Anda di halaman 1dari 6

Gara-gara Takut Istri

Di suatu hari yang sedikit mendung, tibalah seorang laki-laki kekar di sebuah rumah
sakit. Tetapi ada yang aneh, kedua telinganya melepuh seperti bekas terbakar.

Lalu lelaki kekar itu masuk ke ruang dokter.

Dokter: “Apa yang bisa saya bantu, pak?”


Kekar: “Ini telinga saya, dok.”
Dokter: “Kenapa telinganya, pak? Bisa dijelaskan?”
Kekar: “Jadi begini, pak dokter. Kekar-kekar begini saya itu takut istri. Jadi kemarin itu
istri saya sedang ke luar rumah dan nyuruh saya nyetrika baju. Nah, ada telpon masuk.
Lantaran takut itu dari istri saya … saya spontan menempelkan setrika ke telinga kanan
saya, dok.”
Dokter: “Waah, saya paham rasanya takut istri. Terus telinga kiri bapak kenapa?”
Kekar: “Itu dia, dok. Telpon yang pertama gak jadi keangkat karena saya jejeritan. Eh,
ada yang nelpon lagi. Jadi dua-duanya kena.”
Seketika itu dokter mengambil setrika lalu menempelkannya di muka lelaki kekar itu.

Struktur Teks Anekdot Lucu Gara-gara Takut Istri


Abstraksi: Di suatu hari yang sedikit mendung
Orientasi: Tibalah seorang laki-laki kekar di sebuah rumah sakit. Tetapi ada yang aneh,
kedua telinganya melepuh seperti bekas terbakar
Krisis: Keluhan laki-laki kekar, “Jadi begini, pak dokter. Kekar-kekar begini saya itu
takut istri. Jadi kemarin itu istri saya sedang ke luar rumah dan nyuruh saya nyetrika
baju. Nah, ada telpon masuk. Lantaran takut itu dari istri saya … saya spontan
menempelkan setrika ke telinga kanan saya, dok.”
Reaksi: “Waah, saya paham rasanya takut istri. Terus telinga kiri bapak kenapa?”
Koda: Seketika itu dokter mengambil setrika lalu menempelkannya di muka lelaki kekar
itu.

Contoh Teks Anekdot Layanan Publik


satriabajahitam
Anak Saya Kerja Bersama Negara!
Pada suatu hari, Seorang Presiden Negara I tertarik dengan dagangan kue dipinggir
jalan. Lalu kemudian dia membelinya.

Semacam ada rasa ketertarikan yang besar pada penjual kue tersebut. Hal itu membuat
Sang Presiden bertanya.

Presiden: “Sudah berapa lamakan ibu menjual kue unik ini?”


Penjual kue: “Alhamdulillah, pak, sekitar 30 tahun lebih saya berjualan kue ini.”
Presiden: “Sendirian?”
Penjual kue: “Iya, pak.”
Presiden: “Lho, anak ibu tidak ikut membantu?”
Penjual kue: “Tidak, pak, mereka sibuk semua. Saya punya anak 4; yang pertama
bekerja di KPK, kedua di POLDA, ketiga di Kejaksaan Negeri, dan yang terakhir di DPR,
pak.”
Sang Presiden menggelengkan kepala tidak percaya. Mungkin dia berpikir kok bisa
anak-anaknya sukses tapi ibunya sendiri jualan kue di pinggir jalan.
Pengawal presiden dari belakang nyeletuk, “Hebat, meskipun hanya berjualan kue, ibu
bisa menjadikan anak-anaknya sukses dan tetap rendah hati.”
Mendengar itu Sang Presiden melanjutkan pertanyaannya.

Presiden: “Hebat ibu! Kalau boleh saya tahu, apa jabatan anak ibu di KPK, POLDA,
Kejaksaan Negeri, dan DPR?”
Penjual kue: “Ya … sama, pak, jualan kue.”
Sang Presiden kemudian tercengang mendengar jawaban penjual kue tadi. Sambil
sedikit menahan tawa, presiden membeli kue dan melanjutkan perjalanannya.

Struktur Teks Anekdot Layanan Publik


Abstraksi: Pada suatu hari, Seorang Presiden Negara I tertarik dengan dagangan kue
dipinggir jalan. Lalu kemudian dia membelinya.
Orientasi: Jawaban penjual kue, “Alhamdulillah, pak, sekitar 30 tahun lebih saya
berjualan kue ini.”
Krisis: Penjelasan penjual kue mengenai keempat anaknya, ““Tidak, pak, mereka sibuk
semua. Saya punya anak 4; yang pertama bekerja di KPK, kedua di POLDA, ketiga di
Kejaksaan Negeri, dan yang terakhir di DPR, pak.”
Reaksi: Sang Presiden menggelengkan kepala tidak percaya. Mungkin dia berpikir kok
bisa anak-anaknya sukses tapi ibunya sendiri jualan kue di pinggir jalan.
Koda: Sang Presiden kemudian tercengang mendengar jawaban penjual kue tadi.
Sambil sedikit menahan tawa, presiden membeli kue dan melanjutkan perjalanannya.
Contoh Teks Anekdot Pendidikan

satriabajahitam
Sekolah Bertaraf Internasional
Hari yang cerah di salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.

Ada seorang guru muda yang memberikan pengumuman kepada semua siswa.

Guru: “Anak-anak, Alhamdulillah, kita dapat kabar gembira. Sebentar lagi sekolah kita
resmi menjadi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Nah, untuk menyambut hari bahagia
itu, apa yang akan kalian siapkan? Coba Satriabajahitam, apa yang akan kamu
persiapkan?”
Satriabajahitam: “Bahasa Inggris, bu! Ya, belajar bahasa Inggris.”
Guru: “Tepat sekali Satriabajahitam. Kamu, oncoman, apa yang akan kamu
persiapkan?”
Oncoman: “Uang, bu!”
Mendengar jawaban tersebut, guru muda tadi penasaran. Kemudian dia melanjutkan
pertanyaan pada Oncoman.

Guru: “Lho, kok uang?”


Oncoman: “Ya jelas, bu. Soalnya kalau sekolah kita jadi SBI, pasti bayarnya lebih
mahal, kan? Gak mungkin bakal sama aja.”
Guru: “Loh, loh, kamu kok begitu? Begini, oncoman, Sekolah Bertaraf Internasional itu
berarti sekolah kita sama bagusnya dengan sekolah-sekolah di luar negeri sana.”
Oncoman: “Tapi menurut saya, SBI ini bukan Sekolah Bertaraf Internasional, tapi
Sekolah Bertarif Internasional!”
Mendengar jawaban Oncoman yang kritis, guru muda tadi hanya bisa terdiam. Mungkin
hatinya mengiyakan. Untuk menormalkan situasi, dialihkanlah pembicaraan menjadi
tentang materi pelajaran agar kondusif kembali.

Struktur Teks Anekdot Pendidikan Sekolah Bertaraf Internasional


Abstraksi: Hari yang cerah di salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional.
Orientasi: Ada seorang guru muda yang memberikan pengumuman kepada semua
siswa.
Krisis: Jawaban Oncoman kepada guru muda, “Ya jelas, bu. Soalnya kalau sekolah kita
jadi SBI, pasti bayarnya lebih mahal, kan? Gak mungkin bakal sama aja.”
Reaksi: Mendengar jawaban Oncoman yang kritis, guru muda tadi hanya bisa terdiam.
Mungkin hatinya mengiyakan.
Koda: Untuk menormalkan situasi, dialihkanlah pembicaraan menjadi tentang materi
pelajaran agar kondusif kembali.

Kereta dan Tukang Kupat Tahu


Pada suatu hari, seperti biasa, dari pagi sampai siang tukang kupat tahu berdagang di
SMP 4 Tasikmalaya; jam 12 siang, dia biasanya menyusuri rel kereta untuk mengambil
jalan pintas menuju ke lokasi dagang selanjutnya, yakni Pasar Pancasila.

Tetapi kebetulan hari itu, dagangannya sudah habis. Pembeli terakhirnya membeli kupat
tahu di sisi rel kereta. Sesuah pembeli terakhir itu selesai, tukang kupat tahu itu
membersihkan piringnya yang berwarna merah lalu mengeringkannya dengan cara
dikibas-kibaskan.

Kebetulan lagi, saat itu ada kereta yang melintas. Melihat ada tanda merah dikibas-
kibaskan dari jauh, masinis kereta itu kaget lalu menginjak rem keras-keras. Sangkanya
ada hal darurat yang membahayakan. Lalu kereta berhenti tepat di samping tukang
kupat tahu tadi.

Masinis: “Ada apa, pak?”


Tukang Kupat Tahu: “Gak ada apa-apa, pak, tinggal bumbunya saja.”
Seketika itu Masinis turun lalu memukuli tukang kupat tahu.

Struktur Teks Anekdot Singkat Kereta dan Tukang Kupat Tahu


Abstraksi: Pada suatu hari, seperti biasa, dari pagi sampai siang tukang kupat tahu
berdagang di SMP 4 Tasikmalaya; jam 12 siang, dia biasanya menyusuri rel kereta
untuk mengambil jalan pintas menuju ke lokasi dagang selanjutnya, yakni Pasar
Pancasila.
Orientasi: Pembeli terakhirnya membeli kupat tahu di sisi rel kereta.
Krisis: Melihat ada tanda merah dikibas-kibaskan dari jauh, masinis kereta itu kaget lalu
menginjak rem keras-keras.
Reaksi: Pertanyaan Masinis, “Ada apa, pak?”
Koda: Seketika itu Masinis turun dari kereta dan memukuli tukang kupat tahu.

Anda mungkin juga menyukai