Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas berkat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah pelajaran Bahasa Indonesia dengan membahas seputar Hikayat dengan lancar.
Dalam penyusunan makalah ini tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis
menyadari bahwa kelancaran dalam penyususunan makalah ini tidak lain berkat bantuan dari berbagai pihak
sehingga tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi dapat teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ibu Guru pelajaran Bahasa Indonesia yang telah memberikan tugas dan petunjuk
kepada penulis sehingga penulis termotivasi dalam menyelesaikan tugas ini.
Makalah ini masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kurang. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
khususnya bagi penulis, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Amin.
Tembilahan, 14 November 2017

Penulis

DAFTAR ISI

1
KATA PENGANTAR....................................................................................................................1
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan........................................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...................................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................................3
1.3 Tujuan................................................................................................................................3
BAB II Pembahasan.......................................................................................................................4
2.1 Mengidentifikasi Nilai-Nilai dan Isi Cerita Rakyat (Hikayat)...........................................4
2.1.1 Unsur-Unsur Pembangun Hikayat.....................................................................4
2.1.2 Karakter-Karakter Hikayat.................................................................................6
2.1.3 Struktur dan Kaidah Hikayat..............................................................................6
2.2 Mengembangkan Makna (Isi dan Nilai) Hikayat...............................................................7
2.3 Membandingkan Nilai dan Kebahasaan Hikayat dengan Cerpen......................................... 7
2.3.1 Ciri Kebahasaan Hikayat...................................................................................7
2.3.2 Karakteristik Bahasa Hikayat.............................................................................8
2.3.3 Membandingkan Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Hikayat dengan Cerpen..........11
2.4 Menceritakan Kembali Cerita Rakyat (Hikayat)...............................................................12
2.4.1 Mengidentifikasi Kata-Kata Sulit dalam Karya Sastra Klasik...........................12
2.4.2 Menceritakan Kembali Hikayat secara Ringkas................................................12
2.5 Mengembangkan Hikayat ke Dalam Bentuk Cerpen.......................................................12
2.5.1 Langkah-Langkah Penulisan.............................................................................12
2.5.2 Penyuntingan Cerpen........................................................................................13
BAB III Penutup.............................................................................................................................14
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................14
3.2 Saran..................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................15

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

2
Dunia sastra kini telah banyak dilingkupi dengan beraneka ragam bentuk karya-karyanya,
baik itu tradisional maupun yang modern. Sebut saja, novel, cerita pendek, dongeng, dan
sebagainya. Namun ada salah satu bentuk sastra yang kini berangsur-angsur mulai menghilang,
yaitu hikayat.
Hikayat termasuk salah satu karya sastra Melayu Klasik. Hikayat adalah cerita kuno sejenis
roman yang menceritakan kehidupan putra raja yang gagah perkasa beserta putri yang cantik
bersifat khayal. Cerita lengkap dalam hikayat dimulai dari cerita nenek moyang para tokoh yang
berasal dari kahyangan. Dalam menceritakan kisahnya, hikayat menggunakan bahasa Melayu yang
kini sudah jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Ini merupakan salah satu faktor mengapa
sekarang hikayat kurang populer dalam kehidupan masyarakat khususnya dikalangan remaja.
Hikayat mempunyai keunikan tersendiri dalam menyampaikan amanah yang tentunya sangat
berguna dalam kehidupan bermasyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa nilai-nilai dan isi cerita rakyat atau hikayat ?
2. Bagaimana mengembangkan makna, isi, dan nilai hikayat ?
3. Bagaimana membandingkan nilai dan kebahasaan hikayat dengan cerpen ?
4. Bagaimana menceritakan kembali cerita rakyat atau hikayat ?
5. Bagaimana mengembangkan hikayat ke dalam bentuk cerpen ?

1.3 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas sekolah dan menambah wawasan dan
pengetahuan kita tentang seluk-beluk hikayat yang mungkin selama ini sudah mulai hilang, karena
dalam makalah ini akan membahas seputar hikayat.

BAB II
PEMBAHASAN
MELESTARIKAN NILAI KEARIFAN LOKAL MELALUI CERITA RAKYAT
2.1 Mengidentifikasi Nilai-Nilai dan Isi Cerita Rakyat (Hikayat)

3
2.1.1 Unsur-Unsur Pembangun Hikayat
Hikayat merupakan karya sastra klasik yang berkisah tentang kehidupan
para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, dan raja-raja. Di dalamnya, berisi cerita
kehidupan para dewi, peri, pangeran, putri kerajaan, raja-raja, atau tokoh-tokoh
sejarah. Banyak pula dikisahkan kekuatan gaib, kesaktian, dan kekuatan luar biasa
yang dimiliki tokohnya yang terkadang tidak masuk nalar. Hikayat berbentuk narasi
yaitu, menceritakan peristiwa dalam kurun waktu tertentu yang dapat berupa fiksi
atau fakta. Struktur cerita hikayat terdiri atas unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah karya sastra dari dalam.
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun sebuah karya sastra dari luar.
a. Unsur Instrinsik Hikayat

1) Tema
Tema adalah inti atau ide pokok cerita. Tema cerita menyangkut segala
permasalahan, baik masalah kemanusiaan, kekuasaan, percintaan, dan
sebagainya. Tema hikayat sebagian besar menyangkut kepercayaan, agama,
pendidikan, pandangan hidup, adat istiadat, percintaan, dan sosial. Tema jarang
dinyatakan secara tersurat. Tema ini muncul karena hikayat-sebagai karya seni
atau sastra-merupakan cermin masyarakat ada waktu itu dan dapat digunakan
sebagai media untuk mendidik, mengemukakan fakta, dan mengkritik
penguasa.
2) Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah pelaku dalam karya sastra. Tetapi, hanya ada satu tokoh
utama. Tokoh utama adalah tokoh yang sangat penting dalam mengambil
peranan dalam karya sastra. Dua jenis tokoh adalah tokoh datar (flat character)
adalah tokoh yang hanya menunjukkan satu segi, misalnya dari awal sampai
akhir cerita tokoh yang baik akan tetap baik begitu juga sebaliknya dan tokoh
bulat (round character) adalah tokoh yang menunjukkan berbagai segi baik
buruknya, kelebihan dan kelemahannya. Dalam karya sastra dikenal pula tokoh
protagonis dan antagonis. Protagonis adalah tokoh yang disukai pembaca
karena sifat-sifatnya. Antagonis adalah tokoh yang tidak disukai pembaca
karena sifat-sifatnya.
Penokohan adalah teknik dalam menggambarkan dan mengembangkan
karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Dalam penokohan, watak atau karakter
dilihat dari tiga segi, yaitu:
a) Dialog tokoh,
b) Penjelasan tokoh, dan
c) Penggambaran fisik.
Ada dua jenis penokohan sebagai berikut.
a) Secara langsung atau deskriptif (analitis)
Pengarang langsung menyebutkan secara terperinci watak,
ciri-ciri fisik, pekerjaan seorang tokoh, dan sebagainya.
b) Secara tidak langsung atau dramatis
Pengarang melukiskan sifat dan ciri fisik sang tokoh
melalui reaksi tokoh lain melalui gambaran lingkungan. Selain itu,
dapat diungkapkan melalui percakapan antartokoh dalam cerita
tersebut.
Cara yang dapat digunakan pengarang untuk menggambarkan rupa,
watak tokoh, atau pelaku sebagai berikut.
a) Pengarang melukiskan bentuk fisik pelaku.
b) Pengarang melukiskan jalan pikiran pelaku atau apa yang
terlintas dipikirannya.

4
c) Pengarang melukiskan reaksi pelaku terhadap kejadian-
kejadian yang dialaminya.
d) Pengarang secara langsung menganalisis watak pelaku.
e) Pengarang melukiskan keadaan sekitar pelaku.
f) Pengarang melukiskan pandangan-pandangan pelaku lain
dalam dalam cerita terhadap pelaku utama.
g) Para pelaku lain dalam suatu cerita memperbincangkan
keadaan pelaku utama sehingga secara tidak langsung
pembaca dapat menangkap kesan pelaku.

3) Alur atau Plot


Alur merupakan jalan cerita atau rangkaian cerita. Alur dalam hikayat
biasanya alur maju. Berikut macam-macam alur dalam hikayat.
a) Alur Maju atau Progresif
Alur maju atau progresif adalah alur yang menceritakan
peristiwa hikayat secara kronologis atau urut dari awal sampai akhir.
b) Alur Sorot Balik atau Regresif
Alur sorot balik adalah alur yang menceritakan peristiwa
hikayat secara terbalik. Cerita dimulai dari tahap penampilan masalah,
puncak ketegangan, atau penyelesaian. Alur sorot balik juga disebut
sebagai alur flash back.
c) Alur Gabungan
Alur gabungan merupakan perpaduan dari alur maju dan sorot
balik.
4) Latar (Setting)
Latar adalah gambaran tempat, waktu, dan keadaan sosial. Latar dalam
hikayat tidak dapat dilepaskan dari lingkungan pengarang pada waktu itu.
a) Latar tempat adalah lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah hikayat.
b) Latar waktu adalah latar yang berhubungan dengan masalah
“kapan” peristiwa yang diceritakan dalam hikayat.
c) Latar sosial adalah latar yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam hikayat.
d) Latar budaya adalah latar yang berhubungan dengan kehidupan
budaya masyarakat suatu tempat yang diceitakan dalam hikayat.
5) Amanat
Amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang hendak disampaikan
dalam sebuah cerita.
6) Sudut Pandang (Point Of View)
Sudut pandang merupakan posisi pengarang dalam membawakan
cerita, posisi pengarang ini terdiri atas dua macam, yaitu:
a. Berperan langsung sebagai orang pertama atau sebagai tokoh
yang terlihat dalam cerita yang bersangkutan.
b. Hanya sebagai orang ketiga yang berperan sebagai pengamat.
Sudut pandang umumnya dibagi kedalam 4 jenis, diantaranya
sebagai berikut ini:
a. Sudut pandang orang pertama pelaku utama, sudut
pandang ini umumnya menggunakan kata ganti Aku
ataupun Saya pada tokoh utama cerita. Dalam sudut
pandang ini penulis seolah-olah terlibat dalam ceritanya
dan dia sendiri sebagai tokoh utama dalam cerita.

5
b. Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan, sudut
pandang ini seolah-olah si tokoh utama yang bercerita,
akan tetapi posisinya dalam cerita bukanlah sebagai tokoh
utama.
c. Sudut pandang orang ketiga sebagai pengamat, sudut
pandang ini maksudnya kata “dia” sangat terbatas. Penulis
cerita apa yang dilihat, didengar, yang dialami dan yang
dirasakan oleh tokoh utama dalam cerita.
d. Sudut pandang orang ketiga serba tahu, dalam hal ini
penulis bertindak seolah-olah mengetahui segala peristiwa
yang dialami tokoh dan tingkah laku tokoh.

b. Unsur Ekstrinsik Hikayat


Unsur-unsur ekstrinsik, misalnya sebagai berikut.
1) Religi (agama).
2) Adat istiadat.
3) Latar belakang sosial budaya.
4) Silsilah atau garis keturunan.

2.1.2 Karakter-Karakter Hikayat


Secara umum, hikayat memiliki karakter atau ciri-ciri sebagai berikut.
a. Anonim, hikayat tidak menyebutkan nama pengarang secara jelas.
b. Istana sentris, hikayat menceritakan tokoh yang berkaitan dengan kehidupan istana
atau kerajaan.
c. Bersifat statis, cerita dalam hikayat bersifat tetap tidak banyak perubahan.
d. Bersifat komunal, hikayat menjadi milik masyarakat umum.
e. Menggunakan bahasa klise, hikayat menggunakan bahasa yang diulang-ulang.
f. Bersifat tradisional, hikayat bersifat meneruskan budaya, tradisi, dan kebiasaan
yang dianggap baik.
g. Bersifat didaktis,mengandung nilai pendidikan moral maupun religius.
h. Menceriakan kisah universal manusia, hikayat menceritakan peperangan antara
yang baik dan yang buruk, dimenangkan oleh yang baik.
i. Terdapat kemustahilan dalam ceritanya.
j. Menceritakan kesaktian sang tokoh.

2.1.3 Struktur dan Kaidah Hikayat


Sebagai sebuah karya yang berbentuk cerita, hikayat, legenda, dan sejenisnya
memiliki sruktur sebagai berikut.
a. Orientasi atau setting (aim), berisi informasi mengenai latar belakang kisah
atau peristiwa yang akan diceritakan. Informasi yang dimaksud bekenaan
dengan ihwal siapa, kapan, di mana, dan mengapa.
b. Rangkaian kejadian (important event, record of events), berisi rangkaian
peristiwa yang disusun kronologis. Dalam bagian ini, mungkin pula
disertakan komentar-komentar pencerita pada beberapa bagiannya.
c. Reorientasi, berisi komentar evaluatif atau pernyataan kesimpulan
mengenai rangkaian peristiwa yang telah diceritakan sebelumnya. Bagian
ini sifatnya opsional yang mugkin ada atau tidak ada dalam sebuah cerita
ulang.

Berdasarkan isinya, hikayat dikelompokkan sebagai berikut.

a) Cerita rakyat, seperti Hikayat Si Miskin dan Hikayat Malin Dewa;


b) Epos dari India, seperti Hikayat Sri Rama;
c) Dongeng-dongeng dari Jawa, sepeti Hikayat Pandawa Lima dan Hikayat
Panji Semirang;
d) Cerita-cerita Islam, seperti Hikayat Nabi Bercukur dan Hikayat Raja
Khaibar;
e) Cerita berbingkai, misalnya Hikayat Bakhtiar dan Hikayat Maharaja Ali.

6
2.2 Mengembangkan Makna (Isi dan Nilai) Hikayat
Selain berfungsi sebagai hiburan, cerita hikayat berfungsi sebagai pesan moral dan nilai-
nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai dalam hikayat disebut juga nilai ekstrinsik. Nilai-nilai tersebut
sebagai berikut.
1. Nilai Religi (Agama)
Nilai agama adalah nilai yang mendasari pada ajaran-ajaran keagamaan,
baik berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan, sesamanya, maupun
dengan makhluk lainnya. Nilai ini ditandai dengan penyebutan nama Tuhan,
makhluk gaib, dosa, pahala, surga, dan neraka. Nilai tersebut menjadi pesan atau
inspirasi bagi pembaca untuk dapat berbuat lebih baik.
2. Nilai Moral
Nilai moral adalah nilai yang berkaitan dengan baik atau buruknya suatu
perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Nilai moral, misalnya, keadilan,
kejujuran, kesetiaan, dan kedermawanan.
3. Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai yang berdasarkan pada adat dan kebiasaan yang
berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu. Nilai budaya, misalnya berkenaan
dengan perkawinan, mata pencaharian, dan penataan hubungan kemasyarakatan.
4. Nilai Sosial
Nilai sosial adalah nasihat-nasihat yang berkaitan dengan nilai kepatutan
dan kepantasan dalam kehidupan bermasyarakat.
5. Nilai Estetika
Nilai estetika berkaitan dengan nilai keindahan dan seni.
6. Nilai Edukasi
Nilai edukasi adalah nilai yang berkaitan dengan pendidikan.
2.3 Membandingkan Nilai dan Kebahasaan Hikayat dengan Cerpen

2.3.1 Ciri Kebahasaan Hikayat

a. Pada awal ceritanya menggunakan kata-kata arkais, seperti alkisah, hatta,


syahdan, sebermula, konon pada hari itu, menurut si empunya cerita, dan pada
suatu hari.
b. Selalu menggunakan kata ganti orang pertama tunggal atau jamak sebagai
konsekuensi dari penggunaan sudut pandang orang ketiga.
c. Banyak menggunakan kata kerja tindakan untuk menjelaskan peristiwa atau
perbuatan fisik yang dilakukan tokoh seperti membela, berjuang, membagi-
bagikan, menyerang, dan menikah.
d. Banyak menggunakan kata deskriptif untuk memberikan informasi secara
perinci tentang sifat tokoh, seperti muda, berani, kebal, darah, mendidih,
miskin, dan pengecut.
e. Banyak menggunakan kata kerja pasif dalam rangka menjelaskan peristiwa
yang dialami tokoh sebagai subjek yang diceritakan, seperti dianugerahkan,
diberi, dikenang, dan dihormati.
f. Banyak menggunakan kata kerja mental dalam rangka penggambaran peran
tokoh, seperti dipercaya, geram, insyaf, menyukai, dan diilhami.
g. Banyak menggunakan kata penghubung, kata depan, ataupun nomina yang
berkenaan dengan urutan waktu, seperti tiba-tiba, sebelum, sudah, pada saat,
kemudian, selanjutnya, sampai, hingga, nantinya, selama, dan saat itu.

2.3.2 Karakteristik Bahasa Hikayat

a. Penggunaan Kata-Kata Arkais

7
Kata-kata arkais, seperti alkisah, hatta, syahdan, sebermula, konon
pada hari itu, menurut si empunya cerita, dan pada suatu hari.
Contoh:
Hatta berapa lamanya Raja Marong Mahawangsa mencari anak Raja
Rum itu dengan kemasygulan yang amat sangat, karena SultanRum
menyerahkan anakandanya itu ke dalam jaganya dan ialah harapan besar
kepada Sultan Rum itu. Dikutip dari : Sanoesi Pane, “Mendirikan Langkasuka” dalam Bunga Rampai dari
Hikayat Lama, Jakarta, Balai Pustaka,2011

Kata-kata arkais juga tampak dalam penggunaan kata ganti pronomina.


Kata ganti pronomina tersebut di antaranya tuan, si, hamba, kekasih, saudara,
Ki, dan hambaku laksamana. Kata ganti pronomina mengandung unsur
pembeda sosial.
Contoh:
“Haik Khojah Maimun! Sungguhlah hamba ini sekepal, tetapi hati
hamba di mana tuan hamba tahu?” Dikutip dari : Tim Penyunting Balai Pustaka (Peny), Hikayat Bayan
Budiman, Jakarta, Balai Pustaka.2011

b. Penggunaan Majas

1) Majas Perbandingan

a) Alegori
Alegori adalah perbandingan suatu keadaan atau peristiwa
dengan beberapa kiasan yang membentuk satu kesatuan.
Contoh:
Agama adalah kompas kita dalam mengurangi samudra
kehidupan yang penuh badai dan gelombang.
b) Asosiasi
Asosiasi adalah perbandingan terhadap suatu benda,
kondisi, atau peristiwa sehingga muncul gambaran atau asosiasi
terhadap keadaan yang sebenarnya.
Contoh:
Panglima Nayan ternganga, mulutnya tak ubahnya mulut
mangkuk tanah didepannya.
c) Eufenisme
Eufenisme adalah pengungkapan secara halus untuk
peristiwa yang tabu atau pantang.
Contoh:
Menurut ahli nujum, perjodohan anak kita tidak membawa
kebaikan. (mendatangkan celaka).
d) Hiperbola
Hiperboa adalah pengungkapan yang berlebihan.
Contoh:
Semua telah sirna, tidak ubah mimpi indah yang lenyap
tanpa bekas tatkala seseorang terjaga dari tidurnya.
e) Litotes
Litotes adalah pengungkapan yang berkebalikan dengan
keadaan yang sebenarnya untuk merendahkan diri.
Contoh:

8
Tiada terbilang budi Tuan-tuan berdua terhadap diri hamba.
Tiada dapat membayar dengan harta benda, apatah lagi dengan
pengkhianatan.
f) Metafora
Metafora adalah perbandingan langsung suatu benda
dengan benda lain yang memiliki kesamaan sifat.
Contoh:
Dialah anak emas dari saudagar kaya itu.
g) Personifikasi
Personifikasi adalah penyifatan benda mati dengan sifat
atau perilaku manusia.
Contoh:
Hanya surat-surat inilah yang meng hubungkan kami.
h) Simbolik
Simbolik adalah kiasan yang melukiskan sesuatu dengan
simbol atau perlambang.
Contoh:
Lintah darat menawarkan uangnya di mana-mana.
i) Similie
Simile adalah perbandingan dengan kata-kata pembanding.
Contoh:
Kecantikannya bagai emas berkilauan.
j) Sinekdoke pars prototo
Sinekdoke pars prototo adalah penyebutan sebagian untuk
seluruh.
Contoh:
Didatanginya setiap pintu untuk mengharap belas kasih.
k) Sinekdoke totem proparte
Sinekdoke totem proparte adalah penyebutan seluruh untuk
sebagian.
Contoh:
Negeri Petukal menang dalam pertempuran itu.
2) Majas Sindiran

a) Ironi
Ironi adalah sindiran dengan menggunakan kebalikan dari
keadaan yang sebenarnya.
Contoh:
Suaranya merdu sekali sampai-sampai burung di istana
terbang meninggalkan sarang saat mendengar suaranya. (jelek)
b) Sinisme
Sinisme adalah gaya bahasa sindiran dengan menggunakan
kaa-kata sebaliknya seperti ironi, tetapi lebih kasar.
Contoh:
Itukah yang dinamakan bekerja.
3) Majas Penegasan

9
a) Klimaks
Klimaks adalah pengungkapan yang semakin naik atau
menghebat.
Contoh:
Jangankan sebulan, setahun sewindu pun akan kutunggu.
b) Antiklimaks
Antiklimaks adalah pengungkapan yang makin turun atau
melemah.
Contoh:
Membeli pakaian tidak usah mahal-mahal, seharga dua
puluh, lima belas, atau sepuluh ribu pun sudah baik.
c) Repetisi
Repetisi adalah pengulangan kata-kata dalam kalimat untuk
menegaskan maksud.
Contoh:
Bahagia tidak ditentukan oleh harta, bahagia tidak
ditentukan oleh kedudukan, tetapi bahagia ditentukan oleh sikap
batin manusia.
d) Tautologi
Tautologi adalah penegasan maksud dengan kata-kata yang
sama atau senada artinya.
Contoh:
Tidak, tidak mungkin ia berbuat sekejam itu.
4) Majas Pertentangan

a) Paradox
Paradox adalah pengungkapan yang seolah-olah
bertentangan.
Contoh:
Tutur katanya halus, tetapi menyayat hati.
b) Antitesis
Antitesis adalah majas pertentangan yang melukiskan
sesuatu dengan mempergunakan kepaduan kata yang berlawanan
arti.
Contoh:
Canti atau tidak, kaya atau miskin, bukanlah suatu ukuran
nilai seorang wanita.
2.3.3 Membandingkan Unsur Instrinsik dan Ekstrinsik Hikayat dengan Cerpen
Hikayat dan cerpen memiliki persamaan dan perbedaan. Kedua sastra
tersebut dapat dibandingkan melalui unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Perhatikan tabel berikut!

No Unsur Intrinsik Hikayat Cerpen


.

10
1. Tema Tema hampir sama, Tema lebih bervariasi,
seperti perjuangan seperti
seorang pahlawan hingga percintaan,keluarga,ag
akhirnya menjadi raja. ama,dan sebagainya.
2. Latar ( Setting ) Latar tempat sangat Latar lebih bervariasi,
menonjol, yaitu istana dan baik latar tempat,
lingkungannya. waktu, maupun
suasana.
3. Tokoh dan penokohan Tokoh terbatas raja, ratu, Tokoh yang diciptakan
permaisuri, atau rakyat tidak terbatas.
jelata yang hidup di Penokohan lebih
lingkungan istana. realistis.
Penokohan dalam hikayat Penggambaran tokoh
bersifat mutlak. dinamis.
4. Alur Biasannya menggunakan Alur maju, mundur,
alur maju. Alur dalam dan campuran sangat
hikayat menceritakan mungkin digunakan.
perjuangan seseorang
melewati rintangan dalam
hidupnya, lalu menjadi
seorang raja. Namun, alur
mundur juga terdapat
dalam hikayat.
5. Sudut pandang Memakai sudut pandang Memakai sudut
orang ketiga serbatahu, pandang orang ketiga,
disebabkan pada dan orang pertama.
umumnya hikayat bersifat
anonim.
6. Gaya bahasa Bersifat statis dan Bersifat dinamis dan
menggunakan kata arkais. mengikuti
Majas masih biasa perkembangan zaman.
digunakan secara baku Majas tidak selalu
dan konsisten. harus digunakan.
7. Amanat Ditulis secara eksplisit. Tidak selalu ditulis
Perbuatan jahat selalu secara eksplisit lebih
dikalahkan oleh perbuatan cenderung implisit.
baik. Tidak selalu perbuatan
baik menang terhadap
perbuatan buruk.

No Unsur Ekstrinsik Hikayat Cerpen


.
1. Biografi pengarang Nama pengarang tidak Nama pengarang
disebutkan (anonim). ditampilkan atau
disebutkan.
2. Nilai-nilai Nilai agama dan Nilai lebih beragam,
pendidikan lebuh misalnya sosial,
menonjol. budaya, agama, dan
pendidikan.

2.4 Menceritakan Kembali Cerita Rakyat (Hikayat)

2.4.1 Mengidentifikasi Kata-Kata Sulit dalam Karya Sastra Klasik


Pada hikayat biasannya terdapat kata-kata yang berbeda atau tidak lazim
digunakan secara umum, seperti wazir, tamsil, titah, patik, dan lain-lain. Untuk
memahaminya kita harus membuka kamus. Kata-kata tersebut kita anggap asing
karena tidak ada lagi digunakan pada zaman sekarang ini.
wazir → ‘perdana menteri’

11
tamsil → ‘lambang’, ‘pertanda’
titah → ‘perintah, biasanya dari raja yang harus dipatuhi’
titah → ‘saya’, ‘sebutan untuk diri sendiri sebagai tanda
merendahkan diri’.
Terdapat kata-kata yang masih dikenali, namun jarang digunakan pada saat
ini. Kata-kata itu, misalnya berserak-serak, mamanda, segerakan, mencari-cari,
berkesudahan. Dengan mengetahui kata-kata sulit dalam hikayat menjadi mudah
dalam memahami cerita tersebut secara keseluruhan dan lebih lancar dalam
menceritakannya kembali.
2.4.2 Menceritakan Kembali Hikayat secara Ringkas
Salah satu cara untuk memperkenalkan ataupun menghidupkan kembali
cerita Melayu Klasik adalah dengan menuliskannya kembali secara lebih ringkas
dengan menggunakan kata-kata baku dengan mengikuti langkah-langkah berikut.
a. Membaca karya tersebut secara keseluruhan.
b. Mencatat dan mengartikan kata-kata sulit yang Anda temukan.
c. Mencatat pokok cerita yang ada dalam setiap paragraf atau bagian-bagiannya.
d. Menceritakan kembali karya tersebut dengan menggunakan kata-kata sendiri
berdasarkan catatan yang tersedia.

2.5 Mengembangkan Hikayat ke Dalam Bentuk Cerpen

2.5.1 Langkah-langkah Penulisan


Pengubahan hikayat dan sastra klasik lainnyake dalam bentuk cerpen
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a) Membaca sebuah hikayat atau cerita kalsik lainnya dan membuat atau
meringkas sinopsis penggalan hikayat yang telah dibaca tersebut.
b) Menentukan salah satu konflik ataupun subcerita dari karya sastra klasik itu
yang paling menarik dan kandungan nilai yang menggugah pembaca.
c) Menyusun kerangka untuk cerita itu dengan memperhatikan struktur yang
berlaku pada cerpen. Kerangka tersebut disusun secara berurutan ataupun dalam
bentuk peta pikiran.
d) Mengembangkan kerangka tersebut menjadi sebuah cerpen dengan
memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan yang berlaku.

2.5.2 Penyuntingan Cerpen


Langkah berikut dalam menulis cerpen adalah penyuntingan. Penyuntingan
perlu dilakukan untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang mungkin ada
dalam pengembangannya. Penyuntingan perlu kita lakukan terhadap isi, struktur
penyajian, kaidah kebahasaan, dan ejaan/tanda bacanya.
Aspek Objek Penyuntingan
1) Apakah relavan dengan cerita asalnya, pada bagian mana saja ?
a. Isi 2) Apakah memiliki kekuatan konflik yang menarik ?
3) Apakah terdapat nilai-nilai yang menggugah ?
1) Apakah lengkap dan memiliki kejelasan ?
b. Struktur 2) Apakah memiliki hubungan yang padu ?
3) Apakah terdapat bagian-bagian yang berisi kejutan atau rasa penasaran ?
c. Kebahasaan 1) Apakah menggunakan ragam bahasa sehari-hari ?
2) Apakah kalimat-kalimatnya efektif ?
d. Tanda 1) Apakah ejaannya sudah baku ?
Baca/Ejaan 2) Apakah tanda bacanya sudah tepat ?

12
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Hikayat adalah cerita kuno sejenis roman yang menceritakan kehidupan kerajaan. Hikayat
dilengkapi pula dengan unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik beserta struktur dan kaidah
kebahasaannya. Hikayat sulit dipahami karena menggunakan bahasa Melayu. Namun, hikayat sarat
akan nilai-nilai kehidupan.
3.2 Saran
Sebagai pelajar yang memiliki jiwa cinta tanah air sudah sepatutnya kita melestarikan
kebudayaan untuk membaca hikayat. Meskipun sekarang kita hidup di zaman yang serba modern,
tapi tetap saja kita tidak boleh melupakan kebudayaan tradisional kita yang juga sarat akan nilai-
nilai kehidupan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan merupakan identitas
kepribadian bangsa kita.

13
DAFTAR PUSTAKA

Kosasih, Engkos. 2016. Cerdas Berbahasa Indonesia X. Jakarta: Erlangga.


Darmawati, Uti dan Y. Budi Artati. 2016. Bahasa Indonesia. Klaten: Intan Pariwara.
https://dokumen.tips/documents/hikayat-558c8346a530b.html
https://www.google.co.id/amp/s/mieshi.wordpress.com/2014/04/29/contoh-karya-tulis-ilmiah-bahasa-
indonesia/amp/?espv=1
http://www.pengertianku.net/2015/09/pengertian-sudut-pandang-dan-jenisnya.html
http://putuagem.blogspot.co.id/2014/02/sudut-pandang-beserta-contohnya.html?m=1
http://googleweblight.com/?lite_url=http://sahabatnesia.com/contoh-rumusan-masalah-
makalah/&ei=r7Gpsul5&lc=id-
ID&s=1&m=467&host=www.google.co.id&ts=1510658004&sig=ANTY_L26HhGjmibPCxHaVqrfCmee -
_ZCwxw#a-Contoh_Rumusan_Masalah_Makalah

14

Anda mungkin juga menyukai