Anda di halaman 1dari 5

RUSA DAN KURA-KURA

Pada zaman dahulu, hidup seekor rusa yang amat pemarah dan juga sombong. Ia bahkan kerap
meremehkan kemampuan hewan yang lain. Suatu ketika sang rusa berjalan di pinggir danau. Ia
tidak senjaga berjumpa dengan kura-kura yang tampak mondar mandir saja. Melihat hal itu, sang
rusa pun bertanya, “Kura kura, apa yang tengah engkau lakukan?”

Mendengar itu, sang rusa tiba-tiba marah, “Kau jangan berlagak. Kau hanya mondar mandir dan
berlagak mencari sumber kehidupan”.

Kura-kura pun berupaya untuk menjelaskan akan tetapi rusa tetap saja marah. Rusa juga
mengancam akan menginjak tubuh kura-kura. Akhirnya, kura kura merasa jengkel dan menantang
rusa untuk adu kekuatan dari betis kaki mereka.

Mendengar tantangan tersebut, tentu saja rusa amat marah. Akhirnya, ia minta kepada kura-kura
untuk menendang betisnya terlebih dahulu. Namun, kura-kura tidak mau dan menjawab, “Apabila
aku yang menendang betismu lebih dulu, tentu saja engkau akan jatuh dan tidak sanggup
membalasku”.

Akhirnya, rusa semakin marah dan melakukan ancang-ancang untuk menendang kura kura. Namun,
kura-kura segera memasukkan kaki-kakinya ke dalam tempurung. Akhirnya, rusa menginjak
tempurung dengan kuat dan itu menyebabkan kura-kura tertimbun di tanah.

Kura-kura pun berusaha keluar. Dan sesudah seminggu berlalu, ia berhasil keluar dari tanag dan
mencari rusa. “Bersiaplah rusa, kini aku yang saatnya menendang”. Mendengar itu,rusa hanya
memandang remeh kemampuan yang dimiliki oleh kura-kura. “Kerahkan saja semua kemampuan
yang engkau miliki untuk menendang betisku. Ayolah jangan ragu”.

Kura-kura pun bersiap dan mengambil ancang-ancang tempat tinggi. Kemudian, ia pun
menggelindingkan tubuhnya. Dan ketika sudah hampir mendekati tubuh rusa, ia pun menaikkan
tubuhnya sampai melaayng. Ternyata kura-kura mengincar hidung sang rusa. Dengan sangat keras,
akhirnya tempurung kura ura berhasil menyebabkan hidung sang rusa putus. Dan akhirnya ia pun
mati.
KELINCI DAN ANJING PETANI

Pada salah satu perkebunan jaging yang luas ada seekor anjing petani yang tengah mencari kelinci
berkeliaran untuk kemudian ia mangsa. Ketika masih muda, anjing tersebut memang dilatih untuk
mmapu mengejar hewan yang mengganggu perkebunan jagung milik petani.

Daun jagung milik petani tersebut kerap dimakan oleh kelinci sehingga tanamannya tidak bisa
tumbuh dengan baik. Selain itu, juga menyebabkan hasil panen menjadi berkurang. Karena itulah
petani meletakkan anjing tersebut di perkebunan.

Di suatu pagi, sang anjing yang baru saja terbangun dari tidur mengelilingi kebun sambal
mengendus bau hewan yang lain. Penciuman dari anjing tersebut sangatlah tajam bahkan bisa
mendeteksi bau kelinci dari jarak yang cukup jauh.

Akhirnya, sang anjing menelusuri bau tersebut dan ditemukanlah kelinci yang tengah asik
memakan pucuk jagung muda milik petani. Ketika jarak mereka sudah sangat dekat, akhirnya sang
anjing mengejar kelinci tersebut dengan cepat. Namun, karena sang kelinci memiliki indera
pendengaran yang sangat peka, maka dia bisa tahu gerak gerik sang anjing.

Akhirnya dengan cepat sang kelinci melompat sangat jauh. Anjing itu terus mengejar kelinci dan
kelinci semakin menjauh. Namun, sang anjing tidak menyerah karena kemampuannya untuk
mengejar mangsa sangat tinggi. Namun, tetap saja kelinci berhasil menghindari kejaran anjing
tersebut hingga akhirnya anjing pun menyerah dan berhenti mengejar kelinci.

Ternyata, peristiwa tersebut dilihat oleh burung gagak yang tengah bertengger di pohon yang
daunnya tidak begitu lebat. Ketika anjing tersebut melewati pohon, gagak bertanya kepada anjing,
“Ternyata seekorn kelinci bisa lari lebih kencang dibanding anjing”.

Lalu anjing pun menjawab, “Apakah engkau tidak melihat perbedaan yang amat mencolok di antara
aku dengan kelinci tersebut?” Gagak menimpal,”Aku tidak melihat perbedaan tersebut.
Memangnya perbedaan apakah yang engkau maksudkan?”

Anjing pun menjawab,”Aku lari untuk menangkap makanan, sementara kelinci berlari untuk
mempertahankan hidupnya. Suatu keinginan bisa berpengaruh untuk kerasnya suatu usaha”.
BUAYA YANG SERAKAH

Pada pinggiran sebuah sungai, hidup seekor buaya yang tengah kelaparan. Ia tidak memakan
apapun selama tiga hari. Dan kini perutnya sangat lapar dan jika ia tidak makan, maka bisa-bisa
mati. Ia pun kemudian masuk ke dalam sungai dan berenang di dalamnya untuk menemukan
makanan.

Akhirnya, sang buaya melihat ada seekor bebek yang tengah berenang. Ketika sang bebek tahu
sedang diincar oleh buaya, ia pun akhirnya menepi. Melihat bebek yang hendak dimangsa tersebut
kabur, akhirnya buaya pun mengejarnya dan alhasil bebek tertangkap olehnya.

Sembari menangis ketakutan sang bebek berkata, “Ampun buaya, lepaskanlah aku. Dagingku hanya
sedikit. Mengapa engkau tidak memangsa kambing saja di hutan”. Sembari menunjukkan taring
tajamnya, sang buaya berkata,”Baiklah kalau begitu antarkan aku ke tempat persembunyian
kambing di hutan sekarang”.

Kemudian tidak jauh dari tempat itu, ada lapangan hijau dimana banyak kambing yang sedang
mencari rumput untuk dimakan. “Pergi sana, aku akan memangsa kambing saja”. Akhirnya bebek
merasa sangat senang dan berlari dengan kecepatan yang penuh.

Buaya pun akhirnya mendapati seekor anak kambing yang berhasil ia tangkap sesudah beberapa
lama. Karena saking takutnya, anak kambing tersebut berkata,”Tolong jangan makan aku. Aku
masih sangat kecil sehingga dagingku tidaklah banyak. Mengapa engkau tidak memakan gajah saja
yang dagingnya lebih banyak dariku. Aku akan mengantarmu kesana”.

“Baiklah, antarkan aku kesana sekarang juga!” Pinta gajah. Akhirnya, buaya diajak ke tepian danau
yang sangat luas oleh anak kambing tersebut. Dan benar saja, di sana sudah ada anak gajah yang
besar. Akhirnya, buaya langsung mengejar dan kemudian menggigit kaki anak gajah tersebut.
Namun, kulit gajah sangat tebal sehingga itu tidak dapat melukainya.

Anak gajah pun berteriak dan meminta tolong kepada sang ibu. Sedangkan buaya terus saja
berusaha untuk menjatuhkan gajah tersebut. Namun sayangnya tidak bisa. Mendengar teriakan sang
anak, sekumpulan gajahpun akhirnya mendatangi dan menginjak buaya hingga ia tidak bisa
bernapas.

Akhirnya, sang buaya tetap saja tidak mampu melawan karena ukuran ibu gajah yang amat besar.
Belum lagi ia dalam keadaan lemas karena belum makan. Setelah itu, buaya pun mati karena sudah
kehabisan tenaga.
SEMUT DAN BELALANG

Di musim panas yang hangat dan cerah sedikit menggoda Belalang untuk memainkan biola
kesayangan sambil bernyanyi dan menari. Hampir setiap harinya itulah yang dilakukan belalang. Ia
tidak terpikir untuk melakukan aktifitas lainnya seperti bekerja atau bersiap untuk mengumpulkan
bekal musim dingin.

Sedikit pun tidak pernah terlintas dalam benak belalang bahwa musim panas yang sedang
dinikmatinya sekarang sudah akan berakhir. Musim panas yang membuatnya ceria sudah akan
berganti ke musim dingin, dimana hujan akan turun dengan lebat disertai suhu udara yang sangat
rendah.

Disaat belalang sedang asiknya bermain biola, dia melihat semut yang sedang giat melewati
rumahnya. Belalang yang masih riang tersebut ingin mengajak semut bermain bersama dan semut
pun diundangnya untuk bersenang-senang ke kediaman belalang.

Tak disangka belalang ternyata semut menolak undangan belalang dengan santun, semut berkata
pada belalang,
“Maaf Belalang, aku masih ingin bekerja untuk bekal di musim dingin. Aku harus mengumpulkan
cadangan makanan yang banyak serta memperbaiki tempat tinggal agar lebih hangat.”

“Berhentilah memikirkan hal yang tidak penting semut, mari kita bernyanyi dan bersenang-senang,
ayolah nikmati hidup kita”, Sanggah belalang. Belalang pun masih dengan kebiasaannya untuk
bersenang-senang tanpa memikirkan apapun.

Tidak disangka musim panas berakhir jauh lebih cepat dari pada biasanya. Belalang yang terbiasa
gembira lantas panik bukan main. Ia tidak memiliki persediaan makanan yang cukup ditambah
rumahnya yang rusak dan tidak layak huni karena diterjang badai.

Dengan harapan tinggi dan lunglai belalang menuju rumah semut dan meminta bantuan untuk
diperbolehkan tinggal bersama dan meminta makan. Mendengar permohonan tersebut semut
menjawab, “Maafkan aku belalang aku tidak bisa membantumu, rumahku terlalu sempit untukmu,
dan bekalku hanya cukup untuk keluargaku saja”.
Belalang akhirnya pun meninggalkan rumah semut dengan rasa menyesal dan sedih. Dalam hati ia
bergumam, “Andai saja aku mengikuti nasihat semut saat itu untuk bekerja keras, pasti saat ini aku
bisa kenyang dan tidur nyenyak di dalam rumah”.

Anda mungkin juga menyukai