Kelas : VII C
“Triiing” terdengar suara bel yang menandakan sekolah berakhir, waktunya untuk
pulang. Semua murid menyalami gurunya sambil bergantian. Tiba – tiba, saat Ciman keluar
kelas terlihat peri Phoeby menunggu. “Apa yang kamu lakukan disini? Nanti teman – temanku
bisa melihatmu dan menangkapmu” Kata Ciman. “Tidak akan, yang hanya bisa melihatku hanya
makhluk Faber, Peri, dan Fixust. Oh iya, aku lupa menjelaskanmu bahwa Fixust adalah makhluk
yang punya kekuatan dan kekuatan tersebut dapat dipilih sesuai kemauan sendiri” kata peri
Phoeby. “Oh begitu” jawab Ciman singkat. “Kamu harus ke laboratorium aku, kamu dapat
meminta 3 permintaan yang tadi pagi aku jelaskan” ajak peri Phoeby sambil menarik badan
Ciman ke langit. “Wah, Menabjubkan! Apakah ini tempat laboratoriummu?” tanya Ciman. “Iya,
ini tempat bahan ramuan – ramuan dan mesin waktuku jadi silahkan mulai permintaanmu” Kata
peri Phoeby. “Baiklah. Selama aku belajar tadi aku memikirkan permintaan tersebut, pertama
aku meminta agar kamu membuatkanku ramuan untuk mencabut tongkat yang ada di tanah
tanaman tersebut” kata Ciman. “Baiklah!” kata peri Phoeby yang langsung menyiapkan bahan –
bahan ramuan tersebut.
Setelah 5 menit kemudian, ramuan tersebut sudah selesai. “Lalu apa lagi
permintaanmu?” tanya peri Phoeby. “Yang kedua, beri aku ramuan tersebut” kata Ciman. Peri
Phoeby pun langsung memberi ramuan yang berbentuk cairan tersebut dan Ciman langsung
meminumnya. “Lalu apa lagi? Ingat ini permintaan terakhirmu” kata peri Phoeby mengingatkan.
“Yang ketiga, aku mau pergi ke 1000 tahun yang lalu untuk segera mencabut tongkat itu” jawab
Ciman dengan tegas. “Baiklah, kamu harus duduk di mesin waktu ini, nanti biar aku yang
mengatur waktunya” kata peri Phoeby.Ciman pun langsung duduk di mesin waktu dan dalam
sekejap dia langsung berada pada 1000 tahun yang lalu tepatnya di sekolah sihir tersebut. Dia
pun sembunyi di semak – semak dan tiba – tiba terlihat ada seorang anak albino yang terlihat
baru keluar kelas yang diikuti oleh temannya “Ursula jelek, kayak bebek” ejek teman –
temannya. “Oh, jadi namanya Ursula” kata Ciman dengan suara kecil. Ursula pun membaca
mantra untuk mengutuk tanaman tersebut menjadi layu selama – lamanya “ Nalemaska,
kimchianalsi layubzikal sisisisiz”kata Ursula. Dalam sekejap mata seluruh tanaman di depan
kelasnya pun layu. Dan tiba – tiba tongkatnya langsung menancap pada tanah tumbuhan tersebut.
Tidak lupa Ciman menghitung dari 1 sampai 100 “1, 2, 3, 4, 5, 6, 7,…” dia berusaha konsentrasi
semaksimal mungkin. “94, 95, 96, 97, 98, 99” dia langsung meloncat dari semak – semak
tersebut dan langsung mencabut tongkat tersebut sehingga seluruh tanaman menjadi subur. Tiba
– tiba, dia langsung berada pada kursi mesin waktu milik peri Phoeby. Terlihat peri Phoeby
tersenyum lebar pada Ciman, begitu juga Ciman, ia tersenyum lebar pada peri Phoeby karena
merasa puas dan juga tentunya bangga. “Antarkan aku ke depan kelasku sekarang juga” kata
Ciman yang begitu semangat untuk melihat tanaman subur di depan kelasnya. Tanpa basa – basi
peri Phoeby langsung mengantarkannya ke depan kelasnya. Ciman tersenyum lebar dan juga
terharu karena telah menyuburkan tanaman di depan kelasnya yang selama ini layu. “Jadi apa
permintaanmu? Oh iya, kamu harus memikirkannya betul – betul matang ya” kata peri Phoeby.
“Bisakah aku memintanya besok? Aku ingin memikirkannya betul – betul dulu” pinta Ciman.
“Tentu saja boleh, besok pagi aku akan menunggumu di depan kelasmu persis seperti pertama
kali kita bertemu tadi pagi, sampai jumpa” kata peri Phoeby sambil melambaikan tangannya.
“Sampai jumpa!” kata Ciman yang juga melambaikan tangannya.
Ia tidak bisa tidur semalaman karena memikirkan apa yang akan dia minta pada peri
Phoeby, yang terpenting ia harus meminta sesuatu yang berguna untuk semua orang. “Apa yah
yang akan aku minta pada peri Phoeby besok pagi? Apa yang bisa berguna untuk orang lain,
kalau bisa semua orang?” tanya Ciman pada dirinya sendiri. Beberapa menit kemudian, ia
menemukan permintaannya “Oh iya, aku minta itu sajalah!” kata Ciman yang senang sudah
menemukan permitaannya.
Sepulang sekolah, ia langsung meletakan tasnya dan segera ke ruang kerja ayahnya.
“Pa...” kata Ciman lembut. “Iya, kenapa Ciman?” tanya papanya yang bingung kenapa tiba – tiba
anaknya ke tempat kerjanya. “Papa jawab jujur ya, apakah papa seorang peri yang bisa berubah
wujud menjadi manusia?” tanya Ciman terus terang. “Hah? Bu..bukan kok. Kok tiba – tiba nanya
itu?” tanya papa balik. “Tidak ada. Hanya nanya saja, tadi Ciman baru saja baca dongeng tentang
itu” jawab Ciman yang menyembunyikan rahasia. “Oh begitu, kita bantu mama masak yuk!”
kata papa yang langsung mengalihkan topic pembicaraan. “Yuk!” kata Ciman yang masih curiga
pada papanya. Saat mau tidur, ia masih memikirkan papanya. Dia bingung harus percaya pada
peri Phoeby atau pada papanya sendiri. “Percaya pada peri Phoeby atau papa?” tanya Ciman
dalam hati pada dirinya sendiri.
The end