Anda di halaman 1dari 3

Ciri Kebahasaan

1. Anonim
Artinya tidak jelas siapa yang membuat atau mengarang Hikayat Pelanduk Jenaka Menundukkan
Raja Gajah.

2. Istana Sentris
Menceritakan tokoh yang berkaitan dengan kehidupan kerajaan hutan.
“ Pelanduk jenaka, yang bergelar Syekh Alim di rimba, mengalahkan banyak raja hewan, akan
tetapi raja gajah belum tunduk kepadanya.”

3. Banyak menggunakan konjungsi


Maka raja gajah pun terkejut, seraya katanya, "Hai sang kera, bunyi apakah yang riuh rendah
dan yang tiada berketahuan bunyi itu?"
Maka kata sang kera, "Ya Tuanku, itulah bunyi sekalian rakyat Tuan Syekh Alim di rimba dan
segala yang takluk kepada pelanduk jenaka itu dan ialah yang mengaku dirinya Tuan Syekh Alim di
rimba, ya Tuanku.
Setelah itu maka dilihatnya pula oleh raja gajah suatu pasukan berbagai-bagai rupanya dan
terlalu indah-indahnya sekali barang lakunya itu.
4. Banyak menggunakan kata arkais

Kata Arkais Makna


Maharaja Raja besar; sebutan untuk orang besar
Tempik pekik keras; sorak berbagai-bagai pekik dan sorak
Pelanduk kijang kecil; kancil (ada beberapa macam seperti -- anjing, -- batu, -- sedau)
Syahdan Selanjutnya ;lalu
Kalakian ketika itu; lalu; kemudian:
Hatta sudah itu lalu...; maka..
Azimat barang (tulisan) yang dianggap mempunyai kesaktian dan dapat
melindungi pemiliknya, digunakan sebagai penangkal penyakit dan
sebagainya
Berbenteh bermain sepak-menyepak dengan tulang betis;
Janggi orang Habsi; orang hitam

5. Banyak menggunakan majas atau gaya bahasa


Majas atau gaya bahasa yang sering dijumpai dalam teks hikayat antara lain sebagai berikut :
a. Majas hiperbola
Majas hiperbola adalah majas yang menjelaskan sesuatu secara berlebihan dibanding aslinnya.
Contoh:
“ Setelah sudah maka kelihatan pula suatu pasukan lagi dengan sorak tempiknya seperti
halilintar membelah bumi bunyinya itu.”
“Setelah sudah kelihatanlah pula suatu pasukan lagi, dan rupanya pun adalah seperti
ranggas terlalu banyaknya di tengah medan, dipandang oleh segala gajah akan isi rimba itu,
seperti bunga di karang rupanya.”
“Syahdan maka kelihatanlah pula pasukan, terlalu azmat bunyinya itu kedengaran oleh
segala isi rimba itu, gemuruh bunyinya seperti topan yang besar. Maka terkejutlah raja gajah
itu dan disangkanya gunung roboh.”
b. Majas Asoisasi
Majas yang membandingkan dua obyek yang berbeda tetapi mempunyai kemiripan sifat.
Contoh :
“Setelah dirasainya sakit yang terlalu sangat itu, adalah seperti besi yang tajam dirasanya,
hendak melepaskan dirinya pun tiada boleh lagi.”

6. Menceritakan Kisah Universal Manusia


Hikayat menceritakan kisah secara universal seperti peperangan antara yang baik dengan yang
buruk, dan dimenangkan oleh yang baik.
Contoh :
“Setelah sudah maka Tuan Syekh Alim pun kembalilah dengan kemenangannya serta segala isi
rimba dengan segala rakyatnya dan balatenteranya pun gegap gempitalah bunyinya, seraya
memuji-muji akan Tuan Syekh Alim di rimba itu.”
Amanat
1. Menjadi seseorang yang kritis mengenai sesuatu. Dengan berpikir kritis, kita dapat mampu
mengubah jalan pikir kita untuk menemukan solusi atas suatu terjadinya kejadian.

2. Rakyat kecil pun dapat berbuat seperti raja, asal mempergunakan akal mereka.
Rakyat kecil dapat berbuat seperti raja apabila menggunakan akal mereka, di hikayat ini,
diberikan pesan bahwa kita tidak harus sepenuhnya menaati perintah maupun intruksi dari
seseorang yang lebih diatas kita, tetapi dengan memanfaatkan kecerdikan kita untuk berpikir
mengenai perintah maupun perilaku mereka. Tuan Syekh Alim menggunakan kecerdikannya
dengan menjebak raja Gajah untuk membuat kesepakatan, Tuan Syekh Alim mengetahui
bahwa hanya kekuatan fisik raja Gajah saja yang besar sedangkan kekuatan batinnya tidak.

3. Jangan berani meremehkan yang tampaknya kecil dan tak berdaya. Jangan meremehkan yang
kecil dan lemah karena di hikayat ini seorang gajah bisa dikalahkan oleh kancil yang cerdik dan
si gajah sudah merasa jika dirinya yang pasti menang ketika berbenteh dengan si kancil

Anda mungkin juga menyukai