Anda di halaman 1dari 6

1.

Hikayat Malim Deman


Pada zaman dahulu, hiduplah seorang pemuda yatim piatu bernama Malim Deman. Untuk
bertahan hidup, dia bekerja di ladang milik pamannya yang terletak di pinggir hutan. Tak jauh
dari situ, ada sebuah rumah yang dihuni oleh seorang janda tua bernama Mandeh Rubiah.
Mandeh Rubiah adalah wanita yang baik hati dan akrab dengan Malim. Dia sering mengirimi
pemuda itu makanan saat menjaga ladangnya pada malam hari. Bahkan, dia sudah dianggap anak
sendiri oleh janda itu.
Pada suatu malam, Malim Deman merasa haus saat menjaga ladang. Dia berniat untuk meminta
air minum ke rumah Mandeh Rubiah. Sesampainya di pekarangan, dia mendengar suara
beberapa perempuan yang berasal tak jauh dari kolam yang terletak di belakang pondok wanita
tua itu.
Malim mengendap-endap menuju tempat tersebut dan terkejut saat melihat tujuh bidadari sedang
mandi di sana. Pemuda tersebut begitu terpesona saat melihat kecantikan para bidadari.
Tak jauh dari tempatnya berdiri, tergeletak tujuh selendang milik para bidadari. Tidak ingin
menyia-nyiakan kesempatan, dia mengambil salah satu selendang itu dan disembunyikan di
rumah ibu angkatnya. Ternyata, selendang yang diambil adalah milik bidadari bungsu.
Bidadari bungsu menangis karena tidak bisa kembali ke kayangan. Melihat hal itu, Malim
Deman kemudian mendekati dan mengajaknya untuk tinggal di rumah Mandeh Rubiah. Bidadari
itu pun kemudian diangkat anak oleh Rubiah dan dipanggil Putri Bungsu.
Sejak saat itu, Malim Deman semakin sering pergi ke tempat Mandeh Rubiah dan menjadi akrab
dengan Putri Bungsu. Akibat sering bertemu, kedua muda-mudi tersebut saling jatuh cinta dan
memutuskan untuk menikah tidak lama kemudian. Kebahagiaan pasangan semakin bertambah
setelah dikaruniai seorang putra tampan yang diberi nama Sutan Duano.
Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama karena Malim Deman mulai gemar berjudi.
Dia bahkan sering berhari-hari tidak pulang. Nasihat sang istri untuk tidak berjudi lagi pun tidak
diindahkannya. Melihat kelakuan suaminya, Putri Bungsu yang sudah tidak tahan lagi hanya bisa
menangis dan menjadi rindu dengan rumahnya di kayangan.
Hingga pada suatu hari saat sedang mencari barang, perempuan cantik itu tidak sengaja
menemukan selendangnya. Dia kemudian menyuruh seseorang untuk menyuruh Malim pulang
kalau masih ingin melihat anak dan istrinya di rumah. Namun, setelah ditunggu beberapa lama,
laki-laki itu tidak juga kunjung pulang.
Akhirnya, Putri Bungsu memutuskan untuk pulang ke kayangan dengan membawa serta anak
lelakinya tanpa menunggu sang suami. Sementara itu, Malim kembali ke rumah dengan perasaan
sangat menyesal karena sudah tidak mendapati anak istrinya di rumah.
Saat kamu membaca salah satu contoh cerita hikayat singkat ini, mungkin kisahnya akan
mengingatkanmu dengan cerita rakyat Jaka Tarub. Memang, kedua cerita tersebut hampir sama,
hanya saja latar tempatnya yang berbeda. Meskipun begitu, kisahnya tetap menarik untuk dibaca,
kan? Tidak hanya menghibur, kisah ini juga mengandung nilai moral yang bisa diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Salah satunya adalah jangan jadikan kebohongan sebagai fondasi hubungan yang akan kamu
jalani. Karena sebaik apapun kamu menutupinya, suatu hari nanti pasti akan terbongkar juga
seperti apa yang dialami oleh Malim Deman pada cerita di atas. Makanya, kalau kamu tidak mau
hal itu terjadi padamu, lebih baik bersikap jujur. Jika benar-benar cinta, calon pasanganmu pasti
akan menerima keadaanmu apa adanya, kok.
2. Contoh Cerita Hikayat Singkat Hang Tuah

Alkisah, pasangan Hang Mahmud dan Dang Merdu mempunyai seorang anak laki-laki bernama
Hang Tuah. Keluarga tersebut tinggal di sebuah desa bernama Sungai Duyung. Di daerah itu,
semua orang tahu bahwa Raja Bintan yang memimpin wilayah tersebut terkenal baik dan
disegani oleh rakyatnya.
Mahmud pun berkeluh kesah kepada istrinya untuk mengadu nasib ke Bintan, siapa tahu
nasibnya akan lebih baik. Setelah berkata tersebut kepada sang istri, malamnya Hang Mahmud
bermimpi ada bulan turun dari langit dan bersinar di atas kepala Hang Tuah. Laki-laki tua
tersebut kemudian terbangun menemui anaknya dan mendapati pemuda itu memancarkan bau
wangi. Pagi harinya, keluarga tersebut mengadakan acara selamatan.
Hari berikutnya, Hang Tuah membantu sang ayah untuk membelah kayu sebagai persediaan. Di
saat yang bersamaan, datanglah para pemberontak yang akan membunuh orang-orang desa.
Banyak orang panik menyelamatkan diri, tapi si pemuda masih tetap sibuk membelah kayu. Dari
jauh, sang ibu berteriak panik dan menyuruh Hang Tuah untuk pergi menyelamatkan diri.
Namun, sudah terlambat karena para pemberontak sudah berada di depannya.
Para pemberontak kemudian mencoba untuk menusuk Hang Tuah menggunakan keris tapi dia
berhasil menghindar. Lalu ketika ada kesempatan, dia mengayunkan kapak tepat ke kepala
pemberontak dan akhirnya pemberontak tersebut mati.
Berita Hang Tuah berhasil mengalahkan pemberontak sudah tersebar ke seluruh penjuru negeri.
Dia pun kemudian diundang ke istana oleh sang raja. Sebagai bentuk terima kasih, dia sering
diundang untuk datang ke istana dan menjadi orang kepercayaan raja.
Hal tersebut tentu saja membuat para Tumenggung dan pegawai-pegawai yang lain menjadi iri.
Orang-orang iri tersebut kemudian bekerjasama untuk memfitnah Hang Tuah. Tumenggung
kemudian berkata pada raja bahwa Hang Tuah merencanakan pengkhianatan terhadap kerajaan
dan sedang mendekati perempuan di istana bernama Dang Setia.
Setelah mendengar hal tersebut, Raja Bintan menjadi murka lalu menyuruh para pengawal untuk
membunuh Hang Tuah. Namun, Allah melindungi pemuda yang tidak bersalah tersebut sehingga
para pengawal tidak bisa membunuhnya. Karena tidak mau menimbulkan masalah lagi, akhirnya
Hang Tuah memilih untuk mengasingkan diri ke hutan.
Dari contoh cerita hikayat singkat di atas, ada beberapa nilai moral yang bisa kamu dapatkan.
Salah satunya yaitu pantang menyerah dan berani seperti yang ditunjukkan oleh Hang Tuah saat
menghadapi kawanan pemberontak. Mungkin keberanianmu bukanlah dalam bentuk melawan
pemberontak, melainkan dalam hal lain seperti tetap berani menghadapi masalah meski ingin
menyerah.
Tak hanya itu saja, lewat contoh cerita hikayat Melayu singkat ini juga mengajarkan untuk tidak
mudah iri dengan hasil pencapaian orang lain. Sifat tersebut nantinya tidak hanya merugikan
orang lain, tapi juga dirimu sendiri. Belajarlah bersyukur dengan apa yang kamu punya.
3. Contoh Cerita Hikayat Singkat tentang Ibu Sejati

Pada suatu hari, hakim pengadilan dibuat bingung oleh dua orang ibu yang merebutkan seorang
bayi. Karena sama-sama mempunyai bukti yang kuat, hakim tidak tahu bagaimana caranya untuk
menentukan siapa ibu kandung dari bayi itu. Akhirnya, dia pergi menghadap Raja Harun Al
Rasyid untuk meminta bantuan supaya kasus tersebut tidak berlarut-larut.
Raja kemudian turun tangan sendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut. Namun, beliau
malah dibuat putus asa karenanya. Kedua wanita itu sama-sama keras kepala dan tetap
menginginkan bayi itu.
Kemudian, raja memanggil Abu Nawas, pria yang dikenal begitu cerdik, ke istana. Setelah
mengetahui duduk permasalahannya, dia mencari cara agar nasib bayi itu tidak terlunta-lunta dan
bisa bersama lagi dengan ibu kandungnya.
Keesokan harinya, Abu Nawas pergi ke pengadilan dengan membawa serta seorang algojo. Abu
menyuruh meletakkan bayi yang diperebutkan itu di atas sebuah meja. “Apa yang akan kalau
lakukan pada bayi, itu?” tanya kedua ibu yang saling berebut itu bersamaan.
“Sebelum menjawab pertanyaan kalian, saya akan bertanya sekali lagi. Adakah di antara kalian
berdua yang bersedia menyerahkan bayi itu kepada ibunya yang asli?” kata Abu Nawas.
“Tapi, bayi ini adalah anakku,” jawab kedua ibu itu serempak. “Baiklah kalau begitu. Karena
kalian berdua sama-sama menginginkan bayi ini, dengan terpaksa saya akan membelah bayi ini
menjadi dua,” jawab laki-laki itu.
Mendengar jawaban tersebut, perempuan pertama sangat bahagia dan langsung menyetujui
usulan tersebut. Sementara itu, perempuan yang kedua menangis histeris dan memohon agar Abu
Nawas tidak melakukan hal tersebut. “Tolong jangan belah bayi itu, serahkan saja dia pada
wanita itu. Aku rela asalkan dia tetap hidup,” isaknya.
Puaslah Abu Nawas ketika mendengar jawaban itu. Akhirnya, dia tahu siapa ibu dari bayi itu
yang sebenarnya. Lalu, dia menyerahkan sang bayi pada perempuan kedua yang merupakan ibu
kandungnya.
Setelah itu, Abu meminta agar pengadilan menghukum wanita yang pertama sesuai dengan
kejahatannya. Hal ini dikarenakan tidak ada seorang ibu yang tega melihat anaknya dibunuh,
apalagi di hadapannya sendiri. Akhirnya, masalah pun selesai dan si bayi akhirnya dapat bersatu
kembali dengan ibu kandungnya.
Kamu mungkin sudah tidak asing lagi saat mendengar nama Abu Nawas. Tentu saja, pasalnya
pria tersebut memang dikenal sebagai tokoh cerita yang cerdik dan lucu. Ada saja tindakan
kocak yang dilakukannya untuk menyelesaikan suatu masalah, salah satunya adalah yang sudah
kamu baca di atas.
Terus, apa yang kamu pikirkan setelah membaca contoh cerita hikayat singkat dari Persia ini?
Kamu pasti langsung teringat akan sosok ibumu dan semua pengorbanan yang telah
dilakukannya untuk membesarkanmu. Seorang ibu pasti tidak akan pernah tega membiarkan
anaknya menderita dan berusaha bagaimanapun caranya agar anaknya bahagia. Maka dari itu,
jangan lupa ucapkan terima kasih pada ibumu hari ini, ya!
4. Contoh Cerita Hikayat Singkat Putri Kemuning
Alkisah, hiduplah seorang raja yang terkenal adil dan bijaksana. Raja tersebut mempunyai
sepuluh orang putri yang cantik. Anak-anak raja mempunyai nama berdasarkan warna, yang
sulung bernama Putri Jambon, kemudian Putri Jingga, Nila, Hijau, Ungu, Kelabu, Biru, Oranye,
Merah Merona, dan yang terakhir bernama Putri Kuning. Sayangnya, kebahagian itu kurang
lengkap karena istrinya meninggal saat melahirkan si bungsu.
Karena sibuk mengurusi kerajaan, raja menjadi jarang bertemu dengan anak-anaknya. Kesepuluh
putrinya itu hanya dirawat oleh inang pengasuh dan mereka tumbuh menjadi anak-anak yang
sangat manja dan selalu bertengkar. Dari anak-anak itu, hanya si bungsu yang tidak pernah
terlibat pertengkaran kakak-kakaknya dan lebih senang bermain sendirian.
Pada suatu hari, raja hendak bepergian. “Ayah akan pergi sebentar lagi, apakah kalian
menginginkan sesuatu?” tanya sang raja. Kesembilan anak-anaknya mulai menyebutkan barang-
barang mahal, seperti perhiasan atau kain sutra.
Namun berbeda dengan saudara-saudaranya, Putri Kuning pun menjawab, “Aku tak ingin apa-
apa. Aku hanya ingin ayah kembali dengan selamat.” Raja pun tersenyum mendengar penuturan
putri bungsunya itu.
Selama sang raja pergi, kelakuan kesembilan putrinya semakin menjadi-jadi. Mereka kerjanya
hanya bersenang-senang dan menyuruh para pelayan dengan seenaknya. Sementara itu, Putri
Kuning merasa sedih saat melihat taman tempat kesayangan ayahnya kotor karena para pelayan
sibuk mengurus kakak-kakaknya.
Dia lalu membersihkan taman itu sendiri. Melihat hal tersebut, kakak-kakaknya bukannya
membantu, tapi malah mengejeknya seorang pelayan baru. Bahkan, mereka tidak segan untuk
melempar sampah ke taman itu sehingga Kuning harus membersihkannya lagi.
Keesokan harinya, sang raja pulang dan memberikan hadiah untuk putri-putrinya. Meski tidak
meminta apapun, Putri Kuning tetap mendapatkan hadiah, yaitu berupa kalung berwarna hijau
yang sangat cantik. Melihat hal tersebut Putri Hijau merasa iri, dia kemudian menghasut
saudaranya yang lain dan mengatakan bahwa Kuning mencurinya dari saku sang ayah.
Mereka berniat memberi pelajaran kepada Putri Kuning dengan merampas kalung itu. Saat
merebutnya dengan paksa, mereka tidak sengaja memukul kepalanya dan menyebabkan si
bungsu itu meninggal. Karena panik, mereka kemudian menguburkannya di taman dan tidak ada
satu pun yang buka mulut mengenai kejadian ini.
Berbulan-bulan Raja mencari putri bungsunya, tapi tidak ketemu. Hingga pada suatu hari dia tas
pusara Putri Kuning tumbuh sebuah tanaman berwarna kuning dan baunya harum. Raja merawat
tumbuhan tersebut dan menamainya Kemuning.
Lagi-lagi dari contoh cerita hikayat singkat mengenai kehidupan kerajaan ini, kamu bisa
mengambil pelajaran untuk tidak iri dengan kepunyaan orang lain. Iri hati hanya akan membuat
seseorang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan benda kepunyaan orang lain. Apalagi,
jika sampai berani melakukan tindakan ekstrim seperti menghilangkan nyawa orang tersebut. Itu
sama saja menghancurkan masa dirinya sendiri.
Kamu tentu tidak mau seperti itu, kan? Nah, selain belajar untuk tidak iri hati, dari Putri Kuning
kamu bisa belajar untuk selalu menghargai dan bersyukur atas keberadaan orangtua di dalam
hidupmu. Bisa jadi hari ini ketika kamu membuka mata, mereka sudah tidak ada di sisimu lagi.
Maka dari itu, bahagiakan mereka selagi masih ada.
5. Hikayat Abu Nawas dan Rumah yang Sempit

Pada suatu hari, ada seorang laki-laki datang ke rumah Abu Nawas. Lelaki itu hendak mengeluh
kepadanya mengenai masalah yang sedang dihadapinya. Dia sedih karena rumahnya terasa
sempit ditinggali banyak orang.
“Abu Nawas, aku memiliki seorang istri dan delapan anak, tapi rumahku begitu sempit. Setiap
hari, mereka mengeluh dan merasa tak nyaman tinggal di rumah. Kami ingin pindah dari rumah
tersebut, tapi tidak mempunyai uang. Tolonglah katakan padaku apa yang harus kulakukan,” kata
lelaki itu.
Mendengar penuturan laki-laki yang sedang sedih tersebut, Abu Nawas kemudian berpikir sejak.
Tak berapa lama, sebuah ide terlintas di kepalanya.
“Kamu mempunyai domba di rumah?” Tanya Abu Nawas padanya. “Aku tak menaiki domba,
jadi aku tak memilikinya,” jawabnya. Setelah mendengar jawabannya, dia meminta lelaki
tersebut untuk membeli sebuah domba dan menyuruhnya untuk menaruh di rumah.
Pria itu kemudian menuruti usul Abu Nawas dan kemudian pergi membeli seekor domba.
Keesokan harinya, dia datang lagi ke rumah Abu Nawas. “Bagaimana ini? Setelah aku mengikuti
usulmu, nyatanya rumahku menjadi tambah sempit dan berantakan,” keluhnya.
“Kalau begitu, cobalah beli dua ekor domba lagi dan peliharalah di dalam rumahmu,” jawab Abu
Nawas. Kemudian, pria itu bergegas pergi ke pasar dan membeli dua ekor domba lagi. Namun,
bukannya seperti yang diharapkan, rumahnya justru semakin terasa sempit.
Dengan perasaan jengkel, dia pergi ke rumah Abu Nawas untuk mengadu yang ketiga kalinya.
Dia menceritakan semua apa yang terjadi, termasuk mengenai istrinya yang menjadi sering
marah-marah karena domba tersebut. Akhirnya, Abu Nawas menyarankannya untuk menjual
semua domba yang dimiliki.
Keesokan harinya, kedua orang tersebut bertemu kembali. Abu Nawas kemudian bertanya,
“Bagaimana keadaan rumahmu sekarang, apakah sudah lebih lega?”
“Setelah aku menjual domba-domba tersebut, rumahku menjadi nyaman untuk ditinggali. Istriku
pun tidak lagi marah-marah,” jawab pria tersebut sambil tersenyum. Akhirnya, Abu Nawas dapat
menyelesaikan masalah pria dan rumah sempitnya itu.
Satu lagi hikayat Abu Nawas yang bisa kamu baca pada artikel ini. Contoh cerita hikayat singkat
ini lucu dan menghibur, kan? Ada-ada saja kelakuan Abu Nawas untuk menyelesaikan sebuah
masalah.
Kira-kira, nih, nilai hidup apa yang bisa kamu ambil lewat kisah di atas? Mungkin, pelajaran
yang bisa kamu terapkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu untuk selalu bersyukur dengan apa
yang sudah dipunyai. Memang, tidak ada salahnya untuk menginginkan kehidupan yang lebih
baik. Namun, jika kamu memang benar-benar menginginkannya jangan hanya mengeluh saja,
tapi lakukanlah sesuatu agar keinginanmu itu segera tercapai.
6. Contoh Cerita Hikayat Singkat Bayan yang Budiman

Pada zaman dahulu kala, di Kerajaan Azam hiduplah seorang saudagar kaya yang sudah
berkeluarga bernama Khojan Mubarok. Kebahagiaan keluarga itu kurang lengkap karena belum
juga dikaruniai momongan. Meskipun begitu, sang saudagar kaya tidak putus asa dan tak lelah
memanjatkan doa agar harapannya segera terkabul.
Penantian yang panjang itu pun berakhir, sang istri akhirnya mengandung lalu melahirkan
seorang bayi laki-laki yang diberi nama Khojan Maimun. Maimun tumbuh menjadi seorang anak
yang baik hati dan saleh. Saat usianya menginjak 15 tahun, sang pemuda dinikahkan dengan Bibi
Zainab, anak dari seorang saudagar kaya.
Hingga pada suatu hari, Khojan Maimun meminta izin kepada sang istri untuk pergi berlayar.
Sebelum pergi berangkat, Khojan Maimun membeli seekor burung bayan jantan dan burung
tiung betina. Dia berpesan kepada istrinya jika menghadapi masalah sebaiknya
dibicarakan dengan kedua burung itu.
Setelah beberapa lama ditinggal suaminya, Bibi Zaenab pun merasa kesepian. Hingga suatu hari
datanglah seorang anak raja yang terpikat dengan kecantikan Bibi Zaenab dan berniat
mendekatinya. Lelaki tersebut kemudian meminta seorang perempuan tua untuk membantunya
berkenalan. Bak gayung bersambut, ternyata Zaenab juga menaruh hati pada laki-laki itu dan
mereka saling jatuh cinta.
Suatu malam, Bibi Zaenab akan pergi dengan si anak raja dan berpamitan dengan burung tiung.
Burung tiung kemudian menasihatinya untuk tidak pergi karena hal tersebut melanggar aturan
Allah SWT karena dia sudah mempunyai seorang suami. Mendengar hal itu, wanita itu marah
lalu membanting sangkar hingga menyebabkan burung itu mati.
Bibi Zaenab kemudian melihat burung bayan yang sedang tidur. Sebenarnya, burung bayan
hanya berpura-pura tidur saja karena jika dia memberikan jawaban yang sama dengan burung
tiung, maka nyawanya juga akan terancam.
Saat dipamiti oleh Zaenab, burung bayan itu berkata, “Anda boleh pergi, cepatlah karena anak
raja itu sudah menunggu. Apapun yang Anda lakukan, hamba yang akan menanggungnya.
Apalah yang dicari manusia di dunia ini selain martabat, kesabaran, dan kekayaan? Hamba ini
hanyalah seekor burung bayang yang dicabut bulunya oleh istri tuanku.”
Malam-malam selanjutnya, Bibi Zaenab kemudian sering pergi untuk bertemu dengan anak raja.
Setiap kali dia berpamitan, burung bayan menceritakan sebuah kisah. Hingga pada hari ke-24,
wanita itu menyesali perbuatan dan tidak akan mengulangi perbuatannya lagi.

Anda mungkin juga menyukai