Anda di halaman 1dari 3

SIAS INGIN SEKOLAH Tema : kemanusiaan

Namanya Sias,gadis kecil berumur sekitar tujuh tahunan. Sias berasal dari desa pesisir daerah Jawa Barat. Suatu ketika, bibinya dating dari Jakarta. Wah, betapa senangnya sias. Sebab, menurut sias, bibinya itu orang baik. Suka memberi hadiah pakaian bagus bila dating dari Jakarta. Satu minggu bibi sias menginap. Ketika bibinya hendak kembali ke Jakarta, sias merengek minta ikut. Orangtua sias tidak keberatan, meskipun sebenarnya tidak tahu pekerjaan sang adik. Menurut orangtua sias, kehidupan anaknya dikota akan lebih baik. Syukur-syukur bisa sekolah. Sebab, penghasilan mereka sebagai pelayan amat tidak menentu. Sekadar cukup untuk makan. Itu pun kalau hasil melautnya lumayan. Perjalanan dari Indramayu sungguh melelahkan sampai ke Jakarta, hari sudah malam. Sias lelah dan ngantuk sekali. Begitu tiba dirumah sang bibi, ia langsung terlelap. Tak begitu memperhatikan, banyak anak sebayanya yang lelap keletihan. Suara azan subuh berkumandang dari langgar dekat rumah. Sudah kebiasaan sias bangun saat subuh, mandi dan langsung sholat. Usai mandi sias menuju rak baju sederhana untuk mengganti. Rak baju itu terdiri dari dua bagian. Yang atas berisi baju-baju yang masih lumayan bagus. Sedangkan yang bawah, pakaian lusuh yang sobek disana-sini. Ah, kupakai yang ini saja. Sayang kan mengenakan baju yang masih bagus , gumam sias sambil mengambil baju di rak bagian bawah. Tak lama kemudian, bibinya masuk. Sias sudah siap? Yuk, kita berangkat, kata bibinya sambil mengusap rambut sias yang sudah disisir rapi. Dan, dicorengnya sedikit wajah sias dengan arang. Sang bibi sejenak terdiam, memperhatikan penampilan sias yang kini seperti pengemis. Sias sebenarnya anak yang manis dan pintar. Sayang, nasib tidak manis kepadanya. Mudahmudahan, besar nanti tidak sepertiku ., gumam bibinya dalam hati. Ayo cepat, jangan terlalu lama, teman-teman sudah menunggu. Sias sungguh tidak menyangka. Didepan telah menunggu lebih dari selusin anak sebayanya. Dan, mereka berpakaian layaknya sebagai pengemis. Tapi bukan seperti ini cara yang diajarkan Bapak dan Ibu? , protes Sias. Apa boleh buat, hari ini sias mendapat pengalaman pertamanya menjadi pengemis. Berjalan tanpa alas kaki di siang terik. Meskipun demikian, mereka sama seperti anak-anak lainnya. Ceria dan penuh canda. Lambat laun, sias ikut larut dalam kceriaan. Sampai di pusat perbelanjaan, ternyata bukan hanya rombongan sias saja yang punya tujuan sama : mengemis. Sias melihat ada beberapa rombongan lain. Masing-masing rombongan wajib menyetor hasil mengemis pada penguasa pengemis diwilayah itu. Sungguh hidup yang berat untuk anak seusia sias. Dekat WC umum, sias melepas lelah. Dihitungya hasil mengemis hari ini. Lumayan sudah dapat tiga ribu sembilan ratus rupiah. Mudah-mudahan, sore nanti bisa dapat sepuluh ribu gumamnya. Setelah lelahnya hilang. Sias melanjutkan langkah. Kali ini menuju tangga bagian atas menuju pintu masuk restoran ayam goreng luar negeri. Belum sampai sias keatas, seorang ibu keluar dari restoran tersebut. Sias langsung bersiap memasang muka memelas, yang diajarkan teman-teman barunya di Jakarta. Bu sedekahnya, Bu Namun, ibu setengah tua yang masih terlihat cantik itu malah bertanya. Siapa nama kamu? Orangtua dimana? Saya sias, Bu, baru kemarin ke Jakarta ikut bibi. Orangtua saya di desa, tutur sias yang malu. Sebenarnya, saya ke Jakarta dengan harapan bisa kesekolah, buka meminta-minta seperti ini, lanjutnya jujur. Sekolah? Mau ikut Ibu? Ada sedikit keraguan dihati sias. Masak, sih, ada orang sebaik ibu itu? Katanya, orang-orang sibuk dengan urusan masing-masing?. Ayo, antarkan Ibu menemui Bibimu. Ibu juga akan minta izi pada orangtua didesa untuk mengangkatmu jadi anak asuh, ujar sang ibu menbuyarkan lamunan Sias. Terbayang dibenak sias, suasana sekolah yang menyenangkan. Hal yang selama ini hanya jadian impian. Ingin sekolah yang rajin supaya Bapak dan Ibunya tidak kekurang modal lagi untuk melaut mencari ikan. Impian yang sederhana. Teimakasih, Tuhan, telah mengabulkan doa ku., bisik sias yang menatap anak-anak pengemis yang sebayanya. Kapan mereka bisa seberuntung aku?, gumamnya. Sias. Kamu menangis? tegur ibu yang sedari tadi menungunya. Sias tidak menjawab, namun langsung memeluk ibu berhati mulia yang telah memberinya harapan untuk bisa sekolah.

TUKANG ROTI DAN ISTIGHFAR Kisah ini terjadi pada zaman Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullahu. Imam Ahmad ingin menghabiskan malamnya di masjid, akan tetapi beliau dilarang menginap di masjid lewat perantara penjaga masjid. Imam Ahmad berusaha agar diizinkan namun sia-sia. Imam Ahmad berkata kepadanya, Saya akan tidur di sini. Dan benar, Imam Ahmad bin Hanbal tidur di tempatnya itu. Maka penjagamasjid mengeluarkannya dari area masjid. Imam Ahmad bin Hanbal adalah seorang syaikh yang berwibawa, terlihat padanya ciri-ciri kebaikan dan ketakwaan. Tiba-tiba beliau dilihat oleh seorang tukang roti. Melihat beliau seperti itu, dia menawarkan agar menginap di rumahnya. Lantas Imam Ahmad bin Hanbal mengikuti si tukang roti. Dia menjamu beliau kemudian beranjak pergi mengambil adonannya untuk membuat roti. Imam Ahmad mendengar si tukang roti beristihfar dan beristighfar. Waktu berlalu lama, sementara dia tetap seperti itu (beristighfar), Imam Ahmad bin Hanbal keheranan. Ketika hari beranjak pagi, Imam Ahmad bertanya kepada sang tukang roti tentang istighfarnya semalam, dia menjawab bahwa selama mengadon tepungnya, dia mengadon sambil beristighfar. Imam Ahmad bertanya kepadanya, Apakah kamu mendapatkan buah dari istighfarmu? Imam Ahmad bertanya kepada sang tukang roti dengan pertanyaan ini karena beliau tahu buah-buah istighfar, beliau tahu keutamaan istighfar, serta tahu faidah-faidah istighfar. Tukang roti berkata, Ya. Demi Allah, saya tidak memohon permohonan kecuali pasti dikabulkan, kecuali satu doa. Imam Ahmad bertanya, Apa itu? Si tukang roti berkata, (Permohonan untuk) melihat Imam Ahmad bin Hanbal! Imam Ahmad berkata, Saya Ahmad bin Hanbal. Demi Allah, aku diseret kepadamu.

ASAL MULA SIANG DAN MALAM

Pada zaman dahulu, belum ada siang atau malam di bumi. Matahari dan Bulan tidak muncul secara teratur. Mereka sama-sama merasa lebih baik dari yang lain. Bulan dan Matahari saling berebut untuk muncul di langit bumi. Pertengkaran antara Matahari dan Bulan acap kali terjadi. Bulan, sebaiknya kamu pergi saja, karena aku lebih baik darimu. Lihat, bumi menjadi terang dan manusia bisa melakukan kegiatannya. kata Matahari kepada Bulan. Bukankah kamu yang sebaiknya pergi. Kalau aku muncul, manusia bisa beristirahat dan tidak kepanasan. bantah Bulan. Hei Bulan, coba kamu pikir, kalau tidak ada aku, manusia akan tiduuuur terus, tidak bisa bekerja karena gelap. Kalau manusia tidak bisa bekerja, bagaimana mereka mencari makan? Matahari semakin marah. Matahari, sudahlah. Kamu tidak bisa menyangkal kalau aku lebih indah darimu. Aku bisa muncul dengan berbagai bentuk, kadang bulat penuh, berbentuk sabit, atau setengah lingkaran. Lagipula kalau aku muncul, teman-temanku si Bintang selalu mau menampilkan wajah cantiknya kepada manusia. Lihat saja bentukmu, monoton, hanya berbentuk lingkaran saja. Bulan berusaha meyakinkan Matahari. Apa indahnya kalau bumi tetap gelap. Bagaimanapun juga akulah yang lebih dibutuhkan manusia, bukan kamu!Karena sinarku tumbuh-tumbuhan bisa hidup, sehingga manusia bisa makan buah-buahan dan sayur-sayuran. kata Matahari. Tetap saja bumi akan terlalu panas kalau kau muncul. Manusia tidak bisa tidur dengan nyaman. Apa untungnya terus bekeja tanpa istirahat, bisa-bisa seluruh manusia akan mati. Bulan tidak mau kalah. Begitulah setiap saat, Matahari dan Bulan selalu bertengkar. Karena mereka saling berebut muncul, bumi berubah-ubah dengan cepat. Kadang-kadang terang, tetapi sesaat kemudian menjadi gelap. Manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan tidak bisa hidup dengan tenang. Manusia menderita karena tidak bisa bekerja dan beristirahat dengan nyaman. Manusia merasa sedih sekali. Karena terus menderita, manusia berdoa kepada Tuhan agar Bulan dan Matahari tidak bertengkar lagi. Doa tersebut terdengar oleh Bulan dan Matahari. Mereka pun sadar bahwa mereka diciptakan untuk memberikan kebahagiaan kepada manusia. Matahari, manusia semakin menderita karena ulah kita. Aku minta maaf. ya kata Bulan. Betul Bulan. Aku juga minta maaf. Sebaiknya kita berbagi tugas. Aku muncul setengah hari, kamu juga muncul setengah hari. kata Matahari. Baiklah Matahari, aku setuju. Bulan mengiyakan usul Matahari. Akhirnya, Matahari dan Bulan berbaikan. Mereka muncul secara teratur dan bergantian. Manusia tidak lagi menderita. Mereka sekarang bisa mengatur waktu untuk bekerja dan beristirahat. Manusia lalu memberi nama siang untuk waktu terang dan malam sebagai waktu gelap di bumi.

Anda mungkin juga menyukai