Kami saling berbagi kisah. Suatu hari, saat kami sedang duduk di lapang sekolah, aku
menyatakan cinta kepadanya “kamu mau gak jadi pacarku?” dia terlihat shock, bingung, dan
terlihat malu-malu mendengar pernyataannya itu. Tanpa berpikir panjang, dia mengiyakannya.

Satu tahun berlalu kami jalani hubungan kami, hingga akhirnya kami menemukan titik terang
bahwa kami tidak akan mungkin bisa bersama. Bukan karena adanya orang ketiga atau selisih
paham di antara kami, tapi karena takdirlah yang memisahkan kami. Perbedaan agama
memisahkan kami, dua insan yang saling mencintai..

Aku dan dia kukuh pada agama yang kami anut, sangat tidak mungkin jika kami bersatu,
meskipun masih ada rasa cinta di dalam hati. Tidak mungkin mengorbankan agama karena
terlalu memaksa kehendak untuk bersama..

Bukan cinta yang salah, bukan takdir yang salah, dan bukan rasa yang salah. Karena pada
akhirnya semua akan menemui titik terang.

Anda mungkin juga menyukai