Dahulu kala, bumi sangat kering dan panas. Tidak banyak sumber air di
bumi. Salah satunya adalah sebuah kolam di tengah padang pasir yang
dijaga oleh babun (sejenis monyet Afrika).
Babun mengaku dirinya sebagai pemilik kolam itu. la menjaga kolam
siang dan malam. “Aku pemilik kolam ini, tidak boleh ada yang minum di
kolam ini!” kata babun sambil mengejar siapa pun yang mencoba minum
di kolam itu. Jika malam tiba, Babun membuat api unggun dekat kolam
agar ia tidak kedinginan.
Suatu hari, zebra datang menghampiri kolam. la berniat melepaskan
dahaganya setelah perjalanan jauh. Kala itu, zebra belum memiliki belang
di tubuhnya. Kulitnya ditumbuhi bulu-bulu putih berkilauan.
Melihat zebra menghampiri kolamnya, babun marah dan mencegatnya,
“Siapa kau? Pergi sana! aku pemilik kolam ini. Ini kolamku!”
Zebra kesal mendengar ucapan babun yang egois. “lni bukan airmu,
binatang jelek. Air ini milik bersama,” teriak zebra.
Babun marah dan menyerang zebra. Mereka berkelahi dengan hebatnya.
Zebra menendang babun dengan kerasnya hingga ia terpental ke bebatuan.
Saat menendang babun, zebra kehilangan keseimbangan. la jatuh ke
perapian. Zebra pun berlari kepanasan. Setelah sembuh, noda hitam bekas
terbakar di tubuhnya tidak bisa hilang. Namun, zebra menyukai garis-garis
hitam memanjang di tubuhnya itu.
Sementara itu, saat terpental babun mendarat dengan pantatnya sehingga
menghantam bebatuan yang keras. Sejak saat itu, ia hidup di bebatuan
sambil mengelus-ngelus pantatnya yang botak dan merah. Wajahnya pun
selalu terlihat marah sejak kejadian itu.