Disusun oleh:
I Kadek Agus Andita
Anisa Ohoirenan
Izzatul Umma Liembun
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat, bimbingan serta pertolongan-Nya sehingga makalah Perspektif Teori Folklor ini
dapat diselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas sebagai salah satu syarat
ketuntasan dalam mata kuliah Folklor dan Tradisi Lisan. Diharapkan dengan adanya makalah
ini dapat meningkatkan penguasaan materi kami dalam kelompok juga pembaca makalah.
Akhirnya, dengan menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, kepada para
pembaca, kami selalu mengharapkan sumbangan saran yang membangun untuk
penyempurnaan makalah ini.
September 2021
Penulis
BAB 1
Pendahuluan
Latar Belakang
Negara Indonesia memiliki keanekaragaman budaya dan kekayaan bahasa yang sangat
banyak, dengan kekhasan yang berbeda satu sama lain, dan ketika keanekaragaman dan
kekayaan itu menyatu menjadi satu bangsa, maka yang muncul adalah sebuah keindahan.
Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya, ras, suku bangsa,
kepercayaan, agama, dan bahasa. Terdapat sekitar 13.667 pulau besar dan kecil, 400 suku
bangsa, dan ratusan bahasa lokal.
Keragaman budaya bisa diamati dari bentuk-bentuk kebudayaan khasnya seperti adat istiadat,
rumat adat, upacara adat, tarian daerah, dan alat musik daerah. Keragaman budaya Indonesia
merupakan potensi bagi pengembangan budaya nasional yang memiliki keunikan sekaligus
menyiratkan kekhasan masing-masing budaya di setiap daerah. Adanya keragaman jenis suku
bangsa membuat Indonesia juga memiliki banyak sekali kebudayaan lokal, salah satunya
adalah folklor.
Kata folklor merupakan pengindonesiaan dari kata Inggris folklore. Folklor terdiri atas dua
kata besar, yaitu folk dan lore. Folk memiliki arti sekelompok orang yang mempunyai ciri-
ciri pengenal fisik, sosial, dan kebudayaan sehingga bisa dibedakan dari kelompok lainnya.
Ciri-ciri pengenal tersebut dapat berupa warna kulit, rambut, mata pencarian, bahasa, agama.
Folk juga bisa diartikan sebagai kolektif masyarakat. Sementara lore memiliki arti tradisi
yang dimiliki oleh folk. Tradisi tersebut diwariskan secara turun menurun, paling tidak dua
generasi.
Kebudayaan folklor tersebut bisa berbeda-beda versinya, bisa berbentuk lisan, perbuatan,
maupun alat-alat pembantu pengingat. Folklor merupakan salah bidang kajian dalam Ilmu
Antropologi. Folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul,
dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok.
Folklore, yang pertama kali dikemukakan oleh sejarawan Inggris William Thoms dalam
sebuah surat yang diterbitkan oleh London Journal pada tahun 1846.
Berdasarkan pendapat Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor Amerika Serikat, folklor
dibagi ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya yaitu folklor lisan, sebagian lisan,
dan bukan lisan.
Adapun fungsi folklor, yaitu sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencermin angan-
angan suatu kolektif; sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga
kebudayaan; sebagai alat pendidik anak; dan sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-
norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
BAB 2
Pembahasan
Folklor berasal dari kata folk dan lore. Folk diartikan sebagai ‘rakyat’, bangsa atau kelompok
orang yang memiliki ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan, sedangkan lore adalah adat
serta khasanah pengetahuan yang diwariskan turun temurun lewat tutur kata, contoh atau
perbuatan.
Kesimpulan
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut folklor adalah bagian kebudayaan yang tersebar,
diadatkan turun temurun dalam bentuk perbuatan di antara kolektif macam apa saja, secara
tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai
dengan gerak isyarat atau alat bantu pengingat, mencakup suatu bidang yang cukup luas.
Perkembangan folklor dalam kehidupan masyarakat, merupakan perwujudan dari usaha dan
cara-cara kelompok tersebut dalam memahami serta menjelaskan realitas lingkungannya,
yang disesuaikan dengan situasi alam pikiran masyarakat di suatu zaman tertentu.
Ada beberapa teori folklor yaitu, Strukturalisme Levi Strauss sangat berkaitan erat dengan
masalah antropologi budaya yang digunakan untuk memahami dan menjelaskan fenomena-
fenomena dalam kebudayaan. Pada analisis structural, struktur dibedakan menjadi dua
macam yaitu struktur lahir atau struktur luar (surface structure) dan struktur batin atau
struktur dalam (deep structure). Difusi adalah persebaran kebudayaan yang disebabkan
adanya migrasi manusia. Perpindahan dari satu tempat ke tempat lain, akan menularkan
budaya tertentu. Teori fungsionalisme, yang berasumsi bahwa semua unsur kebudayaan
merupakan bagian-bagian yang berguna bagi masyarakat di mana unsur-unsur tersebut
terdapat. Teori postmodernisme, Postmodernisme merujuk pada bentuk-bentuk kebudayaan,
intelektual, dan seni yang telah kehilangan hirarki atau prinsip kesatuan serta disarati
kompleksitas ekstrim, kontradiksi, ambiguitas, perbedaan, dan kesalingtautan sehingga sulit
dibedakan dengan parodi.
Saran
Folklor perlu dilestarikan karena dengan folklor, masyarakat dapat mengetahui dan
memahami budaya yang ada. Oleh sebab itu, hal folklor dikatakan sebagai kearifan lokal.
perlunya pembudayaan folklor dalam rangka menjaga budaya, khususnya budaya kebangsaan
dengan kultur kearifan lokalnya. Selain itu, di era globalisasi folklor diharapkan akan mampu
menjadikan pendidikan yang moderat, sehingga tidak terpengaruh arus negatif dari
perkembangan globalisasi yang semakin pesat.
Daftar Pustaka
Jauhari Heri. Folklor, Bahan Kajian Ilmu Budaya, Sastra dan Sejarah
Endoswara. Metode Penelitian Folklor