Anda di halaman 1dari 6

NASKAH TEKS NEGOSIASI

Suasana hangat menyelimuti Terminal Bus Tasik di pagi hari itu. Terdapat sepasang
suami istri yang sedang mengantarkan anaknya pergi merantau.

Ibu: “Ndah jaga diri ya disana.. kuliah yang bener jangan main mulu!”

Bapak: “Dijaga sholatnya, Ndah. Jangan sampai lupa sholat!”

Indah: “Iya Bu.. Pak.. Ndah ga bakal aneh-aneh kok, janji.”

Indah mengacungkan jari manisnya berusaha memperlihatkan kepada kedua orang


tuanya bahwa ia bersungguh-sungguh.

Supir bus: “Seluruh penumpang tujuan Tasik-Jakarta harap segera naik, bus sudah mau
berangkat!”

Suara supir bus tersebut pertanda bahwa mereka harus menyudahi perbincangan
mereka.

Bapak: “Sudah.. sudah.. sana cepet naik, nanti kalau ketinggalan repot ceritanya.”

Indah: “Ndah pamit ya Bu.. Pak..”

Ibu: “Jangan lupa pulang ya, Ndah!”

Indah memeluk kedua orang tuanya singkat. Ia berjalan menuju bus sembari sesekali
menoleh ke belakang untuk melambaikan tangan.

Ibu: “Anak kita sudah gede ya, Pak.”

Indah: “Alhamdulilah akhirnya sampai...”

Indah menolehkan kepalanya ke sana kemari menjamah seluruh bagian tempat yang
asing di pandangannya.

Saat hendak pergi, tiba-tiba tangan Indah di cekal oleh seseorang. Indah menengok,
terdapat supir bus yang sedang menggenggam dompetnya.

Supir bus: “Neng ini dompetnya neng bukan?”

Indah: “Eh iya, Pak.”

Supir bus: “Lain kali hati-hati neng, ini kota bukan desa.”

Indah: “Terima kasih banyak ya, Pak.”

Indah kembali berjalan, dahaga membawanya melangkah menuju pedagang asongan


untuk membeli sebotol air mineral.
Indah: “Permisi mas, air mineralnya berapaan ya?”

Tak langsung menjawab, pedagang asongan itu malah memandang Indah dari atas
sampai bawah dengan tatapan yang aneh.

Pedagang asongan 1: “20 ribu neng.”

Indah yang mendengar itu tercengang.

Indah: “Mahal banget mas, gabisa kurang?”

Pedagang asongan 1: “Disini mah segini udah paling murah, Neng.”

Indah termenung sesaat memikirkan apakah benar yang dikatakan pedagang tersebut.

Indah: “15 ribu deh, Mas.”

Pedagang asongan 1: “Belum dapet neng segitu mah.”

Indah: “16?”

Saat sedang asik tawar-menawar, tiba-tiba suara pedagang asongan lain menginterupsi
kegiatan negosiasi mereka.

Pedagang asongan 2: “Beli di saya aja mba, 10 ribu dapet.”

Indah: “Serius, Mas?”

Pedagang asongan 2: “Duarius malah.”

Pedagang asongan yang tadi sedang melakukan proses negosiasi bersama Indah pun
terlihat panik melihat pelanggannya sedang direbut.

Indah: “Aduh maaf ya mas, kayaknya saya beli di mas ini aja deh. Habisnya mas gabisa
kasih murah sih, kalau mas bisa kasih 5 ribu saya pasti belinya di mas.”

Pedagang asongan 1: “Yaudah 5 ribu.”

Indah: “Deal.”

Senyum Indah merekah mendengar keputusan yang sangat menguntungkan tersebut, ia


pun memutuskan untuk membeli air mineral di pedagang asongan pertama.

Indah mendudukkan dirinya disalah satu bangku di terminal. Beristirahat sejenak


sembari melihat padatnya terminal pada hari itu.

Tiba-tiba Ia merasa ada yang menepuk pundaknya. Indah pun menengok dan
menemuka wanita berkupluk hitam sedang berdiri di belakangnya.

Pencopet 1: “Permisi mba, tau alamat ini ga?”


Indah: “Aduh maaf tapi saya juga baru pertama kali kesini, jadi belum tau apa-apa.”

Pencopet 1: “Serius mba? masa gini aja mba gatau sih?”

Indah mulai merasa tidak nyaman ketika mendengar nada memaksa dari wanita
tersebut.

Indah: “Maaf ya sekali lagi.”

Wanita tersebut langsung melengos pergi tanpa berbicara sepatah kata pun.
Berbarengan dengan wanita tersebut pergi, seseorang yang sendari tadi duduk
disamping Indah pun turut pergi.

Indah tak ambil pusing, ia mengocek saku celananya untuk mengambil hp berniat
memberi kabar kepada orang tuanya di kampung. Namun.. ia tak menemukan apa-apa.

Indah: “Astaghfirullahaladzim, kok gada ya.”

Indah berusaha tidak panik. Ia membuka tas ranselnya dan mulai mencari lagi. Namun
bukannya menemukan apa yang ia cari, Indah malah menyadari bahwa dompetnya juga
hilang.

Indah: “Permisi bu, maaf saya boleh minjem hpnya sebentar ngga ya? saya mau
menghubungi orang tua saya.”

Orang asing 1: “Aduh maaf ngga dulu ya, Mba.”

Indah: “Saya mohon mba, saya ga bakal lama kok.”

Orang asing 1: “Saya bilang engga ya engga! Emangnya kamu pikir saya bego? Saya
sudah khatam ya sama modus-modus pencopetan kayak gini.”

Indah: “T–”

Orang asing 1: “Pergi atau saya panggil security?”

Tidak menyerah, Indah berjalan menghampiri orang lain di terminal itu.

Indah: “Permisi mba, maaf saya boleh pinjam hpnya sebentar ngga ya? Saya mau
menghubungi orang tua saya, saya baru saja kecopetan kak.”

Orang asing 2: “Oh iya boleh, ini pakai aja.”

Indah mengambil hp tersebut dengan sepenuh hati. Mulutnya tak berhenti


mengucapkan terima kasih sembari mengetikkan nomor orang tuanya di hp.

Beberapa menit berlalu, tak kunjung ada jawaban dari seberang sana. Indah yang tak
enak memegang hp orang lama-lama pun mengembalikan hp tersebut kepada
pemiliknya.
Orang asing 2: “Gimana, Mba? Dijawab?”

Indah menggelengkan kepalanya perlahan, senyum gentir terpasang diwajahnya.

Orang asing 2: “Terus mbanya gimana? Mba mau kemana? Saya antar aja yu.”

Indah: “Aduh gausah deh mba, saya takut ngerepotin.”

Orang asing 2: “Yaudah kalau gitu.. hati-hati yaa.”

Indah: “Terima kasih banyak ya mba sekali lagi.”

Indah kembali merogoh saku celananya, berharap dapat menemukan setidaknya


beberapa uang disana.

Tangannya keluar sembari menggenggam dua lembar uang berwarna ungu. Indah
bergegas jalan menuju pangkalan ojek terdekat, namun ketika hampir sampai tiba-tiba
langkahnya terhenti. Dipandangnya terlihat seorang pengemis bersama anaknya yang
sedang tertidur di jalanan.

Pengemis: “Mba... kasian... mba...”

Indah memandangi uang yang tersisa dan pengemis tersebut bergantian, haruskah ia
membantunya? Namun bukankah ia yang pantas dibantu sekarang?. Saat hendak
melanjutkan langkahnya, anak dari pengemis itu terbangun.

Anak pengemis: “Ibu... Ica laper, Bu.”

Pengemis: “Sabar ya, Nak, nanti kita beli makan.”

Merasa tertampar. Indah pun menghampiri pengemis tersebut, memberinya uang


sepuluh ribu dan langsung melanjutkan langkahnya ke pangkalan ojek.

Pengemis: “Makasih ya, Mba.”

Anak pengemis: “Yey makan!”

Ojek 1 : “Ayo mau kemana neng?”

Ojek 2 : “Sama abang aja neng, sampe Amerika juga abang jabanin.”

Indah: “Permisi mas, kalau dari sini ke Jl. Sina berapa ya?”

Ojek 1: “25 ribu neng, jauh itumah.”

Indah: “Ga bisa turun mas? saya lagi gada uang segitu.”
Ojek 1: “Mentok-mentok 20 ribu lah, ayo langsung saya anter sampai tujuan dengan
selamat.”

Indah: “Kalau 10 ribu gimana, Mas?”

Ojek 1: “Yang bener aje.”

Ojek 2: “Rugi dong!”

Indah: “Tolong lah mas.. duit saya tinggal 10 ribu doang, Mas.”

Ojek 1: “Gabisa neng, noh sama si Trisna aja.”

Ojek 2 : “Aduh ga dapet neng kalau segitu mah, saya dapet capeknya doang.”

Indah: “Mas ga kasian sama saya? saya baru pertama kali kesini, sendirian, langsung
kecopetan. Mas tega ngebiarin saya jalan kaki kesana?”

Kedua tukang ojek tersebut menatap satu sama lain seakan sedang berdiskusi lewat
mata.

Ojek 2: “12 ribu dah.”

Indah: “Astagfirullah mas kalau ada juga pasti saya kasih, tapi ini uang disaku saya
bener-bener sisa segini. Tolong lah mas.. 10 ribu ya?”

Tukang ojek tersebut menghela nafas berat, menganggukan kepalanya berat.

Ojek 2: “Naik neng.”

Indah: “Alhamdulillah, makasih banyak ya, Mas!”

Indah pun menaiki motor tersebut.

Ojek 2: “Berangkat dulu ya , Jak.”

Ojek 1: “Hati-hati, Na.”

Ojek 2: “Berangkatttt...”

Anda mungkin juga menyukai