Anda di halaman 1dari 7

Bayi baru lahir

Bayi baru lahir normal adalah bayi yang baru lahir dengan kehamilan atau masagestasinya
dinyatakan cukup bulan (aterm) yaitu 36

40 minggu. Bayi baru lahir normal harusmenjalani proses adaptasi dari kehidupan di dalam
rahim (intrauterine) ke kehidupan di luarrahim (ekstrauterin).

Pemahaman terhadap adaptasi dan fisiologi bayi baru lahir sangat penting sebagai dasardalam
memberikan asuhan. Perubahan lingkungan dari dalam uterus ke ekstrauterin dipengaruhioleh
banyak faktor seperti kimiawi, mekanik, dan termik yang menimbulkan perubahanmetabolik,
pernapasan dan sirkulasi pada bayi baru lahir normal. Penatalaksanaan dan mengenalikondisi
kesehatan bayi baru lahir resiko tinggi yang mana memerlukan pelayanan rujukan/tindakan
lanjut.

Sebagai seorang tenaga kesehatan, bidan harus mampu memahami tentang beberapaadaptasi
atau perubahan fisiologi bayi baru lahir (BBL). Hal ini sebagai dasar dalam memberikanasuhan
kebidanan yang tepat. Setelah lahir, BBL harus mampu beradaptasi dari keadaan yangsangat
tergantung (plasenta) menjadi mandiri secara fisiologi. Setelah lahir, bayi harusmendapatkan
oksigen melalui sistem sirkulasi pernapasannya sendiri, mendapatkan nutrisi peroral untuk
mempertahankan kadar gula darah yang cukup, mengatur suhu tubuh dan melawansetiap
penyakit /infeksi.

Perubahan fisiologis
Adaptasi neonatal (bayi baru lahir) adalah proses penyesuaian fungsional neonatus
darikehidupan di dalam uterus. Kemampuan adaptasi fungsional neonatus dari kehidupan di
dalamuterus kekehidupan di luar uterus.Kemampuan adaptasi fisiologis ini di sebut
jugahomeostasis.Bila terdapat gangguan adaptasi, maka bayi akan sakit. Banyak perubahan
yangakan dialami oleh bayi yang semula berada dalam lingkungan interna (dalam kandungan
ibu)yang hangat dan segala kebutuhannya terpenuhi(Oksigen dan nutrisi)ke lingkungan
eksterna(diluar kandungan ibu) yang dingin dan segala kebutuhannya memerlukan bantuan
orang lainuntuk memenuhinya.

Perbedaan lingkungan fisik sebelum dan sesudah lahir (Timiras dalam Johnson, 1986),
adalahsbb :

2.2 Perubahan Sistem Pernapasan

Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari pertukaran gas melalui plasenta dan setelah
bayi lahir, pertukaran gas harus melalui paru-paru bayi. Organ yang bertanggung jawab
untukoksigensi janin sebelum bayi lahir adalah plsenta. Selama masa kehamilan bayi mengalami
banyak perkembangan yang menyediakan infrastruktur untuk mulainya proses pernapasan.
Padamasa kehamilan di trimester II atau III janin sudah mengembangkan otot-otot yang
diperlukanuntuk bernapas, alveoli juga berkembang dan sudah mampu menghasilkan
surfaktan, fosfolipidyang mengurangi tegangan permukaan pada tempat pertemuan antara
udara- alveoli. Ruanginterstitial antara alveoli sangat tipis sehinga memungkinkan kontak
maksimum antara kapilerdan alveoli untuk pertukaran udara.

Pada saat bayi lahir, dinding alveoli disatukan oleh tegangan permukaan cairan kental
yangmelapisinya. Diperlukan lebih dari 25 mmHg tekanan negatif untuk melawan pengaruh
tegangan permukaan tersebut dan untuk membuka alveoli untuk pertama kalinya. Tetapi sekali
membukaalveoli, pernapasan selanjutnya dapat di pengaruhi pergerakan pernapasan yang
relatif lemah.Untungnya pernapasan bayi baru lahir yang pertamakali sangat kuat, biasanya
mampumenimbulkan tekanan negatif sebesar 50 mmHg dalam ruang intrapleura.

Pada bayi baru lahir, kekuatan otot–otot pernapasan dan kemampuan diafragma untuk
bergerak, secara langsung mempengaruhi kekuatan setiap inspirasi dan ekpirasi. Bayi yang
barulahir yang sehat mengatur sendiri usaha bernapas sehingga mencapai keseimbangan yang
tepatantar-oksigen, karbon dioksida, dan kapasitas residu fungsional. Frekuensi napas pada
bayi barulahir yang normal adalah 40 kali permenit dengan rentang 30 – 60 kali permenit (
pernapasandiafragma dan abdomen ) apabila frekuensi secara konsisten lebih dari 60 kali
permenit, denganatau tanpa cuping hidung, suara dengkur atau retraksi dinding dada, jelas
merupakan responabnormal pada 2 jam setelah kelahiran.

Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi karena beberapa hal berikut :

1.Tekanan mekanik dari torak sewaktu melalui jalan lahir (stimulasi mekanik)
2. Penurunan PaO2 dan peningkatan PaO2 merangsang kemoreseptor yang terletak di
sinuskarotikus (stimulasi mekanik).
3.Rangsangan dingin di daerah muka dan perubahan suhu di salam uterus ( stimulasi sensorik).
4.Refleks deflasi Hering Breur.

Pernapasan pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama
sesudahlahir.Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli,selain karena
adanyasurfaktan,juga karena adanya tarikan nafas dan pengeluaran napas dengan merintih
sehinggaudara bisa gtertahan di dalam. Cara neonates bernapas dengan cara bernapas
difragmatik danabdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya bernapas belum teratur.
Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan kolaps dan paru-paru kaku, sehingga terjadi
atelektasis. Dalankondisi seperti ini (anoksia), neonatus masih mempertahankan hidupnya
karena adanyakelanjutan metabolism anaerobik.

Awal adanya nafas pd bayi.

Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas pertama bayi adalah :

1) Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang
pusat pernafasan di otak.
2) Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paru - paru selama
persalinan,yang merangsang masuknya udara ke dalam paru - paru secara mekanis. Interaksi
antara system pernapasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan
yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan.
3) Penimbunan karbondioksida (CO2). Setelah bayi lahir, kadar CO2 meningkat dalam darahdan
akan merangsang pernafasan. Berkurangnya O2 akan mengurangi gerakan pernafasan
janin,tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan menambah frekuensi dan tingkat gerakan
pernapasan janin.
4) Perubahan suhu. Keadaan dingin akan merangsang pernapasan.

Bblr

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram
tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi yang ditimbang dalam 1 (satu)
jam setelah lahir. (http//:kuliahbidan.wordpers.com)

BBLR adalah bayi yang lahir dengan berat lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 1994) dan
ditimbang sampai dengan 24 jam setelah kelahiran (Usman A, dkk 1994).
Bayi yang lahir dengan berat badan 200-2499 gram beresiko 10 kali lebih tinggi untuk
meninggal dari pada bayi yang lahir dengan berat badan 3000-3499. (Nutrition Policy Paper
No.18 september 200).
Menurut Davanzo (1999) terdapat 3 bentuk BBLR, yaitu:
1. Bayi prematur: pertumbuhan bayi dalam rahim normal, persalinan terjadi sebelaum
masa gestasi berusia 37 minggu.
2. Bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK): pertumbuhan dalam rahim terhambat yang
disebabkan faktor dari bayi sendiri, plasenta ataupun faktor ibu.
3. Bayi prematur dan KMK: bayi prematur yang mempunyai berat badan rendah untuk
masa kehamilan.

Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) berdasarkan batasan berat badan dapat dibagi 3, yaitu:
1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir antara 1500 gram sampai
dengan 2500 gram.
2. Bayi Berat Lahir Sangat Rendah (BBLSR) adalah bayi dengan berat lahir antara 1000 gram
sampai kurang dari 1500 gram.
3. Bayi Berat Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari
1000 gram.

Asfiksia

Berdasarkan data dari WHO November 2013, jumlah kelahiran bayi hidup di Indonesia pada
tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan kelahiran prematur sebanyak 675.700 (15,5 per 100
kelahiran hidup) dan angka kematian sebesar 32.400 (nomor 8 penyebab kematian di
Indonesia).1 Dalam 10 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal di Indonesia cenderung
stagnan yaitu 20/1000 kelahiran hidup (SDKI 2002- 2003) menjadi 19/1000 kelahiran hidup
(SDKI 2012). Selain itu proporsi kematian neonatal terhadap kematian anak balita cenderung
meningkat dari 43% (SDKI 2002- 2003) menjadi 48% (SDKI 2012). Penyebab utama kematian
neonatal pada minggu pertama (0-6 hari) adalah asfiksia (36 %), BBLR/ Prematuritas (32%) serta
sepsis (12%) sedangkan bayi usia 7-28 hari adalah sepsis (22%), kelainan kongenital (19%) dan
pneumonia (17 %). Upaya menurunkan angka kematian bayi adalah perawatan antenatal dan
pertolongan persalinan sesuai standar yang harus disertai dengan perawatan neonatal yang
adekuat dan upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir rendah, infeksi
pasca lahir (seperti tetanus neonatorum, sepsis), hipotermia dan asfiksia.

Dalam dekade terakhir pelayanan persalinan sudah lebih baik namun bayi baru lahir masih
banyak menderita asfiksia dan pada kasus asfiksia berat menyebabkan Hipoksia Iskemik
Ensefalopati (HIE) dan bisa menyebabkan kerusakan neurologis permanen. Prevalensi asfiksia
pada persalinan adalah 25 tahun, per 1000 kelahiran hidup di antaranya 15% adalah sedang
atau berat. Pada bayi prematur, 73 per 1000 kelahiran hidup di antaranya 50% adalah sedang
atau berat. 3,4 Di negara berkembang, sekitar 3% bayi lahir mengalami asfiksia derajat sedang
dan berat. Bayi asfiksia yang mampu bertahan hidup namun mengalami kerusakan otak,
jumlahnya cukup banyak. Hal ini disebabkan karena resusitasi tidak adekuat atau salah
prosedur. Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan RI telah menerbitkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 53 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal
Esensial untuk menangani asfiksia bayi baru lahir yang tercantum pada pasal 4 ayat 2
menyatakan bahwa Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial 0 (nol) sampai 6 (enam) jam
meliputi. 5 a. Menjaga bayi tetap hangat b. Inisiasi menyusu dini c. Pemotongan dan perawatan
tali pusat d. Pemberian suntikan vitamin k1 e. Pemberian salep mata antibiotik f. Pemberian
imunisasi hepatitis b0 g. Pemeriksaan fisik bayi baru lahir h. Pemantauan tanda bahaya i.
Penanganan asfiksia bayi baru lahir j. Pemberian tanda identitas diri dan k. Merujuk kasus yang
tidak dapat ditangani dalam kondisi stabil, tepat waktu ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
lebih mampu. Asfiksia dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan
kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem rujukan yang belum
berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini kehamilan risiko tinggi dan kesadaran orang tua
untuk mencari pertolongan kesehatan.

Istilah asfiksia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti nadi yang berhenti (stopping of
the pulse). Asfiksia terjadi apabila terdapat kegagalan pertukaran gas di organ, definisi asfiksia
sendiri menurut WHO adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir.6 Asfiksia perinatal adalah kondisi bayi yang ditandai dengan hipoksia dan hipercapnia
disertai asidosis metabolik. Menurut American College of Obstetrics and Gynecology tahun
2002, diagnosis asfiksia didasarkan 4 kriteria utama dan 5 kriteria tambahan. Kriteria utama
tersebut adalah
(a) Asidosis metabolik (pH < 7.0 dan base deficit ≥ 12 mmol/L) pada arteri umbilical,
(b) ensefalopati sedang atau berat,
(c) cerebral palsy tipe spastik quadriplegia atau dyskinetic,
(d) bukan penyebab lain,
sedangkan kriteria tambahan adalah
(a) sentinel event,
(b) perubahan mendadak detak jantung janin,
(c) Apgar score ≤ 3 kurang dari 5 menit,
(d) kegagalan sistem organ dalam 72 jam kehidupan,
(e) early imaging evidence.
Diagnosis asfiksia yang akurat memerlukan penilaian kadar gas dan asam darah. Klasifikasi
klinis asfiksia didasarkan pada asidosis metabolik untuk memastikan bahwa asfiksia telah terjadi
dan didapatkan ensefalopati neonatus serta komplikasi sistem organ lainnya untuk mengetahui
derajat asfiksia. Asfiksia dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, bayi dan tali pusat atau
plasenta. Terdapat lima hal yang menyebabkan terjadinya asfiksia pada saat persalinan.
1. Interupsi aliran darah umbilicus.
2. Kegagalan pertukaran darah melalui plasenta (misalnya solutio plasenta)
3. Perfungsi plasenta sisi maternal yang inadekuat (misalnya hipotensi maternal yang berat)
4. Kondisi janin yang tidak dapat mentoleransi hipoksia intermiten dan transien yang terjadi
pada pada persalinan normal (misalnya pada janin yang anemia atau IUGR).
5. Gagal mengembangkan paru dan memulai ventilasi dan perfusi paru yang seharusnya terjadi
saat proses kelahiran.

Sedangkan faktor risiko terjadinya asfiksia adalah paritas, usia ibu dan usia kehamilan, riwayat
obstetri jelek, ketuban pecah dini dan berat lahir bayi.9.10 Penelitian telah menunjukkan
hubungan kompleks antara asfiksia janin dan bayi baru lahir dengan kerusakan otak,
keseimbangan antara derajat, durasi dan sifat asfiksia dengan kualitas respons kompensasi
kardiovaskular. Diagnosis asfiksia yang akurat memerlukan penilaian kadar gas dan asam darah.
Klasifikasi klinis asfiksia didasarkan pada asidosis metabolik untuk memastikan bahwa asfiksia
telah terjadi dan didapatkan ensefalopati neonatus serta komplikasi sistem organ lainnya untuk
mengetahui derajat asfiksia.
Skor Apgar adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk mengetahui apakah bayi
menderita asfiksia atau tidak dan yang dinilai adalah frekuensi jantung (heart rate), pernafasan
(respiratory), tonus otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan refleks ransangan (reflex
irritability). Berikut adalah tabel skor Apgar.

Nilai Apgar adalah metode obyektf untuk menilai kondisi bayi baru lahir dan berguna untuk
memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara umum, serta responnya terhadap
resusitasi. Nilai Apgar ditentukan pada menit ke-1 dan menit ke-5 setelah lahir. Jika nilai Apgar
pada menit ke-5 kurang dari 7 maka ada tambahan nilai setiap 5 menit sampai 20 menit. Nilai
Apgar tidak digunakan untuk memulai tindakan resusitasi ataupun menunda intervensi pada
bayi dengan depresi sampai penilaian menit ke-1. Akan tetapi resusitasi harus segera dimulai
sebelum menit ke-1 dihitung.

Resusitasi

Usaha untuk mengakhiri asfiksia adalah dengan resusitasi memberikan oksigenasi yang
adekuat. Langkah awal resusitasi penting untuk menolong bayi baru lahir dengan asfiksia dan
harus dilakukan dalam waktu 30 detik. Resusitasi neonatus adalah serangkaian intervensi saat
kelahiran untuk mengadakan usaha nafas dan sirkulasi yang adekuat. Pada setiap kelahiran,
harus ada paling sedikit 1 orang di kamar bersalin yang tugasnya khusus bertanggung jawab
untuk penanganan bayi dan dapat melakukan langkah awal resusitasi, termasuk pemberian
ventilasi tekanan positif (VTP) dan membantu kompresi dada. Bayi yang membutuhkan
resusitasi saat lahir memiliki risiko untuk mengalami perburukan kembali walaupun telah
tercapai tanda vital yang normal. Ketika ventilasi dan sirkulasi yang adekuat telah tercapai, bayi
harus dipantau atau ditransfer ke tempat yang dapat dilakukan monitoring penuh dan dapat
dilakukan tindakan antisipasi, untuk mendapatkan pencegahan hipotermia, monitoring yang
ketat dan pemeliharaan fungsi sistemik dan serebral. berikut adalah tahapan resusitasi. 1

Pada beberapa keadaan membutuhkan monitoring berulang tiap beberapa menit setelah
resusitasi, sedangkan pada keadaan yang lebih ringan dapat dinilai ulang tiap 1–3 jam. Hal yang
harus dievaluasi dan dicatat adalah laju nafas, nilai normal laju nafas neonatus adalah 40–60
kali/menit dan tanda distres pernafasan lain diantaranya:
a. Retraksi, dapat dilihat didaerah suprasternal, substernal, interkostal, subkostal.
b. Grunting, pernafasan cuping hidung
c. Apnea, nafas megap-megap, atau periodic breathing.

Penanganan pasca resusitasi neonatus diantaranya adalah pemantauan gula darah (sugar),
suhu (temperature), jalan nafas (airway), tekanan darah (blood pressure), pemeriksaan
laboratorium (laboratories) dan dukungan emosional kepada keluarga (emotional support).

Gagal nafas

Gagal nafas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius, yang berhubungan
dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan biaya perawatan. Faktor resiko utama gagal nafas
pada neonatus adalah prematuritas, bayi berat badan lahir rendah, dan penelitian
menunjukkan kejadiannya lebih banyak terjadi pada golongan sosioekonomi rendah.
Penatalaksanaan utama gagal nafas pada neonatus adalah terapi suportif dengan ventilasi
mekanis, dan oksigenasi konsentrasi tinggi. Terapi lainnya meliputi high-frequency ventilator,
terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida, dan extracorporealmembrane oxygenation (ECMO).
Gagal nafas (respiratory failure) dan distress nafas (respiratory distress) merupakan diagnosis
yang ditegakkan secara klinis dimana sistem pernafasan tidak mampu untuk melakukan
pertukaran gas secara normal tanpa bantuan. Terminologi respiratory distress digunakan untuk
menunjukkan bahwa pasien masih dapat menggunakan mekanisme kompensasi untuk
mengembalikan pertukaran gas yang adekuat, sedangkan respiratory failure merupakan
keadaan klinis yang lanjut akibat kegagalan mekanisme kompensasi dalam mempertahankan
pertukaran gas atau tercukupinya aliran oksigen.

Anda mungkin juga menyukai