Epilog
Di suatu bukit yang berada jauh dari pemukiman warga, di daerah Kalimatan. Ada seorang janda miskin
yang sudah tua dan tinggal bersama putrinya. Akan tetapi sayang, Ia sangat pemalas dan memiliki sifat
buruk. Ia tidak pernah mau membantu ibunya yang bekerja keras banting tulang.
Gadis itu kerjaannya hanya bersolek dan mengurung diri di kamar, karena Ia tidak mau matahari merusak
kulitnya. Selain itu, jika minta sesuatu sama ibunya harus dikabulkan, Ia tidak pernah memikirkan ibunya
yang hidup susah.
Kemudian siapkan lulur, air hangat untuk mandi dan membuatkan aku minuman sari buah..? (dengan
ekspresi wajah marah)
Ibu: (Dengan nada pelan dan hati-hati) Kamu sudah dewasa, nak. Seharusnya bisa melakukan hal itu sendiri.
Sang ibu pergi k esawah sendirian setiap harinya untuk bekerja. Setelah ibu pulang dari sawah, maka
putrinya ini langsung menghampirinya.
Ibu: Ibu pulang, nak. (dengan nada yang sangat letih)
Darmi: Lalu, upahnya mana? (sambil mencari hasil upah ibuya di kantong sang ibu dan mengambilnya)
Ibu: Jangan di ambil, nak. Uang itu akan ibu gunakan untuk belanja beras.
Darmi: Tapi bedak ku sudah habis.
Ibu: (akhirnya sang ibu pun marah) Kamu itu bisanya hanya minta, tidak pernah mau bekerja sambil
memberikan uang itu kepada putrinya.
Pada keesokan harinya, ketika ibu pulang dari sawah, maka putrinya ini meminta uang lagi untuk membeli
alat kecantikan lainnya. Suatu hari ibu membujuk putrinya agar mengubah kebiasaan buruknya.
Jika sewaktu-waktu Tuhan memanggil ibu dan kamu belum bisa mengurus dirimu sendiri. (Di ruang tamu
ibu mengajak bicara putrinya). Kita orang miskin, kita harus bekerja agar bisa makan.